Sri Alem Sembiring: Pengetahuan Strategi Petani Hortikultura:Kompetensinya dlm Peningkatan Pendapatan Petani , 2002
USU Repository ©2006
Usaha sampingan ini tidak untuk dijual. Sapi atau kerbau merupakan investasi bagi petani, dapat juga digunakan petani untuk menarik pedati ke dan dari ladang, sebagai alat transportasi
mereka atau untuk mengangkat pupuk dan hasil ladang. Sementara ternak lainnya untuk dikonsumsi sendiri. Penduduk yang disebut pedagang adalah mereka yang membuka usaha-
usaha kedai kopi, kedai nasi, warung kelontong, penjual gorengan, pengusaha angkutan bus, pedagang perantara, serta pemilik kios pupuk dan pestisida. Sementara mereka yang disebut
pegawai adalah penduduk yang bekerja di kantor-kantor pemerintahan atau berprofesi sebagai guru, baik di sekolah swasta ataupun negeri.
Data kependudukan lainnya menunjukkan bahwa sebahagian besar dari penduduk dewasa usia 50-60 tahun memiliki pendidikan hanya tamat sekolah dasar SD, yakni
berjumlah 615 orang. Penduduk yang tidak tamat SD berjumlah 345, dan jumlah ini hampir sama banyak dengan penduduk yang memiliki pendidikan hanya sampai pada tingkat SLTP.
Sementara, penduduk yang mengenyam pendidikan sampai jenjang SLTA mencapai 200 orang, dan jenjang akademi mencapai 125 orang. Penduduk yang memiliki gelar sarjana juga
mencapai 98 orang. Selain itu juga terdapat beberapa kelompok anak-anak yang belum mencapai usia sekolah sekitar 254 orang. Beberapa penduduk yang telah mengenyam
pendidikan hingga tingkat sarjana ini berasal dari lulusan Universitas Karo UKA yang berada di ibu kota kabupaten di Kabanjahe.
Penduduk Gurusinga juga memeluk agama yang berbeda-beda. Pemeluk Kristen Protestan memiliki jumlah terbesar, yaitu 1185 jiwa. Pemeluk agama Islam berjumlah 510
jiwa. Pemeluk agama Katolik berjumlah 230 jiwa, dan pemeluk aliran kepercayaan berjumlah 120 jiwa. Sehingga jumlah total penduduk desa ini adalah 2027 jiwa.
2. Kondisi Lingkungan Alam dan Tata Ruang Desa Gurusinga
Suhu udara dan letak ketinggian Tanah Karo
7
secara umum sangat mendukung seluruh desa di Kabupaten ini melakukan kegiatan cocok tanam. Desa Gurusinga sebagai salah satu
desa di Kecamatan Berastagi terletak pada ketinggian 1400 m dpl. Desa ini memiliki suhu udara yang relatif sejuk, berkisar antara 16˚ – 27˚ C BPS SUMUT 1997.
7 Tanah Karo secara umum berada pada ketinggian 140-1400 m di atas permukaan laut dengan suhu udara berkisar antara 15˚ C sd 2S°C. Kelembapan udara sebesar 09,5, tersebar antara 88 sd 91 . dan curah hujan rata-rata 1000-4000 mmtahun
BPS SUMUT,1997. Secara khusus suhu udara di Gurusinga rata-rata 16˚-27˚C, dengan kelembapan rata-rata 82 dan curah hujan 2400-2800 mmtahun BPS SUMUT,1997.
16
Sri Alem Sembiring: Pengetahuan Strategi Petani Hortikultura:Kompetensinya dlm Peningkatan Pendapatan Petani , 2002
USU Repository ©2006
Mengenai keadaan tanah, menurut petani-petani di Gurusinga, tanah di desa ini memiliki tiga variasi berdasarkan kesuburannya. Petani menggunakan kriteria warna dan
tekstur tanah. Pertama, tanah yang berwarna hitam pekat dan sangat gembur, mudah hancur, dan berkesan basah. Kedua, berwama hitam kecoklatan sedikit berpasir dan berbatu, juga
sangat gembur. Ketiga, berwarna coklat kemerahan, terlihat banyak mengandung batu-batuan kecil. Jenis ini terlihat seperti gumpalan-gumpalan kecil dan apabila basah terasa lengket
seperti tanah liat
8
. Jenis tanah yang subur adalah jenis pertama dan kedua, dan terdapat di sekitar kaki
Bukit Deleng Kutu lihat lampiran peta-3. Berdasarkan studinya di Tanah Karo, Kozok 1991: 21-26 menyebutkan bahwa jenis tanah ini adalah tanah ‘andoso’, sangat subur dan terdapat
hampir di sebagian besar dataran tinggi Karo. Tanah ini mengandung unsur vulkanik dari Bukit Barisan dan pengaruh keberadaan Gunung Sinabung dan Sibayak, ditemukan pada
wilayah yang berada di zona pegunungan. Sedangkan, jenis tanah ketiga disebut penduduk kurang subur. Kozak 1991:21-26, menyebutnya dengan jenis tanah ‘podzol’, berwarna abu-
abu dan kemerahan, sangat asam dan mengandung sedikit material organik Sifat tanah ini tidak sesuai uutuk penanaman hortikultura, khususnya sayur-sayuran. Namun, Kozok juga
melaporkan, bahwa jenis tanah ini masih dapat dijadikan subur dengan menambah pupuk buatan.
Dalam mengolah jenis tanah yang kurang subur ini, petani Gurusinga menggunakan taneh api,
yaitu abu sisa pembakaran sampah ataupun kayu-kayu. Hasil dari tindakan petani ini memperlihatkan perbaikan kesuburan lahan-lahan di sekitar Tangkuen dusun IV, dan
perladangan menuju Tangkuen, dan kemudian lahan di Korpri dusun III. Sementara itu, mengenai ketersediaan air bagi penduduk desa, penduduk dapat
memperolehnya dari beberapa air pancuran yang bersumber dari mata air yang tersebar di seluruh desa, menampung air hujan dalam bak di kamar mandi masing-masing penduduk, dan
juga dari air yang bersumber dari PDAM Perusahaan Daerah Air Minum di Kecamatan Berastagi.
8 Menurut Lightfoot 199S:3S0, dari studi yang dilakukannya di Philipinajuga menemukan klasifikasi petani atas kesuburan tanah dengan rnenggunakankriteria \iarna atau tekstur tanah, dan petani juga yakin bahwa tanah selalu dapat diremajakan
kembali fungsinya.
17
Sri Alem Sembiring: Pengetahuan Strategi Petani Hortikultura:Kompetensinya dlm Peningkatan Pendapatan Petani , 2002
USU Repository ©2006
Dalam kaitannya dengan praktik tanam campuran, petani hanya mengharapkan curahan dari air hujan. Di desa ini tidak ditemukan sumber mata air besar seperti sungai
ataupun irigasi yang mengalir di antara ladang-ladang petani. Menurut petani di Gurusinga, mereka cenderung memanfaatkan air dari sumber mata air yang tersebar di beberapa tempat di
areal perladangan penduduk untuk kebutuhan-kebutuhan penyemaian benih, dan sangat jarang atau hampir tidak pernah untuk menyiram tanaman mereka.
Penduduk menyebut sumber mata air ini dengan istilah tapin
9
. Mata air ini mengalir melalui beberapa jurang-jurang kecil atau daerah rendah di beberapa lokasi perladangan.
Beberapa di antara aliran ini akan bertemu pada satu titik tertentu, dan menjadi sebuah sebuah sungai kecil di dasar jurang.
Terdapat juga suatu kolam air dengan ukuran luas 10 x 20 m, terletak di belakang kaki bukit Deleng Kutu yang disebut cek dam si linur. Namun, lokasi sungai kecil dan cek dam ini
jauh dari lokasi areal perladangan penduduk. Batas antara lokasi perladangan dan cek dam ini adalah hutan-hutan kecil di kaki bukit tersebut.
Berdasarkan keterangan seorang petugas dari Dinas Pertanian setempat Pak Rs 45 tahun, kebutuhan air bagi tanaman penduduk di desa ini masih tercukupi dari curahan hari
hujan yang relatif tinggi setiap hari, sehingga dapat diandalkan untuk memenuhi kebutuhan air bagi tanaman. Di samping itu, suhu udara yang relatif sejuk, dan pengembunan pada tanaman
sepanjang malam juga sangat mendukung bagi tumbuh kembang tanaman. Keterangan Pak Rs ini sesuai dengan data dari Stasiun Klimatologi Kuta Gadung. Data
tersebut menunjukkan bahwa curahan hari hujan rata-rata tinggi setiap bulan. Jika dilihat dari turunnya hujan setiap hari secara umum, maka daerah-daerah di wilayah Kecamatan Berastagi
hampir mendapat hujan setiap hari. Hujan tersebut dapat saja hanya gerimis dan berlangsung beberapa jam. Di samping itu, suhu udara cenderung stabil dalam keadaan sejuk. Suhu
maksimum cenderung hanya berkisar 26,8˚C atau 26,3˚C untuk tahun 1998 hingga 2004. Sementara, suhu minimum cenderung berkisar 19,2˚C untuk tahun 1998, dan 19,1˚C untuk
tahun 1999 hingga 2004 Stasiun Klimatologi Kuta Gadung, Berastagi. Kab.Karo.
9 Tapin berarti air pancuran. Penduduk, membuat suatu kolam untuk menampung air dari sumber mata air, membuat pipa dari bambu untuk mengalirkan air. Air ini dapat digunakan untuk keperluan mandi dan mencuci pakaian. Sementara untuk
keperluan memasak penduduk menggunakan saran air dari PAM Perusahaan Daerah Air Mnum.
18
Sri Alem Sembiring: Pengetahuan Strategi Petani Hortikultura:Kompetensinya dlm Peningkatan Pendapatan Petani , 2002
USU Repository ©2006
Dengan kondisi lingkungan alam seperti ini, Desa Gurusinga sangat cocok bagi kegiatan praktik tanam campuran petani. Namun menurut petani, mereka juga mengadapi
beberapa kendala. Menurut petani adakalanya hujan tidak ‘sampai’ ke desa mereka. Hujan hanya terjadi di beberapa desa lainnya. Bahkan menurut penduduk, kadangkala hujan sering
disertai dengan tiupan angin kencang. Bahkan, pada saat-saat tertentu, cuaca dapat menjadi sangat panas menurut ukuran petani, terasa sangat kering, dan disertai dengan angin
kencang, lalu tiba-tiba mendung dan hujan gerimis. Adakalanya juga hujan disertai dengan butiran-butiran es dengan diameter 1 cm hingga 2 cm. Penduduk menyebutnya dengan udan
batu hujan batu. Terjadinya perubahan-perubahan cuaca ini tidak dapat diduga-duga.
Beberapa petani Gurusinga mengatakan bahwa mereka hanya hidup dari kegiatan pertanian, sehingga keadaan iklim ini tidak membuat mereka berhenti atau mengurangi
kegiatan penanaman, atau beralih ke jenis pekerjaan lain. Menurut petani-petani di Gurusinga, mereka hanya memiliki tanah sebagai modal yang paling berharga untuk mata pencaharian
mereka, dan hanya tahu mengenai kegiatan pertanian. Selain itu, kegiatan pertanian ini juga telah mereka geluti sejak mereka kecil. Mengenai kegagalan dan keberhasilan, bagi petani itu
adalah resiko yang sudah biasa mereka hadapi. Petani-petani di Gurusinga ini mengolah lahan pertanian mencapai 315 ha. Areal perladangan itu terbentang dari arah timur, barat, utara dan
selatan, dan terlihat seolah ‘memeluk’ kompleks pemukiman di desa ini. Sebagai daerah pertanian, desa ini memiliki suatu pola tata ruang yang ‘menarik’, dari
segi komposisi rumah dan penataan perladangan. Apabila pengamatan dilakukan tepat pada bagian tengah dari Dusun I dan II kuta , maka akan terlihat ‘wajah’ desa yang dihiasi
beberapa rumah adat tradisional Karo, lengkap dengan dua tanduk kepala kerbau pada dua sisi atapnya
10
. Berdampingan dengan rumah adat, akan ditemukan beberapa rumah penduduk bertingkat tiga dengan bangunan permanen dan lengkap dengan antena parabola. Pada
beberapa lokasi di tengah kuta, terlihat juga beberapa lumbung padi yang sudah berusia sama dengan rumah adat tradisional. Berdampingan dengan rumah adat dan rumah bertipe
permanen batu, diternukan juga beberapa bangunan rumah bertipe semi permanen setengah batu, dan rumah sederhana kayu.
10
Saat ini terdapat tujuh rurnah adat yang masih berdiri, lima diantaranya masih dihuni, dan dua sisanya tidak layak dihuni. Menurut penduduk seternpat, usia rata-rata rumah adat ini tidak kurang dari 70 tahun.
19
Sri Alem Sembiring: Pengetahuan Strategi Petani Hortikultura:Kompetensinya dlm Peningkatan Pendapatan Petani , 2002
USU Repository ©2006
Komposisi rumah-rumah penduduk ini sangat padat dan tidak beraturan. Komposisi ini menjadi menarik karena bentuk bangunan itu sangat kontras satu dengan lainnya, terdiri dari
berbagai tipe: model dan ukurannya juga beragam. Jika berjalan ke arah luar pemukiman kuta, tepatnya ke arah timur, yaitu pada bagian
awal di luar kompleks perkampungan Dusun I dan II, maka ke arah mata angin mana saja pengamatan dilakukan T-B-U-S, terlihat hutan-hutan kecil milik keluarga-keluarga petani
Gurusinga dengan bambu sebagai tanaman dominan. Menurut keterangan penduduk, bambu ini sengaja dipelihara hingga berusia tua dengan dua tujuan utama. Pertama, sebagai tanaman
pelindung bagi tanaman mereka di ladang. Karena, bambu dapat menyerap air, dan dapat menahan panasnya matahari bagi tanaman lain di bawahnya. Kedua, petani memanfaatkannya
untuk membuat keranjang bambu. Keranjang ini dapat dijual dan juga digunakan untuk mengangkat hasil pertanian dari ladang ke pasar. Namun, beberapa penduduk juga hanya
memelihara bambu hingga berusia tua dan menjualnya kepada pembuat keranjang bambu. Ditemukan juga hutan-hutan kecil milik desa yang disebut sebagai pulo-pulo kuta.
Hutan kecil ini sangat tinggi dan rimbun, ditumbuhi tanaman-tanaman kayu besar dan telah berumur ratusan tahun dengan ukuran diameter 0,5 m sampai 1 m.
Melihat lebih jauh ke arah luar untuk mengetahui apa yang ada dibalik hutan-hutan kecil ini, mulai terlihat areal perladangan petani-petani Gurusinga dengan berbagai ukuran,
bentuk dan ragam pola tanam dan varietas tanaman. Areal perladangan ini terlihat seperti tertata rapi dengan komposisi bentuk dan warna tanaman yang sangat bervariasi.
Dengan mengalihkan pandangan lebih jauh ke sekeliling desa, terlihat sebuah bukit dengan pepohonan tua dan sangat rimbun. Penduduk menyebutnya Deleng Kutu. Bukit ini
diyakini sebagai tempat keramat oleh seluruh penduduk. Tidak seorang pun dari penduduk memanfaatkan bukit ini menjadi perladangan, atau menebang kayunya. Deleng Kutu
terpelihara hingga saat ini kelestariannya. Beberapa penduduk hanya memanfaatkan lokasi di bawah kaki bukit untuk perladangan. Tanaman utama yang dipilih adalah jagung atau jeruk
yang dicampur dengan cabai dan beberapa tanaman usia muda 3 atau 4 bulan panen.
20
Sri Alem Sembiring: Pengetahuan Strategi Petani Hortikultura:Kompetensinya dlm Peningkatan Pendapatan Petani , 2002
USU Repository ©2006
B. Pengetahuan Petani dalam Pengelolaan Ladang