Transformator Satu-fasa

3.1. Transformator Satu-fasa

Transformator banyak digunakan dalam teknik elektro. Dalam sistem komunikasi, transformator digunakan pada rentang frekuensi audio sampai frekuensi radio dan video, untuk berbagai keperluan. Kita mengenal misalnya input transformers, interstage transformers, output

radio dan televisi. Transformator juga dimanfaatkan dalam sistem komunikasi untuk penyesuaian impedansi agar tercapai transfer daya maksimum.

Dalam penyaluran daya listrik banyak digunakan transformator berkapasitas besar dan juga bertegangan tinggi. Dengan transformator tegangan tinggi ini penyaluran daya listrik dapat dilakukan dalam jarak jauh dan susut daya pada jaringan dapat ditekan. Di jaringan distribusi listrik banyak digunakan transformator penurun tegangan, dari tegangan menengah 20 kV menjadi 380 V untuk distribusi ke rumah-rumah dan kantor-kantor pada tegangan 220 V. Transformator daya tersebut pada umumnya merupakan transformator tiga-fasa. Dalam pembahasan ini kita akan melihat transformator satu-fasa lebih dulu.

Kita telah mempelajari transformator ideal pada waktu membahas rangkaian listrik. Berikut ini kita akan melihat transformator tidak ideal sebagai piranti pemroses daya. Akan tetapi kita hanya akan membahas hal-hal yang fundamental saja, karena transformator akan dipelajari secara lebih mendalam pada pelajaran mengenai mesin- mesin listrik.

Mempelajari perilaku transformator juga merupakan langkah awal untuk mempelajari konversi energi elektromekanik. Walaupun konversi energi elektromekanik membahas konversi energi antara sistem mekanik dan sistem listrik, sedangkan transformator merupakan piranti konversi energi listrik ke listrik, akan tetapi kopling antar sistem dalam kedua hal tersebut pada dasarnya sama yaitu kopling magnetik

3.1.1. Teori Operasi Transformator

3.1.1.1. Transformator Dua Belitan Tak Berbeban.

Diagram transformator dua belitan tak

berbeban diperlihatkan φ

pada Gb.3.1. Belitan

pertama kita sebut ∼ N 1 N belitan primer dan yang

ke-dua kita sebut belitan sekunder.

Gb.3.1. Transformator dua belitan. Jika fluksi di rangkaian

magnetiknya adalah φ = Φ maks sin ω t , maka fluksi ini akan menginduksikan tegangan di belitan primer sebesar

e 1 = N 1 = N 1 Φ maks ω cos ω t (3.1)

dt

atau dalam bentuk fasor : N ω Φ

E 1 E = maks 1 ∠ 0 o = 1 ∠ 0 o ; E 1 = nilai efektif

2 (3.2) Karena ω =2 π f maka:

E 1 1 = Φ maks = 4 . 44 f N 1 Φ maks

2 (3.3) Di belitan sekunder, fluksi tersebut menginduksikan tegangan

sebesar

E 2 = 4 . 44 f N 2 Φ maks

(3.4) Dari (3.3) dan (3.4) kita peroleh:

a = rasio transfor masi

E 2 N 2 (3.5)

118 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

Perhatikan bahwa E 1 sefasa dengan E 2 karena dibangkitkan oleh fluksi yang sama. Karena E 1 o mendahului φ dengan sudut 90

maka o E

2 juga mendahului φ dengan sudut 90 . Jika rasio transformasi a = 1, dan resistansi belitan primer adalah R 1 ,

diagram fasor tegangan dan arus adalah seperti ditunjukkan oleh Gb.3.2.a. Arus I 1 adalah arus magnetisasi, yang dapat dipandang

sebagai terdiri dari dua komponen yaitu o I φ (90 dibelakang E 1 ) yang menimbulkan φ dan I c (sefasa dengan E 1 ) guna mengatasi rugi inti. Resistansi belitan R 1 dalam diagram fasor ini muncul

sebagai tegangan jatuh I f R 1 .

jI X

a). tak ada fluksi bocor b). ada fluksi bocor

Gb.3.2. Diagram fasor transformator tak berbeban

3.1.1.2. Fluksi Bocor

Fluksi di belitan primer

transformator φ

dibangkitkan oleh arus yang mengalir

di belitan primer.

Dalam kenyataan, tidak semua fluksi magnit yang

Gb.3.3. Transformator tak berbeban. dibangkitkan

Fluksi bocor belitan primer. tersebut akan

melingkupi baik belitan primer maupun sekunder. Selisih antara fluksi yang dibangkitkan oleh belitan primer dengan fluksi bersama (yaitu fluksi yang melingkupi kedua belitan) disebut fluksi bocor. Fluksi bocor ini hanya melingkupi belitan primer saja

Fluksi bocor, secara tersendiri akan membangkitkan tegangan induksi di belitan primer (seperti halnya φ menginduksikan E 1 ).

Tegangan induksi ini 90 o mendahului φ l 1 (seperti halnya E 1 90 mendahului φ ) dan dapat dinyatakan sebagai suatu tegangan jatuh ekivalen , E l 1 , di rangkaian primer dan dinyatakan sebagai

E l 1 = jI f X 1 (3.6) dengan X 1 disebut reaktansi bocor rangkaian primer. Hubungan

tegangan dan arus di rangkaian primer menjadi

V 1 = E 1 + I 1 R 1 + E l 1 = E 1 + I 1 R 1 + j I 1 X 1 (3.7) Diagram fasor dengan memperhitungkan adanya fluksi bocor ini

adalah Gb.3.2.b.

3.1.1.3. Transformator Berbeban.

Rangkaian

transformator φ I 2

berbeban resistif, R B , diperlihatkan

≈ φ l 1 φ l 2 V 2 R B oleh Gb.3.4.

Tegangan induksi

E 2 (yang telah timbul dalam

Gb.3.4. Transformator berbeban. keadaan tranformator tidak berbeban) akan menjadi sumber di

rangkaian sekunder dan memberikan arus sekunder I 2 . Arus I 2 ini membangkitkan fluksi yang berlawanan arah dengan fluksi bersama φ dan sebagian akan bocor (kita sebut fluksi bocor sekunder ).

120 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

Fluksi bocor ini, φ l 2 , sefasa dengan I 2 dan menginduksikan tegangan E l 2 di belitan sekunder yang 90 o mendahului φ l 2 . Seperti halnya untuk belitan primer, tegangan E l 2 ini diganti dengan suatu besaran ekivalen yaitu tegangan jatuh ekivalen pada

reaktansi bocor sekunder X 2 di rangkaian sekunder. Jika resistansi belitan sekunder adalah R 2 , maka untuk rangkaian sekunder kita peroleh hubungan

E 2 = V 2 + I 2 R 2 + E l 2 = V 2 + I 2 R 2 + j I 2 X 2 (3.8) dengan V 2 adalah tegangan pada beban R B .

Sesuai dengan hukum Lenz, arus sekunder membangkitkan fluksi yang melawan fluksi bersama. Oleh karena itu fluksi bersama akan cenderung mengecil. Hal ini akan menyebabkan tegangan induksi di belitan primer juga cenderung mengecil. Akan tetapi karena belitan primer terhubung ke sumber yang tegangannya tak berubah, maka arus primer akan naik. Jadi arus primer yang dalam keadaan transformator tidak berbeban hanyalah arus magnetisasi

I f , bertambah menjadi I 1 setelah transformator berbeban. Pertambahan arus ini haruslah sedemikian rupa sehingga fluksi

bersama φ dipertahankan dan E 1 juga tetap seperti semula. Dengan demikian maka persamaan rangkaian primer (3.7) tetap

terpenuhi. Pertambahan arus primer dari I f menjadi I 1 adalah untuk

mengimbangi fluksi lawan yang dibangkitkan oleh I 2 sehingga φ dipertahankan. Jadi haruslah

N 1 ( I 1 − I f ) − N 2 () I 2 = 0 (3.9)

Pertambahan arus primer ( I 1 − I f ) disebut arus penyeimbang yang akan mempertahankan φ . Makin besar arus sekunder, makin

besar pula arus penyeimbang yang diperlukan yang berarti makin besar pula arus primer. Dengan cara inilah terjadinya transfer daya dari primer ke sekunder. Dari (3.9) kita peroleh arus magnetisasi

I = I 2 − I I = I − f 2 1 () 2 1 (3.10)

N 1 a 121

3.1.2. Diagram Fasor Transformator

Dengan persamaan (3.7) dan (3.8) kita dapat menggambarkan secara lengkap diagram fasor dari suatu transformator. Penggambaran kita mulai dari belitan sekunder dengan langkah- langkah:

Gambarkan V 2 dan I 2 . Untuk beban resistif, I 2 sefasa dengan

V 2 . Selain itu kita dapat gambarkan I 2 ′ = I 2 / a yaitu besarnya arus sekunder jika dilihat dari sisi primer. Dari V 2 dan I 2 kita dapat menggambarkan E 2 sesuai dengan persamaan (3.8) yaitu

E 2 = V 2 + I 2 R 2 + E l 2 = V 2 + I 2 R 2 + j I 2 X 2 Sampai di sini kita telah menggambarkan diagram fasor rangkaian

sekunder. Untuk rangkaian primer, karena E 1 sefasa dengan E 2 maka

E 1 dapat kita gambarkan yang besarnya E 1 = a E 2 . Untuk menggambarkan arus magnetisasi I f kita gambarkan lebih dulu

φ o yang tertinggal 90 dari E

1 . Kemudian kita gambarkan I f yang mendahului φ dengan sudut histerisis γ .

Selanjutnya arus belitan primer adalah I 1 = I f + I 2 ' . Diagram fasor untuk rangkaian primer dapat kita lengkapi

sesuai dengan persamaan (3.7), yaitu

V 1 = E 1 + I 1 R 1 + E l 1 = E 1 + I 1 R 1 + j I 1 X Dengan demikian lengkaplah diagram fasor transformator

berbeban. Gb.3.5. adalah contoh diagram fasor yang dimaksud, yang dibuat dengan mengambil rasio transformasi N 1 /N 2 =a>1

122 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

V 1 jI 1 X 1

E jI

1 Gb.3.5. Diagram fasor lengkap, transformator berbeban resistif . a > 1

CONTOH-3.1 :

Belitan primer suatu transformator yang dibuat untuk tegangan 220 V(rms) mempunyai jumlah lilitan 160. Belitan ini dilengkapi dengan titik tengah (center tap). a). Berapa persenkah besar fluksi maksimum akan berkurang jika tegangan yang kita terapkan pada belitan primer adalah 110 V(rms)? b). Berapa persenkah pengurangan tersebut jika kita menerapkan tegangan 55

V (rms) pada setengah belitan primer? c). Berapa persenkah pengurangan tersebut jika kita menerapkan tegangan 110 V (rms) pada setengah belitan primer? d). Jika jumlah lilitan di belitan sekunder adalah 40, bagaimanakah tegangan sekunder dalam kasus- kasus tersebut di atas?

Solusi :

a). Dengan mengabaikan resistansi belitan, fluksi maksimum Φ m adalah

E 2 Φ V = 1 = 1 2 220 2

160 ω Jika tegangan 110 V diterapkan pada belitan primer, maka

V ′ 2 110 2

Φ′ m = 1 =

160 ω Penurunan fluksi m aksimum adalah 50 %, Φ′ m = Φ m / 2. b). Jika tegangan 55 V diterapkan pada setengah belitan primer,

V 1 ′′ 2 55 2 110 2 Φ ′′ m =

Penurunan fluksi maksimum adalah 50 %, Φ″ m = Φ m / 2. c). Jika tegangan 110 V diterapkan pada setengah belitan maka

V 1 ′′′ 2 110 2 220 2 Φ ′′′ m =

160 ω Tidak terjadi penurunan fluksi maksimum, Φ′″ m = Φ m . d). Dengan N 1 /N 2 = 160/40 = 4 maka jika tegangan primer 220 V,

tegangan sekunder adalah 55 V. Jika tegangan primer 110 V, tegangan sekundernya 229.5 V. Jika tegangan 55 V diterapkan pada setengah belitan primer, tegangan sekunder adalah 27.5 V. Jika tegangan 110 V diterapkan pada setengah belitan primer, tegangan sekunder adalah 55 V.

CONTOH-3.2 : Sebuah transformator satu-fasa mempunyai belitan primer dengan 400 lilitan dan belitan sekunder 1000 lilitan. Luas 2 penampang inti efektif adalah 60 cm . Jika belitan primer dihubungkan ke sumber 500 V (rms) yang frekuensinya 50 Hz, tentukanlah kerapatan fluksi maksimum dalam inti serta tegangan di belitan sekunder.

Solusi :

Dengan mengabaikan resistansi belitan dan reaktansi bocor, maka N 1 ω Φ m

V 1 = = 500 → Φ m = = 0 . 00563 weber

Kerapatan fluksi maksimum : B m =

= 0 . 94 weber/m 2

Tegangan belitan sekunder adalah V 2 =

× 500 = 1250 V 400

CONTOH-3.3 : Dari sebuah transformator satu-fasa diinginkan suatu perbandingan tegangan primer / sekunder dalam keadaan tidak berbeban 6000/250 V. Jika frekuensi kerja adalah 50 Hz dan fluksi dalam inti transformator dibatasi sekitar 0.06 weber, tentukan jumlah lilitan primer dan sekunder.

124 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

Solusi :

Pembatasan fluksi di sini adalah fluksi maksimum. Dengan mengabaikan resistansi belitan dan reaktansi bocor,

N 1 ω Φ m 6000 2

= 6000 → N 1 =

250 N 2 =

6000 Pembulatan jumlah lilitan harus dilakukan. Dengan melakukan

pembulatan ke atas, batas fluksi maksimum Φ m tidak akan terlampaui. Jadi dapat kita tetapkan

N 2 = 20 lilitan ⇒ N 1 =

3.1.3. Rangkaian Ekivalen Transformator

Transformator adalah piranti listrik. Dalam analisis, piranti-piranti listrik biasanya dimodelkan dengan suatu rangkaian listrik ekivalen yang sesuai. Secara umum, rangkaian ekivalen hanyalah penafsiran secara rangkaian listrik dari suatu persamaan matematik yang menggambarkan perilaku suatu piranti. Untuk transformator, ada tiga persamaan yang menggambarkan perilakunya, yaitu persamaan (3.7), (3.8), dan (3.10), yang kita tulis lagi sebagai satu set persamaan (3.11).

I = I + I 1 ' f 2 (3.11)

dengan I 2 =

Dengan hubungan E 1 = aE 2 dan I ′ 2 =I 2 /a maka persamaan ke- dua dari (3.11) dapat ditulis sebagai

′ R 2 + ja I 2 ′ X 2

⇒ E 1 = a V 2 + I 2 ′ ( a 2 R 2 ) + j I 2 ′ ( a 2 X 2 ) = V 2 ′ + I 2 ′ R 2 ′ + j I 2 ′ X 2 ′ (3.12)

dengan V 2 ′ = aV 2 ; R ′ 2 = a 2 R

2 ; X 2 ′ = a X 2 125

Dengan (3.12) maka (3.11) menjadi

E 1 = a V 2 + I 2 ′ R 2 ′ + j I 2 ′ X ′ 2 ; (3.13)

I 2 ' , R ′ 2 , dan X ′ 2 adalah arus, resistansi, dan reaktansi sekunder yang dilihat oleh sisi primer. Dari persamaan (3.13) dibangunlah

rangkaian ekivalen transformator seperti Gb.3.6. di bawah ini.

R 1 jX 1 R ′ 2 jX ′ 2

Gb.3.6. Rangkaian ekivalen diturunkan dari persamaan (3.13).

Arus magnetisasi dapat dipandang sebagai terdiri dari dua komponen, yaitu I o

c dan I φ .I c sefasa dengan E 1 sedangkan I φ 90 dibelakang E 1 . Dengan demikian maka impedansi Z pada rangkaian ekivalen Gb.3.6. dapat dinyatakan sebagai hubungan paralel antara suatu resistansi R c dan impedansi induktif jX φ sehingga rangkaian ekivalen transformator secara lebih detil menjadi seperti Gb.3.7.

R 1 jX 1 I f R ′ 2 jX ′ 2

B R I V 2 ′ = a V 2 c jX c

Gb.3.7. Rangkaian ekivalen transformator lebih detil.

Rangkaian Ekivalen Yang Disederhanakan. Pada transformator yang digunakan pada tegangan bolak-balik yang konstan dengan frekuensi yang konstan pula (seperti misalnya transformator pada sistem tenaga listrik), besarnya arus magnetisasi hanya sekitar 2 sampai 5 persen dari arus beban penuh transformator. Keadaan ini bisa dicapai karena inti transformator dibangun dari material

126 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3) 126 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

I = 1 ' I 2 R e =R 1 +R ′ 2 jX e =j(X 1 +X ′ 2 )

Gb.3.8. Rangkaian ekivalen transformator

disederhanakan dan diagram fasornya.

3.1.4. Impedansi Masukan Transformator

Resistansi beban B adalah R B =V 2 /I 2 . Dilihat dari sisi primer resistansi tersebut menjadi

aV V

B (3.14)

Dengan melihat rangkaian ekivalen yang disederhanakan Gb.16.10, impedansi masukan adalah

in = = R e + a 2 R B + jX e (3.15)

3.1.5. Penentuan Parameter Transformator

Dari rangkaian ekivalen lengkap Gb.3.7. terlihat ada enam parameter transformator yang harus ditentukan, R 1 ,X 1 ,R ′ 2 ,X ′ 2 , R c , dan X φ . Resistansi belitan primer dan sekunder dapat diukur langsung menggunakan metoda jembatan. Untuk menentukan empat parameter yang lain kita memerlukan metoda khusus seperti diuraikan berikut ini.

3.1.5.1. Uji Tak Berbeban ( Uji Beban Nol )

Uji beban nol ini biasanya dilakukan pada sisi tegangan rendah karena catu tegangan rendah maupun alat-alat ukur tegangan rendah lebih mudah diperoleh. Sisi tegangan rendah menjadi sisi masukan yang dihubungkan ke sumber tegangan sedangkan sisi tegangan tinggi terbuka. Pada belitan tegangan rendah dilakukan pengukuran tegangan masukan V r , arus masukan I r , dan daya (aktif) masukan P r . Karena sisi primer terbuka, I r adalah arus magnetisasi yang cukup kecil sehingga kita dapat melakukan dua pendekatan. Pendekatan yang pertama adalah mengabaikan tegangan jatuh di reaktansi bocor sehingga V r sama dengan tegangan induksi E r . Pendekatan yang kedua adalah mengabaikan kehilangan daya di resistansi belitan sehingga P r menunjukkan

kehilangan daya pada R cr (R c dilihat dari sisi tegangan rendah) saja.

r = r I r ; cos θ = = S r V r I r

PP Daya kompleks masukan : S V r

→ sin θ =

(3.16) S r

3.1.5.2. Uji Hubung Singkat

Uji hubung singkat dilakukan di sisi tegangan tinggi dengan si`si tegangan rendah dihubung-singkat. Sisi tegangan tinggi menjadi sisi masukan yang dihubungkan dengan sumber tegangan. Tegangan masukan harus cukup rendah agar arus di sisi tegangan rendah masih dalam batas nominalnya. Pengukuran di belitan tegangan tinggi dilakukan seperti halnya pada uji beban nol, yaitu tegangan masukan V t , arus masukan I t , dan daya (aktif) masukan P t . Tegangan masukan yang dibuat kecil mengakibatkan rugi-rugi inti menjadi kecil sehingga kita dapat membuat pendekatan dengan mengabaikan rugi-rugi inti. Dengan demikian kita dapat menggunakan rangkaian ekivalen yang disederhanakan Gb.3.9. Daya P t dapat dianggap sebagai daya untuk mengatasi rugi-rugi

128 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3) 128 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

Dalam perhitungan ini kita memperoleh nilai R et =R 1 +R ′ 2 . Nilai resistansi masing-masing belitan dapat diperoleh dengan pengukuran terpisah sebagaimana telah disebutkan di atas.

Untuk reaktansi, kita memperoleh nilai X et =X 1 +X ′ 2 . Kita tidak dapat memperoleh informasi untuk menentukan reaktansi masing- masing belitan. Jika sekiranya nilai reaktansi masing-masing

belitan diperlukan kita dapat mengambil asumsi bahwa X 1 =X ′ 2 . Kondisi ini sesungguhnya benar adanya jika transformator dirancang dengan baik.

CONTOH-3.5 : Pada sebuah transformator 25 KVA, 2400/240 volt,

50 Hz, dilakukan uji beban nol dan uji hubung singkat. Uji beban nol pada sisi tegangan rendah memberikan hasil

V r = 240 volt, I r = 1.6 amper, P r = 114 watt Uji hubung singkat yang dilakukan dengan menghubung-singkat belitan tegangan rendah memberikan hasil pengukuran di sisi tegangan tinggi

V t = 55 volt, I t = 10.4 amper, P t = 360 watt a). Tentukanlah parameter transformator dilihat dari sisi tegangan tinggi. b). Hitung rugi-rugi inti dan rugi-rugi tembaga pada beban penuh.

Solusi :

a). Uji beban nol dilakukan di sisi tegangan rendah. Jadi nilai R c dan X φ yang akan diperoleh dari hasil uji ini adalah dilihat dari tegangan rendah, kita sebut R cr dan X φ r .

P 114 ( 240 × 1 . 6 ) 2 − 114 2 cos θ =

= 0 . 3 ; sin θ =

VI 240 × 1 . 6 240 × 1 . 6

VR

V 240 cr = = = = 500 Ω ; X = = = 158 Ω

I c I cos θ 1 . 6 × 0 . 3 φ r I φ 1 . 6 × 0 . 95

Jika dilihat dari sisi tegangan tinggi :

R ct = a R cr =   × 500 = 50 k Ω

X φ t = a 2 X φ r = 15 . 8 k Ω

Resistansi ekivalen dan reaktansi bocor ekivalen diperoleh dari uji hubung singkat. Uji hubung singkat yang dilakukan di sisi tegangan tinggi ini memberikan

I t 10 . 4 b). Pada pembebanan penuh fluksi bersama dalam inti

transformator hampir sama dengan fluksi dalam keadaan beban nol. Jadi rugi-rugi inti pada pembebanan penuh adalah 114 Watt.

Rugi-rugi tembaga tergantung dari besar arus. Besar arus primer pada beban penuh adalah sama dengan arus sisi tegangan tinggi pada percobaan hubung singkat, yaitu

V 1 2400 Karena pada uji hubung singkat arus sisi tegangan tinggi dibuat

cu

sama dengan arus beban penuh, maka rugi-rugi tembaga adalah penunjukan wattmeter pada uji hubung singkat.

3.1.6. Efisiensi dan Regulasi Tegangan

Efisiensi suatu piranti didefinisikan sebagai daya keluaran η [watt] =

(3.18) daya masukan [watt]

Karena daya keluaran sama dengan daya masukan dikurangi rugi- rugi daya, maka efisiensi dapat dinyatakan sebagai

130 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3) 130 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

1 − (3.19) daya masukan [watt]

Formulasi (3.19) ini lebih sering digunakan. Untuk transformator rugi-rugi daya dapat segera diperoleh melalui uji beban nol dan uji hubung singkat, yaitu jumlah rugi inti dan rugi tembaga.

Regulasi tegangan transformator didefinisikan sebagai perubahan besarnya tegangan sekunder bila arus berubah dari beban penuh ke beban nol dengan tegangan primer dijaga tetap. Jadi

− V 2 beban penuh =

Regulasi Tegangan 2 beban nol

V 2 beban penuh (3.25)

V 2 a V 2 V 2 ′ Dengan memperhatikan diagram fasor Gb.16.9. maka (3.25)

menjadi

V 2 ′ + I 2 ′ ( R e + jX e ) − V 2 ′

Regulasi Tegangan =

V 2 ′ CONTOH-3.6 : Transformator pada Contoh-16.5. mencatu beban

25 KVA pada faktor daya 0.8. a). Hitunglah efisiensinya. b). Hitunglah regulasi tegangannya.

Solusi :

Total rugi daya : P c + cu = 114 + 360 = 474 W = 0.474 KW a). Daya keluaran : P o = 25000 × 0 . 8 = 20 KW

Efisiensi : η = 1 − = 0 . 976 atau 97.6 %

b). Mengambil V o

2 sebagai referensi : V ′ 2 = 10 × 240 = 2400 ∠ 0 V.

I ′ 2 = I 2 / a = ( 25000 / 240 ) / 10 ∠ − cos − 1 0 . 8 = 10 . 4 ∠ − 36 . 8 o 2400 ∠ 0 o + 10 . 4 ∠ − 36 . 8 o ( 3 . 33 + j 4 . 1 ) − 2400

Reg. Tegangan = 2400

0 . 022 atau 2.2 %

3.1.7. Konstruksi Transformator

Dalam pembahasan transformator, kita melihat transformator dengan satu inti dua belitan. Belitan primer digulung pada salah satu kaki inti dan belitan sekunder digulung pada kaki inti yang lain. Dalam kenyataan tidaklah demikian. Untuk mengurang fluksi bocor, belitan primer dan sekunder masing-masing dibagi menjadi dua bagian dan digulung di setiap kaki inti. Belitan primer dan sekunder digulung secara konsentris dengan belitan sekunder berada di dalam belitan primer. Dengan cara ini fluksi bocor dapat ditekan sampai hanya beberapa persen dari fluksi bersama. Pembagian belitan seperti ini masih mungkin dilanjutkan untuk lebih menekan fluksi bocor, dengan beaya yang sudah barang tentu lebih tinggi.

a). tipe inti. a). tipe sel.

Gb.3.9. Dua tipe konstruksi transformator. N T : jumlah lilitan tegangan tinggi; N R : jumlah lilitan tegangan

rendah.

Dua tipe konstruksi yang biasa digunakan pada transformator satu- fasa adalah core type (tipe inti) dan shell type (tipe sel). Gb.3.9.a. memperlihatkan konstruksi tipe inti dengan belitan primer dan sekunder yang terbagi dua. Belitan tegangan rendah digulung dekat dengan inti yang kemudian dilingkupi oleh belitan tegangan tinggi. Konstruksi ini sesuai untuk tegangan tinggi karena masalah isolasi lebih mudah ditangani. Gb.3.9.b. memperlihatkan konstruksi tipe sel. Konstruksi ini sesuai untuk transformator daya dengan arus besar. Inti pada konstruksi ini memberikan perlindungan mekanis lebih baik pada belitan.

132 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis Komposisi Struktur Modal Pada PT Bank Syariah Mandiri (The Analysis of Capital Structure Composition at PT Bank Syariah Mandiri)

23 288 6

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63

IbM Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) Menuju Desa Mandiri Energi

25 108 26