1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di Indonesia, ada dua istilah yang lazim digunakan dalam silabus perguruan tinggi Islam, seperti IAIN dan khususnya Fakultas Adab dan
Humaniora Jurusan Tarjamah, yakni istilah Nadzariyah al-Tarjamah NT dan Tatbiq al-Tarjamah TT. Kedua istilah tersebut masing-masing secara kasar
dimaksudkan sebagai pengandaian dari ―Teori Terjemah‖ dan ―Praktek
Menerjemah ‖. Meski pemakaian suatu istilah bukanlah segala-galanya mengingat
kekuatan suatu istilah sebenarnya terletak pada penjelasannya, namun tidak salah pula kita memberikan perhatian secukupnya perihal peristilahan tersebut. Ini
khususnya pada istilah berbahasa Arab yang terjemahannya masih sering ―kurang
tepat ‖, untuk tidak dikatakan sebagai kesalahan — sementara pemakaiannya
seperti sudah mentradisi, bahkan seolah-olah sudah menjadi semacam maxim atau ―kebenaran yang tak terbantahkan‖.
1
Menerjemahkan disiplin? itu bukan ilmu murni dan bukan pula seni sejati. Terjemah adalah seni praktis. Dengan kata lain, terjemah adalah
keterampilan berkesenian dengan bantuan ilmu-ilmu teoritis. Karena itu, kita sering kesulitan menyatakan hasil terjemahan ini bagus, yang itu sedang dan yang
satu lagi buruk. Jadi menerjemahk an adalah menyalin ―kalam‖ pesan yang
terkandung dalam teks dan atau menjelaskannya dari bahasa tertentu ke dalam bahasa lain. Kalam di sini berarti ide, pesan atau informasi. Jadi, yang disalin itu
1
Ibnu Burdah, Menjadi Penerjemah: Metode dan Wawasan Menerjemah Teks Arab Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2004, h. 1.
2
bukan huruf-huruf atau kata-kata yang terpotong dari konteksnya atau lingkungannya
— siyaqnya. Ini semua mesti dilaksanakan dengan mencari padanan praktis yang terpelihara terus-menerus sesuai dengan lingkungan
penerjemah. Dalam batasan seperti ini penerjemah tidak harus bahkan tidak boleh, linear, glosing, setia atau harfiyah.
2
Sebelum menyampaikan pesan, penerjemah terlebih dahulu harus mengkaji leksikon, gramatika dan konteks budaya teks sumber. Pesan ini
kemudian direkonstruksi ke dalam bahasa target dengan memakai leksikon dan gramatika yang sesuai dengan konteks budaya bahasa target. Proses ini, menurut
Nida 1975 menapaki tiga fase 1 telaah materi teks sumber melalui kajian linguistik, 2 pengalihan isi yang terkandung dalam teks sumber dan 3
rekonstruksi kalimat-kalimat terjemahan sampai diperoleh hasil yang sepadan dalam bahasa target.
3
Upaya menghadirkan kesepadanan sesungguhnya merupakan inti sari dalam kegiatan penerjemahan. Kesepadanan ini idealnya mencerminkan tiga sisi
kualitas terjemahan: keakuratan, kejelasan dan kewajaran. Akurat berarti terjemahan harus mengungkap amanat teks sumber secara utuh; jelas berarti
mudah dipahami pembaca teks terjemahan; wajar berarti alamiah, sehingga sebuah terjemahan tak terasa sebagai terjemahan.
4
2
Nur Mufid dan Kaserun AS. Rahman, Buku Pintar Menerjemahkan Arab-Indonesia: Cara Paling Tepat, Mudah dan Kreatif Surabaya: Pustaka Progessif, 2007, h. 7.
3
M. Zaka Al Farisi, Pedoman Penerjemahan Arab Indonesia Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011, h. 4.
4
M. Zaka Al Farisi, Pedoman Penerjemahan Arab Indonesia Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011, h. 4.
3
Penerjemah harus menghadirkan terjemahan sebagai suatu bacaan yang enak dibaca dan gampang dipahami. Penerjemah harus bisa menangkap pemikiran
penulis teks sumber seraya mengalihkannya ke dalam bahasa target dengan tingkat kesepadanan teks yang paling mendekati. Kesepadanan teks hadir
manakala sebuah terjemahan dipandang sepadan dengan teks sumber.
5
Terjemah pada dasarnya adalah pengalihan satuan semantik teks sumber yang dibangun oleh kosa kata-kosa kata. Jadi, kosa kata
تادرفم
merupakan hal yang penting dalam penerjemahan, bahkan teramat penting. Ia menjadi bahan
dasar untuk membangun sebuah teks yang akan diterjemah dan teks hasil terjemah. Pada bagian ini, problem kosa kata yang dibahas hanya mencakup kosa kata teks
sumber atau teks yang akan diterjemah. Seperti telah dikemukakan dibidang terdahulu, penerjemah harus mengalihkan pesan atau amanat, bukan
mengalihbahasakan kata per kata. Namun, pada praktiknya dalam pengalihan pesan itu, sering terjemahan
suatu kata atau istilah menjadi kendala yang agak sulit diatasi, demikian pula ungkapan. Terkadang kedua bahasa sedemikian berbeda sehingga penerjemah
dihadapkan pada ketidakmungkinan menerjemahkan suatu makna kata. Di sini diperlukan kebijakkan, kemampuan berbahasa Indonesia dan kemampuan bahasa
target, keterampilan menemukan makna kata yang tepat serta kreativitas seorang penerjemah agar teks terjemahannya dapat diterima.
5
Ibnu Burdah, Menjadi Penerjemah: Metode dan Wawasan Menerjemah Teks Arab Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2004, h. 65.
4
Penerjemahan itu terikat dengan makna. Makna di sini adalah unsur dari sebuah kata atau lebih tepatnya sebagai gejala-dalam-ujaran Utterance-Internal-
Phenomenon. Maka dari itu, ada prinsip umum dalam semantik yang menyatakan bahwa kalau bentuk berbeda maka makna pun berbeda, meskipun barangkali
perbedaannya hanya sedikit. Bila kita menemukan terjemahan yang menggunakan suatu bahasa yang
makna katanya tidak kita pahami sama sekali, maka kita mendapat bahwa apa yang merangsang alat komunikasi kita itu merupakan arus pemahaman yang
diselingi perhentian pemikiran untuk memahaminya.
6
Dalam penelitian makna kata kita harus membedakan bermacam-macam segi arti. Untuk sampai kepada pembedaan itu, kita harus bertolak dari peletakan
dasar-dasar pengertian tentang makna atau arti. Dalam hidup kita melihat berbagai macam kejadian yang berada di luar diri kita. Di antara bermacam-macam
kejadian itu adalah memberi suatu lambang berupa bunyi ujaran terhadap lingkungan hidup ini, agar dapat dibawa dalam komunikasi.
7
Makna kosakata yang dikuasai seseorang merupakan bagian utama memori semantis yang tersimpan dalam otak kita, yaitu relasi kata dengan konsep
benda atau peristiwa yang dilambangkan dengan kata tersebut.
8
Hubungan terjemahan bagi semantik dalam makna kata sangatlah erat dan penting sekali. Penerjemah perlu sadar pula akan sistem perlambangan dalam
berkomunikasi di dunia ini. Suatu kata melambangkan gagasan dalam benak
6
Gorys Keraf, Tatabahasa Indonesia Flores: Nusa Indah, 1984, h. 15.
7
Gorys Keraf, Tatabahasa Indonesia Flores: Nusa Indah, 1984, h. 130.
8
Kushartanti dkk, Pesona Bahasa : Langkah Awal Memahami Linguistik Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2005, h. 115.
5
orang apa yang digayuti oleh lambang maupun gagasan atau ide itu sendiri. Menghadapi kenyataan penerjemahan itu adalah model transformasional. Kalimat
yang rumit dalam bahasa sumber dipecah-pecah menjadi kernel sentences dan menjadi kalimat-kalimat tunggal yang pendek.
9
Makna sebuah kata, walaupun secara sinkronis tidak berubah, tetapi karena berbagai faktor dalam kehidupan, dapat menjadi bersifat umum. Makna
kata baru itu menjadi jelas kalau sudah digunakan di dalam suatu kalimat. Kalau lepas dari konteks kalimat, makna kata itu menjadi umum dan kabur. Misalnya
kata tahanan. Apa makna kata tahanan? Mungkin saja yang dimaksud dengan kata tahanan itu adalah
‗orang yang ditahan‘, tetapi bisa juga ‗hasil perbuatan menahan‘, atau mungkin makna yang lain lagi. Kemungkinan-kemungkinan itu
bisa saja terjadi karena kata itu lepas dari konteks kalimatnya.
10
Makna kata sebagai istilah memang dibuat setepat mungkin untuk menghindari kesalahpahaman dalam bidang atau kegiatan tertentu. Pembedaan
adanya makna kata dan makna istilah berdasarkan ketepatan makna kata itu dalam penggunaannya secara umum dan secara khusus. Dalam penggunaan bahasa
secara umum acapkali kata-kata itu digunakan tidak cermat sehingga maknanya bersifat umum. Tetapi dalam penggunaan secara khusus, dalam bidang kegiatan
tertentu, kata-kata itu digunakan secara cermat sehingga maknanya pun menjadi tepat.
Makna kontekstual adalah makna yang sesuai konteksnya, makna yang sesuai dengan referennya dan makna yang bebas dari asosiasi atau hubungan apa
9
A. Widyamartaya, Seni Menerjemahkan Yogyakarta: Kanisius, 1989, h. 28-27.
10
Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia Jakarta: Rineka Cipta, 2009, h. 70.
6
pun. Jadi, sebenarnya makna kontekstual ini sama dengan makna referensial, makna leksikal dan makna denotatif.
Hubungan kontekstual adalah hubungan unit gramatikal dan leksikal dengan elemen-elemen yang berhubungan secara linguistik dalam situasi-situasi
yang mana unit-unit tersebut dioperasikan dalam teks. Elemen-elemen situasional ini berhubungan secara kontekstual dengan unit gramatikal dan leksikal dalam
kesepadanan. Perubahan elemen situasi dan unit-unit dalam teks akan mengakibatkan perubahan makna.
11
Adapun menurut kontekstualisme psikologis, konteks-konteks tertentu melahirkan keterkaitan antara fitur-fitur dari suatu konsep dan konsep-konsep lain
dalam suatu kategori. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa untuk memahami struktur konseptual diperlukan pemahaman lebih dari sekedar konsep
semata. Diperlukan pengetahuan lain untuk memahami relasi antarkonsep dan bagaimana konsep-konsep tersebut tertata sedemikian rupa. Dalam hal ini, sebagai
fitur tidak cukup merepresentasikan suatu konsep secara utuh. Fitur hanya digunakan sebagai titik tolak untuk memahami suatu konsep dengan pengetahuan
kita secara lebih mendalam. Jadi, ketika kita mulai menikmati sebuah terjemahan yang ―gurih‖ untuk
dibaca, tanpa kita sadari, kita sudah terbawa oleh terjemahan sebagai bacaan yang baik. Mengapa bisa? Kita adalah pembaca, apabila selama kita membaca
terjemahan, kita tidak mampu menciptakan rasa dan gairah yang ada dalam terjemahan itu, mungkin kita bisa dikategorikan pembaca yang ―aneh‖.
11
Frans Sayogie, Penerjemahan Bahasa Inggris Ke Dalam Bahasa Indonesia Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2008, h. 139.
7
Terjemahan tidak sekedar isi, bukan pula rangkaian kata biasa yang bisa membuat kita terbawa oleh terjemahan tersebut. Akan tetapi, begitulah sebuah
terjemahan yang hadir dihadapan kita bisa membagi kesan hingga ke dasar hati yang paling dalam. Sebagai pembaca, mungkin pula emoh mengkritisi bagian
terjemahan yang mengganggu, tetapi ketika kita merasakan ada yang ―nggak
nyambung‖ dari awal hingga akhir atau ditengah-tengah ada yang membuat dahi kita berkerut-kerut. Jika hal itu terjadi, sudah saatnya kita berinisiatif membuat
terjemahan itu menjadi nikmat dan memikat. Mengacu pada penjelasan di atas, bahwa kitab al-Hikam yang kaya dengan
pemahaman tasawuf dalam kehidupan dan penulis ingin sedikit mengupas terjemahan terutama terhadap penelitian ilmu makna mengacu pada teori
kontekstual, maka penulis tergerak hatinya untuk menganalisa buku terjemahan al-Hikam karya Syeikh Ibn Atha
‘illah al-Iskandari dengan memberikan judul yang sesuai dengan hati penulis yaitu
“KETEPATAN TERJEMAHAN KITAB AL-HIKAM
” Analisis Makna Kontekstual
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah