PERLINDUNGAN HUKUM ATAS KEPEMILIKAN DAN PENGUASAAN

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM ATAS KEPEMILIKAN DAN PENGUASAAN

TANAH DI PULAU BATAM A. Kepemilikan dan Penguasaan Tanah dan Hak Pengelolaan di Pulau Batam. Wilayah Pulau Batam sebagai bagian dari wilayah Republik Indonesia, pengaturan mengenai kepemilikan atas tanahnya sama dengan di daerah lain, yakni berlakunya ketentuan Undang Undang Pokok Agraria UUPA dan peraturan pelaksanaannya. Sebagaimana telah diuraikan pada bab sebelumnya bahwa atas dasar pemilikan dan penguasaan atas tanah, maka dapat dilegalisasi oleh Pemerintah dengan pemberian dan penetapan hak atas tanah sesuai dengan hak-hak atas tanah yang ada dalam UUPA. Dalam proses pemberian dan penetapan hak atas tanah oleh Pemerintah, dapat dilakukan apabila terlebih dahulu dibuktikan adanya hubungan hukum antara orang dengan tanahnya yang merupakan dasar penguasaan atau alas haknya. Dasar penguasaan atau alas hak tersebut sesuai ketentuan Pasal 9 ayat 2 angka 2 dan Pasal 18 ayat 2 angka 2 Peraturan Menteri Negara AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 tahun 1999 dapat berupa sertipikat, girik, surat kapling, surat-surat bukti pelepasan hak dan pelunasan tanah dan rumah dan atau tanah yang telah dibeli dari Pemerintah, putusan pengadilan, akta PPAT, akta pelepasan hak, termasuk juga akta pelepasan kawasan hutan, akta pelepasan bekas tanah milik adat dan surat bukti perolehan tanah lainnya. 122 Universitas Sumatera Utara Bahkan apabila tidak ada alas hak secara tertulis, maka bukti penguasan tersebut cukup dengan adanya penguasaan secara fisik. Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, dengan jelas menyatakan bahwa sekalipun tidak ada alat bukti penguasaan secara yuridis, namun apabila dalam kenyataan bidang tanah tersebut telah dikuasai secara fisik, maka dapat diformalkan haknya melalui penetapanpemberian haknya kepada yang bersangkutan. Berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dan Peraturan Menteri Negara Agraria Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997, dasar penguasaan atau alas hak tersebut diberi istilah data yuridis, yakni keterangan mengenai status hukum bidang tanah, pemegang haknya, dan pihak lain serta beban-beban lain yang membebaninya. Dengan adanya dasar penguasaan atau alas hak atau data yuridis yang menunjukkan adanya hubungan hukum antara orang yang mempunyai tanah dengan obyek tanahnya, berarti telah dilandasi dengan suatu hak keperdataan, tanah tersebut sudah berada dalam penguasaannya atau telah menjadi miliknya. Pemilikan atas tanah tersebut baru diformalkan dan diberi jaminan kepastian hukum oleh Pemerintah setelah melalui proses pendaftaran tanah yang di dalamnya termasuk pemberianpenetapan hak sampai penerbitan sertipikatnya. Pemilikan atas tanah di Kota Batam, terutama di Pulau Sekikir dan Pulau Bulat yang berada di wilayah Kelurahan Setokok sebagaimana diuraikan pada bab sebelumnya, ditandai dengan adanya Surat Keterangan Riwayat PemilikanPenguasaan Tanah yang ditandatangani oleh Lurah Setokok. Universitas Sumatera Utara Hanya saja bukti kepemilikan atas tanah yang dapat dijumpai di lapangan diterbitkan di bawah tahun 2004, sejak tahun 2004 telah ada larangan dari Walikota kepada para Camat dan Lurah untuk tidak menerbitkan surat-surat tanah warganya, sehingga sampai saat ini yang dipegang oleh warga sebagai bukti pemilikan tanahnya adalah Surat Ketarangan Riwayat PemilikanPenguasaan Tanah tersebut. Dengan demikian, kepemilikan atas tanah di Pulau Batam oleh warga masyarakat mendapat tantangan dan seperti ada tindakan delegitimasi oleh Pemerintah. Hal itu berkenaan dengan ditetapkannya Kota Batam sebagai daerah pengembangan dan pembangunan industri berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 74 tahun 1971 dan Nomor 41 tahun 1973, maka kedudukan Pulau Batam mendapat tempat dan perlakuan istimewa di banding daerah-daerah lain di Indonesia, yakni dengan adanya lembaga khusus yang mengelolanya dan penetapan status hukum dari tanahnya dengan Hak Pengelolaan. Dengan adanya penetapan status hukum dari tanahnya dengan Hak Pengelolaan, maka sebagaimana lazimnya aturan mengenai Hak Pengelolaan, kepada pemegang haknya diberi kewenangan yang luas sekali, yakni dalam hal melakukan pengaturan dan perencanaan peruntukan dan penggunaan tanahnya dan menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan tugasnya serta dapat menyerahkan bagian-bagian dari Hak Pengelelolaan tersebut kepada pihak ketiga. Dengan kewenangan untuk melakukan perencanaan peruntukan dan penggunaan tanahnya, maka asumsi yang timbul adalah bahwa areal yang masuk ke Universitas Sumatera Utara dalam Hak Pengelolaan menjadi daerah kekuasaan pemegang Hak Pengelolaan, atau dapat dikatakan tanah tersebut sebagai ”milik” pemegang Hak Pengelolaan, sebab tanah yang masuk dalam Hak Pengelolaan sebagaimana disebutkan dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 43 tahun 1977 tentang Pengelolaan dan Penggunaan Tanah di Daerah Industri Pulau Batam, harus dibebaskan dari pemilikan rakyat, kemudian dilakukan pengukuran serta diterbitkan sertipikat Hak Pengelolaan kepada pemegang Hak Pengelolaan sebagai tanda bukti hak. Dengan pemberian Hak Pengelolaan tersebut, maka pemegang Hak Pengelolaan dapat melaksanakan segala kewenangan yang ada menurut ketentuan- ketentuan dalam Hak Pengelolaan, yakni merencanakan peruntukan dan penggunaan tanahnya, menyerahkan bagian-bagiaan dari hak Pengelolan kepada pihak ketiga termasuk menerima uang pemasukanganti rugi dan uang wajib tahunan dari pihak ketiga. Berdasarkan substansi dari kewenangan tersebut, maka Otorita Batam mendapatkan wilayah untuk dikuasai dan diusahai secara penuh termasuk membebaskan tanah dari pemilikan rakyat, untuk selanjutnya diserahkan atau dijual kepada pihak ketiga. Kondisi tersebut dapat menciptakan Otorita Batam berfungsi sebagai penyedia tanah untuk mendapatkan keuntungan dari sewa maupun penjualan Universitas Sumatera Utara tanah kepada pihak ketiga, sehingga perusahaan pemegang hak Pengelolaan juga berpeluang sebagai ”calo tanah”. 90

B. Perlindungan Hukum atas Kepemilikan dan Penguasaan Tanah