Perlindungan Hukum atas Kepemilikan dan Penguasaan Tanah

tanah kepada pihak ketiga, sehingga perusahaan pemegang hak Pengelolaan juga berpeluang sebagai ”calo tanah”. 90

B. Perlindungan Hukum atas Kepemilikan dan Penguasaan Tanah

Masyarakat Terhadap adanya kepemilikan tanah oleh warga masyarakat dan juga diberikannya Hak Pengelolaan kepada Otorita Batam, maka terjadi dualisme status hukum dari tanah-tanah yang ada di Pulau Batam. Status hukum atas kepemilikan tanah tanah oleh warga masyarakat adalah tanah yang dikuasai langsung oleh negara yang dimiliki dan dikuasainya berdasarkan bukti dasar penguasaan atau alas hak atau data yuridis yang diakui oleh hukum sesuai ketentuan dalam UUPA dan peraturan pelaksanannya. Sementara status hukum kepemilikan pemegang Hak Pengelolaan adalah berdasarkan pemberian atau penetapan oleh Pemerintah. Sebagaimana pengertian dari Hak Pengelolaan yakni hak menguasai dari negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya, dalam hal ini pemegang Hak Pengelolaan berwenang untuk merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah termasuk memberikan bagian-bagian dari tanah tersebut kepada pihak ketiga. Dengan ditetapkan suatu daerah sebagai Hak Pengelolaan, maka semua tanah 90 Muhammad Thamzil, Pemberian Hak Pengelolaan kepada Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam OPDIB dan Implementasinya Kepala Pihak Pengembang Developer di Kota Batam, Tesis, Program Studi Magister Ilmu Hukum, Program Pascasarjana Universitas Batam, 2010, Universitas Sumatera Utara yang di daerah tersebut menjadi daerah kekuasaan pemegang hak Pengelolaan dan apabila ada pihak lain yang menguasai tanah tersebut harus dibebaskan. Dalam hal ini bagaimana perlindungan hukum kepada warga masyarakat yang memiliki dan menguasai tanah di daerah Kota Batam sehubungan dengan adanya pemberian Hak Pengelolaan kepada Otorita Batam. Untuk mendapatkan jawaban dari pertanyaan tersebut dapat ditelusuri dari ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang pemberian Hak Pengelolaan tersebut. Dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 43 tahun 1977 tentang Pengelolaan dan Penggunaan Tanah di Daerah Industri Pulau Batam, ditetapkan untuk memberikan Hak Pengelolaan kepada Otorita Batam atas selurus areal tanah yang terletak di Pulau Batam termasuk areal tanah di gugusan pulau-pulau Janda Berias, Tanjung Sau Nginang dan Pulau Kasem. Pemberian Hak Pengelolaan tersebut disertai beberapa syarat, antara lain yang berkaitan dengan hak-hak rakyat yakni : 1. Hak Pengelolaan tersebut diberikan untuk jangka waktu selama tanah yang dimaksud dipergunakan untuk kepentingan penerima hak dan terhitung sejak didaftarkannya pada Kantor Sub Direktorat Agraria setempat; 2. Hak Pengelolaan tersebut diberikan kepada penerima hak untuk dipergunakan sebagai pengembangan daerah industri, pelabuhan, pariwisata, halaman 13 Universitas Sumatera Utara pemukiman, peternakan, perikanan dan lain-lain usaha yang berkaitan dengan itu; 3. Apabila di atas areal tanah yang diberikan dengan Hak Pengelolaan tersebut masih terdapat tanah, bangunan dan tanaman milik rakyat, maka pembayaran ganti ruginya wajib diselesaikan terlebih dahulu oleh penerima hak, demikian pula pemindahan penduduk ke tempat pemukiman baru. 4. Dalam rangka pemberian Hak Pengelolaan ini, tanah-tanah yang telah dibebaskan dari hak-hak rakyat harus diberi tanada-tanda batas sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Agraria Nomor 8 tahun 1961, untuk kemudian dilakukan pengukuran oleh Kantor Sub Direktorat Agraria setempat. 5. Terhadap areal tanah yang diberikan dengan Hak Pengelolaan dan telah dilakukan pengukuran, sehingga telah dapat diketahui luasnya dengan pasti, harus didaftarkan pada Kantor Sub Direktorat Agraria setempat untuk kemudian dapat dikeluarkan sertipikat tanda bukti haknya menurut ketentuan dalam Peraturan Menteri Agraria Nomor 1 tahun 1966. 6. Hak Pengelolaan yang telah dikeluarkan sertipikat tanda bukti haknya, memberikan kewenangan kepada pemegang haknya Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam untuk : a. Merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah tersebut; Universitas Sumatera Utara b. Menyerahkan bagian-bagian dari tanah Hak Pengelolaan tersebut kepada pihak ketiga dengan Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundangan agraria yang berlaku; c. Menerima uang pemasukan ganti rugi dan uang wajib tahunan dari pihak ketiga tersebut. 7. Tanah yang diberikan dengan Hak Pengelolaan tersebut harus dipelihara sebaik-baiknya; 8. Pemindahan hak atas tanah yang diberikan dengan Hak Pengelolaan ini kepada pihak lain daalam bentuk apapun tidak diperkenankan, kecuali dengan izin Menteri Dalam Negeri cq. Direktorat Jenderal Agraria. 9. Penerima hak wajib mengembalikan areal tanah yang dikuasai dengan Hak Pengelolaan tersebut seluruhnya atau sebagian kepada negara, apabila areal tanah tadi tidak dipergunakan lagi. 10. Pemberian Hak Pengelolaan tersebut dapat ditinjau kembali atau dibatalkan apabila : a. luas tanah yang diberikan dengan Hak Pengelolaan ternyata melebihi keperluan; b. tanah tersebut sebagian atau seluruhnya tidak dipergunakan dan dipelihara sebagaimana mestinya; dan c. salah satu syarat atau ketentuan dalam surat keputusan ini tidak dipenuhi sebagaimana mestinya. Universitas Sumatera Utara Dengan adanya ketentuan tentang keberadaan tanah, bangunan dan tanaman rakyat di dalam areal tanah Hak Pengelolaan dan harus dilakukan pembebasannya oleh pemegang Hak Pengelolaan dengan pembayaran ganti rugi kepada rakyat, maka kepemilikan dan penguasaan atas tanah oleh warga masyarakat di Pulau Batam pada dasarnya masih diakui oleh Negara Pemerintah, namun pengakuan tersebut hanya sekedar mendapatkan hak untuk diganti rugi dari pemegang Hak Pengelolaan dan atau dipindahkan relokasi ke tempat pemukiman baru. Demikian juga dalam Keputusan Menteri Negara AgrariaKepala BPN Nomor 9-VIII-1993 tanggal 3 Juni 1993 tentang Pengelolaan dan Pengurusan Tanah di Daerah Industri Pulau Rempang, Pulau Galang dan Pulau-pulau lain di sekitarnya, telah ditetapkan menyatakan kesediaan untuk memberikan Hak Pengelolaan kepada otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam atas seluruh areal tanah yang terletak di Pulau Rempang dan Pulau Galang dan Pulau-pulau lain di sekitarnya. Kesediaan memberikan Hak Pengelolaan tersebut juga disertai syarat-syarat, antara lain : 1. Segala akibat, biaya, untung dan rugi yang timbul karena pemberian Hak Pengelolaan tersebut menjadi tanggung jawab sepenuhnya penerima hak; 2. Hak Pengelolaan tersebut akan diberikan untuk waktu selama tanah dimaksud dipergunakan untuk pengembangan daerah industri, pelabuhan, pariwisata, pemukiman, peternakan, perikanan dan lain-lain usaha yang berkaitan dengan itu, terhitung sejak didaftarkan kepada Kantor Pertanahan setempat; Universitas Sumatera Utara 3. Apabila di atas areal tanah yang diberikan dengan Hak Pengelolaan tersebut masih terdapat tanah, bangunan dan tanaman milik rakyat, pembayaran ganti ruginya wajib diselesaikan terlebih dahulu oleh penerima hak, demikian pula pemindahan penduduk ke tempat pemukiman baru atas dasar musyawarah. 4. Dalam rangka kesediaan memberikan Hak Pengelolaan tersebut tanah-tanah yang telah bebas atau telah dibebaskan dari hak-hak rakyat harus diberi tanda batas sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Agraria Nomor 8 tahun 1961 untuk kemudian dilakukan pengukuran oleh Kantor Pertanahan setempat; 5. Terhadap areal tanah yang akan diberikan dengan Hak Pengelolaan dan telah dilakukan pengukuran sebagaimana dimaksud di atas, sehingga telah dapat diketahui luasnya dengan pasti, akan diberikan dengan keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional, secara bertahap parsial dan harus didaftarkan pada Kantor Pertanahan setempat untuk memperoleh tanda bukti berupa sertipikat dengan membayar biaya pendaftaran menurut ketentuan yang berlaku. 6. Pennerima hak dalam menyerahkan bagian-bagian dari Hak Pengelolaan kepada pihak ketiga diwajibkan untuk memenuhitunduk pada ketentuan- ketentuan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 tahun 1977; 7. Pemindahan hak atas tanah yang diberikan dengan keputusan pemberian Hak Pengelolaan kepada pihak dalam bentuk aapapun tidak diperbolehkan kecuali dengan izin Kepala Badan Pertanahan Nasional. Universitas Sumatera Utara Dengan menyatakan kesediaan memberikan Hak Pengelolaan tersebut, berarti belum diberikan Hak Pengelolaan secara final, tetapi sesuai dengan ketentuan pada Diktum Pertama huruf c, d dan e Keputusan Nomor 9-VIII-1993 tanggal 3 Juni 1993 tersebut perlakukan terhadap kepemilikan rakyat di atas tanah yang akan diberikan Hak Pengelolaan sama dengan yang diatur dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 43 tahun 1977 yakni apabila masih ada kepemilikan rakyat berupa tanah, bangunan dan tanaman wajib diselesaikan terlebih dahulu dengan membebaskannya dari rakyat dengan diberikan ganti rugi dan tanah-tanah yang telah bebas atau telah dibebaskan dari hak-hak rakyat tersebut harus diberi tanda-tanda batas untuk kemudian dilakukan pengukuran oleh Kantor Pertanahan setempat. Setelah dilakukan pengukuran tanahnya untuk mengetahui luas tanah dengan pasti, kemudian diberikan hak Pengelolaan dengan keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional secara bertahap parsial dan harus didaftarkan pada Kantor Pertanahan setempat untuk memperoleh tanda bukti berupa sertipikat. Dengan adanya ketentuan tersebut, maka keberadaan hak-hak rakyat tetap diakui dan dilindungi oleh Pemerintah dan harus dibebaskan dengan memberikan ganti rugi kepada rakyat pemiliknya. Bagaimana persepsi pemegang hak Pengelolaan terhadap hak-hak rakyat tersebut, perlu ditelusuri dengan kepada pihak Otorita Batam. Menurut Silvia J. Malaiholo, Kasubdit Pengelolaan Lahan Otorita Pengembangan Daerah Industri Universitas Sumatera Utara Pulau Batam, 91 kepemilikan masyarakat atas tanah di Pulau Batam masih tetap diakui dan dilindungi terutama masyarakat yang punya legal penguasaan seperti bukti tanah grant dan tanah adat yang ada sebelum tahun 1980, juga setelah tahun 1980 ada yang disebut hak tebas dan hak kelola. Persyaratan untuk pengakuan adanya hak-hak masyarakat tersebut adalah secara fisik dikuasai dan ditandai dengan adanya tanam tumbuh dan juga pengakuan masyarakat serta pengakuan dari Lurah dan Camat setempat. Terhadap masyarakat yang masih mempunyai bukti legal penguasaan seperti grant dan tanah adat, diberikan ganti rugi, sedangkan kepada masyarakat yang hanya menguasai secara fisik yang merupakan hak tebas dan hak kelola, kepada masyarakat diberikan suguh hati bukan ganti rugi yang nilainya ditetapkan oleh Ketua Otorita Batam. Menurut M. Rizal, Kepala Seksi Pengaturan dan Penataan Pertanahan Kantor Pertanahan Kota Batam, bahwa secara yuridis, hanya seluruh areal Pulau Batam yang diberikan Hak Pengelolaan sesuai dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 43 tahun 1977, hal itupun belum sepenuhnya dapat diberikan sertipikat Hak Pengelolaannya karena masih ada yang belum dibebaskan dari hak-hak rakyat. Pada kenyataannya Otorita Batam baru membebaskan bidang-bidang tanah tertentu apabila ada pihak ketiga investor sebagai pembeli, bahkan yang terjadi di lapangan, pembebasan tanah tersebut dilakukan oleh investor sendiri padahal seharusnya menjadi kewajiban Otorita Batam. 91 Wawancara pada tanggal 30 September 2010 di Kantor Otorita Batam Universitas Sumatera Utara Badan Pertanahan Nasional yang memproses Hak Pengelolaan dari Otorita Batam, juga sangat hati-hati, karena menurut M. Rizal, permohonan untuk mendaftarkan Hak Pengelolaan tersebut baru dapat ditindaklanjuti apabila tanahnya sudah bersih dari pendudukan dan penggarapan rakyat, jika masih ada penguasaan masyarakat pasti akan ditolak. Untuk mengetahui masih adanya penguasaan masyarakat dilakukan dengan pengukuran di lapangan, sehingga diketahui luas yang pasti yang telah bersih dan dibebaskan dari hak-hak rakyat untuk dapat diproses lebih lanjut. Menurut Wasrial, Kepala Sub Seksi Pendaftaran Peralihan, pembebanan dan PPAT pada Kantor Pertanahan Kota Batam, sikap untuk menolak permohonan Hak Pengelolaan di atas tanah yang masih ada penguasaan masyarakat tersebut, merupakan bentuk perlindungan terhadap kepemilikan hak-hak rakyat oleh instansi Badan Pertanahan Nasional. Namun perlindungan terhadap kepemilikan hak-hak rakyat atas tanah dengan cara menolak permohonan pendaftaran Hak Pengelolaan apabila masih ada penguasaan rakyat merupakan perlindungan secara minimal.

C. Perlindungan Hukum Secara Maksimal