Pola Sebaran TINJAUAN PUSTAKA

a b c Gambar 9. Pola sebaran individu di dalam populasi. a: seragam; b: acak; c: berkelompok Indriyanto, 2005 Salah satu cara untuk mengetahui pola sebaran individu dalam populasi adalah dengan melihat hubungan antara varian dan mean, seperti pada tabel di bawah ini. Tabel 1. Hubungan antara pola sebaran dengan varian dan rata-rata populasi Molles, 2005 Pola sebaran Hubungan Acak Varian = Rata-rata atau Varianrata-rata = 1 Seragam Varian Rata-rata atau Varianrata-rata 1 Berkelompok Varian Rata-rata atau Varianrata-rata 1 Pola sebaran yang telah diperoleh berdasarkan nilai varian dan rata-rata selanjutnya diuji dengan chi-square pada taraf signifikansi tertentu misalnya P 0,05 agar pola sebaran tersebut dapat diterima kebenarannya secara statistik Molles, 2005.

2.3. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Berdasarkan sejarah geologi kawasan ini merupakan bagian dari sabuk gunung yang memanjang dari Pegunungan Bukit Barisan Selatan Sumatera ke Gunung Honje di Taman Nasional Ujung Kulon dan seterusnya ke Gunung Halimun Salak. Selama periode Miocene dan Pleostean sekitar 10-20 juta tahun yang lalu permukaan pegunungan tersebut terdorong ke atas. Gerakan tektonik kemudian membentuk wilayah Bayah sedang bagian yang runtuh menjadi Selat Sunda yang telah memisahkan Pulau Sumatera dan Pulau Jawa GHSNPMP- JICA, 2007. Rentetan gerakan tektonik ini membentuk dinding larva dan wilayah yang turun di sebelah selatan menhadap pegunungan yang membentuk formasi tapal kuda. Seiring berjalannya waktu, perubahan cuaca, permukaan bumi sehingga membentuk bentang alam yang luas. Akibatnya sebagian komplek kawasan TNGHS terdiri dari bantuan vulkanik seperti, brecsias, basalat, andesit dan beberapa dacitic. Bahkan gunung salak sampai saat ini masih berstatus gunung berapi strato tipe A dan tercatat terakhir Gunung Salak meletus tahun 1938. Gunung Salak memiliki kawah yang masih aktif dan lebih dikenal dengan nama Kawah Ratu GHSNPMP-JICA, 2007. Berdasarkan peta tanah Provinsi Jawa Barat skala 1: 250.000 dari Lembaga Penelitian Tanah Bogor tahun 1966, sebaguan jenis tanah di kawasan TNGHS terdiari dari asosiasi andosol coklat dan regosol coklat; latosol coklat; asosiasi latosol coklat kekuningan; asosiasi latosol coklat kemerahan dan latosol coklat; asosiasi latosol merah; latosol coklat kemerahan dan literit air tanah; kompleks latosol coklat kemerahan dan litosol; sosiasi latosol coklat dan regosol kelabu GHSNPMP-JICA, 2007. Variasi curah hujan rata-rata di wilayah ini berkisar antara 4.000 mm sampai 6.000 mmtahun, bulan Oktober-April merupakan musim hujan dengan curah hujan antara 400 mm – 600 mmbulan, sedangkan musim kemarau berlangsung dari bulan Mei-September dengan curah hujan sekitar 200 mmbulan. Menurut Schmidt dan Ferguson, daerah ini beriklim B dimana 1,5 – 3 bulan kering. Perbandingan jumlah rata-rata bulan kering dan basah adalah 24,7. Namun ada sumber lain menyatakan bahwa berdasarkan overlay antara peta penutupan lahan dan peta tipe iklim kawasan TNGHS dan sekitarnya terdiri dari tipe iklim A, B1 dan B2 GHSNPMP-JICA, 2007. Berdasarkan pencatatan data 5 tahun terakhir yang tercatat stasiun klimatologi Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Bogor menunjukkan rata-rata jumlah curah hujan yang cukup tinggi yaitu dengan curah hujan rata-ratatahun sebesar 209 mmtahun, curah hujan maksimum 392 mmtahun, dengan hari hujan rata-rata adalah 145 haritahun. Jumlah rata-rata bulan basah curah hujan 100 mmtahun adalah 9 bulantahun. Suhu udara rata- rata bulanan 31,5 C dengan suhu terendah 19,7 C dan suhu tertinggi 31,8 C. Kelembaban udara rata-rata 88 GHSNPMP-JICA, 2007. TNGHS memiliki ketinggian tempat berkisar antara 500 – 2.211 meter di atas permukaan laut. Kawasan ini dapat dikatakan sebagai luasan terbesar bagi sekelompok hutan pegunungan submontana yang masih utuh di Pulau Jawa. Di dalam kawasan TNGHS terdapat gunung-gunung yang memiliki ketinggian antara lain, Gunung Salak 1 2.211 m dpl, Gunung Salak 2 2.180 m dpl, Gunung Halimun Selatan 1.920 m dpl, Gunung Halimun Utara 1.929 m dpl, Gunung Halimun Selatan 1.758 m dpl dan Gunung Kendeng 1.680 m dpl Faizin et al., 2012. Kawasan TNGHS dengan berbagai tipe ekosistem yang terdapat di dalamnya merupakan habitat dari berbagai jenis satwa langka dan dilindungi. Berdasarkan sejarahnya, kawasan ini pernah merupakan habitat Badak Jawa Rhinocerus sondaicus, Harimau Jawa Panthera tigris sondaicus. Badak Jawa