BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku etnis yang masing-masing suku tersebut memiliki nilai budaya yang dapat membedakan ciri satu dengan
yang lainya. Nilai budaya yang dimaksud adalah nilai budaya daerah yang dipandang sebagai suatu cara hidup dan dianut pada setiap kelompok
masyarakat. Bahasa adalah alat komunikasi yang memiliiki peran penting dalam
bersosialisasi dengan sesama manusia untuk berkomunikasi dengan manusia lain dalam menyampaikan maksud dan tujuan masing-masing
melalui bahasa. Tanpa bahasa di masyarakat tidak dapat interaksi atau hubungan timbal balik antara sesama manusia. Hampir semua bahasa
sepaham dengan depenisi bahasa yang mengatakan bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh masyarakat sebagai alat
komunikasi Sibarani, 2004:35. Atau Badudu mengatakan bahasa adalah alat penghubung, alat komunikasi anggota masyarakat yaitu
individu-individu sebagai manusia yang berpikir, merasa dan berkeinginan. Pikiran dan perasaan dan keinginan baru berwujud bila
dinyatakan itu adalah bahasa. Kridalaksana mengatakan bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh masyarakat
untuk bekerja sama, berinteraksi dan mengidentifikasi diri Sibarani 2004:35.
Bahasa adalah suatu sistem yang bersifat sistematis dan sekaligus
sistemis. Yang dimaksud dengan sistemis adalah bahwa bahasa itu bukan suatu sistem tunggal, melainkan terdiri dari beberapa subsistem yaitu sub sistem
fonologi, subsistem morpologi, subsistem sintaksis dan subsistem semantik. Dewasa ini penyelidikan tentang bahasa dengan berbagai aspeknya dilakukan
orang dengan sangat intensif, sihingga linguistik berkembang dengan sangat
Universitas Sumatera Utara
pesat, sangat luas dan mendalam. Namun bagi pemula kiranya cukup memadai untuk membatasi diri pada struktur yang intren bahasa itu saja. Atau pada
kajian yang khusus disebut dengan mikrolinguistik. Bahasa adalah bahasa resmi yang dipakai oleh seluruh masyarakat
Indonesia disegala tempat umum, seperti di sekolah, di kampus ataupun sebagai bahasa sehari-hari di samping bahasa daerah yang ada ditempatnya
masing-masing. Sebagai bahasa pemersatu, bahasa Indonesia sangatlah mudah dipelajari. Seluruh masyarakat Indonesia harus biasa berbahasa Indonesia yang
baik dan benar supaya semua masyarakat Indonesia biasa berkomunikasi dengan masyarakat yang berbeda bahasa dan kebudayaannya masing-masing.
Verhaar 1988:14, “pragmatik merupakan cabang ilmu linguistik yang membahas tentang apa yang termasuk struktur bahasa sebagai alat
komunikasi antara penutur dan pendengar, dan sebagai pengacuan tanda-tanda bahasa pada hal-hal”ekstralingual” yang dibicarakan.”
Pembinaan bahasa daerah yang tumbuh berdampingan dengan bahasa Indonesia yang tertera dalam UUD 1945, pada Bab XV pasal 36 ayat 2,
yang menyatakan bahwa disamping bahasa resmi Negara, bahasa daerah adalah sebagai salah satu unsur kebudayaan nasional yang dilindungi
dan dilestarikan oleh Negara. Setiap daerah yang ada diseluruh pelosok tanah air yang kita cintai ini memiliki banyak bahasa daerah yang
berbeda-beda bentuk dan dialek bahasa yang beraneka ragam dan seluruh ada di negara kita ini.
Dari berbagai jenis bahasa daerah yang tumbuh subur di Indonesia
kurang lebih ratusan jenis bahasa daerah yang ada diseluruh pelosok nusantara. Salah satu jenis bahasa daerah yang ada di Sumatera Utara adalah Bahasa
Batak Toba, Bahasa Simalungun, Bahasa Karo, Bahasa Angkola Mandailing, Bahasa Pakpak Dairi. Kelima bahasa etnis merupakan bahasa sehari-hari
masyarakat dan dipakai pada upacara adat. Suku batak merupakan suku yang
Universitas Sumatera Utara
terkenal dengan sebutan marga sebagai garis keturunan patrinial yang secara generasi ke generasi mempunyai garis keturunan marga yang berbeda-beda
berdasarkan garis keturunanya. Bahasa Batak ini memiliki banyak persamaan dengan bahasa subetnis lainnya.
Masyarakat Batak pada umunya memiliki bahasa dan adat istiadat yang berbeda, tetapi perbedaan tersebut tidak menjadikan perpecahan diantara
masyarakat Batak. Masyarakat Batak Toba juga memiliki berbagai budaya dan adat istiadat. Salah satunya adalah upacara adat perkawinan. Upacara adat
perkawinan bagi masyarakat Batak Toba tidak terlepas dari pemberian ulos. Pemberian ulos tersebut sudah disediakan dan ditetapkan ulos tersebut berapa
jenis dan siapa pemberi untuk pengantin. Menurut sejarahnya, ulos adalah sebuah tanda yang bisa mengayomi dan memberikan kehangatan bagi
pemakainya. Tetapi dalam hal ini, ulos diartikan sebagai sebuah sarana pelindung yang mampu memberikan perlindungan, kasih sayang oleh
sipemberi kepada sipenerima ulos. Dan pada saat pemberian ulos tersebut maksud dan tujuan sipemberi memberikan ulos tersebut terucapkan. Pemberian
ulos pada upacara perkawinan masyarakat Batak Toba banyak sekali, seperti ulos pansamot, ulos holong, mandar hela, ulos bere, ulos kepada ale-ale dan
lain sebagainya. Melihat dari banyaknya ulos yang diberikan sesuai dengan kondisinya secara umum mengandung arti yang hampir sama, tetapi yang
menjadi perbedaan adalah ungkapan dari sipemberi kepada sipenerima. Misalnya, pemberian ulos hela tidaklah sama penyampaian dan pemberianya
Universitas Sumatera Utara
dengan ulos pansamot. Tetapi melihat dari konteks upacara dan kedudukan sipemberi dan sipenerima.
Untuk mengetahui lebih banyak lagi maka penulis mencoba untuk membahas kajian ini, sehingga akan mendapatkan hasil yang dapat
memuaskan. Adapun teori yang digunakan untuk penulisan skripsi ini adalah teori tindak
tutur Searle. Hal ini didasari atas beberapa pertimbangan antara lain: teori tersebut terdapat unsur-unsur penginterpretasian makna lokusi yaitu tindak
tutur dengan kata, dan kalimat itu sendiri sesuai dengan makna yang terkandung oleh kata dan kalimat itu sendiri. Tindak ilokusi merupakan suatu
tindakan melakukan sesuatu dengan maksud dan fungsi tertentu, sedangkan yang dimaksud dengan tindak perlokusi adalah suatu tindakan yang
menimbulkan efek atau pengaruh kepada mitra tutur
1.2 Rumusan Masalah