Dalam hal ini, kepemilikan dan penguasaan atas tanah menjadi dasar diberikan dan ditetapkannya hak atas tanah kepada yang memiliki dan menguasai
tanah tersebut. Dengan demikian hubungan hukum antara orang dengan tanahnya melahirkan
kepemilikan dan secara perdata pemilikan atas tanah oleh warga masyarakat cukup dibuktikan dengan dasar penguasaan atau alas hak secara terulis sebagaimana
disebutkan di atas, namun dalam sistem Hukum Agraria, maka pemilikan tanah saja tidak cukup untuk diberikan jaminan kepastian hukum oleh Negara Pemerintah,
tetapi harus ditindaklanjuti dengan legalisasi hak atas tanah melalui proses penetapan hak dan pendaftaran tanahnya yang hasilnya sertipikat tanah.
C. Kepemilikan dan Penguasaan Tanah di Pulau Bulat dan Pulau Sekikir
Berdasarkan aspek pemilikan atas tanah sebagaimana diuraikan di atas, maka akan ditinjau pemilikan tanah di Pulau Batam, khususnya di lokasi penelitian, yakni
Pulau Sekikir dan Pulau Bulat. Pada Pulau Sekikir dan Pulau Bulat secara faktual terdapat pemilikan yang
didasarkan atas penguasaan tanah secara fisik yang dibuktikan dengan adanya rumah tempat tinggal yang didirikan di masing-masing pulau tersebut.
Khusus di Pulau Bulat, ditemui satu keluarga yang menjaganya dan mendiami pulau tersebut sejak beberapa tahun terakhir ini yaitu Syafruddin alias Awang Puding.
Nomor 8 tahun 1953 tentang Penguasaan Tanah-tanah Negara dan hak itu merupakan terjemahan dari ”Beheersrecht”
Universitas Sumatera Utara
Menurut Syafruddin,
74
dia telah mendirikan rumah tempat tinggal di pulau tersebut dan dijadikan juga sebagai tempat peristirahatan dan tempat memancing bagi
penduduk setempat. Rumah tersebut dibangun oleh Syafruddin sejak tahun 2005. Menurut Syafruddin, dari dulu Pulau Bulat dipunyai oleh satu orang saja
yakni Bahar Dahlan, yang merupakan orangtuanya dan semula hanya digunakan untuk berladang. Oleh karena hanya dijadikan sebagai tempat berladang, maka
sebagaimana dinyatakan oleh Rahmat, staf Lurah Setokok, Pulau Bulat dikategorikan sebagai Pulau tak berpenghuni.
75
Pemilikan atas tanah di pulau-pulau tersebut dibuat oleh yang bersangkutan yang dikuatkan oleh Kepala Kelurahan atau surat-surat tanah yang dibuat oleh Kepala
Kelurahan Setokok. Sedang di Pulau Sekikir, menurut penuturan Arman Dahlan, penduduk Pulau
Setokok yang ditemui sedang berladang di Pulau tersebut, semula diusahai oleh lebih dari 15 lima belas orang penduduk Pulau Setokok dan dijadikan lahan perladangan,
namun karena tidak diurus dengan baik, maka usaha perladangan tersebut tidak berkembang dan sempat ditinggalkan warga setempat beberapa tahun sehingga
menjadi semak belukar. Belakangan ini, Pulau Sekikir kembali diusahai oleh penduduk setempat
untuk usaha berladang, namun yang aktif berladang di pulau tersebut dengan menanami tanah miliknya hanya satu orang lagi, yakni Arman Dahlan. Di lapangan,
74
Wawancara dilakukan pada tanggal 30 September 2010 di Pulau Setokok.
75
Wawancara dengan Rahmad, staf Lurah Setokok, tanggal 1 Oktober 2010
Universitas Sumatera Utara
ditemukan banyak tanaman pertanian baik tanaman keras seperti mangga, durian, kelapa dan lain-lain serta tanaman palawija seperti singkong, pepaya, cabai dan lain-
lain sayuran. Khusus tanaman keras baru ditanami sekitar dua tahun ini dan belum
menghasilkan buah-buahan, sedangkan untuk tanaman palawija, menurut Dahlan, telah ditanami sejak lama dan tidak terputus sejak dulu.
Bukti pemilikan atas bidang-bidang tanah oleh masing-masing warga setempat di Pulau Sekikir tersebut ditandai dengan surat-surat tanah yang dibuat oleh
Kepala DesaLurah Setokok. Menurut Rahmat, staf Lurah Setokok, secara umum warga di Kelurahan
Setokok hanya memiliki surat-surat pemilikan tanah berupa Surat Keterangan Riwayat PemilikanPenguasaan Tanah yang ditandatangani oleh Lurah Setokok dan
hanya satu surat lama yang pernah dijumpainya berbentuk Grant atas nama Jambul. Dengan adanya surat Grant tersebut, maka masyarakat di Pulau Batam yang sudah
lama berdiam di pulau tersebut terutama di kampung-kampung tua masih menganggap status tanah yang dimikinya sebagai tanah adat.
Terhadap kampung-kampung tua yang sudah ada sebelum tahun 1970 ketika ditetapkan Pulau Batam sebagai daerah pengembangan industri, menurut Rahmat,
sudah ada peraturan Walikota untuk melestarikannya dan tanahnya menjadi disebutkan sebagai tanah adat, termasuk kampung tua yang ada di Pulau Setokok.
Namun di luar kampung tua yang ada di wilayah Kelurahan Pulau Setokok, termasuk di Pulau Sekikir dan Pulau Bulat, surat-surat tanah yang ditemukan sama
Universitas Sumatera Utara
dengan surat-surat tanah yang dijumpai di Pulau Setokok dan surat tanah tersebut dibuat di bawah tahun 2004, sebab sejak tahun 2004 telah ada larangan dari Walikota
kepada para Camat dan Lurah untuk tidak menerbitkan surat-surat tanah warganya, sehingga sampai saat ini yang dipegang oleh warga sebagai bukti pemilikan tanahnya
adalah Surat Ketarangan Riwayat Pemilikan Tanah tersebut. Khusus di Pulau Sekikir, ditemukan beberapa Surat Keterangan Riwayat
PemilikanPengusaan Tanah yang diterbitkan oleh Lurah Setokok pada tahun 2002 yang diketahui Camat Bulang dengan register tanggal 12 September 2002 dan
disaksikan oleh Ketua RT 01 dan Ketua RT 05, dengan sebagai berikut : Tabel 1
Daftar Surat Tanah Warga Pulau Sekikir
No. Nama Pemilik
Luas Tanah m2
Tanggal Surat Nomor Register
Kantor Camat 1
Arman 20.000
20 Juni 2002 No.09CBIX2002
2 Timat Rahmat
20.000 20 Juni 2002
No.10CBIX2002 3
Amir 20.000
20 Juni 2001 No.11CBIX2002
4 Kamaruddin
20.000 20 Juni 2002
No.11CBIX2002 5
Irwan 20.000
20 Juni 2002 No.12CBIX2002
6 Kemat
20.000 20 Juni 2002
No.13CBIX2002 7
Rani 20.000
20 Juni 2002 No.14CBIX2002
8 Saiful
20.000 20 Juni 2002
No.15CBIX2002 9
Ramli 20.000
20 Juni 2002 No.16CBIX2002
10 E v i
20.000 20 Juni 2002
No.17CBIX2002 11
Cahaya 20.000
20 Juni 2002 No.18CBIX2002
Sumber : Kantor Lurah Setokok, 2010
Universitas Sumatera Utara
Bukti pemilikan atas tanah dengan bentuk Surat Keterangan Riwayat Pemilikan Penguasaan Tanah diakui keberadaan dan kebenarannya oleh penduduk
setempat. Hingga saat ini, di Kelurahan Setokok umumnya dan khususnya di Pulau
Sekikir dan Pulau Bulat, belum ada diterbitkan sertipikat atas tanah kepada masyarakat. Sementara itu berdasarkan informasi yang diperoleh dari Kantor
Pertanahan Kota Batam, di Kelurahan Setokok khususnya di Pulau Sekikir dan Pulau Bulat, belum ada diterbitkan sertipikat hak atas tanah kepada penduduk setempat .
Menurut M. Rizal, Kepala Seksi Pengaturan dan Penataan Pertanahan pada Kantor Pertanahan Kota Batam,
76
selama ini masyarakat di daerah Pulau Batam dan pulau-pulau sekitarnya, termasuk pemilik dari Pulau Sekikir ada yang datang hendak
mengajukan permohonan hak atas tanah, namun belum dapat dilayani, karena seluruh wilayah kepulauan Batam sudah harus diterbitkan Hak Pengelolaan sesuai dengan
Keputusan Presiden Nomor 41 tahun 1973 dan Nomor 28 tahun 1992, jadi terlebih dahulu tanah yang ada di wilayah Kepulauan Batam diberikan Hak Pengelolaan
kepada Otorita Batam, baru dapat diberikan hak atas tanah perseorangan kepada pihak ketiga di atas tanah Hak Pengelolaan.
Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa secara yuridis formal, pemilikan tanah di wilayah kepulauan Batam termasuk di Pulau Sekikir dan Pulau
Bulat yang didasarkan pada penguasaan fisik bidang tanahnya oleh penduduk
76
Wawancara tanggal 30 September 2010 di Kantor Pertanahan Kota Batam
Universitas Sumatera Utara
setempat diakui keberadaannya baik oleh aparat pemerintah kelurahan maupun masyarakat terlebih-lebih telah didukung oleh alas hak secara tertulis yang diterbitkan
oleh aparat kelurahan setempat, sungguhpun tidak dapat dilegalkan dengan bukti formal melalui penerbitan sertipikat hak atas tanah oleh instansi pemerintah yang
mengelola bidang pertanahan karena terbentur dengan aturan pengelolaan Pulau Batam yang ditetapkan oleh Presiden.
D. Aturan Pengelolaan Pulau Batam