Cuti Haid Cuti HamilCuti Keguguran

Yahya Teofilus Purba : Kejahatan Perdagangan Wanita Dihubungkan Dengan Pelanggaran Hak Azasi Manusia, 2007. USU Repository © 2009 perlindungan terhadap pekerja khusus pekerja perempuan walaupun kenyataannya yang sebenarnya masih terjadi ketimpangan dalam implemenasimya di lapangan.

3. Cuti Haid

Cuti haid bagi perempuan adalah sesuatu yang tetap menjadi pro dan kontra. Undang -undnag Ketenaga Kerjaan mengatur tentang cuti haid bagi perempuan. Pasal 81 ayat 1 UUKK tersebut menyatakan pekerjaburuh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid. Bagi sebagian peremuan yang tidak setuju dengan dimasukkannya Pasal 81 tentang cuti haid melihat bahwa pengaturan tersebut merupakan perlakuakn diskriminatif karena haid adalah kodrat. Alasan mereka, dengan semakin canggihnya teknologi dan semakin tingginya kesadaran perempuan akan kesehatan maka maslah bukan lagi menjadi faktor penghambat untuk beraktivitas. Masalah haid adalah berkitan dengan reproduksi dan reproduksi adalah masalah kodrat. Sedangkan bagi sebagian perempuan yang setuju dengan Pasal 81 UUKK yang isinya “pekerjaburuh perempuan yang masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan hari kedua pada waktu haid” pasal tersbeut menganggap bahwa kewajiban cuti haid bagi pekerja perempuan adalah masalah hak boleh diambil dan boleh tidak diambil. Implementasi dai Pasal 81 ayat 1 dilapangan memang berjalan seiring dengan bergulirnya pendapat pro dan konra tersebut, walaupun cuti haid ada;ah sesuatu yang wajib dilaksanakan tetapi kenyataannya, banyak sekali pekerja Yahya Teofilus Purba : Kejahatan Perdagangan Wanita Dihubungkan Dengan Pelanggaran Hak Azasi Manusia, 2007. USU Repository © 2009 perempuan di perusahaan tertentu tersebut artinya pekerja perempuan tetap melaksanakan tugas dan kewajibannya walaupun dalam keadaan haid. Dibeberapa perusahaan padat karya yang mempekerjakan mayoritas pekerja perempuan ketentuan ini tetap berlaku. Bahkan mekanisme pengambilan cuti haid disepakati dan ditunagkan dalam perjanjian kerja bersama atau peraturan perusahaan.

4. Cuti HamilCuti Keguguran

Kebijakan pemerintah untuk memberikan cuti hamil kepada perempuan adalah sesuatu yang wajib karena keterkaitan kodrat sebagai perempuan. Ketentuan UUKK pada Pasal 82 yang bunyinya “Mengatakan pekerjaburuh perempuan berhak memperoleh isitirahat 1,5 satu setengah bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1.5 bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan. Ayat -ayat itu menyatkan pekerjabutuh peremuan yang mengalami keguguan kandungan berhak memperoleh istirahat 1.5 bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter atau bidan. Mekanisme pegambialn cuti hamil bisa disepakati antara pekerja buruh dengan pengusaha dan dituangkan dalam perjanjian cuti hamil yang dimaksudkan tidak mesti 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1.5 bulan setelah melahirkan bisa diatur apakah 1 minggu atau 2 minggu sebelum melahirka baru sisanya diambil setelah melahirkan. Yang penting total istirahat selama periode melahirkan dalam 3 bulan. Yahya Teofilus Purba : Kejahatan Perdagangan Wanita Dihubungkan Dengan Pelanggaran Hak Azasi Manusia, 2007. USU Repository © 2009 Apabila cuti tahunan jatuh temponya tetpa pada saat mengambil cuti tahunan tetap berlaku. Pekerja peremuan juga selain diberikan cuti hamil juga diberikan kesempatan menyusui anaknya selama melakukan pekerjaan. Pasal 83 mengatakan, “pekerjaburuh perempuan yang anaknya masih menyusui harus diberikan kesempatan sepatutnya untuk anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja.” Walaupun UU memperbolehkan untuk melakukan hal itu tetapi kenyataannya pekerja perempuan tidak melakukannya bukan karena dilarang oleh pengusaha tetapi kemauan pekerja sendiri dengan alasan menghambat pekerjaan. Selama pekerja perempuan melaksanakan cuti melahirkan selama 3 bulan maka pekerja tersebut tetap berhak mendapatkan upah penuh.

B. Perubahan perpektif tinjauan keliru terhadap peranan ekonomi wanita