Analisis Pendapatan Petani Miskin Dan Implikasi Kebijakan Pengentasannya Di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai

(1)

ANALISIS PENDAPATAN PETANI MISKIN DAN IMPLIKASI

KEBIJAKAN PENGENTASANNYA DI KECAMATAN

PERBAUNGAN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

TESIS

Oleh

MOETTAQIEN HASRIMI

087003030/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2 0 1 0

S

E K

O L

A H

P A

S C

A S A R JA

N A


(2)

ANALISIS PENDAPATAN PETANI MISKIN DAN IMPLIKASI

KEBIJAKAN PENGENTASANNYA DI KECAMATAN

PERBAUNGAN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

MOETTAQIEN HASRIMI

087003030/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2 0 1 0


(3)

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE) Ketua

(Dr. Ir. Rahmanta, M.Si) (Drs. HB. Tamirzi, S.U)

Anggota Anggota

Ketua Program Studi

(Prof. Bachtiar Hassan Miraza)

Direktur

(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc)

Tanggal lulus: 29 Maret 2010

Judul Tesis : ANALISIS PENDAPATAN PETANI MISKIN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN PENGENTASANNYA DI KECAMATAN PERBAUNGAN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

Nama Mahasiswa : Moettaqien Hasrimi

Nomor Pokok : 087003030

Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 29 Maret 2010

PANITIA PENGUJI TESIS:

Ketua : Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE

Anggota : 1. Dr. Ir. Rahmanta, M.Si

2. Drs. HB. Tamirzi, S.U 3. Drs. Rujiman, MA

4. Ir. Agus Purwoko, M.Si 5. Agus Suryadi, S.Sos, MSi


(5)

PERNYATAAN

ANALISIS PENDAPATAN PETANI MISKIN DAN IMPLIKASI

KEBIJAKAN PENGENTASANNYA DI KECAMATAN

PERBAUNGAN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Maret 2010


(6)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kemiskinan petani. Hasil kajian ini diharapkan akan memberikan kontribusi yang bermanfaat, baik kepada petani yang masih berada di garis kemiskinan, maupun kepada pemerintah setempat dalam membuat program-program pembangunan wilayah.

Objek penelitian dilakukan di wilayah Kecamatan Perbaungan yang terletak di Kabupaten Serdang Bedagai, Propinsi Sumatera Utara. Kecamatan ini terdiri dari 28 desa. Yang menjadi responden penelitian adalah petani miskin warga Kecamatan Perbaungan.

Variabel yang diduga berpengaruh terhadap petani dan dianalisis dalam penelitian ini adalah luas lahan, tingkat teknologi, tingkat pendidikan, tingkat kesehatan, akses kelembagaan dan alternatif mata pencaharian. Variabel dianalisis dengan menggunakan metode regresi linier, pada tingkat keyakinan 95%.

Hasil dari penelitian ini menyimpulkan koefisien regresi dari semua variabel yang dimasukkan dalam model adalah positif, yang bermakna bahwa semua variabel mempunyai hubungan yang bersifat positif, artinya kenaikan variabel bebas sebesar satu satuan akan menaikkan variabel terikat sebesar koefisien regresi. R-square dari model regresi adalah 0,863, artinya seluruh variabel bebas mampu menjelaskan 0,863 variabel terikat, dengan kata lain kesesuaian model (goodness of fit) boleh dikatakan sudah cukup kuat. Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti memberikan saran antara lain: (1) kepada pemerintah, agar meningkatkan upaya-upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui penyuluhan, pelatihan pendidikan keterampilan, yang sesuai dengan kondisi lahan pertanian, untuk menunjang hasil produksi yang optimal, (2) pemerintah diharapkan mampu memberikan fasilitas kemudahan bagi petani miskin untuk dapat akses terhadap lembaga-lembaga yang ada, misalnya kemudahan dalam syarat administrasi perolehan pinjaman, kemudahan memperoleh bantuan bibit-bibit yang unggul melalui koperasi, dan sebagainya, (3) salah satu hal yang perlu diperhatikan pemerintah dalam membuat suatu perencanaan pembangunan di bidang ekonomi masyarakat adalah dengan membuka suatu areal yang baru untuk digarap oleh masyarakat (transmigrasi lokal) khususnya ditujukan untuk petani miskin, yang bertujuan untuk pemerataan pemilikan lahan dan peningkatan produktivitas pertanian; (4) masih dibutuhkan program penyuluhan Keluarga Berencana di samping program penyuluhan pertanian untuk meningkatkan wawasan dan pemahaman petani; (5) para petani harus berusaha lebih sungguh-sungguh dalam mengupayakan pendidikan kepada anak-anak, sebagai salah satu upaya yang efektif untuk boleh keluar dari lingkaran kemiskinan.

Kata Kunci: Luas Lahan, Tingkat Teknologi, Tingkat Kesehatan, Akses Kelembagaan, Mata Pencaharian Alternatif, Rumah Tangga Miskin.


(7)

ABSTRACT

This research aims to study factors influence the farmer poverty. The results of this study will provide appositive contribution either to the farmer who live the poverty line or for the local government in arrange the area development program.

The object of research that conducted at the sub district of Perbaungan in Regency of Serdang Bedagai, Nort Sumatera Province consist of 28 villages. The respondent of this research are the poor farmers in sub district of Perbaungan.

The variables assumed influence the farmers and would analyzed in this research are the area of land, technology, education, health level, institusional access and livelihood alternatives. The variables were analyzed by linear regression method in significant level for 95 %.

The results of this research indicates that the regression coeffisien of variables in this model is positive means that all of variables have a positive correlation in which the rice of independent variable for unit for one unit will increase the dependent variable for regression coefficient. R-square of the regression model is 0.863 means that all of independent variable can describe 0.863 dependent variables or in another word, the goodness of fit is strong. Based on the result of this research, the researcher suggest: (1) the government to take any efforts ti increase the human the resources quality through extension, education and training for skill based on the agricultural land condition in order to support the optimal production volume, (2) the government will provide the poor farmers with any easiness facilities to access the available institutions such as the easiness in administration requirement for a loan, the easiness to get the superior seed through cooperation etc, (3) one of important thing must be considered by the government in arrange a development planning in society economic is to open the new area for the local transmigration specially fo the poor farmes in order to distribut the land ownership evenly and to increase the agricultural productivity; (4) to apply the extension for Family Planning program in addition to the agricultural extension for the increasing of knowledge of the farmers; (5) the farmers must take a serious effort to provide their childs with suitable education as one of effective requirement for eradication of poverty.

Keywords: Area of Land, Technology Level, Health Level, Institutional Accessibility, Alternative Livelihood, Poor Household.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat karunia dan rahmat-Nya penelitian yang berjudul “Analisis Pendapatan Petani Miskin dan Implikasi Kebijakan Pengentasannya di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai ini dapat diselesaikan. Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Magister Sains (M.Si) pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Atas rampungnya tesis ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang turut memberikan bantuan dan dukungan, baik sewaktu penulis mengikuti proses perkuliahan maupun pada saat penulis melakukan penelitian. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus dan setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada yang terhormat:

1. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B. MSc., selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Bachtiar Hasan Miraza dan Bapak Kasyful Mahalli, SE, M.Si, selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE, Bapak Dr. Ir. Rahmanta, MSi., dan Bapak Drs. HB. Tamirzi, S.U, selaku Komisi Pembimbing yang dengan ketulusan, kearifan dan kesabaran telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membimbing penyusunan tesis ini.


(9)

4. Bapak Drs. Rujiman MA., Bapak Ir. Agus Purwoko, M.Si., dan Bapak Agus Suryadi, S.Sos, MSi., selaku Dosen Pembanding yang telah memberikan banyak masukan dan saran bagi kesempurnaan tesis ini.

5. Kepada seluruh dosen serta civitas akademika Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan bantuan kepada penulis dalam proses administrasi maupun kelancaran kegiatan akademik pada Program Studi PWD Sekolah Pascasarjana USU Medan.

6. Pemerintahan Kabupaten Serdang Bedagai yang telah memberi izin kepada Penulis untuk melanjutkan pendidikan di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

7. Ayahanda H. Zulkifli Hasrimi dan Ibunda Hj. Elliwati Siregar atas dukungan, do’a dan kasih sayangnya.

8. Untuk abang-abang dan adikku (Hermawansyah Hasrimi, Irsan Firdaus Hasrimi, dan Aidil Fikri Hasrimi) yang senantiasa memberi motivasi dan dukungan.

9. Teristimewa buat kekasihku ‘Dara Caprina’ yang senantiasa menemani penulis dalam penyelesaian tesis ini.

10.Teman-teman kuliah pada Program Studi Pengembangan Wilayah dan Pedesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah membantu penyelesaian tesis ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu dengan rendah hati penulis menerima saran dan kritik membangun dari semua pihak.


(10)

Akhirnya dengan rahmat Allah SWT, tesis ini penulis persembahkan bagi semua pihak yang membacanya, dengan harapan dapat memberikan arti dan manfaat.

Sekian.

Medan, Maret 2010 Penulis

Moettaqien Hasrimi NIM. 087003030


(11)

RIWAYAT HIDUP

Moettaqien Hasrimi, lahir pada tanggal 07 Februari 1986 di Kotacane, Anak ketiga dari empat bersaudara dari Bapak H. Zulkifli Hasrimi dan Ibu Hj. Eliwati Siregar.

Pada tahun 1998, tamat dari SD Negeri 2 Blangkejeren, dengan status berijazah. Tahun 2001 tamat dari SMP 1 Blangkejeren, dengan status berijazah. Tahun 2004 tamat dari SMA Negeri 4 Medan, dengan status berijazah. Dan Tahun 2008 tamat dari Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN) Jatinangor Bandung, dengan status berijazah. Pada tahun 2008 penulis melanjutkan pendidikan di Program Studi PWD Sekolah Pascasarjana USU Medan dan selesai pada Tahun 2010.

Tahun 2008 sampai dengan sekarang bekerja sebagai Sekretaris Lurah di Kelurahan Simpang Tiga Pekan Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai.

Pengalaman di bidang organisasi: 1. Anggota OSIS di SMA Negeri 4 Medan.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I : PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan ... 6

2.2 Hakikat dan Ukuran Kemiskinan ... 12

2.3 Distribusi Penguasaan Lahan dan Pendapatan ... 15

2.4 Tinjauan Penelitian Sebelumnya... 20

2.5 Kerangka Konseptual ... 22

2.6 Hipotesis... 27

BAB III : METODE PENELITIAN ... 28

3.1 Pendekatan Penelitian dan Tempat Penelitian ... 28

3.2 Populasi dan Sampel ... 28

3.3 Jenis Variabel ... 29

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 30

3.5 Teknik Analisis ... 30

3.6 Definisi Operasi Variabel... 32

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35

4.1 Deskripsi Daerah Penelitian... 35

4.1.1 Geografis ... 35

4.1.2 Luas Wilayah ... 36

4.1.3 Kependudukan... 38

4.2 Karakteristik Masyarakat ... 41


(13)

4.2.2 Pendidikan ... 43

4.2.3 Kondisi Perumahan ... 45

4.2.4 Kesehatan ... 46

4.3 Karakteristik Responden ... 49

4.3.1 Tingkat Pendidikan Responden ... 50

4.3.2 Luas Lahan yang Diusahakan ... 52

4.3.3 Jumlah Tanggungan Keluarga... 55

4.3.4 Tingkat Pendapatan Rumah Tangga Miskin ... 55

4.4 Analisis Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Kemiskinan Petani di Kecamatan Perbaungan ... 57

4.5 Implikasi Kebijakan dan Pengentasan Kemiskinan oleh Pemerintah dalam Rangka Pengembangan Wilayah... 63

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 69

5.1 Kesimpulan ... 69

5.2 Saran ... 70


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1. Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin di Kecamatan

Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai dari Tahun 2006-2008... 3 3.1. Sampel Keluarga Miskin di Kecamatan Perbaungan Tahun 2009.. 29 4.1. Luas Wilayah Menurut Desa/Kelurahan di Kecamatan

Perbaungan Tahun 2008... 37 4.2. Jumlah Kepadatan Penduduk Menurut Desa/Kelurahan

di Kecamatan Perbaungan, Tahun 2008 ... 38 4.3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur

di Kecamatan Perbaungan, Tahun 2008 ... 40 4.4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Pekerjaan di Kecamatan

Perbaungan, Tahun 2008... 42 4.5 Jumlah Penduduk Kelompok Usia 7-12 Tahun dan 13-19

Tahun Berdasarkan Status Pendidikan di Kecamatan

Perbaungan, Tahun 2008... 44 4.6 Jumlah Bangunan Rumah Penduduk Berdasarkan

Jenisnya di Kecamatan Perbaungan, Tahun 2008... 46 4.7 Jumlah Sarana Kesehatan di Kecamatan Perbaungan, Tahun 2008 47 4.8 Jumlah Tenaga Kesehatan di Kecamatan Perbaungan,

Tahun 2008 ... 48 4.9. Tingkat Usia Responden ... 49 4.10. Tingkat Pendidikan Masyarakat Petani Miskin di Kecamatan

Perbaungan, Tahun 2008... 50 4.11. Tingkat Teknologi Masyarakat Petani Miskin


(15)

4.12 Tingkat Kesehatan Masyarakat Petani Miskin

di Kecamatan Perbaungan, Tahun 2008 ... 51 4.13. Tingkat Aksesibilitas Kelembagaan Masyarakat Petani

Miskin di Kecamatan Perbaungan, Tahun 2008 ... 51 4.14. Tingkat Mata Pencaharian Alternatif Masyarakat Petani

Miskin di Kecamatan Perbaungan, Tahun 2008 ... 51 4.15. Status Lahan yang Diusahakan oleh Petani Miskin

di Kecamatan Perbaungan, Tahun 2008 ... 53 4.16. Luas Areal Lahan Sawah dan Lahan Kering di Kecamatan

Perbaungan, Tahun 2008... 54 4.17. Jumlah Tanggungan Keluarga Responden di Kecamatan

Perbaungan, Tahun 2008... 55 4.18. Tingkat Penghasilan per Bulan Petani Miskin di Kecamatan

Perbaungan, Tahun 2009 (Sesuai dengan Kriteria yang

Ditetapkan oleh Badan Pusat Statisik Tahun 2009)... 56 4.19. Analisis Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap


(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Faktor-faktor Penyebab Kemiskinan dan Keterbelakangan

Suatu Negara ... 8 2.2. Kurva Lorenz dan Garis Kemerataan... 16 2.3. Kerangka Konseptual Penelitian ... 26


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 74

2. Data Regresi ... 79

3. Tabulasi Data Primer... 82


(18)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kemiskinan petani. Hasil kajian ini diharapkan akan memberikan kontribusi yang bermanfaat, baik kepada petani yang masih berada di garis kemiskinan, maupun kepada pemerintah setempat dalam membuat program-program pembangunan wilayah.

Objek penelitian dilakukan di wilayah Kecamatan Perbaungan yang terletak di Kabupaten Serdang Bedagai, Propinsi Sumatera Utara. Kecamatan ini terdiri dari 28 desa. Yang menjadi responden penelitian adalah petani miskin warga Kecamatan Perbaungan.

Variabel yang diduga berpengaruh terhadap petani dan dianalisis dalam penelitian ini adalah luas lahan, tingkat teknologi, tingkat pendidikan, tingkat kesehatan, akses kelembagaan dan alternatif mata pencaharian. Variabel dianalisis dengan menggunakan metode regresi linier, pada tingkat keyakinan 95%.

Hasil dari penelitian ini menyimpulkan koefisien regresi dari semua variabel yang dimasukkan dalam model adalah positif, yang bermakna bahwa semua variabel mempunyai hubungan yang bersifat positif, artinya kenaikan variabel bebas sebesar satu satuan akan menaikkan variabel terikat sebesar koefisien regresi. R-square dari model regresi adalah 0,863, artinya seluruh variabel bebas mampu menjelaskan 0,863 variabel terikat, dengan kata lain kesesuaian model (goodness of fit) boleh dikatakan sudah cukup kuat. Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti memberikan saran antara lain: (1) kepada pemerintah, agar meningkatkan upaya-upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui penyuluhan, pelatihan pendidikan keterampilan, yang sesuai dengan kondisi lahan pertanian, untuk menunjang hasil produksi yang optimal, (2) pemerintah diharapkan mampu memberikan fasilitas kemudahan bagi petani miskin untuk dapat akses terhadap lembaga-lembaga yang ada, misalnya kemudahan dalam syarat administrasi perolehan pinjaman, kemudahan memperoleh bantuan bibit-bibit yang unggul melalui koperasi, dan sebagainya, (3) salah satu hal yang perlu diperhatikan pemerintah dalam membuat suatu perencanaan pembangunan di bidang ekonomi masyarakat adalah dengan membuka suatu areal yang baru untuk digarap oleh masyarakat (transmigrasi lokal) khususnya ditujukan untuk petani miskin, yang bertujuan untuk pemerataan pemilikan lahan dan peningkatan produktivitas pertanian; (4) masih dibutuhkan program penyuluhan Keluarga Berencana di samping program penyuluhan pertanian untuk meningkatkan wawasan dan pemahaman petani; (5) para petani harus berusaha lebih sungguh-sungguh dalam mengupayakan pendidikan kepada anak-anak, sebagai salah satu upaya yang efektif untuk boleh keluar dari lingkaran kemiskinan.

Kata Kunci: Luas Lahan, Tingkat Teknologi, Tingkat Kesehatan, Akses Kelembagaan, Mata Pencaharian Alternatif, Rumah Tangga Miskin.


(19)

ABSTRACT

This research aims to study factors influence the farmer poverty. The results of this study will provide appositive contribution either to the farmer who live the poverty line or for the local government in arrange the area development program.

The object of research that conducted at the sub district of Perbaungan in Regency of Serdang Bedagai, Nort Sumatera Province consist of 28 villages. The respondent of this research are the poor farmers in sub district of Perbaungan.

The variables assumed influence the farmers and would analyzed in this research are the area of land, technology, education, health level, institusional access and livelihood alternatives. The variables were analyzed by linear regression method in significant level for 95 %.

The results of this research indicates that the regression coeffisien of variables in this model is positive means that all of variables have a positive correlation in which the rice of independent variable for unit for one unit will increase the dependent variable for regression coefficient. R-square of the regression model is 0.863 means that all of independent variable can describe 0.863 dependent variables or in another word, the goodness of fit is strong. Based on the result of this research, the researcher suggest: (1) the government to take any efforts ti increase the human the resources quality through extension, education and training for skill based on the agricultural land condition in order to support the optimal production volume, (2) the government will provide the poor farmers with any easiness facilities to access the available institutions such as the easiness in administration requirement for a loan, the easiness to get the superior seed through cooperation etc, (3) one of important thing must be considered by the government in arrange a development planning in society economic is to open the new area for the local transmigration specially fo the poor farmes in order to distribut the land ownership evenly and to increase the agricultural productivity; (4) to apply the extension for Family Planning program in addition to the agricultural extension for the increasing of knowledge of the farmers; (5) the farmers must take a serious effort to provide their childs with suitable education as one of effective requirement for eradication of poverty.

Keywords: Area of Land, Technology Level, Health Level, Institutional Accessibility, Alternative Livelihood, Poor Household.


(20)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pedesaan adalah bagian integral dari suatu negara maka berarti kemiskinan pedesaan juga merupakan kemiskinan negara. Di samping itu, kemiskinan pedesaan juga sebagai salah satu penyebab terjadinya urbanisasi yang kurang diinginkan dan akan menyebabkan terjadinya regional disparity. Oleh karena itu, pedesaan haruslah ditangani secara lebih serius agar kesejahteraan masyarakatnya dapat ditingkatkan. Suatu bukti yang tidak dapat dipungkiri tingkat sosial ekonomi masyarakat pedesaan di Indonesia relatif masih rendah, padahal pedesaan memberikan andil yang cukup besar terhadap perekonomian nasional melalui kontribusi sektor ekonomi pedesaan.

Menurut Ismawan (1991: 4) kemiskinan merupakan situasi serba kekurangan. Hal ini disebabkan oleh berbagai kondisi yang menekan kehidupan, satu sama lainnya saling berpengaruh dan mensejarah. Keadaan tersebut bukan sesuatu yang diinginkan oleh si miskin, melainkan suatu hal yang tidak dapat mereka hindari dengan kekuatan sendiri. Untuk mengentaskan masalah kemiskinan tersebut, pemerintah telah melakukan berbagai upaya, seperti mengintrodusir berbagai macam paket teknologi pertanian ke pedesaan, membentuk kelembagaan formal pada tingkat desa. Kehadiran semuanya ini diharapkan dapat membangkitkan aktivitas ekonomi masyarakat sehingga mereka terlepas dari belenggu kemiskinan dan keterbelakangan.


(21)

Upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah ternyata belum membuahkan hasil optimal karena sebahagian besar masyarakat lapisan terbawah masih belum tersentuh oleh program tersebut. Kondisi tersebut barangkali disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang kurang tepat. Kebijakan pembangunan selama ini cenderung bersifat sektoral dan kurang memperhatikan dimensi tata ruang wilayah.

Di samping itu pemerintah juga menganggap masalah kemiskinan di pedesaan disebabkan oleh faktor yang sama dan karakteristik masyarakat miskin juga dianggap sama. Padahal dari segi tata usaha ruang bukanlah demikian, karena setiap wilayah mempunyai karakteristik sumber daya alami dan insani yang berbeda.

Untuk menghindari hal tersebut pemerintah telah memperkenalkan program Inpres Desa Tertinggal (IDT), Raskin, PNPM, Jamkesmas dan Program Jaring Pengaman Sosial (JPS) dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui peningkatan pendapatannya. Program pembangunan tersebut merupakan kebijakan terpadu untuk meningkatkan potensi dan dinamika ekonomi masyarakat miskin di pedesaan. Melalui program tersebut diharapkan masyarakat miskin akan terangsang untuk mengembangkan usaha produktif yang sesuai dengan potensi insani dalam wilayahnya masing-masing.

Di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara masih terdapat sebanyak 23.253 Rumah Tangga Miskin (22,72%) dari 102.324 Rumah tangga miskin (BPS Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai, 2009). Sedangkan perkembangan penduduk miskin dari tahun 2006-2008


(22)

di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai tersebut adalah sebagai berikut:

Tabel 1.1. Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai dari Tahun 2006-2008

Tahun

2006 2007 2008

No Keterangan

n % n % n %

1 Jumlah penduduk (ribu jiwa)

88.651 26,23 99.777 23,30 102.324 22,72 2 Jumlah penduduk

miskin (ribu jiwa)

24.125 96,38 25.396 91,56 23.253 100 3 Pendapatan

perkapita (Rp)

8.602.475 0,27 9.383.782 0,24 10.391.998 0,22 Sumber: BPS Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai, 2009.

Jumlah tersebut tersebar pada 28 desa/kelurahan dengan mata pencaharian pada umumnya sebagai petani sawah (BPS Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai, 2009). Secara teoritis kondisi kemiskinan yang melilit masyarakat Kabupaten Serdang Bedagai diduga berasal dari (a) kapasitas wilayah yang rendah yang ditunjukkan oleh sumber daya alam yang rendah, teknologi yang rendah dan kelembagaan yang masih belum berfungsi, (b) sumber daya manusia yang rendah ditunjukkan oleh tingkat pendidikan yang rendah, keterampilan yang rendah, kesehatan yang rendah, aksessibilitas terhadap kelembagaan yang rendah dan kurangnya mata pencaharian alternatif, di samping faktor geografis dan sistem nilai budaya yang melekat dalam kehidupan masyarakat. Kemiskinan bukanlah merupakan fenomena ekonomi semata, akan tetapi juga merupakan fenomena sosial budaya yang cukup kompleks. Faktor sosial budaya ternyata sulit dipisahkan dengan masalah


(23)

kemiskinan karena masih ada sistem nilai budaya yang menghambat aktivitas ekonomi masyarakat apalagi di pedesaan yang masih kuat tatanan sosial budayanya. Hambatan budaya tersebut akan turut memperburuk keadaan dan mempersulit masyarakat untuk keluar dari belenggu kemiskinan. Jika hal tersebut dibiarkan akibatnya masyarakat akan tetap berada dalam kemiskinan, karena mereka telah dibentuk oleh sistem nilai budaya yang ada untuk menjadi miskin dan petani memakai cara tradisional dan modern dalam bercocok tanam.

Dengan demikian keadaan alam sekitar akan ikut menentukan sikap, perilaku dan persepsi masyarakat terhadap suatu objek tertentu termasuk juga di dalamnya mengenai masalah kemiskinan. Berangkat dari hal tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai masalah kemiskinan di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara.

1.2. Perumusan Masalah

1. Apakah luas lahan pertanian yang dimiliki, teknologi yang digunakan, tingkat pendidikan, tingkat kesehatan, aksessibilitas terhadap kelembagaan yang ada dan mata pencaharian alternatif berpengaruh terhadap pendapatan rumah tangga miskin di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara?

2. Bagaimana besar kebijakan dan implikasi pengentasan kemiskinan oleh pemerintah dalam rangka pengembangan wilayah?


(24)

1.3. Tujuan Penelitian

Secara lebih spesifik tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk dapat menganalisis faktor-faktor penentu pendapatan rumah tangga miskin di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara.

2. Untuk menganalisis kebijakan dan implikasi pengentasan kemiskinan oleh pemerintah dalam rangka pengembangan wilayah.

1.4. Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini akan diperoleh informasi mengenai karakteristik kemiskinan di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara. Informasi tersebut akan bermanfaat dalam pengembangan teori dan ilmu pengetahuan terutama dalam disiplin ilmu ekonomi pembangunan. Bila ekonomi pembangunan telah terlaksana dengan baik, maka akan terjadi suatu pengembangan wilayah. Di samping itu penelitian ini akan menghasilkan formulasi kebijakan pengentasan kemiskinan yang dapat dijadikan sebagai sumbangan pikiran kepada instansi terkait di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara.


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan

Berbicara masalah pedesaan tidak terlepas dengan masalah kemiskinan dan keterbelakangan. Kemiskinan terlihat dari rendahnya tingkat pendapatan, kurangnya konsumsi kalori yang diperlukan oleh tubuh manusia dan melebarnya kesenjangan antara si kaya dengan si miskin.

Kemiskinan yang menimpa sekelompok masyarakat berhubungan dengan status sosial ekonominya dan potensi wilayah. Faktor sosial ekonomi yaitu faktor yang berasal dari dalam diri masyarakat itu sendiri dan cenderung melekat pada dirinya seperti tingkat pendidikan dan keterampilan yang rendah, teknologi dan rendahnya aksesibilitas terhadap kelembagaan yang ada. Kedua faktor tersebut menentukan aksesibilitas masyarakat miskin dalam memanfaatkan peluang-peluang ekonomi dalam menunjang kehidupannya. Kemiskinan sesungguhnya merupakan suatu fenomena yang kait mengait antara suatu faktor dengan faktor yang lainnya. oleh karena itu untuk mengkaji kemiskinan harus diperhatikan jalinan antara faktor-faktor penyebab kemiskinan dan faktor-faktor-faktor-faktor yang berada di balik kemiskinan tersebut.

Todaro (1985: 93) memperlihatkan jalinan antara kemiskinan dan keterbelakangan dengan beberapa aspek ekonomi dan aspek non ekonomi. Tiga komponen utama sebagai penyebab keterbelakangan dan kemiskinan masyarakat,


(26)

faktor tersebut adalah (a) rendahnya taraf hidup; (b) rendahnya rasa percaya diri dan; (c) terbatasnya kebebasan. Ketiga aspek tersebut memiliki hubungan secara timbal balik balik. Rendahnya taraf hidup disebabkan oleh rendahnya tingkat pendapatan, rendahnya pendapatan disebabkan oleh rendahnya produktivitas tenaga kerja, rendahnya produktivitas tenaga kerja disebabkan oleh tingginya pertumbuhan tenaga kerja, tingginya angka pengangguran, dan rendahnya investasi perkapita.

Tingginya angka pengangguran disebabkan oleh tingginya tingkat pertumbuhan tenaga kerja dan rendahnya investasi perkapita dan tingginya tingkat pertumbuhan tenaga kerja disebabkan oleh penurunan tingkat kematian dan rendahnya investasi perkapita disebabkan oleh tingginya ketergantungan terhadap teknologi asing yang hemat tenaga kerja. Selanjutnya rendahnya tingkat pendapatan berpengaruh terhadap tingkat kesehatan, kesempatan pendidikan, pertumbuhan tenaga kerja dan investasi perkapita. Keterkaitan antara aspek-aspek tersebut terlihat pada Gambar 2.1 di bawah ini.


(27)

Sumber: Todaro (1985).

Gambar 2.1. Faktor-faktor Penyebab Kemiskinan dan Keterbelakangan Suatu Negara

Pengurangan tingkat kematian

Ketergantungan terhadap teknologi asing yang hemat

tenaga kerja

Tingkat pertumbuhan TK yang tinggi

Tingginya angka pengangguran Rendahnya investasi per kapita Jeleknya kesehatan dan gizi Rendahnya produktivitas tenaga kerja Terbatasnya kesempatan pendidikan Rendanya tingkat pendapatan

1. Rendahnya taraf kehidupan a. Kemiskinan absolut

b. Kurangnya fasilitas kesehatan c. Kurangnya fasilitas pendidikan dan

sosial lainnya

2. Rendahnya taraf percaya diri a. Identitas b. Martabat c. Harga diri d. Penghargaan e. Pengakuan

3. Terbatasnya kebebasan

a. Pengaruh dan dominasi lainnya - Perdagangan

- Bantuan pemerintah dan swasta - Teknologi

- Pendidikan - Tata nilai b. Untuk memilih

- Mendapatkan materi - Waktu

- Pemikiran - Keindahan - Gaya hidup


(28)

Secara lebih khusus studi Hayami (1985: 49-54) di Indonesia, Malaysia dan Thailand menemukan bahwa kemiskinan dan ketidakmerataan disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: (1) Produktivitas tenaga kerja rendah sebagai akibat rendahnya teknologi, penyediaan tanah dan modal jika dibanding tenaga kerja; (2) tidak meratanya distribusi kekayaan terutama tanah. untuk kasus Indonesia Ginanjar (1996: 240) mengemukakan empat faktor penyebab kemiskinan. Faktor tersebut yaitu: (a) rendahnya taraf pendidikan, (b) rendahnya taraf kesehatan, (c) terbatasnya lapangan kerja, dan (d) kondisi keterisolasian.

Wirasi dalam Hagul (1985: 4) mengemukakan bahwa masalah kemiskinan di pedesaan merupakan resultan dari beberapa faktor antara lain: pertumbuhan penduduk, rendahnya kualitas sumber daya manusia dan rendahnya produktivitas. Seterusnya Salim (1984: 40) menyatakan bahwa kemiskinan tersebut melekat atas diri penduduk miskin, mereka miskin karena tidak memiliki asset produksi dan kemampuan untuk meningkatkan produktivitas. Mereka tidak memiliki asset produksi karena mereka miskin, akibatnya mereka terjerat dalam lingkaran kemiskinan tanpa ujung dan pangkalnya. Secara lebih konkrit Hadiwegono dan Pakpahan (1992: 25) berpendapat bahwa kemiskinan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: (1) sumber daya alam yang rendah; (b) teknologi dan unsur pendukung yang rendah; (3) sumber daya manusia yang rendah; (4) sarana dan prasarana termasuk kelembagaan yang belum baik.

Dengan rendahnya faktor-faktor di atas menyebabkan rendahnya aktivitas ekonomi yang dapat dilakukan oleh masyarakat. Dengan rendahnya aktivitas


(29)

ekonomi yang dapat dilakukan berakibat terhadap rendahnya produktivitas dan pendapatan yang diterima, pada gilirannya pendapatan tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhan fisik minimum yang menyebabkan terjadinya proses kemiskinan.

Studi empiris Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Departemen Pertanian (1995: 10-30) yang dilakukan pada tujuh belas provinsi di Indonesia. Propinsi tersebut antara lain: Jambi, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Bengkulu, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan, Maluku dan Irian Jaya. Hasil studi tersebut menyimpulkan bahwa ada enam faktor utama penyebab kemiskinan masyarakat pedesaan di Indonesia. Faktor tersebut antara lain: (1) rendahnya kualitas sumber daya manusia. Hal ini ditujukan pada rendahnya tingkat pendidikan, tingginya angka ketergantungan, rendahnya tingkat kesehatan, kurangnya pekerjaan alternatif, rendahnya etos kerja, rendahnya keterampilan dan besarnya jumlah anggota keluarga; (2) rendahnya sumber daya fisik. Hal ini ditunjukkan oleh rendahnya dan jumlah asset produksi serta modal kerja; (3) rendahnya penerapan teknologi. Hal ini ditunjukkan oleh rendahnya penggunaan input dan mekanisme pertanian; (4) rendahnya potensi wilayah yang ditunjukkan oleh rendahnya potensi fisik dan infrastruktur. Kondisi fisik ditunjukkan oleh iklim, tingkat kesuburan dan topografis wilayah. Infrastruktur ditunjukkan oleh irigasi, transportasi, pasar, kesehatan, pendidikan, pengolahan komoditas pertanian pertanian, listrik dan fasilitas komunikasi; (5) kurang tepatnya kebijakan yang


(30)

dilakukan oleh pemerintah dalam investasi dan pengentasan kemiskinan; (6) kurang berperannya kelembagaan yang ada kelembagaan tersebut antara lain: pemasaran, penyuluhan, perkreditan dan sosial.

Penelitian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Departemen Pertanian tersebut memiliki tujuan yang sama dengan penelitian yang penulis lakukan. Kesamaannya adalah sama-sama bertujuan untuk mengetahui penyebab kemiskinan pada sekelompok masyarakat. Perbedaannya terlihat pada objek penelitian dan teknik analisis yang digunakan. Penelitian tersebut memiliki objek pada tingkat makro yaitu pada Wilayah Tingkat II (Kabupaten) dan teknik analisis yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Penelitian yang penulis lakukan memiliki objek mikro (rumah tangga miskin) dengan teknik analisis kuantitatif. Dengan teknik analisis ini akan dapat diketahui seberapa jauh masing-masing variabel berpengaruh terhadap kemiskinan berbeda dengan analisis deskriptif yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Departemen Pertanian.

Untuk ruang lingkup yang lebih luas Both dan Firdausy (1994: 81) dalam studi empirisnya menyimpulkan beberapa faktor yang mempengaruhi kemiskinan masyarakat di pedesaan Asia. Faktor tersebut antara lain: (1) faktor ekonomi terdiri dari: modal, tanah, dan teknologi; (2) faktor sosial dan budaya terdiri dari: pendidikan, budaya miskin dan kesempatan kerja; (3) faktor geografis dan lingkungan; (4) faktor pribadi terdiri dari: jenis kelamin, kesehatan dan usia. Keempat faktor tersebut mempengaruhi tingkat aksesibilitas masyarakat terhadap pasar, fasilitas umum dan kredit. Lebih lanjut Both dan Firdausy menyatakan tingkat


(31)

aksesibilitas masyarakat terhadap ketiga faktor tersebutlah yang mempengaruhi kemiskinannya.

2.2. Hakikat dan Ukuran Kemiskinan

Kemiskinan merupakan refleksi dari ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhannya sesuai dengan standar yang berlaku. Seorang yang dikatakan miskin secara absolut jika tingkat pendapatannya lebih rendah dari standar kemiskinan yang ditetapkan. Saat ini sudah cukup banyak ukuran dan standar yang dikeluarkan oleh pakar lembaga mengenai batas garis kemiskinan. Menurut Sajogyo

dalam Quibria (1996: 113) batas garis kemiskinan ditunjukkan oleh pendapatan

perkapita setara dengan 320 kg beras untuk pedesaan dan setara dengan 480 kg beras untuk perkotaan.

Lebih lanjut Sajogyo mengklasifikasikan kemiskinan pedesaan ke dalam tiga kategori yaitu:

1. Rumah tangga paling miskin jika pendapatan perkapitanya di bawah 180 kilogram beras per tahun.

2. Rumah tangga miskin sekali, jika pendapatan perkapitanya setara dengan 180 kilogram – 120 kg beras per tahun.

3. Rumah tangga miskin, jika pendapatan perkapitanya setara dengan 240 kilogram

– 320 kilogram beras per tahun.

Dengan menggunakan beras garis kemiskinan tersebut akan dapat diketahui jumlah penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan. Namun dengan


(32)

menggunakan standar Sajogyo menurut Simatupang (1991: 23) pada tahun 1990 ditemukan sebanyak 38 juta rakyat Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan. Batas garis kemiskinan yang dikemukakan oleh Sajogyo memiliki standar kemiskinan yang lebih tinggi dari batas kemiskinan Biro Pusat Statistik (1993: 23). Dengan menggunakan standar Sajogyo jumlah penduduk miskin cenderung lebih banyak jika dibandingkan dengan kriteria Biro Pusat Statistik tersebut. Kriteria tersebut memiliki kekuatan karena beras merupakan kebutuhan pokok pada umumnya rakyat Indonesia. bagi masyarakat ekonomi lemah pengeluaran untuk pembelian beras cenderung memiliki porsi yang cukup besar dari total pendapatan mereka. Dengan demikian perubahan harga beras akan sangat menentukan kesejahteraan masyarakat miskin. Oleh karena itu menggunakan standar beras sebagai ukuran kemiskinan memiliki validitas yang cukup baik jika dibandingkan dengan pendekatan pendapatan dan pengeluaran perkapita karena pendapatan tersebut tidak terpengaruh dengan laju inflasi yang ada.

Batas kemiskinan menurut Biro Pusat Statistik (1993: 23) ditunjukkan oleh pendapatan perkapita per bulan Rp.27.905 untuk perkotaan dan Rp.18.244,- untuk pedesaan. Dengan menggunakan kriteria ini pada tahun 1993 ditemukan sebanyak 25,9 juta rakyat Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan. Batas garis kemiskinan Biro Pusat Statistik didasarkan kepada kebutuhan kalori minimum perhari yaitu 2100 kalori ditambah dengan kebutuhan non makan seperti pakaian, pendidikan dan kesehatan. Di sisi lain Both (1993: 24) menggunakan batas garis


(33)

kemiskinan berdasarkan konsumsi kalori perhari sebanyak 2000 kalori dan 40 gram protein.

Djoyohadikusumo (1996: 21) menggunakan standar kemiskinan berdasarkan pendapatan perkapita per tahun adalah US$50 untuk pedesaan dan US$ 75 untuk perkotaan. Standar yang dikemukakan Djoyohadikusumo relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan standar kemiskinan yang dikeluarkan oleh Biro Pusat Statistik apalagi dengan standar Sajogyo. Dengan menggunakan standar Djoyohadikusumo, berarti jumlah penduduk miskin di Indonesia pada periode yang sama cenderung lebih banyak. Standar kemiskinan yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Agraria dalam Nawi (1997: 12) adalah berdasarkan konsumsi sembilan bahan kebutuhan pokok yang dihitung atas dasar harga setempat. Standar kebutuhan minimum perorang per tahun: 100 kg beras, 60 liter minyak tanah; 15 kg ikan asin; 20 batang sabun; 6 kg gula pasir; 4 meter tekstil kasar; 6 kg minyak goreng; 2 meter batik kasar; 4 kg garam.

Klasifikasi kemiskinan yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Agraria adalah sebagai berikut:

1. Miskin sekali, jika konsumsi perkapita pertahun sebesar 75% dari nilai total konsumsi sembilan bahan kebutuhan pokok yang ditetapkan;

2. Miskin, jika konsumsi perkapita pertahun sebesar 75% - 125% dari nilai total konsumsi sembilan bahan kebutuhan pokok yang ditetapkan;

3. Hampir miskin, jika konsumsi perkapita pertahun sebesar 125% - 200% dari nilai total konsumsi sembilan bahan kebutuhan pokok yang ditetapkan.


(34)

Di sisi lain Bank Dunia (1990: 36) untuk standar internasional memberikan batas garis kemiskinan yang lebih tinggi dari standar-standar lainnya yaitu dengan pendapatan perkapita sebesar US$ 275 per tahun. Dengan menggunakan kriteria tersebut pada tahun 1990 di India ditemukan sebanyak 250 juta rakyat berada di bawah garis kemiskinan, di Cina 80 juta, di Amerika Latin 50 juta dan di seluruh negara berkembang ditemukan sebanyak 633 juta jiwa rakyat yang berada di bawah garis kemiskinan. Penetapan garis kemiskinan di Malaysia pendekatannya hampir bersamaan dengan Indonesia. Di samping ada batas kemiskinan untuk Malaysia secara keseluruhan dan ada pula batas kemiskinan berdasarkan masing-masing wilayah. Batas garis kemiskinan untuk negara Malaysia RM 92,39 sementara untuk masing wilayah sifatnya agak kondisional sesuai dengan kondisi masing-masing wilayah. Di wilayah Sabah umpamanya batas garis kemiskinannya sebesar RM 100.00, Paninsular RM 73,15 dan di Serawak RM 85,82. Pada masing-masing daerah tersebut dijumpai sebanyak 26,3%; 10,60%; dan 16,2% rakyat yang berada di bawah garis kemiskinan (Hasyim, 1998: 177).

2.3. Distribusi Penguasaan Lahan dan Pendapatan

Distribusi penguasaan lahan sebagai faktor produksi dan distribusi pendapatan merupakan salah satu indikator pemerataan. Pemerataan akan terwujud jika proporsi lahan dan pendapatan yang dikuasai oleh sekelompok masyarakat tertentu sama besarnya dengan proporsi kelompok tersebut. Umpamanya jika sekelompok


(35)

masyarakat proporsinya sebesar 40% dari total penduduk, maka seharusnya mereka juga menguasai pendapatan sebesar 40% dari total pendapatan.

Untuk mengukur distribusi atau tingkat pemerataan dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan antara lain Gini Ratio, Kuznet Index, Oshima Hidexs, Theil

Decomposition dan kriteria Bank Dunia. Dari beberapa pendekatan tersebut Gini Ratio dan kriteria Bank Dunia merupakan ukuran tingkat pemerataan yang paling

banyak digunakan oleh para peneliti. Di Indonesia kedua pendekatan tersebut telah lazim digunakan untuk mengukur berbagai bentuk pemerataan, terutama untuk mengukur pemerataan pendapatan dan penguasaan lahan.

Todaro (1985: 149) menyatakan bahwa Gini Ratio akan dapat dijelaskan dengan menggunakan Kurva Lorenz. Dengan menggunakan Kurva Lorenz tingkat pemerataan akan dapat diketahui dengan jalan membandingkan bidang yang terletak antara garis diagonal dengan Kurva Lorenz (bidang yang diarsir) dengan bidang setengah bujur sangkar (OBE0 sebagaimana terlihat pada Gambar 2.2.

Sumber: Todaro (1985).


(36)

Di pedesaan distribusi penguasaan lahan dan distribusi pendapatan merupakan dua hal yang cenderung menjadi perhatian, karena distribusi penguasaan lahan cenderung mempengaruhi distribusi pendapatan. Lahan bagi masyarakat pedesaan merupakan faktor produksi yang menentukan tinggi rendahnya pendapatan. Dengan demikian jika lahan terdistribusi dengan merata, maka pendapatan juga akan terdistribusi pula secara merata. Secara lebih luas Jhonston dan Clark (1985: 210) mengemukakan luas dan distribusi penguasaan tanah serta pilihan teknologi berpengaruh terhadap tingkat dan distribusi pendapatan masyarakat. Seterusnya tingkat dan distribusi pendapatan dan keputusan untuk menabung dan investasi berpengaruh pula terhadap tingkat dan distribusi penguasaan lahan.

Selanjutnya hasil studi Mintoro (1983: 45) menyimpulkan bahwa pada desa-desa yang kesempatan kerja di luar pertanian sangat terbatas, distribusi penguasaan lahan berpengaruh nyata terhadap distribusi pendapatan. Sedangkan bagi desa-desa yang kesempatan kerja di luar pertanian sudah terbuka, distribusi penguasaan lahan tidak berpengaruh nyata terhadap distribusi pendapatan. Terbukanya kesempatan berusaha di luar pertanian menunjukkan bahwa penghasilan petani bukan hanya berasal dari sektor pertanian tetapi juga berasal dari kegiatan lain dengan demikian penguasaan lahan bukan satu-satunya sumber penghasilan bagi petani dan yang menentukan distribusi pendapatan mereka. Berdasarkan hasil Susenas tahun 1990 dapat diketahui bahwa rata-rata penguasaan lahan per rumah tangga di Indonesia 0,38 hektar sementara sebarannya cukup merata sebagaimana ditunjukkan oleh Gini Koefisien (0,3213).


(37)

Todaro (1985: 306) menyatakan di kebanyakan negara yang struktur pemilikan tanahnya tidak merata merupakan penyebab utama ketidakmerataan pembagian pendapatan dan kesejahteraan di pedesaan. Hal yang sama juga diungkapkan Syahruddin (1980: 36) bahwa terdapat hubungan yang berarti antara distribusi pemilikan tanah dengan distribusi pendapatan di pedesaan Sumatera Barat.

Hasil studi deskriptif yang dilakukan Hayami (1981: 46) di Desa Perbaungan menyimpulkan bahwa luas pemilikan lahan yang tidak merata menyebabkan besarnya pendapatan juga tidak merata. Tidak meratanya distribusi pendapatan disebabkan kegiatan pertanian merupakan satu-satunya pendapatan bagi masyarakat.

Syukur (1988: 54) di pedesaan Sulawesi Selatan menyimpulkan terdapat hubungan searah antara distribusi penguasaan lahan dengan distribusi pendapatan. Dalam hal ini luas lahan mempunyai peranan penting dalam menciptakan arus masuk pendapatan masyarakat pedesaan. Dengan demikian distribusi pendapatan akan terefleksi oleh distribusi penguasaan lahan.

Colier dalam Hayami (1985: 280) mengemukakan bahwa pendapatan dari kegiatan di luar pertanian sangat penting sebagai tambahan pendapatan yang bersumber dari kegiatan pertanian. Selanjutnya, ia mengemukakan, pendapatan dari kegiatan non pertanian dalam perekonomian agraris secara teoritis dapat berpengaruh positif terhadap pemerataan pendapatan jika pola penguasaan lahan pertanian relatif tidak merata. Berpengaruh negatif jika pola penguasaan lahan relatif merata dan netral jika sumbangan penghasilan kegiatan luar pertanian relatif kecil terhadap pendapatan rumah tangga miskin.


(38)

Hasil studi yang dilakukan Sinaga dan White (1984: 145) di daerah aliran sungai Cimanuk memperlihatkan semakin besar proporsi pendapatan dan kegiatan non pertanian tidak memperkecil pemerataan tetapi sebaliknya memperbesar ketidakmerataan pendapatan yang berasal dari pertanian. Lebih lanjut studi tersebut menemukan golongan petani yang berlahan luas dan memperoleh pendapatan melebihi biaya hidupnya, mereka menginvestasikan surplus pendapatannya kepada usaha yang bersifat padat modal seperti alat pengolah hasil pertanian dan membuka warung. Di lain pihak petani kecil dan buruh tani yang penghasilannya tidak cukup untuk membiayai keluarganya, mereka terpaksa mencari pekerjaan yang bersifat padat tenaga kerja yang tidak membutuhkan modal besar seperti pedagang bakulan, kerajinan tangan, bidang jasa dan sektor informal lainnya.

Studi yang dilakukan oleh Departemen Tenaga Kerja dalam Kustiah (1983: 77) menyimpulkan bahwa semakin miskin suatu daerah maka semakin merata distribusi pendapatannya dan demikian pula sebaliknya. Terjadinya hal tersebut karena kegiatan usaha tani yang dilakukan oleh masyarakat miskin pada umumnya adalah pertanian berlahan sempit dan cenderung mengandalkan tenaga kerja ketimbang modal. Penggunaan tenaga kerja di luar keluarga pada umumnya tidak dibayar karena adanya pertukaran tenaga kerja di antara mereka secara resiprokal. Berbeda dengan petani yang berlahan luas yang pada umumnya lebih mengandalkan faktor modal dan tenaga kerja bayaran dengan berprinsip efisiensi skala usaha. Dengan kondisi demikian pembagian pendapatan pada kelompok petani miskin cenderung akan lebih merata ketimbang petani mampu. Secara konkrit hasil studi


(39)

tersebut menunjukkan bahwa besarnya koefisien Gini untuk daerah hampir miskin sebesar 0,270 daerah miskin sebesar 0,234, daerah sedikit lebih miskin 0,213 dan daerah sangat miskin 0,161.

2.4. Tinjauan Penelitian Sebelumnya

Studi empiris Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Departemen Pertanian (1995) yang dilakukan pada tujuh belas Provinsi di Indonesia, menyimpulkan bahwa ada enam faktor utama penyebab kemiskinan, yaitu (1) rendahnya kualitas sumber daya manusia, hal ini ditunjukkan oleh rendahnya tingkat pendidikan, tingginya angka ketergantungan, rendahnya tingkat kesehatan, kurangnya pekerjaan alternatif, rendahnya etos kerja, rendahnya keterampilan dan besarnya jumlah anggota keluarga; (2) rendahnya sumber daya fisik, hal ini ditunjukkan oleh rendahnya kualitas dan jumlah asset produksi serta modal kerja; (3) rendahnya penerapan teknologi, ditandai oleh rendahnya penggunaan input dan mekanisasi pertanian; (4) rendahnya potensi wilayah yang ditandai oleh rendahnya potensi fisik dan infrastruktur. Kondisi fisik ini meliputi iklim, tingkat kesuburan, dan topografis wilayah, sedangkan infrastruktur meliputi irigasi transportasi, pasar, kesehatan, pendidikan, pengolahan komoditas pertanian, listrik dan fasilitas komunikasi; (5) kurang tepatnya kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam investasi dan pengentasan kemiskinan, (6) kurang berperannya kelembagaan yang ada, kelembagaan tersebut meliputi pemasaran, penyuluhan, perkreditan dan sosial.


(40)

Penelitian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Departemen Pertanian tersebut memiliki tujuan yang sama dengan penelitian yang penulis lakukan. Kesamaannya adalah sama-sama bertujuan untuk mengetahui penyebab kemiskinan pada sekelompok masyarakat. Perbedaannya terlihat pada objek penelitian dan teknik analisis yang digunakan.

Untuk ruang lingkup yang lebih luas Both dan Firdausy (1994) dalam studi empirisnya menyimpulkan beberapa faktor yang mempengaruhi kemiskinan masyarakat di pedesaan Asia. Faktor tersebut antara lain (1) faktor ekonomi terdiri dari modal, tanah dan teknologi; (2) faktor sosial dan budaya terdiri dari pendidikan, budaya miskin dan kesempatan kerja; (3) faktor geografis dan lingkungan; (4) faktor pribadi terdiri dari jenis kelamin, kesehatan dan usia. Keempat faktor tersebut mempengaruhi tingkat aksesibilitas masyarakat terhadap pasar, fasilitas umum dan kredit.

Penelitian yang dilakukan oleh Tumpal Butar-Butar (2005), yang dilakukan di Kecamatan Silima Pungga-Pungga, Kabupaten Dairi, mengungkapkan bahwa pendidikan, luas lahan dan aksesibilitas berpengaruh terhadap pendapatan.

Todaro (1993) berpendapat, kemiskinan yang begitu luas telah menciptakan kondisi sedemikian rupa sehingga masyarakat yang miskin tidak memperoleh akses terhadap perolehan kredit. Masyarakat ini juga tidak dapat membiayai pendidikan anak-anaknya, dan akibat ketiadaan peluang investasi secara fisik maupun keuangan, mereka memilih banyak anak sebagai sumber jaminan keuangan di hari tua mereka.


(41)

2.5. Kerangka Konseptual

Pedesaan dicirikan oleh kemiskinan dan keterbelakangan. Kemiskinan tersebut secara jelas terlihat dari rendahnya tingkat pendapatan, tidak meratanya distribusi pendapatan dan pemilikan faktor produksi antar kelompok masyarakat.

Faktor produksi yang dimiliki oleh masyarakat miskin sangat terbatas sekali sebagaimana ditunjukkan oleh luas lahan yang sempit, rendahnya tingkat teknologi, rendahnya tingkat pendidikan, rendahnya tingkat kesehatan, rendahnya aksesibilitas terhadap kelembagaan dan kurangnya mata pencaharian alternatif. Rendahnya faktor tersebut mengakibatkan sangat terbatasnya kegiatan ekonomi yang dapat dilakukan oleh rumah tangga miskin untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraannya.

Terbatasnya faktor produksi yang dimiliki masyarakat miskin pada umumnya hanya melakukan kegiatan ekonomi yang memiliki produktivitas rendah. dengan demikian, masyarakat miskin kurang akses dalam memanfaatkan peluang ekonomi yang ada, akibatnya mereka hanya sekedar bertahan untuk hidup dan sangat kecil peluang bagi mereka untuk keluar dari kondisi kemiskinan tersebut.

Untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga miskin, masyarakat desa cenderung melakukan kegiatan nafkah ganda (pencaharian alternatif) apalagi masyarakat miskin. Dengan pola nafkah ganda rumah tangga miskin akan dapat menutupi kekurangan penghasilannya. Di sisi lain pola nafkah ganda juga akan berpengaruh terhadap distribusi pendapatan, karena produktivitas usaha, yang dilakukan di luar bertani pada umumnya bervariasi. Demikian pula dengan tingkat pendapatannya. Dengan demikian, rumah tangga miskin yang memiliki mata


(42)

pencaharian alternatif akan memiliki distribusi pendapatan relatif timpang jika dibandingkan dengan rumah tangga miskin yang tidak memiliki mata pencaharian alternatif.

Kemiskinan relatif di pedesaan berhubungan erat dengan tidak meratanya distribusi penguasaan lahan dan pendapatan. Secara konkrit kemiskinan relatif akan dapat dideteksi dengan melihat tingkat pemerataan antar kelompok masyarakat dengan menggunakan Koefisien Gini. Ketidakmerataan distribusi penguasaan lahan akan berpengaruh pula terhadap distribusi pendapatan. Semakin merata penguasaan lahan akan merata pula distribusi pendapatan, karena lahan pertanian bagi masyarakat desa merupakan faktor produksi utama dan sebagai sumber penghasilan bagi rumah tangga miskin.

Rumah tangga yang memiliki lahan luas, akan dapat melakukan usaha tani relatif lebih besar dengan investasi yang cukup besar, sementara rumah tangga miskin yang memiliki lahan sempit hanya dapat melakukan kegiatan usaha tani relatif kecil dengan cara yang amat sederhana. Perbedaan skala usaha tersebut akan menyebabkan terjadinya perbedaan produktivitas demikian juga dengan penghasilan yang diterima oleh masing-masing rumah tangga miskin.

Rumah tangga miskin ditandai dengan luas lahan yang sempit, tapi distribusinya lebih merata, demikian juga dengan pendapatan yang diterimanya. Meratanya distribusi pendapatan pada rumah tangga miskin disebabkan oleh dua faktor: (a) distribusi penguasaan lahannya yang merata; (b) penggunaan tenaga kerja dalam usaha pertanian cenderung tidak dibayar karena ada pertukaran tenaga kerja


(43)

di antara mereka secara resiprokal. Berbeda dengan rumah tangga yang bukan miskin dengan lahan yang relatif luas, teknologi dan modal yang mencukupi akan dapat memilih kegiatan usaha tani yang relatif lebih menguntungkan.

Lahan adalah sumber pendapatan utama bagi masyarakat desa, karena pada umumnya mereka adalah sebagai petani. Rumah tangga miskin cenderung memiliki lahan yang sempit akibatnya pendapatannya relatif rendah tetapi distribusinya relatif merata. Demikian pula sebaliknya bagi rumah tangga yang bukan berstatus miskin cenderung memiliki lahan relatif luas tetapi distribusi pendapatannya cenderung tidak merata.

Dalam penelitian ini secara empiris akan dicoba membuktikan kebenaran pernyataan di atas bahwa distribusi penguasaan lahan dan distribusi pendapatan pada rumah tangga miskin cenderung lebih merata jika dibandingkan dengan rumah tangga yang tidak berstatus miskin.

Saat ini pendapatan sebagian masyarakat desa tidak hanya berasal dari satu sumber pendapatan dari petani. Sebagai akibat kemajuan di berbagai bidang sudah banyak rumah tangga miskin yang memiliki pekerjaan alternatif seperti sebagai pedagang, buruh pabrik, buruh tani, tukang dan sebagainya menyebabkan terjadinya peningkatan pendapatan.

Namun pekerjaan alternatif yang dilakukan oleh masing-masing rumah tangga miskin cenderung berbeda demikian juga dengan penghasilan yang diterimanya. Oleh karena itu pada kelompok rumah tangga miskin yang memiliki pekerjaan alternatif akan terjadi ketimpangan pendapatan antar rumah tangga miskin sementara bagi


(44)

rumah tangga miskin yang tidak mempunyai pekerjaan alternatif distribusi pendapatannya cenderung lebih merata karena pendapatannya hanya berasal dari satu sumber. Dalam penelitian ini akan dibuktikan apakah benar distribusi pendapatan pada mereka yang tidak mempunyai mata pencaharian alternatif lebih merata dari pendapatan rumah tangga miskin yang memiliki mata pencaharian alternatif.

Bagi sebagian besar masyarakat desa bertani adalah pekerjaan utama mereka. Oleh karena itu keberadaan lahan amat menentukan variasi pendapatan yang mereka terima kasih, jika lahan terdistribusi secara merata maka pendapatannya akan cenderung terdistribusi secara merata pula, demikian pula sebaliknya, karena lahan merupakan sumber pendapatan utama bagi masyarakat desa. Dengan demikian secara empiris akan dibuktikan apakah benar distribusi penguasaan lahan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap distribusi pendapatan rumah tangga miskin.

Berdasarkan uraian di atas dapat dibuat kerangka konseptual penelitian sebagai berikut:


(45)

Gambar 2.3. Kerangka Konseptual Penelitian

Luas lahan

Tingkat Teknologi

Tingkat Pendidikan

Tingkat Kesehatan Akses terhadap

kelembagaan Mata Pencaharian

Alternatif

Kemiskinan

Kebijakan Pengentasan Kemiskinan


(46)

2.6. Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah, tinjauan pustaka dan kerangka konseptual penelitian yang telah dikemukakan dapat diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut:

1. Luas lahan pertanian, tingkat teknologi, tingkat pendidikan, aksesibilitas terhadap kelembagaan dan mata pencaharian alternatif berpengaruh terhadap pendapatan rumah tangga miskin di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara.

2. Tingkat kesehatan tidak berpengaruh terhadap pendapatan rumah tangga miskin di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara. 3. Kontribusi rumah tangga miskin berpengaruh positif terhadap pendapatan rumah


(47)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Pendekatan Penelitian dan Tempat Penelitian

Pendekatan penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan eksplanatori, artinya penelitian ini menitikberatkan kepada hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya dan menganalisisnya secara mendetil.

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara.

3.2. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah seluruh keluarga petani pada sawah yang ada di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara yaitu sebanyak 8.157 kepala keluarga yang tersebar di 28 desa/kelurahan. Sedangkan untuk memilih sampel dilakukan dengan menggunakan random sampling.

Untuk menentukan jumlah sampel dari populasi tersebut digunakan rumus Slovin, yaitu:

n = 2

1 Ne N

Di mana:

n = Jumlah sampel N = Jumlah populasi


(48)

e = Tingkat kesalahan

Dengan tingkat kesalahan diasumsikan 10%, maka besarnya sampel adalah:

n = 2

) 1 , 0 ( 157 . 8 1

157 . 8 

n = 95,4

Jadi besarnya sampel adalah 95 keluarga miskin

Tabel 3.1. Sampel Keluarga Miskin di Kecamatan Perbaungan Tahun 2009

No Nama Desa RT Sampel

1 Cinta Air 494 18

2 Kesatuan 1027 37

3 Lubuk Dendang 735 26

4 Pematang Tatal 381 14

Jumlah 2637 95

3.3. Jenis Variabel

Berdasarkan kerangka konseptual dan analisis penelitian dapat ditentukan variabel dependen dan independen. Variabel dependen adalah variabel yang nilainya ditentukan oleh variabel independen. Variabel independen adalah variabel yang nilainya ditentukan di luar dari persamaan model estimasi.


(49)

Variabel yang diamati dalam penelitian ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Variabel dependen Y : Kemiskinan 2. Variabel independen

X1 : Luas lahan

X2 : Tingkat teknologi X3 : Tingkat pendidikan X4 : Tingkat kesehatan

D1 : Akses terhadap kelembagaan D2 : Mata pencaharian alternatif

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer yang dikumpulkan terdiri dari luas lahan, tingkat teknologi, tingkat pendidikan, tingkat kesehatan, aksesibilitas terhadap kelembagaan, mata pencaharian alternatif, tingkat pendapatan rumah tangga miskin. Data tersebut dikumpulkan dengan teknik survei dengan menggunakan wawancara melalui kepala rumah tangga miskin. Data sekunder yang diperlukan antara lain data yang berhubungan dengan keadaan wilayah tersebut. Data tersebut dikumpulkan dengan teknik observasi dokumentasi melalui Kantor Camat, Kantor Bappeda, dan BPS Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai.


(50)

3.5. Teknik Analisis

Data yang diperoleh di lapangan yang berhubungan dengan masing-masing variabel sebelum dianalisis secara kuantitatif terlebih dahulu disajikan dalam bentuk tabel distribusi dan dianalisis dengan statistik deskriptif.

Model spesifik yang sesuai dengan hipotesis yaitu untuk mengetahui pengaruh beberapa variabel bebas terhadap variabel terikat adalah sebagai berikut:

Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5D1 + b6D2 + e

Keterangan:

Y : Rumah tangga miskin petani (Rp/bulan) b0 : Intersep garis regresi

X1 : Luas lahan (Ha) X2 : Teknologi (skala)

X3 : Pendidikan kepala rumah tangga miskin (skala) X4 : Tingkat kesehatan (skala)

D1 : Aksesibilitas terhadap kelembagaan ekonomi (dummy) D2 : Mata pencaharian alternatif (dummy)

D : Dummy

e : Kesalahan pengganggu

Dalam penelitian ini digunakan metode deskriptif analisis persentase (sure

analysis), yaitu metode yang menganalisis data berdasarkan bahan yang diperoleh

tanpa menambahi atau mengurangi kemudian menganalisisnya (Sevilla, 1993: 71) dengan merujuk ke Gay. Dengan metode deskriptif mampu memberikan penjelasan


(51)

secara sistematis, akurat dan faktual mengenai data, sifat-sifat serta hubungan fenomena-fenomena yang diteliti dan akhirnya menghasilkan gambaran data yang ilmiah (Djajasudarma, 1993: 8), untuk mengetahui seberapa besar kontribusi rumah tangga miskin yang berpengaruh terhadap pengembangan wilayah di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2009.

3.6. Definisi Operasi Variabel

a. Pendapatan rumah tangga miskin adalah ketidakmampuan sebuah rumah tangga miskin dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sesuai dengan standar yang berlaku.

Pendapatan yang berasal kegiatan di luar usaha tani terdiri dari: (a) pendapatan dari aset yang dimiliki (sewa dan bunga); (b) pendapatan yang berasal dari transfer dari pihak lain; (c) pendapatan dari mata pencaharian alternatif. Pengeluaran terdiri dari: (a) pembelian input pertanian; (b) pembayaran sewa dan bunga; (c) penyusutan peralatan; (d) biaya pemakaian air; (e) biaya reparasi; (f) biaya upah tenaga kerja; (g) iuran petani. b. Penguasaan lahan adalah luas lahan sawah yang dikuasai rumah tangga

miskin sebagai faktor produksi untuk kegiatan usaha tani, baik yang berasal dari milik sendiri, sewa dan bagi hasil.

c. Tingkat teknologi adalah kesediaan petani dalam menggunakan input-input pertanian modern seperti bibit unggul, pupuk buatan, racun hama, zat perangsang tumbuh dan menggunakan mekanisasi pertanian, dengan kategori:


(52)

- Menggunakan semuanya skor 5. - Menggunakan mesin modern skor 4. - Racun hama skor 3.

- Bibit unggul skor 2.

- Menggunakan pupuk skor 1.

d. Tingkat pendidikan adalah pendidikan formal yang pernah diduduki oleh kepala keluarga. Diukur dalam satuan tahun dengan kategori skor masing-masing item sebagai berikut:

1) Perguruan Tinggi skor 5. 2) Sekolah Menengah Atas skor 4. 3) Sekolah Menengah Pertama skor 3. 4) Sekolah Dasar skor 2.

5) Tidak sekolah skor 1.

e. Tingkat kesehatan, dalam studi ini diukur dengan menggunakan skor variabel dengan kategori skor masing-masing item sebagai berikut:

1) Petani miskin yang tidak pernah mengalami sakit 1 dalam kurun waktu 1 tahun skor 5.

2) Petani miskin yang pernah mengalami sakit 1 kali dan berobat ke puskesmas dalam kurun waktu 1 tahun skor 4.

3) Petani miskin yang pernah mengalami sakit 2 kali dan berobat ke puskesmas dalam kurun waktu 1 tahun skor 3.


(53)

4) Petani miskin yang pernah mengalami sakit 3 kali dan berobat ke puskesmas dalam kurun waktu 1 tahun skor 2.

5) Petani miskin yang pernah mengalami sakit 4 kali dan berobat ke puskesmas dalam kurun waktu 1 tahun skor 1

f. Aksesibilitas adalah kesempatan rumah tangga miskin untuk memanfaatkan kelembagaan ekonomi yang ada di pedesaan. Kelembagaan ekonomi yang dimaksud adalah KUD, Bank Perkreditan dan Kelompok Tani. Aksesibilitas tersebut diukur dengan menggunakan daftar pernyataan yang terdiri dari beberapa item yang mengacu kepada fungsi masing-masing kelembagaan tersebut. Setiap item diukur dengan menggunakan dummy dengan rentangan 0-1. Nilai variabel adalah nilai rata-rata yang berasal dari total skor dibagi dengan jumlah item. Jika hasil bagi di bawah 0,50 dihapuskan dan jika lebih dibulatkan ke atas.

0 = Tidak memanfaatkan 1 = Memanfaatkan

g. Mata pencaharian alternatif adalah kegiatan produktif di luar pertanian yang dilakukan oleh anggota rumah tangga miskin dalam menunjang kehidupan rumah tangga. Variabel ini diukur dengan menggunakan peubah boneka (dummy), yaitu:

1) Dummy 1 untuk rumah tangga miskin yang memiliki mata pencaharian

alternatif.

2) Dummy 0 untuk rumah tangga miskin yang tidak memiliki mata


(54)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Daerah Penelitian

Pada bagian ini akan diuraikan gambaran umum wilayah penelitian yang didapatkan dari berbagai dokumen, baik milik Pemerintah Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara maupun lembaga non pemerintah yang concern terhadap kemiskinan masyarakat yang meliputi fisik wilayah, luas wilayah, kependudukan, karakteristik masyarakat, sarana dan prasarana.

4.1.1. Geografis

Kecamatan Perbaungan merupakan salah satu kecamatan dari 17 kecamatan yang ada di Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara. Wilayah Kecamatan Perbaungan terletak di antara 2°57’ LU, 3°16’ LS, 98°33’ – 99°27’ BT, memiliki luas wilayah 17.839 ha, terdiri dari 28 desa dan 136 dusun dengan kepadatan penduduk 10.391.99 jiwa hingga akhir tahun 2008.

Secara administratif Kecamatan Perbaungan terdiri dari 28 desa/kelurahan dengan batas wilayah sebagai berikut:

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Pantai Cermin. 2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Pegajahan.

3. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Pagar Merbau Kabupaten Deli Serdang.


(55)

Topografi wilayah penelitian merupakan kawasan persawahan, di mana sebagian besar wilayah terdiri dari pegunungan yang bergelombang. Wilayah ini berada pada ketinggian 180 M di atas permukaan laut. Areal sebagian besar berbukit-bukit. Wilayah ini dilintasi beberapa sungai, antara lain: Sungai Ular, Sungai Banei, Sungai Bagerpang, Sungai Naga Lawan, Sungai Jenggi, dan masih banyak sungai-sungai kecil lainnya. Sungai-sungai-sungai tersebut banyak bermanfaat untuk mengairi persawahan penduduk.

4.1.2. Luas Wilayah

Luas wilayah Kecamatan Perbaungan 17.859 ha, terdiri dari 28 desa/ kelurahan dengan luas dan ratio masing-masing desa/kelurahan terhadap total luas kecamatan sebagai berikut:


(56)

Tabel 4.1. Luas Wilayah Menurut Desa/Kelurahan di Kecamatan Perbaungan Tahun 2008

No Desa/Kelurahan Luas Desa

(Ha)

Rumah Tangga (KK)

Penduduk (Jiwa)

1 Adolina 1.723 290 1.101

2 Batang Terap 471 943 4.199

3 Bengkel 145 992 4.029

4 Cinta Air 352 392 1.461

5 Cintaman Jernih 1.620 1.715 7.366

6 Deli Muda Ilir 643 243 966

7 Deli Muda Ulu 17 115 489

8 Jambur Pulau 274 976 3.989

9 Kesatuan 291 558 2.153

10 Kota Galuh 308 830 3.363

11 Lidah Tanah 638 965 3.656

12 Lubuk Bayas 487 624 3.121

13 Lubuk Cemara 260 297 1.271

14 Lubuk Dendang 175 330 1.223

15 Lubuk Rotan 365 570 2.291

16 Melati I 105 402 1.494

17 Melati II 1.180 3.493 13.382

18 Pematang Sijonam 4.710 896 3.757

19 Pematang Tatal 232 425 1.600

20 Simpang Tiga Pekan 164 2.607 12.735

21 Suka Beras 350 525 1.200

22 Suka Jadi 445 890 3.296

23 Sungai Buluh 83 808 3.530

24 Sungai Naga Lawan 871 672 2.606

25 Sungai Sijenggi 292 1.033 4.393

26 Tanah Merah 361 638 2.821

27 Tanjung Buluh 729 111 411

28 Tualang 568 2.067 7.874

Jumlah 16.859 24.407 99.777


(57)

4.1.3. Kependudukan

Kepadatan penduduk dan rata-rata anggota rumah tangga penduduk Kecamatan Perbaungan tahun 2008 disajikan pada Tabel 4.2 berikut ini:

Tabel 4.2. Jumlah Kepadatan Penduduk Menurut Desa/Kelurahan

di Kecamatan Perbaungan, Tahun 2008

No Desa/Kelurahan Laki-laki Perempuan Jumlah Sex Ratio

1 Adolina 556 554 1.101 0,98

2 Batang Terap 1.993 2.206 4.199 1,11

3 Bengkel 1.901 2.128 4.029 1,12

4 Cinta Air 720 741 1.461 1,03

5 Cintaman Jernih 3.585 3.781 7.366 1,05

6 Deli Muda Ilir 490 476 966 0,97

7 Deli Muda Ulu 247 242 489 0,98

8 Jambur Pulau 1.935 2.054 3.989 1,06

9 Kesatuan 1.038 1.115 2.153 1,07

10 Kota Galuh 1.672 1.691 3.363 1,01

11 Lidah Tanah 1.905 1.751 3.656 0,92

12 Lubuk Bayas 1.524 1.597 3.121 1,05

13 Lubuk Cemara 609 662 1.271 1,09

14 Lubuk Dendang 664 559 1.223 0,84

15 Lubuk Rotan 1.182 1.109 2.291 0,94

16 Melati I 734 760 1.494 1,04

17 Melati II 6.739 6.643 13.382 0,99

18 Pematang Sijonam 1.891 1.866 3.757 0,99

19 Pematang Natal 818 782 1.600 0,96

20 Simpang Tiga Pekan 6.166 6.569 12.735 1,07

21 Suka Beras 573 627 1.200 1,09

22 Suka Jadi 1.693 1.603 3.296 0,95

23 Sungai Buluh 1.732 1.798 3.530 1,04

24 Sungai Naga Lawan 1.316 1.290 2.606 0,98

25 Sungai Sijenggi 2.162 2.231 4.393 1,03

26 Tanah Merah 1.387 1.434 2.821 1,03

27 Tanjung Buluh 202 209 411 1,03

28 Tualang 3.748 4.126 7.874 1,10

Jumlah 49.182 50.595 99.777 1,03


(58)

Data pada Tabel 4.2 tersebut memperlihatkan bahwa Kecamatan Perbaungan merupakan kecamatan yang terbanyak jumlah penduduknya. Hal ini disebabkan Kecamatan Perbaungan adalah pusat perdagangan sekaligus sebagai pusat pemerintahan. Namun secara umum Kecamatan Perbaungan masih mempunyai potensi yang besar untuk pengembangan/pembangunan wilayah.

Adapun jumlah penduduk Kecamatan Perbaungan menurut kelompok umur dan jenis kelamin Tahun 2008 dapat diperlihatkan pada Tabel 4.3. Kelompok usia kerja (15-60 tahun) berdasarkan data pada Tabel 4.3 adalah sebesar 51% atau sebanyak 17.203 jiwa, dengan perincian perempuan sebesar 8.922 jiwa (52%) dan laki-laki sebesar 8.282 jiwa (48%) dari total jumlah kelompok angkatan kerja.


(59)

Tabel 4.3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur di Kecamatan Perbaungan, Tahun 2008

Kelompok Umur (Tahun)

No Desa/Kelurahan

0-5 6-12 13-16 17-59 60+ Jumlah

1 Adolina 142 175 90 658 36 1.101

2 Batang Terap 716 975 937 1.316 255 4.199

3 Bengkel 322 530 952 2.099 126 4.029

4 Cinta Air 133 234 202 774 118 1.461

5 Cintaman Jernih 160 1.888 1.921 2.913 484 7.366

6 Deli Muda Ilir 136 171 88 549 22 966

7 Deli Muda Ulu 69 82 26 28 284 489

8 Jambur Pulau 535 565 382 2.259 248 3.989

9 Kesatuan 236 517 397 688 315 2.153

10 Kota Galuh 291 642 501 1.853 76 3.363

11 Lidah Tanah 345 536 300 2.255 220 3.656

12 Lubuk Bayas 521 642 432 1.413 113 3.121

13 Lubuk Cemara 123 191 149 743 65 1.271

14 Lubuk Dendang 105 187 333 513 85 1.223

15 Lubuk Rotan 289 319 372 1.164 147 2.291

16 Melati I 149 224 338 708 75 1.494

17 Melati II 1.557 1.775 1.920 6.774 1.356 13.382 18 Pematang Sijonam 289 339 318 2.579 232 3.757

19 Pematang Tatal 241 305 241 712 101 1.600

20 Simpang Tiga Pekan 1.604 2.017 1.851 6.340 923 12.735

21 Suka Beras 177 213 172 595 43 1.200

22 Suka Jadi 465 870 498 1.125 338 3.296

23 Sungai Buluh 385 592 417 1.930 206 3.530

24 Sungai Naga Lawan 404 372 269 1.426 135 2.606 25 Sungai Sijenggi 851 903 1.026 1.517 96 4.393

26 Tanah Merah 293 439 347 1.535 207 2.821

27 Tanjung Buluh 73 45 31 250 12 411

28 Tualang 1.044 1.385 1.045 3.630 770 7.874

Jumlah 11.655 17.133 15.555 48.346 7.088 99.777


(60)

4.2. Karakteristik Masyarakat

Karakteristik masyarakat Kecamatan Perbaungan yang meliputi jenis pekerjaan, pendidikan, dan kondisi perumahan dan kesehatan, diuraikan sebagai berikut:

4.2.1. Pekerjaan

Jenis pekerjaan penduduk di Kecamatan Perbaungan didominasi oleh sektor pertanian, di mana dari 17.203 orang jumlah penduduk usia kerja, yang bekerja di sektor pertanian 68%; 7% dagang; 23% karyawan/PNS, dan mata pencaharian lain-lain 3%. Karakteristik penduduk ini lebih rinci disajikan dalam Tabel 4.4.


(61)

Tabel 4.4. Jumlah Penduduk Berdasarkan Pekerjaan di Kecamatan Perbaungan, Tahun 2008

Pekerjaan No Desa/

Kelurahan PNS ABRI/ Polri

Karya wan

Wira

swasta Jasa Tani

Nela

yan Buruh

Lain-lain

1 Adolina 14 - 178 121 2 4 - 64 356

2 Batang Terap 36 2 531 307 66 75 - 94 441

3 Bengkel 52 16 83 568 46 147 - 70 757

4 Cinta Air 3 1 36 27 6 231 - 43 545

5 Cintaman Jernih

100 24 251 715 117 15 - 285 2.890 6 Deli Muda Ilir 3 4 199 36 2 15 - 217 95 7 Deli Muda

Ulu

- - 111 3 - 2 - 18 177

8 Jambur Pulau 23 7 57 247 87 187 6 438 1.455 9 Kesatuan 10 1 120 249 38 313 46 223 200 10 Kota Galuh 56 23 386 1.123 57 107 - 102 185 11 Lidah Tanah 21 3 95 178 52 1.073 5 525 547

12 Lubuk Bayas 8 - 31 265 - 763 44 - 169

13 Lubuk Cemara 5 1 35 106 29 325 - 98 43 14 Lubuk

Dendang

6 - 21 232 25 290 - 98 43

15 Lubuk Rotan 3 1 22 12 10 525 22 241 502

16 Melati I 5 2 46 286 48 32 - 141 223

17 Melati II 71 9 797 937 647 1.498 - 2.059 2.085 18 Pematang

Sijonam

34 5 182 562 348 431 - 329 352 19 Pematang

Tatal

10 1 64 138 31 284 2 187 96

20 Simpang Tiga Pekan

216 5 1.527 1.715 1.289 12 - 1.510 987

21 Suka Beras 3 1 22 38 24 98 - 132 165

22 Suka Jadi 20 4 83 343 153 529 - 339 492 23 Sungai Buluh 26 4 395 486 378 85 5 225 645 24 Sungai Naga

Lawan

6 - 152 149 48 320 136 176 574 25 Sungai

Sijenggi

20 4 464 850 126 64 - 468 617 26 Tanah Merah 5 - 162 325 146 212 4 348 524 27 Tanjung

Buluh

5 - 83 87 6 4 - 48 5

28 Tualang 44 22 887 625 324 516 - 803 979 Jumlah 805 140 7.020 10.730 4.105 8.157 270 9.281 16.149 Sumber: Kecamatan Perbaungan, Tahun 2008.


(62)

4.2.2. Pendidikan

Dari 8.674 orang penduduk yang berusia 7-12 tahun, masih terdapat sebesar 1% (111 orang) yang berstatus tidak sekolah. Kemudian dari 4.338 orang penduduk yang berusia 12-19 tahun, terdapat 3,8% (165 orang) yang berstatus tidak sekolah. Kondisi ini menggambarkan betapa masih rendahnya pengembangan sumber daya manusia khususnya bidang pendidikan masyarakat di Kecamatan Perbaungan.


(1)

Masalah pokok yang disoroti adalah masih belum adanya suatu petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis) yang operasional dalam pengelolaan dan pengendalian PPWT ber-BLN di daerah.

Program Pengembangan Wilayah terpadu (PPWT), yang menurut Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1990 adalah program pengembangan wilayah yang dilaksanakan secara terpadu dengan pendekatan perwilayahan dan ditujukan untuk mengembangkan wilayah yang bersifat khusus secara lintas sektoral dan dalam upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di wilayah yang bersangkutan.

Pendekatan PPWT ini pada hakikatnya merupakan upaya penanggulangan di wilayah-wilayah khusus di pedesaan dan permukiman kumuh perkotaan yang bersifat lintas sektoral dan sekaligus untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan di daerah-daerah yang relatif tertinggal.

PPWT dilaksanakan dengan fokus kawasan pengembangan seperti: 1. Pengembangan wilayah kepulauan,

2. Pengembangan konservasi lahan kritis, 3. Pengembangan kawasan penyangga,

4. Pengembangan sosial budaya pembinaan masyarakat terasing, 5. Pengembangan wilayah perbatasan.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian pada bab terdahulu, maka diambil beberapa kesimpulan berikut ini:

1. Pendapatan rata-rata masyarakat miskin di Kecamatan Perbaungan adalah sebesar Rp.672.333 sebulan dan secara individu (parsial), tingkat pendidikan, status pengusahaan lahan, luas lahan dan aksesibilitas terhadap lembaga keuangan berpengaruh positif dan nyata terhadap pendapatan petani miskin. Sedangkan tingkat kesehatan tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan petani miskin.

2. Secara parsial, luas lahan, tingkat teknologi, tingkat pendidikan, aksesibilitas terhadap lembaga ekonomi dan mata pencaharian alternatif berpengaruh positif dan nyata terhadap pendapatan petani miskin. Sedangkan tingkat kesehatan tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan petani miskin. Secara serentak, luas lahan, tingkat teknologi, tingkat pendidikan, tingkat kesehatan, aksesibilitas terhadap lembaga ekonomi dan mata pencaharian alternatif, berpengaruh nyata terhadap pendapatan petani miskin.


(3)

5.2. Saran

Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan yang dikemukakan, berikut ini diusulkan beberapa saran yang mungkin bermanfaat, baik bagi masyarakat petani miskin maupun Pemerintah Kecamatan Perbaungan, yaitu:

1. Pemerintah diharapkan mampu memberikan fasilitas kemudahan bagi petani miskin untuk dapat akses terhadap lembaga-lembaga yang ada, misalnya kemudahan dalam syarat administrasi perolehan pinjaman, kemudahan memperoleh bantuan bibit-bibit yang unggul melalui koperasi, dan sebagainya. 2. Kepada pemerintah, agar meningkatkan upaya-upaya peningkatan kualitas

sumber daya manusia melalui penyuluhan, pelatihan pendidikan keterampilan, yang sesuai dengan kondisi lahan pertanian, untuk menunjang hasil produksi yang optimal.

3. Salah satu hal yang perlu diperhatikan pemerintah dalam membuat suatu perencanaan pembangunan di bidang ekonomi masyarakat adalah dengan membuka suatu areal yang baru untuk digarap oleh masyarakat khususnya ditujukan untuk petani miskin, yang bertujuan untuk pemerataan pemilikan lahan dan peningkatan produktivitas pertanian (transmigrasi lokal ke kecamatan lain dalam kabupaten).


(4)

5. Para petani harus berusaha lebih sungguh-sungguh dalam mengupayakan pendidikan kepada anak-anak, sebagai salah satu upaya yang efektif untuk boleh keluar dari lingkaran kemiskinan.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, Lincolin, 2005, Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah, Edisi Kedua, BPFE, Yogyakarta.

Bappenas, 1999, Kebijaksanaan Pokok dan Pelaksanaan Program Jaring Pengaman Sosial (Policies and Implementation of Social Safety Net Programs)”, Jakarta. Boediono, 1999, Teori Pertumbuhan Ekonomi, Edisi Pertama, Cetakan Keenam,

BPFE, Yogyakarta.

Both, Anne, 1993, Agriculture Development in Indonesia, Allen and Unwin, Sydney. Djojohadikusumo, Sumitro, 1994, Perkembangan Pemikiran Ekonomi Dasar Teori

Pertumbuhan dan Ekonomi Pembangunan, Penerbit Gramedia, Jakarta.

Hagul, Peter, 1986, Pembangunan Desa dan Lembaga Swadaya Masyarakat. Yayasan Dian Desa, Yogyakarta.

Hasyim, Shireen Mardziah, 1998, Income Inequality and Poverty in Malaysia, Rowman & Littlefield Publisher. Inc., Oxford.

Hayami dan Ruthan, 1985, Agriculture Development International Prespective, John Hopkin Press, London.

Ismawan, 1991, Ketenagakerjaan dalam Struktur Agraris di Pedesaan Jawa, UI Press, Jakarta.

Mintoro, A, 1983, Distribusi Pendapatan, Studi Dinamika Pedesaan, Bogor. Nasir, Moh, 1985, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Bogor.

Pakpahan, Agus, 1989, Aspek Kelembagaan dalam Pembangunan Pertanian, Pusat Studi Dinamika Pedesaan, Bogor.

Quibria, M.G, 1994, Rural Property in Asia; Bangladesh, India dan Srilanka, Asian Development Bank, Manila.


(6)

Singarimbun, Masri dan D.H. Penny, 1976, Penduduk dan Kemiskinan Kasus Sri Harjo di Pedesaan Jiwa, Bhatara Karya Aksara, Jakarta.

Subagyo, Pangestu dan Djarwanto Ps., 2005, Statistika Induktif, Edisi Kelima Cetakan Pertama, BPFE, Yogyakarta.

Sajogyo, 1991, Kemiskinan dan Pembangunan di Nusa Tenggara Timur, PSP-IPB, Bogor.

Todaro, Michle. P, 1985, Economic Development in The Third World, Terjemahan Burhanuddin Abdullah “Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Todaro, Michael P., 2003, Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Jilid 1, Edisi Kedelapan (diterjemahkan oleh Haris Munandar), Erlangga, Jakarta.


Dokumen yang terkait

Konflik Pemekaran Wilayah di Kabupaten Serdang Bedagai (Studi Kasus:Konflik Horisontal yang Bersifat Laten di Desa Pagar Manik, Kecamatan Silinda Kabupaten Serdang Bedagai)

8 84 101

Analisis Pendapatan Pada Petani Padi Sawah Terhadap Kesejahteraan (Studi Kasus : Desa Lubuk Bayas Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai)

19 173 117

Analisis Perkembangan Pendapatan Petani Usahatani Padi Organik (Studi Kasus: Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai)

0 4 104

Strategi Peningkatan Pendapatan Petani Padi Organik (Studi Kasus : Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai )

0 3 78

Analisis Perkembangan Pendapatan Petani Usahatani Padi Organik (Studi Kasus: Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai)

0 0 16

Analisis Perkembangan Pendapatan Petani Usahatani Padi Organik (Studi Kasus: Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai)

0 0 1

Analisis Perkembangan Pendapatan Petani Usahatani Padi Organik (Studi Kasus: Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai)

0 0 4

Analisis Perkembangan Pendapatan Petani Usahatani Padi Organik (Studi Kasus: Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai)

0 0 11

Analisis Perkembangan Pendapatan Petani Usahatani Padi Organik (Studi Kasus: Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai)

0 0 2

Analisis Perkembangan Pendapatan Petani Usahatani Padi Organik (Studi Kasus: Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai)

0 0 41