Relasi Tim Kreatif dengan Penceramah

5.3.3 Relasi Tim Kreatif dengan Penceramah

Relasi tim kreatif dengan penceramah terjadi sangat dinamis tergantung pada situasi apa tim kreatif harus berelasi dengan Mamah. Kata Effendy Alian (45 tahun), hubungan Mamah Dedeh dengan tim selama in sangat baik, bahkan Mamah Dedeh secara bergantian mengajak tim produksi untuk pergi umroh. Relasi yang terbentuk dapat digunakan tim untuk menyampaikan tema. Imaji tim yang berlandaskan kepada program tayangan televisi terkadang berbenturan dengan imaji Mamah Dedeh terhadap ceramah agama yang harus tegas. Konteks hubungan semacam itu menjadi penting bagi Effendy Alian (45 tahun) dan Mahesa Jaya (46 tahun) selaku staf kreatif senior bertugas memberitahukan berbagai macam keputusan tim kepada Mamah Dedeh.

Sebagai contoh, Mamah pernah meminta tim untuk memasukkan sebuah pertanyaan yang berujung kepada tindakan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melakukan pembagian kondom secara massal. Mamah tidak suka dengan langkah Kemenkes, dan mengkritik fenomena kondomisasi . Menurutnya, kondomisasi sama saja berbenturan dengan pandangan Islam yang tidak mentolerir larangan Zinah. Kondomisasi ibarat hanya merupakan ikhtiar menyelematkan manusia dari aspek fisik tetapi tidak sepenuhnya menyelematkan larangan zinah. Untuk mengakali keinginan Mamah Dedeh membahas kondom, tim kemudian menyiasatinya seperti pada ungkapan Taryatman berikut ini:

Nah itu. Pandai-pandainya kita mensiasati aja, baik dari sisi tema mungkin dia update kearah itu. Kaya dulu nih masalah kawin cerai, sekarang lagi naik nih di

A NTROPOLOGI M EDIA

infotaimen. Atau masalah kondom waktu itu.... pembagian kondom itu kan. Bisa melalui pertanyaan buatan kan. ”

Contoh lainnya adalah keterlibatan Mamah Dedeh dalam mengganti tema mengenai mimpi, karena menurut Mamah, penafsiran mimpi bukanlah keahliannya dan tidak ada kajiannya dalam Al- Qur’an. Tafsir mimpi selain menjadi bagian dari mistik, Islam juga tidak mengajarkannya, kata Mamah Dedeh. Karena itu, Mamah Dedeh meminta agar tema itu jangan dibahas, kecuali jika dirubah sudut bidiknya dari sisi, bagaimana Islam memandang tentang tafsir mimpi. Pandangan Mamah tentang tafsir mimpi diungkapkan Effendy Alian:

Ya waktu itu Mamah Dedeh gak suka tema mimpi karena menurut beliau, Saya kan ini bukan peramal, saya ustadzah . Ya akhirnya kita ganti tema walaupun akhirnya kita balik ke mimpi lagi. Temanya menjadi

Bolehkah menafsirkan mimpi . Nanti pertanyaannya kita masukin di akhir segmen, pertanyaan dari pemirsa di rumah. ”

Selain memberi informasi seputar tema, tim juga dapat memberikan masukan kepada Mamah seputar syuting yang akan dilakukan seperti misalnya informasi mengenai jumlah jamaah, pertanyaan jamaah dan kegiatan yang ingin jamaah lakukan.

I MAJI D AN R ELASI A NTAR A KTOR D ALAM P ROSES P RODUKSI T AYANGAN

Gambar 5.3 Interaksi Tim Produksi dengan Mamah Dedeh

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Negosiasi ketika terjadi gesekan imaji juga tampak ketika Mamah Dedeh mengusulkan tema Jilbab bagi Polwan yang berkenaan dengan penggunaan jilbab oleh polisi wanita di Indonesia. Tim produksi keberatan dengan tema itu, dan menanggapinya dengan mengusulkan tema jilbab secara umum, dengan nanti salah satu contohnya adalah jilbab yang digunakan Polwan. Alasan tim kreatif menolaknya adalah

Jilbab bagi P olwan dirasa terlalu sensitif saat itu sehingga perlu dikemas secara lebih halus, yang juga demi kepentingan

A NTROPOLOGI M EDIA

rating. Keinginan Mamah untuk menegur Polwan dapat dilihat pada ungkapan Effendi Alian berikut:

Pernah waktu itu nyinggung masalah Polwan yang dilarang pakai jilbab, lah itu kapolrinya dimaki maki ama dia, alhamdulillah sih sampai sekarang tidak karena memang dalam Islam itu hak asasi manusia kok makai jilbab dilarang itu pas live itu.”

Perubahan ini pun bisa diterima Mamah. Di sini tampak bahwa rating menjadi faktor yang pada akhirnya bisa diterima oleh setiap aktor, termasuk Mamah. Bagaimanapun, penyampaian pertimbangan hal semacam ini kepada Mamah harus dilakukan secara tepat, baik secara waktu maupun kata- kata yang digunakan, yang selama ini secara baik bisa dilakukan oleh Mahesa Jaya dan Effendy Alian.

Relasi tim kreatif dengan Mamah terlihat dilakukan pertama-tama dengan mengupayakan pengembangan pola hubungan dari pertemanan biasa karena profesi (quasi acquaintance) menjadi persahabatan intim (intimate relationships). Sehari-hari di tempat kerja, mereka saling membangun kepercayaan bahkan Mamah Dedeh bersedia mengajak tim kreatif melakukan umroh bersama secara bergantian. Ini adalah strategi untuk membangun budaya kerja berdasarkan persaudaraan yang kelak berdampak pada kinerja produksi program tayangan.

Perdebatan pandangan tentang tema karena perbedaan imaji datang dari dua pihak: Mamah Dedeh dan tim kreatif. Bagi Mamah Dedeh yang memiliki imaji keagamaan yang kuat dan tidak kompromistis, tetap saja substansi dan esensi agama selalu menjadi prioritas, sekalipun tema yang disodorkan

I MAJI D AN R ELASI A NTAR A KTOR D ALAM P ROSES P RODUKSI T AYANGAN

misalnya soal mimpi. Mamah dapat menerima tema itu setelah tim kreatif menggeser tema menjadi Bolehkah Menafsirkan Mimpi . Tentu dengan tema itu yang dibahas bukan lagi soal mimpi sebagai penanda yang dialami orang tetapi bagaimana Islam memandang tafsir mimpi: boleh atau tidak boleh. Terasakan bahwa imaji Mamah Dedeh sebagai pemegang otoritas agama cukup dominan dalam relasi pembahasan tema.

Pada uraian di atas dapat dilihat terdapat dua contoh kasus yang berbeda dalam relasi antara tim produksi dengan penceramah yang berkaitan dengan tema atau konten ceramah yang ada di dalam program. Kasus pertama ialah ketika tim mengajukan tema Mimpi , Mamah Dedeh kemudian menolak tema tersebut dan penolakan tersebut akhirnya dinegosiasikan atau dicari cara lain agar Mamah mau membawakan tema tersebut. Akhirnya tema diubah dan tim berhasil membuat Mamah menjelaskan mengenai tafsiran akan mimpi. Kasus lain ialah ketika Mamah mengajukan tema kepada tim terkait larangan polwan menggunakan jilbab dan tema mengenai pemerintah yang membagikan kondom gratis. Ketika tema tersebut diajukan oleh Mamah, tim merasa keberatan karena tema yang diajukan sangatlah provokatif dan dapat membahayakan Indosiar. Untuk memenuhi keinginan Mamah, akhirnya tim menyusupkan tema melalui pertanyaan buatan yang dititipkan kepada jamaah di rumah atau melalui email palsu. Dua kasus tersebut menunjukkan bahwa relasi antara tim produksi dan Mamah Dedeh selalu dapat dinegosiasikan. Antara imaji kultural Mamah yang kuat dan imaji tim produksi yang beragam bergesekan secara halus dalam proses produksi program religi.

A NTROPOLOGI M EDIA