Ekstrak dan Ekstraksi PENDAHULUAN

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta didih heksana pada tekanan 760 mmHg adalah 66 sampai 71°C Daintith, 1994. n-Heksan biasanya digunakan sebagai pelarut untuk ekstraksi minyak nabati. 7. Etil asetat Etil asetat merupakan pelarut dengan karekateristik semipolar. Etil asetat secara selektif akan menarik senyawa yang bersifat semipolar seperti fenol dan terpenoid Tiwari, et al., 2011. 2.4 Kromatografi Lapis Tipis KLT Kromatografi lapis tipis KLT merupakan salah satu metode pilihan kromatografi secara fisikokimia Gandjar Rohman, 2007. KLT merupakan bentuk kromatografi planar, selain kromatografi kertas dan elektroforesis. Pada KLT fase diamnya berupa lapisan yang seragam uniform pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, pelat alumunium atau plat plastik. Meskipun demikian, kromatografi planar ini merupakan bentuk terbuka dari kromatografi kolom Gritter, et al., 1991. KLT dapat dipakai dengan dua tujuan. Pertama, dipakai untuk mencapai hasil kualitatif, kuantitatif atau preparatif. Kedua dipakai untuk menjajaki sistem pelarut dan sistem penyangga yang akan dipakai dalam kromatografi kolom Gritter, et al., 1991. Kromatografi lapis tipis KLT dapat digunakan untuk tujuan analitik dan preparatif. KLT analitik digunakan untuk menganalisa senyawa-senyawa organik dalam jumlah kecil misalnya, menentukan jumlah komponen dalam campuran dan menentukan pelarut yang tepat untuk pemisahan dengan KLT preparatif. Sedangkan KLT preparatif digunakan untuk memisahkan campuran senyawa dari sampel dalam jumlah besar berdasarkan fraksinya, yang selanjutnya fraksi-fraksi tersebut dikumpulkan dan digunakan untuk analisa berikutnya Townshend, 1995. KLT merupakan teknik yang benar-benar menguntungkan karena tingkat sensitifitasnya sangat besar dan konsekuensinya jumlah sampel lebih sedikit. Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut pengembang atau cairan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pengelusi akan bergerak sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada pengembangan secara mekanik ascending, atau karena pengaruh gravitasi pada pengembangan menurun descending Gritter, et al., 1991. Jumlah volume fase gerak harus mampu mengelusi lempeng sampai ketinggian lempeng yang telah ditentukan. Setelah lempeng terelusi, dilakukan deteksi bercak Gandjar Rohman, 2007. Laju pergerakan fase gerak terhadap fase diam dihitung sebagai retardation farctor Rf. Nilai Rf diperoleh dengan membandingkan jarak yang ditempuh oleh zat terlarut dengan jarak yang ditempuh oleh fase gerak Gandjar Rohman, 2007. Fase gerak harus memiliki kemurnian yang tinggi. Hal ini dikarenakan KLT merupakan teknik yang sensitif. Fase gerak yang digunakan adalah pelarut organik yang memiliki tingkat polaritas tersendiri, melarutkan senyawa contoh, dan tidak bereaksi dengan penjerap. Adsorben umumnya digunakan dalam KLT meliputi partikel silika gel ukuran 12 µm, alumina, mineral oksida, silika gel dengan ikatan kimia, selulosa, poliamida, polimer penukar ion, silika gel, dan fase kiral Gritter, et al., 1991. Ada beberapa cara untuk mendeteksi senyawa yang tidak berwarna pada kromatogram. Deteksi paling sederhana adalah jika senyawa menunjukkan penyerapan di daerah UV gelombang pendek radiasi utama kira-kira 254 nm atau jika senyawa itu dapat dieksitasi pada radiasi UV gelombang pendek dan gelombang panjang 365 nm. Pada senyawa yang mempuyai dua ikatan rangkap atau lebih dan senyawa aromatik seperti turunan benzena, mempunyai serapan kuat ± di daerah 230-300 nm Stahl, 1985. Identifikasi dari senyawa-senyawa yang terpisah dari lapisan tipis menggunakan nilai Rf. Polaritas fase gerak perlu diperhatikan pada analisa dengan KLT, sebaiknya digunakan campuran pelarut organik yang mempunyai polaritas serendah mungkin. Campuran yang baik memberikan fase gerak yang mempunyai kekuatan bergerak sedang. Secara umum dikatakan bahwa fase diam yang polar akan mengikat senyawa polar dengan kuat sehingga bahan yang UIN Syarif Hidayatullah Jakarta kurang sifat kepolarannya akan bergerak lebih cepat dibandingkan bahan-bahan polar Gritter, et al., 1991. Fase gerak harus memiliki kemurnian yang tinggi. Hal ini dikarenakan KLT merupakan teknik yang sensitif. Fase gerak yang digunakan adalah pelarut organik yang memiliki tingkat polaritas tersendiri, melarutkan senyawa contoh, dan tidak bereaksi dengan penjerap Gritter, et al., 1991. Pelarut yang ideal harus melarutkan linarut dan harus cukup baik sebagai pelarut yang bersaing dengan daya serap penjerap. Keadaan yang ideal tersebut mungkin terjadi jika pelarut tidak berproton seperti hidrokarbon, eter dan senyawa karbonil dipakai sebagai pelarut pengembang Gritter, et al., 1991. 2.5 Spektrofotometer UV-Vis Spektrum serapan kandungan tumbuhan dapat diukur dalam larutan yang sangat encer dengan pembanding blangko pelarut menggunakan spektrofotometer. Senyawa tanpa warna diukur pada panjang gelombang 200-400 nm, senyawa berwarna pada panjang gelombang 400-800 nm. Prinsip kerja spektrofotometer UV-Vis ialah interaksi sinar ultraviolet atau tampak dengan molekul sampel. Energi cahaya akan mengeksitasi elektron terluar molekul ke orbital lebih tinggi Harborne, 1987. Pada kondisi ini, elektron tidak stabil dan dapat melepas energi untuk kembali ke tingkat dasar, dengan disertai emisi cahaya. Besarnya penyerapan cahaya sebanding dengan molekul, sesuai dengan hukum lambert-Beer: A= ɛ B C Keterangan: A= serapan ɛ = absortivitas molar B= tebal tempat komponen C= konsentrasi komponen Day Underwood, 1980. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Sumber radiasi pada spektrofotometer UV-Vis berdasarkan panjang gelombang terbagi menjadi 2, yaitu lampu deuterium dan tungstent. Lampu deuterium menghasilkan sinar 160-500 nm. Lampu tungstent digunakan di daerah sinar tampak 350-3500 nm. Sumber radiasi dikatakan ideal jika memancarkan sperktrum radiasi yang kontinyu, intensitasnya tinggi dan stabil pada semua panjang gelombang. Radiasi ultraviolet dan sinar tampak diabsorpsi oleh molekul organic aromatik, molekul yang mengandung elektron- π terkonyugasi dan atau atom yang mengandung elektron-n, menyebabkan transisi elektron di orbital terluarnya dari tingkat energi elektron dasar ke tingkat energi elektron tereksitasi lebih tin g gi. Besarnya serapan radiasi tersebut sebanding dengan banyaknya molekul analit yang mengabsorpsi sehingga dapat digunakan untuk analisis kuantitatif. Gugus fungsi yang menyerap radiasi di daerah ultraviolet dekat dan daerah tampak disebut kromofor dan hampir semua kromofor mempunyai ikatan tak jenuh. Pada kromofor jenis ini transisi terjadi da ri π→π, yang menyerap pada max kecil dari 200 nm tidak terkonyugasi, misalnya pada C=C dan - C≡C-. Kromofor ini merupakan tipe transisi dari sistem yang mengandung elektron π pada orbital molekulnya. Untuk senyawa yang mempunyai sistem konjugasi, perbedaan energi antara keadaan dasar dan keadaan tereksitasi menjadi lebih kecil sehingga penyerapan terjadi pada panjang gelombang yang lebih besar. Gugus fungsi seperti –OH, -NH 2 , dan –Cl yang mempunyai elektron-elektron valensi bukan ikatan disebut auksokrom yang tidak menyerap radiasi pada panjang gelombang lebih besar dari 200 nm, tetapi menyerap kuat pada daerah ultraviolet jauh. Bila suatu auksokrom terikat pada suatu kromofor, maka pita serapan kromofor bergeser ke panjang gelombang yang lebih panjang efek batokrom dengan intensitas yang lebih kuat. Efek hipsokrom adalah suatu pergeseran pita serapan ke panjang gelombang lebih pendek, yang sering kali terjadi bila muatan positif dimasukkan ke dalam molekul dan bila pelarut berubah dari non polar ke pelarut polar Dachriyanus, 2004. Secara eksperimental, sangat mudah untuk mengukur banyaknya radiasi yang diserap oleh suatu molekul sebagai fungsi frekuensi radiasi. Suatu grafik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang menghubungkan antara banyaknya sinar yang diserap dengan frekuensi atau panjang gelombang sinar merupakan spektrum absorpsi. Transisi yang dibolehkan allowed transition untuk suatu molekul dengan struktur kimia yang berbeda adalah tidak sama, sehingga spektrum absorpsinya juga berbeda. Dengan demikian, spektrum dapat digunakan sebagai bahan informasi yang bermanfaat untuk analisis kualitatif. Banyaknya sinar yang diabsorpsi pada panjang gelombang tertentu sebanding dengan banyaknya molekul yang menyerap radiasi, sehingga spektrum absorpsi juga dapat digunakan untuk analisis kuantitatif Gandjar dan Rohman, 2007. Hal –hal yang harus diperhatikan dalam analisis spektofotometri UV- Vis sebagai berikut. 1. Penentuan panjang gelombang maksimum Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah panjang gelombang dimana terjadi serapan maksimum. Untuk memperoleh panjang gelombang serapan maksimum, dilakukan dengan membuat kurva hubungan antara absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku pada konsentrasi tertentu. 2. Pembuatan kurva kalibrasi Dibuat seri larutan baku dari zat yang akan dianalisis dengan berbagai konsentrasi. Masing –masing absorbansi larutan dengan berbagai konsentrasi diukur, kemudian dibuat kurva yang merupakan hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi. Bila hukum Lambert-Beer terpenuhi maka kurva kalibrasi berupa garis lurus. 3. Pembacaan absorbansi sampel atau cuplikan Absorbansi yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2 sampai 0,6. Anjuran ini berdasarkan anggapan bahwa pada kisaran nilai absorbansi tersebut kesalahan fotometrik yang terjadi adalah paling minimal Gandjar dan Rohman, 2007. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.6 Antioksidan

Radikal bebas merupakan atom, molekul atau senyawa-senyawa yang mengandung satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan yang bersifat sangat reaktif dan tidak stabil Surai, 2003. Agar menjadi stabil, radikal bebas memerlukan elektron yang berasal dari pasangan elektron di sekitarnya, sehingga terjadi perpindahan elektron dari molekul donor ke molekul radikal untuk menjadikan radikal tersebut stabil Simanjuntak, et al., 2012. Antioksidan adalah zat yang dapat melawan pengaruh bahaya dari radikal bebas atau Reactive Oxygen Species ROS yang terbentuk sebagai hasil dari metabolisme oksidatif yaitu hasil dari reaksi-reaksi kimia dan proses metabolik yang terjadi dalam tubuh. Senyawa antioksidan dapat berfungsi sebagai penangkap radikal bebas, membentuk kompleks dengan logam-logam peroksida dan sebagai senyawa pereduksi Goldberd, 2003. Banyak proses fisiologis dan biokimia dalam tubuh manusia endogen dapat menghasilkan radikal bebas dan senyawa oksigen reaktif ROS lainnya seperti proses autooksidasi, aktivitas oksidasi, dan sistem transpor electron. Selama produksi radikal bebas tersebut dapat menyebabkan kerusakan oksidatif pada biomolekul misalnya lipid, protein, DNA dan akhirnya menimbulkan berbagai penyakit kronis, seperti aterosklerosis, kanker, diabetes, dan penyakit degeneratif lainnya pada manusia Ivanišová, et al., 2013. Selain dari dalam tubuh, sumber radikal bebas dapat berasal dari luar tubuh manusia eksogen meliputi asap rokok, polusi lingkungan, radiasi, sinar ultraviolet obat-obatan, pestisida, anestetik, pelarut industri, dan ozon Langseth, 1995. Antioksidan dapat menangkap radikal bebas sehingga dapat menghambat mekanisme oksidatif yang merupakan penyebab penyakit-penyakit kronis dan degeneratif seperti penyakit jantung, kanker, katarak, disfungsi otak dan artritis Miller, et al., 2000. Mekanisme kerja antioksidan memiliki beberapa fungsi. Fungsi pertama merupakan fungsi utama dari antioksidan yaitu memberikan atom hidrogen yang berasal dari gugus hidroksi senyawa fenol sehingga terbentuk senyawa yang stabil. Senyawa antioksidan yang termasuk UIN Syarif Hidayatullah Jakarta kelompok ini misalnya BHA, BHT, PG, TBHQ, dan tokoferol. Antioksidan yang mempunyai fungsi utama tersebut sering disebut sebagai antioksidan primer. Antioksidan tersebut dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke radikal lipida R,ROO atau mengubahnya ke bentuk lebih stabil, sementara turunan radikal antioksidan A tersebut memiliki keadaan lebih stabil dibandingkan radikal lipida. Fungsi kedua merupakan mekanisme fungsi sekunder antioksidan, yaitu memperlambat laju autooksidasi dengan berbagai mekanisme diluar mekanisme pemutusan rantai autooksidasi dengan pengubahan radikal lipida ke bentuk lebih stabil. Senyawa-senyawa ini mempunyai kemampuan untuk mendekomposisi hidroperoksida menjadi produk akhir yang stabil. Tipe antioksidan ini pada umumnya digunakan untuk menstabilkan poliolefin resin. Contohnya, asam tiodipropionat dan dilauriltiopropionat Gordon, 1990. Fungsi ketiga adalah sebagai Oxygen scavengers, yaitu senyawa- senyawa yang berperan sebagai pengikat oksigen sehingga tidak mendukung reaksi oksidasi. Dalam hal ini, senyawa tersebut akan mengadakan reaksi dengan oksigen yang berada dalam sistem sehingga jumlah oksigen akan berkurang. Contoh dari senyawa-senyawa kelompok ini adalah vitamin C asam askorbat, askorbilpalminat, asam eritorbat, dan sulfit Gordon, 1990. Antioxidative Enzime merupakan enzim yang berperan mencegah terbentuknya radikal bebas. Contohnya glukose oksidase, superoksidase dismutase SOD, glutation peroksidase, dan kalalase. Selain itu, ada juga senyawa-senyawa yang mampu mengikat logam seperti besi dan tembaga yang mampu mengkatalis reaksi oksidasi lemak. Senyawa-senyawa ini disebut juga dengan Chelators sequestrants, yang termasuk didalamnya adalah asam sitrat, asam amino, ethylenediaminetetra acetid acid EDTA, dan fosfolipid Gordon, 1990. Berdasarkan sumber perolehannya, ada 2 macam antioksidan yaitu antioksidan alami dan antioksidan buatan sintetik. Antioksidan sintetis seperti butylated hydroxyanisole BHA dan butylated hydroxytoluene BHT banyak UIN Syarif Hidayatullah Jakarta digunakan karena efektif dan lebih murah daripada yang alami. Namun, keamanan dan toksisitas antioksidan sintetik telah mendapatkan perhatian yang serius. Oleh karena itu, penggunaan antioksidan alami yang juga mungkin memiliki sifat gizi menyebabkan penggunaannya meningkat Ivanišová, et al., 2013.

2.7 Uji Aktivitas Antioksidan Metode DPPH

Metode DPPH merupakan salah satu metode untuk menentukan aktivitas antioksidan yang sederhana dengan menggunakan 2,2-diphenyl-1- picrylhydrazyl DPPH sebagai senyawa pendeteksi Surai, 2003. DPPH adalah senyawa radikal bebas yang dapat bereaksi dengan atom hidrogen yang berasal dari suatu antioksidan membentuk DPPH tereduksi Surai, 2003. Metode DPPH 2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl digunakan secara luas untuk menguji kemampuan senyawa yang berperan sebagai pendonor elektron atau atom hidrogen. Metode DPPH merupakan metode yang dapat mengukur aktivitas total antioksidan baik dalam pelarut polar maupun nonpolar. Beberapa metode lain terbatas mengukur komponen yang larut dalam pelarut yang digunakan dalam analisa. Metode DPPH mengukur semua komponen antioksidan, baik yang larut dalam lemak maupun dalam air Prakash, 2001. Metode DPPH merupakan metode yang sederhana, mudah, cepat dan peka, serta hanya memerlukan sedikit sampel. DPPH adalah senyawa radikal bebas stabil kelompok nitrit oksida. Senyawa ini mempunyai ciri-ciri padatan berwarna ungu kehitaman, larut dalam pelarut DMF atau etanolmetanol 394,3 gmol, rumus molekul C 18 H 12 N 5 O 6 Prakash, 2001. Radikal bebas DPPH yang memiliki elektron tidak berpasangan memberikan warna ungu dan menghasilkan absorbansi maksimum pada panjang gelombang 517 nm. Warna akan berubah menjadi kuning saat elektronnya berpasangan. Pengurangan intensitas warna yang terjadi berhubungan dengan jumlah elektron DPPH yang menangkap atom hidrogen. Sehingga pengurangan intensitas warna mengindikasikan peningkatan kemampuan antioksidan untuk menangkap radikal bebas Prakash, 2001. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Aktivitas antioksidan dapat dinyatakan dengan satuan aktivitas. Nilai ini diperoleh dengan rumus sebagai berikut Molyneux, 2003. Inhibisi Absorbansi blangko yang digunakan dalam prosedur ini adalah absorbansi DPPH dengan metanol pro analisa. Berdasarkan rumus tersebut, semakin tinggi tingkat diskolorisasi absorbansi semakin kecil maka semakin tinggi nilai aktivitas penangkapan radikal bebas Molyneux, 2003. Aktivitas antioksidan pada metode DPPH dinyatakan dengan IC 50 Inhibition Concentration. IC 50 adalah bilangan yang menunjukkan konsentrasi ekstrak yang mampu menghambat aktivitas DPPH sebesar 50. Semakin kecil nilai IC 50 berarti semakin tinggi aktivitas antioksidan Blois, 1958. AAI Antioxidant activity index adalah nilai yang menunjukkan besarnya aktivitas antioksidan yang dimiliki suatu ekstrak atau bahan uji. Nilai AAI dapat ditentukan dengan cara konsentrasi DPPH yang digunakan dalam uji ppm dibagi dengan nilai IC 50 yang diperoleh ppm. Penggolongan nilai AAI ini dilakukan oleh Scherer dan Godoy 2009. Nilai AAI yang 0,5 menandakan antioksidan lemah, AAI 0,5-1 menandakan antioksidan sedang, AAI 1-2 menandakan antioksidan kuat, dan AAI 2 menandakan antioksidan yang sangat kuat Vasic, Stefanovic, Licina, Radojevic Comic, 2012.

2.8 Uji Toksisitas Brine Shrimp Lethality Test BSLT

Menurut Meyer, et al., 1982, salah satu uji bioaktivitas yang mudah, cepat, murah dan akurat yaitu dengan menggunakan larva udang Artemia salina Leach. dikenal dengan istilah Brine Shrimp Lethality Test BSLT. Uji mortalitas larva udang merupakan salah satu metode uji bioaktivitas pada penelitian senyawa bahan alam. Penggunaan larva udang untuk kepentingan studi bioaktivitas sudah dilakukan sejak tahun 1956 dan sejak saat itu telah banyak dilakukan pada studi lingkungan, toksisitas, dan penapisan senyawa bioaktif dari jaringan tanaman. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Uji ini merupakan uji pendahuluan untuk mengamati aktivitas farmakologi suatu senyawa salah satunya adalah anti kanker. Adapun penerapan untuk sistem bioaktivitas dengan menggunakan larva udang tersebut, antara lain untuk mengetahui residu pestisida, anastetik lokal, senyawa turunan morpin, mikotoksin, karsinogenitas suatu senyawa dan polutan untuk air laut serta sebagai alternatif metode yang murah untuk uji sitotoksisitas Hamburger Hostettmann, 1991. Senyawa aktif yang memiliki daya bioaktivitas tinggi diketahui berdasarkan nilai Lethal Concentration 50 LC 50 , yaitu suatu nilai yang menunjukkan konsentrasi zat toksik yang dapat menyebabkan kematian hewan uji sampai 50. Data mortalitas yang diperoleh kemudian diolah dengan analisis probit yang dirumuskan oleh Finney 1971 untuk menentukan nilai LC 50 pada derajat kepercayaan 95. Senyawa kimia memiliki potensi bioaktif jika mempunyai nilai LC 50 kurang dari 1.000 µgml Meyer, et al., 1982. Uji BSLT dengan menggunakan larva udang Artemia salina dilakukan dengan menetaskan telur-telur tersebut dalam air laut yang dibantu dengan aerasi. Telur Artemia salina akan menetas sempurna menjadi larva dalam waktu 24 jam. Larva A. salina yang baik digunakan untuk uji BSLT adalah yang berumur 48 jam sebab jika lebih dari 48 jam dikhawatirkan kematian Artemia salina bukan disebabkan toksisitas ekstrak melainkan oleh terbatasnya persediaan makanan Meyer, et al., 1982. Keunggulan penggunaan larva udang A. salina untuk uji BSLT ini ialah sifatnya yang peka terhadap bahan uji, waktu siklus hidup yang lebih cepat, mudah dibiakkan dan harganya yang murah. Sifat peka A. salina kemungkinan disebabkan oleh keadaan membran kulitnya yang sangat tipis sehingga memungkinkan terjadinya difusi zat dari lingkungan yang mempengaruhi metabolisme dalam tubuhnya. A. salina ditemukan hampir pada seluruh permukaan perairan di bumi yang memiliki kisaran salinitas 10 - 20gL, hal inilah yang menyebabkannya mudah dibiakkan. Larva yang baru saja menetas disebut nauplius berbentuk bulat lonjong dan berwarna kemerah- merahan dengan panjang 400 m dengan berat 15 g. Anggota badannya UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terdiri dari sepasang sungut kecil anteluena atau antena I dan sepasang sungut besar antena atau antena II. Di bagian depan di antara kedua sungut kecil tersebut terdapat bintik merah yang berfungsi sebagai mata oselus. Di belakang sungut besarnya terdapat sepasang mandibula rahang yang kecil, sedangkan di bagian perut ventral sebelah depan terdapat labrum Mudjiman, 1988.

Dokumen yang terkait

Skrining Fitokimia dan Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol serta Fraksi n-Heksana Etilasetat dan Air Herba Kurmak Mbelin (Enydra fluctuans Lour.)

1 75 100

Karakterisasi Simplisia Dan Uji Aktivitas Antibaktekteri Ekstrak Etanol Daun Tanaman Kecipir (Psophocarpus tetragonolobus (L.) DC.)

6 91 84

Uji Aktivitas Antioksidan Fraksi-Fraksi Ekstrak Etanol Herba Ranti (Solanum nigrum Linn) dan Isolasi Senyawa Dari Fraksi Aktif

9 64 97

Karakterisasi Simplisia dan Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak n-Heksan, Etil Asetat dan Etanol Daun Muda Dari Labu Siam (Sechium edule (Jacq.) Sw.) Dengan Metode DPPH

2 51 58

Uji Toksisitas Subkronik Ekstrak Etanol Daun Kedongdong Pagar (Lannea Coromandelica (Houtt.) Merr)Pada Organ Hati Mencit Jantan

17 121 112

Uji Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak Etanol 96% Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica) dengan Metode Stabilisasi Sel Darah Merah secara In vitro.

3 36 80

Uji aktivitas antibakteri dari ekstrak etanol 96% kulit batang kayu Jawa (lannea coromandelica) terhadap bakteri staphylococcus aureus, escherichia coli, helicobacter pylori, pseudomonas aeruginosa.

32 209 72

Uji Aktivitas Antifungi Ekstrak etanol 96% Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica) Terhadap Aspergillus niger, Candida albicans, dan Trichophyton rubrum

2 38 78

Aktivitas Ekstrak Etanol Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica) terhadap Penyembuhan Luka Sayat pada Tikus Putih (Rattus Norvegicus L.)

0 0 6

Formulasi dan Uji Efektifitas Antioksidan Krim Ekstrak Etanol Korteks Kayu Jawa (Lannea Coromandelica Hout Merr) dengan Metode DPPH - Repositori UIN Alauddin Makassar

0 0 89