Impedansi dan Admitansi
2.1. Impedansi dan Admitansi
2.1.1. Resistansi
Material yang biasa digunakan sebagai konduktor adalah tembaga dan aluminum. Untuk saluran transmisi banyak digunakan aluminum dan kita mengenal jenis-jenis konduktor aluminum, seperti:
• Aluminum: AAL (all aluminum coductor) • Aloy aluminum: AAAL (all aluminum alloy conductor) • Aluminum dengan penguatan kawat baja: ACSR
(aluminum conductor steel reinforced) Data mengenai ukuran, konstruksi, resistansi [ Ω per km], radius
[cm], GMR [cm] (Geometric Mean Radius), serta kemampuan mengalirkan arus [A], dapat kita peroleh dari standar / spesifikasi; untuk sementara kita tidak membahasnya.
Relasi resistansi untuk arus searah adalah ρ l
R AS = Ω (2.1)
A dengan l panjang konduktor [m], A luas penampang konduktor [m 2 ], dan ρ adalah resistivitas bahan.
ρ Al = 2 , 83 × − 10 8 Ω.m [20 o C]
ρ Al = 1 , 77 × 10 − 8 Ω.m [20 o C] Resistansi tergantung dari temperature,
2 T 0 T 2 = ρ T 1 (2.2) T 1 + T 0
Untuk aluminum T = 228 o 0 C ; untuk tembaga T 0 = 241 o C Resistansi untuk arus bolak-balik lebih besar dari resistansi untuk
arus searah karena ada efek kulit yaitu kecenderungan arus bolak- balik untuk mengalir melalui daerah pinggiran penampang konduktor.
52 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)
Selain daripada itu, kondukor saluran transmisi merupakan pilinan konduktor sehingga panjang konduktor sesungguhnya lebih dari panjang lateral yang kita ukur.
2.1.2. Induktansi
Arus di suatu konduktor menimbulkan medan magnit di sekelilingnya dan juga di dalam konduktor itu sendiri walaupun yang di dalam konduktor tidak merata di seluruh penampang. Menurut hukum Ampere, jika arus yang mengalir pada konduktor adalah i maka medan magnet H di sekitar konduktor diperoleh
dengan relasi
∫ Hdl = i . Di titik berjarak x di luar konduktor
relasi ini menjadi
H x = (2.3)
Jika konduktor kita anggap sangat panjang dan l adalah satu segmen dari padanya, maka fluksi magnet yang melingkupi segmen ini sampai jarak D x dari konduktor adalah
λ = ∫ Hldx
D x µ il
µ il D
µ x = ∫ dx = ln (2.4)
2 π r dimana r adalah radius konduktor. Persamaan (2.4) ini adalah
fluksi lingkup di luar konduktor. Masih ada fluksi di dalam konduktor yang harus diperhitungkan. Untuk mencakup fluksi di dalam konduktor tersebut, didefinisikan suatu radius ekivalen yang disebut Geometric Mean Radius (GMR), r ′ , sehingga (2.4) menjadi
GMR adalah suatu radius fiktif yang lebih kecil dari radius fisik konduktor. Radius fiktif (GMR) ini kita anggap sebagai radius konduktor manakala kita berbicara tentang fluksi magnet sekitar konduktor. Dengan r ′ yang lebih kecil dari r ini, kita telah memperhitungkan adanya fluksi magnet di dalam konduktor.
2.1.2.1. Sistem Dua Konduktor
D AN : jarak A ke N v A v A ′ r A ′ : GMR konduktor A r N ′ GMR : konduktor N N
Gb.2.1. Saluran kirim A dan saluran balik N.
Kita perhatikan suatu saluran daya listrik yang terdiri dari dua konduktor, satu adalah saluran kirim dan satu lagi saluran balik. Saluran kirim dialiri arus i sedangkan saluran balik juga dialiri arus i tetapi dengan arah yang berlawanan; hal ini digambarkan pada Gb.2.1. Kita pandang sistem dua konduktor ini sebagai satu segmen dari loop yang sangat panjang. Pada ujung-ujung segmen loop ini terdapat tegangan di antara kedua konduktor,
yaitu v A dan v ′ A . Jika panjang segmen ini adalah l maka arus i A di saluran A
memberikan fluksi lingkup menembus bidang segmen loop ini sebesar
Arus i A di saluran balik N memberikan fluksi lingkup sebesar
D λ AN
AN 2 =
ln (2.6.b)
D AN Di ruang antara A dan N, fluksi λ AN 1 dan λ AN 2 saling menguatkan sehingga
fluksi lingkup total menjadi
D 2 AN λ AN = λ A 1 + λ A 2 =
2 π r A ′ r N ′ Fluksi saling
ln (2.6.c)
menguatkan λ AN adalah fluksi lingkup konduktor
A-N yang ditimbulkan oleh i A , dan
54 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3) 54 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)
sendiri L AA .
2.1.2.2. Sistem Tiga Konduktor
Kita lihat sekarang sistem tiga konduktor, saluran kirim A dan B
serta saluran balik N, seperti terlihat pada Gb.2.2. Arus i A dan i B
masing-masing mengalir di A dan B sedang di N mengalir arus
balik ( i A + i B ) . Kita akan menghitung fluksi lingkup segmen
loop yang menjadi perhatian kita yaitu fluksi lingkup pada segmen loop yang dibentuk oleh saluran A dan saluran balik N.
Gb.2.2. Saluran kirim A dan B, dan saluran balik N
Dalam situasi ini arus i A di konduktor A dan arus balik (i A +i B ) di N memberikan fluksi lingkup sebesar
2 π r N ′ Sementara itu arus i B di konduktor B juga memberikan fluksi
ln
ln (2.7.a)
ln + BN (2.7.b)
2 π r B ′ Karena arus i B searah dengan i A maka suku pertama (2.7.b)
memperlemah fluksi antara A dan B, sedangkan suku ke-dua memperkuat fluksi antara B dan N. Fluksi lingkup antara A dan N dengan kehadiran B menjadi
λ ANB = λ ANB 1 + λ ANB 2 µ i A l D AN
D AB D BN = ln
D AN µ i B l D AN
+ ln
ln
r N ′ r r B ′ B ′
− ln + ln
AB λ ANB adalah fluksi lingkup segmen loop A-N dengan kehadiran arus di konduktor B yang jika kita bandingkan dengan (2.6.c)
terlihat bahwa suku ke-dua (2.7.c) adalah tambahan yang
disebabkan oleh adanya arus i B .
Kita lihat sekarang fluksi lingkup segmen loop B-N antara konduktor B dan N. Fluksi lingkup yang ditimbulkan oleh arus di B dan arus di N adalah
A λ D + ln (2.8.a)
r N ′ dan fluksi yang ditimbulkan oleh i A yang memperkuat fluksi
λ BNA 1 adalah µ i A l D
D AB sehingga fluksi lingkup konduktor B-N menjadi
D AB r N ′ Kita lihat bahwa formulasi (2.8.c) mirip dengan (2.7.c); suku
ln (2.8.c)
pertama adalah fluksi yang ditimbulkan oleh arus i B sedangkan suku kedua adalah tambahan yang disebabkan oleh arus i A .
2.2.1.3. Sistem Empat Konduktor
Dengan cara yang sama, kita menghitung fluksi-fluksi lingkup pada sistem empat konduktor dengan tiga konduktor A, B, dan C
masing-masing dengan arus i A , i B , dan i C , dan konduktor balik N dengan arus ( i A + i B + i C ) seperti terlihat pada Gb.2.3.
56 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)
A ′ v AN
i B v ′ AN
B ′ v BN
i C v BN ′
C ′ v CN
A CN
D ij jarak : konduktor i dan j ; r i ′ = GMR konduktor i ; i , j : A, B, C, N
Gb.2.3. Sistem empat konduktor.
Fluksi lingkup konduktor A-N, B-N, dan C-N adalah: λ
r A ′ r N ′ r N ′ D AB r N ′ D AC (2.9.a)
r N ′ D BC (2.9.b)
AC r ′ N D BC r C ′ r N ′ (2.9.c)
Penurunan relasi (2.9) sudah barang tentu tidak terbatas hanya untuk empat konduktor. Akan tetapi dalam pembahasan ini kita mengaitkannya dengan keperluan kita untuk meninjau sistem tiga- fasa. Oleh karena itu kita batasi tinjauan pada sistem empat konduktor. Dalam bentuk matriks, (2.9) dapat kita tuliskan sebagai
(2.10) Turunan terhadap waktu dari fluksi lingkup memberikan tegangan
r N ′ D BC dt 2 π r C ′ r N ′ (2.11) Jika tegangan dan arus adalah sinusoidal, persamaan matriks di atas
ln 2 π r
N ′ D AC 2 π
dapat kita tuliskan dalam fasor
r N ′ D BC 2 π r C ′ r N ′ (2.12) Persamaan ini menunjukkan tegangan imbas pada setiap konduktor,
sepanjang segmen l (jika faktor l pindah ke ruas kanan).
58 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)
2.1.3. Impedansi
Resistansi dan tegangan imbas (baik oleh fluksinya sendiri maupun oleh fluksi yang timbul karena arus di konduktor lain) pada setiap konduktor membentuk impedansi di setiap konduktor. Dalam memperhitungkan resistansi, kita amati hal berikut:
Semua arus fasa melalui masing-masing konduktor fasa, sedangkan arus balik melalui konduktor netral secara bersama- sama. Oleh karena itu impedansi sendiri suatu fasa akan mengandung resistansi konduktor fasa dan resistansi konduktor netral, sedangkan impedansi bersama akan mengandung resistansi konduktor netral saja. Persamaan (2.12) dapat kita tuliskan menjadi:
V A A ′ Z AA Z AB Z AC I A
1 V B B ′ = Z BA Z BB Z BC I B l
V C C ′ Z CA Z CB Z CC I C (2.13.a)
dengan Z XX adalah impedansi sendiri konduktor X dan Z XY adalah impedansi konduktor X karena adanya imbas dari konduktor Y; impedansi ini adalah per satuan panjang. (Perhatikan adanya faktor 1/l di ruas kiri (2.13.a))
2 π r N ′ D AC (2.13.b)
Walaupun matriks impedansi pada (2.13.a) terlihat simetris namun tidak diagonal. Matrik impedansi urutan akan berbentuk diagonal jika konfigurasi konduktor memiliki kesimetrisan seperti pada konfigurasi ∆ atau dibuat simetris melalui transposisi, seperti yang akan kita lihat berikut ini.
2.1.3.1. Konfigurasi ∆∆∆∆ (Segitiga Sama-Sisi) Konfigurasi ini adalah konfigurasi segitiga sama-sisi di mana
konduktor fasa berposisi di puncak-puncak segitiga.
D AB = D BC = D AC = D Konduktor netral berposisi di titik berat segitiga, sehingga
D AN = D BN = D CN = D / 3 Gb.2.4. memperlihatkan konfigurasi ini.
D Gb.2.4 Konfigurasi ∆ (equilateral).
Jika kita anggap resistansi konduktor fasa sama besar yaitu R dan GMR-nya pun sama yaitu r ′ , maka jika kita masukkan besaran-besaran ini ke (2.13.b) kita peroleh persamaan (2.14) di
bawah ini. Perhatikan impedansi sendiri Z XX yang akan kita sebut Z s dan impedansi bersama Z XY yang akan kita sebut Z m dalam persamaan yang diperoleh ini.
60 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)
2 π 3 r N ′ (2.14)
2 π 3 r N ′ Pada (2.14) ini terlihat bahwa
Z AB = Z BC = Z CA = Z m dan Z AA = Z BB = Z CC = Z s sehingga (2.13.a) dapat dituliskan:
V C C ′ Z m Z m Z s I C (2.15.a)
3 r ′ r N ′ (2.15.b)
jika R dan R N dinyatakan dalam Ω /m, dan µ dalam H/m. D, r ′ , dan r N ′ dinyatakan dengan satuan yang sama (biasanya dalam
meter disesuaikan dengan D yang juga diukur dalam meter). Impedansi urutan dapat kita peroleh dengan cara seperti yang
kita pelajari di bab sebelumnya, yaitu
[ Z 012 ][][ = T − 1 Z ABC ][ ] T
Z s − Z m aZ s + ( 1 + a 2 ) Z
a Z s + ( 1 + a ) Z m aZ s + ( 1 + a ) Z m 1 a a Z s + 2 Z m
(2.16.a) Dengan memasukkan (2.15.b) ke (2.16.a) kita peroleh
27 r ′ ( r ′ 3 N ) (2.16.b)
Z 1 = Z 2 = Z s − Z m = R + j ωµ ln Ω /km
CONTOH-2.1: Penyulang tegangan menengah tiga-fasa, 20 kV, 50 Hz, panjang 20 km. Konduktor penyulang berpenampang 95 mm 2
dan memiliki radius efektif 6 mm. Resistivitas konduktor adalah 0,0286
.mm Ω 2 /m dan penyulang dibangun dalam konfigurasi ∆ dengan jarak antar konduktor 1 m. Hitunglah impedansi sendiri dan impedansi bersama serta impedansi urutan positif, dengan mengabaikan kapasitansi.
Solusi:
Resistansi konduktor:
Dengan konfigurasi ∆ , impedansi sendiri dan impedansi bersama fasa A dihitung menggunakan formulasi (2.14) dengan panjang saluran l = 20 km = 20000 m:
62 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)
100 π × 4 π × 10 − 7 1 2 Z ABl = 0 , 00031 + j
Impedansi urutan positif dihitung dengan relasi (2.16.b) Z 1 = Z s − Z m = Z AAl − Z ABl
= 12 , 04 + j 12 , 85 − 6 , 02 − j 5 , 05 = 6 , 02 + j 7 , 8 = 9 , 86 ∠ 52 , 35
CONTOH-2.2:
Beban 5000 kW dengan faktor daya 0,8 dicatu melalui penyulang tegangan menengah tiga-fasa, 20 kV, 50 Hz, sepanjang 20 km dengan konfigurasi seperti yang diberikan pada Contoh-2.1. Dengan mengabaikan kapasitansi antar konduktor, hitunglah tegangan di ujung kirim apabila tegangan di ujung terima (beban) ditetapkan 20 kV dengan cara: a) menggunakan besaran- besaran fasa; b) menggunakan besaran urutan.
Solusi:
a) Karena kapasitansi diabaikan, maka perbedaan tegangan antara ujung kirim dan ujung terima hanya disebabkan oleh impedansi saluran. Dengan pembebanan seimbang, perhitungan dilakukan menggunakan model satu-fasa. Kita amati fasa A. Impedansi sendiri total dan impedansi bersama total fasa A telah dihitung pada contoh-2.1:
Z AAl = 12 , 04 + j 12 , 85 = 17 , 61 ∠ 46 , 86 o Ω
Z ABl = Z ACl = 6 , 02 + j 5 , 05 = 7 , 68 ∠ 39 , 96 o Ω
Dengan menggunakan tegangan fasa-netral ujung terima fasa A sebagai referensi, maka tegangan fasa-netral ujung terima fasa A,
B, dan C adalah
V rC = 11 , 55 ∠ − 240 o kV Arus fasa A, B, dan C adalah 5000 / 3
I A = = 180 , 4 A → I A = 180 , 4 ∠ − 36 , 87 o A
I B = 180 , 4 ∠ − 156 , 87 o A
I C o = 180 , 4 ∠ − 276 , 87 A Tegangan jatuh di fasa A adalah:
= 3129 , 33 + j 551 , 34 − 641 , 39 − j 1263 , 93 − 773 , 90 + j 1187 , 43 = 1714 , 04 + j 474 , 84
Tegangan fasa-netral di ujung kirim:
V sA = V rA + V A A ′ = 11 , 55 + 1 , 71 + j 0 , 48 = 13 , 2 ∠ 2 o kV
Tegangan fasa-fasa di ujung kirim:
V sff = 13 , 2 3 = 22 , 8 kV b). Pada pembebanan seimbang, besaran urutan yang ada
hanyalah urutan positif. Impedansi urutan positif telah dihitung pada contoh-2.1.
Z 1 = 6 , 02 + j 7 , 8 = 9 , 86 ∠ 52 , 35 o Ω Tegangan jatuh di fasa A adalah:
64 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)
A A ′ = Z 1 × I A = 9 , 86 ∠ 52 , 35 × 180 , 4 ∠ − 36 , 87 = 1778 , 59 15 , 48 ∠ o = 1 , 71 + j 0 , 48 V Tegangan fasa-netral di ujung kirim
V sA = V rA + V A A ′ = 11 , 55 + 1 , 71 + j 0 , 48 = 13 , 2 ∠ 2 o kV
Tegangan fasa-fasa di ujung kirim:
V sff = 13 , 2 3 = 22 , 8 kV
2.1.3.2. Transposisi
Suatu upaya untuk membuat konfigurasi menjadi simetris adalah melakukan transposisi, yaitu mempertukarkan posisi konduktor sedemikian rupa sehingga secara keseluruhan transmisi mempunyai konfigurasi simetris ataupun hampir simetris. Panjang total saluran, d, dibagi dalam tiga seksi dan posisi konduktor fasa dipertukarkan secara berurutan, seperti diperlihatkan secara skematis oleh Gb.2.5.
D AN = D 1 D AN = D 2 D AN = D 3
D BN = D 2 D BN = D 3 D BN = D 1
D CN = D 3 D CN = D 1 D CN = D 2
Gb.2.5. Transposisi. Kita misalkan ketiga konduktor fasa pada Gb.2.5 memiliki
resistansi per satuan panjang sama besar dan demikian juga jari- jari serta GMR-nya;
R A = R B = R C = R , r A = r B = r C = r , dan r A ′ = r B ′ = r C ′ = r ′ .
Kita dapat mencari formulasi impedansi fasa dan impedansi urutan dengan melihat seksi per seksi. Jika panjang keseluruhan saluran adalah d, maka untuk konduktor A:
seksi pertama: Z
2 π D AC r N ′ (2.17.a)
seksi ke-dua: d
3 2 D r ′ π AB N π AC N (2.17.b)
ln 2 1
seksi ke-tiga d
3 2 π D AC r N ′ (2.17.c)
Impedansi per satuan panjang konduktor A menjadi: 2 1 / 3 2 1 / 3 ωµ 3 D D D 2 1 /
Z AA = R + R N + j ln 1 2 3
2 π r ′ r N ′ r ′ r N ′ r ′ r N ′ ωµ
Z = R j ln D 3 + D 1 (2.18)
66 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)
Jika didefinisikan:
D f = 3 D AB D BC D AC (2.19) maka formulasi (2.18) menjadi
2 π r ′ r N ′ (2.20)
2 π D f r N ′ Fasa B dan C memiliki formula yang mirip dengan fasa A.
Relasi lengkap untuk ketiga fasa adalah: V A A ′ Z s Z m Z m I A
1 V B B ′ = Z m Z s Z m I B (2.21.a)
V C ′ C Z m Z m Z s I C dengan
Impedansi urutan
[ Z 012 ][][ = T − 1 Z ABC ][ ] T
dan dengan (2.21.b) kita peroleh:
ln
D 2 f 3 r ′ ( r N ′ ) (2.22)
ln
CONTOH-2.3: Hitunglah impedansi urutan positif pada frekuensi
50 Hz dari suatu saluran transmisi dengan transposisi yang mempunyai konfigurasi sebagai berikut:
A = R B = R C = 0 . 088 Ω / km
4 , 2 m 4 , 2 m r A = r B = r C = r = 1 , 350 cm r A ′ = r B ′ = r C ′ = r ′ = 1 , 073 cm
A B C Kapasitas arus : 900 A Solusi: (perhatikan bahwa R dinyatakan dalam Ω /km; µ juga harus
dinyatakan sebagai H/km = 1000 × H/m) Untuk menggunakan relasi (2.22), kita hitung lebih dulu D f dengan
menggunakan relasi (2.19):
D = f 3 4 × 4 × 8 = 5 , 29 m
Jadi:
Z j π × 50 × 4 π × 10 − × 1000
1 = 0 , 088 + ln
= 0 , 088 + j 0 , 3896 Ω /km
2.1.4. Admitansi
Kita pandang satu konduktor lurus dengan panjang tak hingga dan mengandung muatan dengan kerapatan ρ per satuan panjang. Pada konfigurasi sederhana ini, penerapan hukum Gauss untuk menghitung displacement D menjadi sederhana.
∫ Dds = ρ l S
dengan S adalah luas dinding silinder sepanjang l dengan sumbu yang berimpit pada konduktor. Bidang equipotensial di sekitar konduktor akan berbentuk silindris. Kuat medan listrik di suatu titik berjarak x dari konduktor adalah:
ε × 2 π x × l 2 πε x
Untuk udara, ε = ε 0 =
× 10 F/m
68 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)
Kuat medan listrik ini menyebabkan terjadinya perbedaan potensial antara dua titik di luar konduktor, seperti digambarkan pada Gb.2.6.
Gb.2.6. Dua titik di luar konduktor.
ρ xv
ln AB B = ∫ =
2 πε x A (2.23) v AB adalah penurunan potensial dari A ke B yang bernilai positif
jika x B > x A . Jika ρ adalah muatan negatif maka v AB adalah kenaikan potensial.
2.1.4.1. Beda Potensial Dua Konduktor Tak Bermuatan
Kita lihat sekarang satu konduktor k dengan jari-jari r k dan bermuatan ρ k . Dua konduktor lain yang tidak bermuatan, i dan j, berjarak D ik dan D jk dari konduktor k seperti terlihat pada Gb.2.7.
D ik
D jk
Gb.2.7. Satu konduktor bermuatan dan dua konduktor tak bermuatan.
Potensial konduktor i yang diakibatkan oleh adanya muatan di konduktor k adalah beda potensial antara titik di permukaan konduktor k dan posisi konduktor i. Sedangkan beda potensial antara konduktor k dan j adalah beda potensial antara permukaan konduktor k dan posisi konduktor j. Beda potensial antara konduktor i dan j adalah selisih antara keduanya.
ρ D D jk v k ik
kj ρ − k ki ρ k =
ln
− ln
ij
2 πε r rk k (2.24) ρ
= D k ln ik
2 πε D ij
2.1.4.2. Beda Potensial Tiga Konduktor Bermuatan
Tiga konduktor bermuatan A, B, C diperlihatkan pada Gb.2.8. Setiap muatan di setiap konduktor akan menyebabkan beda potensial di dua konduktor yang lain.
D AC D AB D BC
Gb.2.8. Tiga konduktor bermuatan. v BC = v BC ρ A + v BC ρ B + v BC ρ C
ρ A D AC ρ B D v BC ρ A =
ln
; v BC ρ B =
ln BC ;
2 πε D AB 2 πε
= C ln BC C ρ c
2 πε D BC
Jadi v AC BC r C
BC = ρ A ln
+ ρ B ln
+ ρ C ln (2.25)
2 πε D AB r B D BC
2.1.4.3. Beda Potensial Empat Konduktor Bermuatan
Empat konduktor bermuatan terlihat pada Gb.2.9:
Gb. 2.9. Sistem empat konduktor. Kita akan meninjau sistem empat konduktor seperti terlihat pada
gambar di atas dengan ketentuan konservasi muatan, yaitu ρ A + ρ A + ρ A + ρ A = 0 (2.26)
70 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)
D NN (2.27)
Jika kita terapkan relasi konservasi muatan yaitu
ρ a + ρ b + ρ c + ρ n = 0 atau ρ n = − ( ρ a + ρ b + ρ c )
maka ρ N akan ter-eliminasi dari persamaan (2.27).
D + D ρ ln BN BN CN A B C (2.28.a)
r C r N yang dalam bentuk matriks kita tuliskan:
ln ρ B (2.28.b) 2 πε
2 πε r c r n atau secara singkat
ln
D AC r n
D BCB r n
v A f AA f AB f AC ρ A
v B = f AB f BB f BC ρ A (2.28.c)
v C f CA f CB f CC ρ C atau lebih ringkas
ABC = [ F ABC ] ρ ABC (2.28.d)
1 D in D jn
dengan
f ij =
ln
; i , j = A B , C , (2.28.e)
D ij r n
Untuk tegangan sinusoidal keadaan mantap, (2.28.c) dapat kita tuliskan:
V A f AA f f
AB AC ρ A
V B = f BA f BB f BC ρ B (2.29.a)
V C f CA f CB f CC ρ C atau
A f AA f AB f AC V A
ρ B = f BA f BB f BC V B (2.29.b)
ρ C f CA f CB f CC V C Atau
ρ ABC = [ F ABC ] V ABC = [ C ABC ] V ABC
(2.29.c) Kita ingat relasi kapasitor Q = CV . Dari (2.29.c) kita turunkan
[ C ABC ][ = F ABC -1 ] F/m (2.30)
dan kita peroleh admitansi
[ Y ABC ] = jC ω [ ABC ] Ω /m (2.31)
72 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)
Namun kita tidak menghitung [Y ABC ] dengan menggunakan
(2.31) melainkan dari (2.30) dengan menghitung [ F ABC ] dan sini menghitung [ F 012 ] sehingga diperoleh [ C 012 ] dan [ Y 012 ] .
f AA f AB f AC
F ABC ] = f BA f BB f BC
(2.32) f CA f CB f CC
nilai urutannya adalah
012 ][][ = T F ABC ][ ] T (2.33)
dan akan kita peroleh
[ C ][ F − 012 1 = 012 ] sehingga [ Y 012 ] = j ω [ C 012 ] (2.35)
2.1.4.4. Konfigurasi ∆∆∆∆ Pada konfigurasi ∆,
[ F ABC ] = ln
2 πε 3 rr n (2.35)
0 0 [ F 012 1 ][] = T − f m f s f m [] T = 0 f s − f 0 m
ln
2 πε 27 r ( r n ) 3
ln
2 πε r (2.37)
F 1 ln( D / r ) (2.38)
ln( D / r ) (2.39)
2.1.4.5. Transposisi
Kita telah melihat bahwa jika transposisi dilakukan, maka impedansi urutan dapat berbentuk matriks diagonal. Hal yang sama akan terjadi pada admitansi. Dengan transposisi matriks [F ABC ] berbentuk
F ABC ] = f m f s f m
f m f m f s (2.40)
Pada tahap ini kita perlu mengingat kembali bahwa walaupun dalam analisis rangkaian listrik besaran resistansi, induktansi, impedansi, serta admitansi difahami sebagai konstanta proporsiaonalitas rangkaian linier, namun sesungguhnya mereka adalah besaran-besaran dimensional. Mereka merupakan besaran yang tergantung dari ukuran yang dimilikinya serta sifat-sifat fisis material yang membentuknya. Oleh karena itu, selama dimensinya sama, pengolahan aritmatika dapat dilakukan.
Dalam kasus transposisi saluran transmisi, sebagaimana ditunjukkan oleh matriks [F ABC ] di atas, konduktor-konduktor memiliki nilai sama jika dilihat dalam selang saluran yang ditransposisikan yaitu yang terdiri dari tiga seksi. Dengan
74 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3) 74 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)
f ij = ( f ij seksi - 1 + f ij seksi - 2 + f ij seksi - 3 )
3 dengan f ij = f s jika i = j
f if = f m jika i ≠ j
(2.41) Kita memperoleh
D D D r AB 3 BC AC N (2.42)
Dengan definisi:
D h = 3 D 1 D 2 D 3 D f = 3 D AB D BC D AC
kita peroleh
1 D 2 1 2 ln h f D m ln s h = f =
2 πε rr N
2 πε D f r N (2.43)
Kapasitansi adalah
F 1 ln( D f / r ) (2.45)
Admitansi adalah
S/m
h f rr N )
ln( D 6 / D 2 3
S/m
ln( D f / r )
(2.46) CONTOH-2.4: Hitunglah admitansi urutan positif pada frekuensi
50 Hz dari suatu saluran transmisi dengan transposisi yang mempunyai konfigurasi seperti berikut:
A = R B = R C = 0 . 088 Ω / km
4 , 2 m 4 , 2 m r A = r B = r C = r = 1 , 350 cm r A ′ = r B ′ = r C ′ = r ′ = 1 , 073 cm
A B C Kapasitas arus : 900 A
Solusi:
Dengan menggunakan relasi (2.46), di mana D f sudah dihitung pada Contoh-2.3. Dengan
ε = ( 1 / 36 π ) × 10 − 9 F/m maka:
2 π × 50 × 2 π × ( 1 / 36 π − ) 10 9 Y 1 = j
ln( D f / r ) ln( 5 , 29 / 0 , 01350 ) − = 9 j 2 , 923 × 10 S/m = j 2 , 923 µ S/km