Biologi Kumbang Sungut Panjang Coleoptera: Cerambycidae

Gambar 2. Karakter Morfologi kepala kumbang sungut panjang Duffy, 2012 Gambar 3. Karakter Morfologi mata kumbang sungut panjang Duffy, 2012 Gambar 4. Karakter identifikasi kumbang sungut panjang I - 1 Pronotum L Prionus coriarius; 2 Tampak samping Pronotum dari a Ergates spiculatus dan b E. Faber L.; 3 Anterior coxal cavities dan prosternum a Prionus coriarius L. dan b Cerambyx cerdo L.; 4 Tarsi belakang a Stenocorus meridianus L. dan b Rhagium bifasciatum F.; 5 Pronotum L. Leptura rubra; 6 Pronotum Strangalia maculata; 7 Elytra kanan Judolia cerambyciformis; 8 Elytra kanan Strangalia maculata Duffy, 2012 Gambar 5. Karakter identifikasi kumbang sungut panjang II - 9 Kepala tampak atas Rhagium mordax; 10 tampak depan koksa L. Strangalia quadrifasciata 11 Bagian mata pada kepala Tetropium gabrieli; 12 Tarsi belakang L. a Arhopalus rusticus dan b A. Ferus; 13 Femur tengah L. Molorchus minor; 14 Elytra kanan a Plocaederus viridipennis b Cordylomera suturalis dan 15 Elytra kanan Eburia quadrigeminata Duffy, 2012 Gambar 6. Karakter identifikasi kumbang sungut panjang III – 16 Elytra kanan Romaleum rufulum; 17 kaki belakang Smodicum cucujiforme; 18 coksa depan a Plagionotus arcuatus dan b Callidium violaceum; 19 kepala C. Violaceum; 20 Pronotum Hylotrupes bajulus; 21 Pronotum Neoclytus acuminatus; 22 Prosternum a Plocaederus viridipennis dan b P. basalis; 23 Elytra kanan Ancylonotus tribulus dan 24 bagian dalam tibia depan Ancylonotus tribulus Duffy, 2012 Gambar 7. Karakter identifikasi kumbang sungut panjang IV – 25 Lengan depan Monochamus sutor; 26 lengan depan Lamia textor; 27 Pygidium betina Acanthocinus aedilis; 28 antena segmen pertama Coptops aedificator; 29 elytra kiri Oberea oculata; 30 elytra kiri a Pogonocherus hispidulus dan b P. hispidus dan elytra kiri Saperda scalaris Duffy, 2012 Abdomen pada kumbang sungut panjang terdiri dari 10 segmen pada jantan dan 9 segmen pada betina. Pada segmen pertama terdapat alat pendengaran membrane tympanum. Di setiap segmen terdapat spirakel yaitu lubang tempat masuknya udara. Pada beberapa jenis kumbang, segmen terakhir pada betina menjadi ovipositor atau alat untuk meletakkan telur. Kumbang sungut panjang mengalami metamorfosis sempurna holometabola. Perkembangan lingkaran hidupnya dimulai dari telur, kemudian menetas menjadi larva. Larva berkembang dan setelah mengalami beberapa kali ganti kulit kemudian menjadi pupa. Pupa selanjutnya mengalami perkembangan menjadi kumbang dewasa Amir dan Kahono, 2003. Telur kumbang sungut panjang biasanya silinder, fusiform atau memanjang dengan ujung bulat. Korion lembut dan berkerut, biasanya berwarna putih atau kuning pucat. Periode inkubasi dari jenis ini biasanya 14 hari. Larva kumbang sungut panjang bersifat lunak dengan rahang yang kuat. Instar larva pertama umumnya berbeda dengan larva setelahnya yang memiliki spirakel biforus. Setelah fase larva lengkap, kumbang dewasa akan terbentuk Duffy, 2012. Berikut gambar siklus hidup kumbang : Gambar 8. Siklus Hidup Kumbang Sungut Panjang Amir dan Kahono, 2003 Bentuk badan larva berbagai jenis kumbang bervariasi membentuk tipe- tipe tertentu yang dapat dipakai untuk pengenalan jenis atau kelompok taksanya, antara lain : 1. Tipe C Scarabaeiform, tubuh lunak, membentuk huruf C, biasanya larva tidak aktif atau lambat setelah menjadi besar, misalnya larva Scarabaeidae. 2. Campodeiform, larva kumbang mirip bentuk perak, tubuh memanjang, pipih, kaki-kaki toraks berkembang baik dan bergerak aktif, misalnya kumbang Carabidae. 3. Elateriform, larva mirip ulat kawat, kulit badan keras, kaki-kaki pada toraks sangat pendek, misalnya kumbang Elateridae. 4. Eruciform, larva kumbang hidup mirip ulat, tidak mempunyai kaki abdomen, hidup pada habitat terbuka sebagai pemakan daun atau bunga, misalnya Chrysomelidae Amir dan Kahono, 2003. Jenis umbang sungut panjang sangat membutuhkan banyak makanan pada proses pendewasaannya. Kebanyakan jenis Lepturinae memilih bunga sebagai habitatnya. Kumbang Lamiinae memilih memakan daun dan batang. Kopulasi biasanya terjadi satu hari setelah munculnya kumbang dewasa dari pupa. Pupa biasanya diletakkan pada cabang atau batang dari pohon inang, akan tetapi kumbang Lepturinae sering meletakkan pupanya sedikit jauh dari pohon inang. Oviposisi dilakukan pada kulit kayu, batang tanaman, atau bahkan di dalam tanah Duffy, 2012. Kumbang pada umumnya mempunyai peranan yang sangat penting bagi ekosistem, baik secara langsung maupun tidak langsung. Tanpa keberadaan kumbang, maka kehidupan suatu ekosistem akan terganggu dan tidak akan mencapai suatu keseimbangan. Kumbang sangat berperan dalam proses dekomposisi terutama di tanah. Kumbang tinja di hutan dapat berfungsi sebagai pendegradasi materi organik yang berupa tinja satwa liar terutama mamalia. Tinja diuraikan oleh kumbang menjadi partikel dan senyawa sederhana dalam proses yang dikenal dengan daur ulang unsur hara atau siklus hara. Selain itu, kumbang juga berperan sebagai predator, kebanyakan dari kumbang predator ini memakan kutu tanaman. Kumbang predator dan parasitoid ini merupakan kontrol bagi kepadatan kumbang pemakan tanaman Arthtropoda herbivora. Jika dalam suatu komunitas alami tumbuhan yang dikonversi menjadi komunitas yang lebih seragam, maka jenis arthropoda herbivora cenderung mengalami peningkatan pada densitasnya jika pada komunitas ini keberadaan kumbang predator dan parasitoid sedikit. Hal ini juga ditambahkan oleh Suheriyanto 2008 yang menyatakan bahwa diversifikasi dalam komunitas arthropoda predator dan parasit sangat diperlukan untuk mencegah peningkatan potensi ledakan populasi hama maupun penyakit akibat perubahan dalam hutan yang telah dimanipulasi. Kumbang juga berperan sebagai serangga penyerbuk, salah satunya kumbang jenis Elaeidobius kamerunicus. Kumbang ini memiliki peran dalam penyerbukan tanaman kelapa sawit. Penyerbukan terjadi karena kumbang ini tertarik dengan aroma bunga jantan, kemudian mendekati dan saat hinggap di bunga jantan, serbuk sari akan melekat di tubuhnya. Sewaktu hinggap di bunga betina yang mekar, serbuk sari akan terlepas dari kumbang dan menyerbuki bunga betina Setyamidjaja, 2006. Menurut Noerdjito 2010 terkait dengan penelitian kumbang sungut panjang yang dilakukan di Cikaniki dan Cidahu, kehadiran kumbang sungut panjang di suatu habitat berkaitan erat dengan adanya tumbuhan berkayu karena larva kumbang ini hidup di dalam kayu. Spesies yang berukuran besar seperti Trachylopus approximator, Aelestes induta, dan Prionoma javanum hanya dapat ditemukan di kawasan yang mempunyai pohon yang berukuran besar hutan primer atau hutan sekunder. Penelitian Noerdjito 2010 yang dilakukan di Kebon Raya Bogor menunjukkan keanekaragaman kumbang sungut panjang yang cukup beragam, yaitu ditemukan 657 individu Cerambycidae yang berasal dari 13 jenis. Salah satu spesies yang paling mendominasi keberadaannya yaitu Sybra fervida Pascoe. Kehadiran spesies ini didukung oleh banyaknya vegetasi tumbuhan berkayu yang terdapat di Kebon Raya Bogor.

2.2. Pola Sebaran

Sebaran menunjukkan pola distribusi serangga di suatu wilayah. Pola sebaran tersebut disebabkan oleh adanya karakteristik sumber daya lingkungan. Sebaran individu di dalam populasi mengikuti pola tertentu sesuai dengan jenis organisme, macam habitat yang ditempati dan luas area yang diamati. Molles 2005 menyatakan bahwa terdapat tiga pola sebaran individu di dalam populasi, yaitu acak, seragam dan bergerombol. Berikut penjelasan masing- masing pola sebaran individu dalam populasi, antara lain : a. Acak random Pada pola acak setiap individu mempunyai pengaruh yang sama, sehingga keberadaan satu individu tidak mempengaruhi yang lainnya. Peluang setiap individu untuk menempati tempat lain dan kehadiran satu individu yang lain. Sebaran acak jarang ditemukan di alam karena habitat tidak homogen dan terdapat kecenderungan untuk berkumpul. Herbivora selalu berhubungan dengan tanaman inang, sehingga pola acak mungkin tidak dapat ditemukan pada serangga agroekosistem dan pemancaran dengan bantuan angin pada batas-batas tertentu. b. Seragam regular Sebaran seragam dapat terjadi jika kondisi lingkungan seragam, terdapat pengaturan jarak yang sama dan sistematis. Pada persaingan antara individu yang sangat keras, terdapat antagonism positif yang mendorong pembagian ruang yang sama. Pada umumnya dijumpai pada tanaman budidaya dan beberapa tanaman gurun. Pola ini terjadi pada kelompok hewan, karena adanya kompetisi yang berhubungan dengan teritorialitas. Pada serangga diketahui adanya feromon epideikti yang berperan sebagai pengatur jarak pada belatung buah apel. c. Berkelompok clumped Pola berkelompok sangat umum terjadi di alam. Peluang untuk menemukan individu yang lain dari anggota populasi sangat besar jika telah ditemukan satu individu. Pola ini dapat terjadi karena kondisi lingkungan tidak seragam dan tiap individu memberikan respon yang sama terhadap perubahan lingkungan, pola reproduksi yang memungkinkan adanya pengasuhan induk pada keturunannya dan perilaku sosial yang menghasilkan koloni atau himpunan organisasi lainnya. Pada pola sebaran ini, kelompok yang terbentuk dapat sama atau berubah-ubah besarnya dan tersebar secara acak, seragam atau berkelompok sehingga diasumsikan ada lima tipe persebaran, yaitu acak, seragam, berkelompok acak, berkelompok seragam dan berkelompok berkumpul. a b c Gambar 9. Pola sebaran individu di dalam populasi. a: seragam; b: acak; c: berkelompok Indriyanto, 2005 Salah satu cara untuk mengetahui pola sebaran individu dalam populasi adalah dengan melihat hubungan antara varian dan mean, seperti pada tabel di bawah ini. Tabel 1. Hubungan antara pola sebaran dengan varian dan rata-rata populasi Molles, 2005 Pola sebaran Hubungan Acak Varian = Rata-rata atau Varianrata-rata = 1 Seragam Varian Rata-rata atau Varianrata-rata 1 Berkelompok Varian Rata-rata atau Varianrata-rata 1 Pola sebaran yang telah diperoleh berdasarkan nilai varian dan rata-rata selanjutnya diuji dengan chi-square pada taraf signifikansi tertentu misalnya P 0,05 agar pola sebaran tersebut dapat diterima kebenarannya secara statistik Molles, 2005.

2.3. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Berdasarkan sejarah geologi kawasan ini merupakan bagian dari sabuk gunung yang memanjang dari Pegunungan Bukit Barisan Selatan Sumatera ke Gunung Honje di Taman Nasional Ujung Kulon dan seterusnya ke Gunung Halimun Salak. Selama periode Miocene dan Pleostean sekitar 10-20 juta tahun yang lalu permukaan pegunungan tersebut terdorong ke atas. Gerakan tektonik kemudian membentuk wilayah Bayah sedang bagian yang runtuh menjadi Selat