Masalah Padanan Ketepatan terjemahan kitab Al-Hikam (Analisis makna kontekstual)

17 Pembaca atau penyimak perlu memperhatikan status individu dalam masyarakat, peran individu dalam melakukan tindak tutur dan tujuan dari tindakannya itu.

3. Masalah Padanan

Masalah padanan merupakan bagian inti dari teori penerjemahan menurut Barnstone. Sedangkan praktek menerjemahkan sebagai realisasi dari proses penerjemahan yang selalu melibatkan pencarian padanan. Pencarian padanan itu sendiri akan menggiring penerjemah ke konsep keterjemahan dan ketakterjemahan 19 Konsep keterjemahan pada umumnya tidak begitu menimbulkan permasalah bagi penerjemah asalkan dia mempunyai pengetahuan yang baik tentang unsur-unsur yang membentuk teks bahasa sumber dan bahasa sasaran yang ada kaitannya dengan sosio-budaya kedua bahasa itu. Sebaliknya, konsep ketakterjemahan secara otomatis akan menimbulkan keadaan yang dilematis bagi penerjemah. Mereka dituntut mencari padanan yang tidak mungkin dia temukan dalam bahasa sasara. Dalam tulisannya, Keenan mengajukan sebuah hipotesa terjemahan tepat. Hipotesa tersebut berbunyi: sesuatu yang dapat diungkapkan dalam suatu bahasa dapat diterjemahkan secara tepat ke dalam bahasa lain. 20 Kebenaran hipotesa ini sulit untuk dibuktikan. Baik ditinjau dari segi bentuk, makna maupun fungsinya. Padanan yang sempurna itu tidak ada sebagai akibat 19 Rudolf Nababan, Teori Menerjemahkan Bahasa Inggris Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003, h. 93. 20 Rudolf Nababan, Teori Menerjemahkan Bahasa Inggris Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003, h. 94. 18 dari berbedanya struktur nahasa sumber dan bahasa sasaran dan demikian pula dengan sosio-budaya yang melatarbelakangi kedua bahasa itu. Popovic membedakan empat tipe padanan, yaitu padanan linguistik, padanan paradigmatik, padanan stilistik dan padanan tekstual sintagmatik. Sedangkan Eugene Nida membedakan dua tipe padanan yaitu padanan formal dan padanan dinamik. Padanan formal mengacu pada teks bahasa sumber baik dalam bentuk dan isi. Bentuk mengacu pada aspek linguistik teks dan isi mengacu pada makna, sedangkan padanan dinamis bertujuan untuk memperoleh tingkat kewajaran dalam pengungkapan pesan dan mencoba memperhatikan perilaku dan budaya pembaca teks sasaran agar mereka dapat memahami teks yang diterjemahkan. 21 Lain lagi dengan Baker, membedakana lima tipe padanan, seperti: 22 a. Padanan Pada Tataran Kata Pertama-tama kita akan tertuju pada kata. Karena kata adalah sebagai unit terkecil bahasa yang mempunyai makna, yang menjadi titik awal kajian dalam rangka memahami keseluruhan makna suatu teks bahasa sumber. Kedua kita melihat unsur-unsur makna dalam kata dan untuk mengkajinya secara lebih efektif pada linguis menyodorkan istilah morfem. Morfem hanya mempunyai satu unsur makna sedangkan kata bisa mempunyai lebih dari satu unsur makna. Dalam konteks penerjemahan, analisis terhadap kata baik pada struktur permukaan dengan menerapkan analisis struktural atau analisis morfemis maupun pada struktur batin dengan menerapkan analisis 21 Frans Sayogie, Penerjemahan Bahasa Inggris Ke Dalam Bahasa Indonesia Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2008, h. 87. 22 Rudolf Nababan, Teori Menerjemahkan Bahasa Inggris Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003, h. 95-109. 19 komponen makna akan menuntun penerjemah dalam menentukan padanan yang paling sesuai dari beberapa alternatif yang tersedia. Analisis ini juga akan mengukuhkan keberadaan konsep pergeseran tataran dimana, misalnya, suatu konsep yang diungkapkan dengan satu kata dalam bahasa sumber diungkapkan dengan beberapa kata dalam bahasa sasaran dan demikian pula sebaliknya. Meskipun konsep-konsep keterjemahan, penambahan dan penghilang informasi dan pergeseran tataran menjadi sangat penting dalam memecahkan berbagai kesulitan dalam proses pencarian padanan dalam kasus tertentu ketiga konsep itu tidak bisa diterapkan. Dengan kata lain, dalam melakukan tugasnya penerjemah kadang kala dihadapkan pada masalah ketaksepadanan. Baker membagi ketaksepadanan pada tataran kata menjadi 10 jenis, yaitu: 1. Konsep khusus budaya 2. Konsep bahasa sumber tidak tersedia dalam bahasa sasaran 3. Konsep bahasa sumber secara semantik sangat kompleks 4. Perbedaan persepsi terhadap suatu konsep 5. Bahasa sasaran tidak mempunyai unsur atasan superordinat 6. Bahasa sasaran tidak mempunyai unsur bawahan atau kata khusus hiponim 7. Perbedaan dalam perspektif interpersonal dan fisik 8. Perbedaan dalam hal makna ekspresif 9. Perbedaan bentuk kata 10. Perbedaan dalam hal tujuan dan tingkat penggunan bentuk tertentu 20 b. Padanan Di Atas Tataran Kata Dalam setiap bahasa, ada kecenderungan bagi suatu kata untuk bersanding atau berkolokasi dengan kata lain dan gabungan kata itu selanjutnya menghasilkan suatu frasa. Proses kolokasi memungkinkan kita untuk membentuk dua macam frasa, yaitu frasa endosentris dan frasa eksosentris. Frasa endosentris adalah frasa yang mempunyai unsur inti dan unsur penjelas, sedangkan frasa eksosentris menunjuk pada frasa yang tidak mempunyai unsur inti dan unsur penjelas. c. Padanan Gramatikal Padanan gramatikal mirip dengan padanan linguistik sintagmatik karena kedua jenis padanan ini memusatkan perhatiannya pada kesamaan konsep antara bahasa sumber dan bahasa sasaran dalam hal jumlah, gender, pesona, kala dan aspek. Pembahasan tentang padanan gramatikal selalu dikaitkan dengan tatabahasa yang dibagi ke dalam dua dimensi utama, yaitu morfologi dan sintaksis. d. Padanan Tekstual e. Padanan Pragmatik Maka mencari padanan yang paling tepat dalam terjemahan wajib mengetahui kata, frasa dan kalimat yang semuanya harus berbentuk, mempunyai potensi untuk mengandung beberapa makna, tergantung lingkungan atau konteksnya sehingga teks sasaran teks sasaran benar-benar 21 mengungkapkan kembali seluruh makna yang terdapat dalam teks sumber di dalam teks sasaran. 23

4. Problematika Makna Dalam Penerjemahan