Kejahatan Perdagangan Wanita Dihubungkan Dengan Pelanggaran Hak Azasi Manusia

(1)

Yahya Teofilus Purba : Kejahatan Perdagangan Wanita Dihubungkan Dengan Pelanggaran Hak Azasi Manusia, 2007.

USU Repository © 2009

KEJAHATAN PERDAGANGAN WANITA

DIHUBUNGKAN DENGAN PELANGGARAN

HAK AZASI MANUSIA

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas -tugas dan Memenuhi Syarat -syarat untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2007

YAHYA TEOFILUS PURBA NIM : 020 222 100 Bagian : Hukum Pidana


(2)

Yahya Teofilus Purba : Kejahatan Perdagangan Wanita Dihubungkan Dengan Pelanggaran Hak Azasi Manusia, 2007.

USU Repository © 2009

KEJAHATAN PERDAGANGAN WANITA

DIHUBUNGKAN DENGAN PELANGGARAN

HAK AZASI MANUSIA

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas -tugas dan Memenuhi Syarat -syarat untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

Pembimbing I

(Nurmala, SH. M. Hum) NIP. 131 803 347

YAHYA TEOFILUS PURBA NIM : 020 222 100 Bagian : Hukum Pidana

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA Disetujui Oleh

Ketua Departemen Hukum Pidana

(Abdul Khair SH.M. Hum) NIP. 131 842 854

Pembimbing II

(Liza Erwina, SH, M. Hum) NIP. 131 835 565

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Yahya Teofilus Purba : Kejahatan Perdagangan Wanita Dihubungkan Dengan Pelanggaran Hak Azasi Manusia, 2007.

USU Repository © 2009

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat, penyertaan dan kekuatan dari Nyalah penulis dapat menjalani hari -hari perkuliahan sampai pada akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

Adapun skripsi ini berjudul “KEJAHATAN PERDAGANGAN

WANITA DIHUBUNGKAN DENGAN PELANGGARAN HAK AZASI MANUSIA”

Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, serta tidak luput dari kekurangan, baik dari materi tulisan maupun dari segi teknik penulisannya. Hal ini tidak lepas dari pada kemampuan penulis yang serba terbatas, dengan daya nalar ilmiah yang belum memadai.

Penulis menyadari bahwa terwujudnya tulisan ini bukanlah berdasarkan kemampuan penulis semata -mata, melainkan berkat bimbingan, bantuan dan dorongan berbagai pihak baik berupa bantuan moril maupun materil yang tidak ternilai harganya sehingga pada kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih serta penghargaan yang setinggi -tingginya kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH.MH, selaku Dekan Fakultas Hukum

Unversitas Sumatera Utara Medan.

2. Bapak H. Abul Khair, SH.M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Pidana. 3. Ibu Nurmalawaty SH, M.Hum, selaku Sekretaris Departemen Hukum Pidana


(4)

Yahya Teofilus Purba : Kejahatan Perdagangan Wanita Dihubungkan Dengan Pelanggaran Hak Azasi Manusia, 2007.

USU Repository © 2009

4. Ibu Liza Erwina, SH, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II.

5. Penulis telah banyak meluangkan waktu dan untuk dibimbing dan diberikan masukan-masukan dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Budiman Ginting, SH.M.Hum, selaku Dosen Wali penulis selama mengikuti masa perkuliahan.

7. Bapak dan Ibu Dosen serta pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang turut mendukung segala urusan perkuliahan dan administrasi penulis selama mengikuti perkuliahan.

8. Bapak Kelelong Bukit, SH, yang memberikan perhatian dalam memberikan dorongan dalam skripsi saya.

9. Kedua orang tua penulis J.Purba dan C br. Ginting yang sangat penulis banggakan, yang menyayangi penulis, yang telah mengorbankan segala -galanya baik moril maupun materil demi anak-anaknya, memperhatikan dan memenuhi segala keperluan penulis dan selalu sabar memberi semangat dan motifasi serta mendoakan penulis dan adik penulis yang telah memberi segala perhatian dan semangat kepada penulis.

10.Terima kasih kepada adikku Claudya Eterina P.

11.Teman -teman di IMKA Erkaliaga Fakultas Hukum Unversitas Sumatera Utara

12.Penulis juga mengucapkan terima kasih buat teman -temen yang tidak dapat penulis sebutkan satu -persatu, yang juga telah mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


(5)

Yahya Teofilus Purba : Kejahatan Perdagangan Wanita Dihubungkan Dengan Pelanggaran Hak Azasi Manusia, 2007.

USU Repository © 2009

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa kripsi ini jauh dari kesempurnaan, hal ini disebabkan karena keterbatas yang dmiliki dari pembaca sekalian demi kesempurnaan skripsi ini.

Namun penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat untuk menambah pengetahuan dan wawasan berpikir bagis etiap orang yang membaca.

Terima kasih.

Medan, Juni 2007


(6)

Yahya Teofilus Purba : Kejahatan Perdagangan Wanita Dihubungkan Dengan Pelanggaran Hak Azasi Manusia, 2007.

USU Repository © 2009

ABSTRAKSI

Perdagangan manusia merupakan sebuah kejahatan yang terus menerus berkembang secara national maupun internasional yang pada umumnya berada dalam situasi dan kondisi yang renta. Perdagangan orang dapat mengambil korban dari siapapun, orang -orang dewasa da anak -anak, laki -laki maupun perempuan tanpa terkecuali. Modus yang digunakan dalam kejahatan ini sangat beragam dan juga memiliki aspek kerja yang rumit tidak ada negara yang kebal terhadap perdagangan manusia. Dilihat dari sudut korbannya, hampir seluruh kasus yang ditemukan korbannya adalah perempuan dan anak -anak di bawah umur, termasuk bayi. Hanya sebagian kecil kasus mudah dipahami yaitu semua tindakan yang mengandung salah satu atau lebih tindakan pemberangkatan, penerimaan dan penampungan sementara disertai ancaman atau memanfaatkan posisi kerentanan (tidak ada pilihan lain, terisolasi, ketergantungan obat, jebakan utang) memberikan atau menerima pembayaran keuntungan dimana legal maupun illegal, adopsi anak, pekerja jermal, pembantu rumah tangga, pengganti pesanan, industri pornografi, pengedar obat terlarang juga untuk kepentingan pemindahan organ tubuh.

Secara singkat hak azasi manusia sudah diuraikan secara lengkap pada ketentuan yaitu untuk melihat secara umum dengan jelas gambaran pengertian dan macam -macam hak azasi manusia, sudah banyak ketentuan perundang -undangan utnuk mecegah dan melindungi hak azasi manusia dan memberikan suatu perspektif terhadap peranan wanita dalam konteks sosial, politik, budaya dan politik yang patriarkis.


(7)

Yahya Teofilus Purba : Kejahatan Perdagangan Wanita Dihubungkan Dengan Pelanggaran Hak Azasi Manusia, 2007.

USU Repository © 2009

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... DAFTAR ISI ... ABTRAKSI ...

BAB I : PENDAHULUAN ...

A. Latar Belakang ... B. Perumusan Masalah ... C. Keaslian Penulisan ... D. Tujuan Penulisan ... E. Manfaat Penulisan ... F. Tinjauan Kepustakaan ... 1. Pengertian Perdagangan Manusia ... 2. Trafficking Merupakan Kejahatan Terhadap

HAM ... Unsur -unsur Trafficking ... 1. Korban Trafficking ... 2. Pelaku Trafficking ... 3. Pengguna Trafficking ... 3. Karakteristik Perdagangan Manusia ...

a. Korban yang Lengah dan Ingin Cepat

Memperoleh Pekerjaan ... b. Pelau yang Canggih dan Terorganisasi ... c. Modus Operandi yang Dipergunakan ... 1. Dengan Janji-janji Indah ... 2. Dengan Kekerasan ... G. Metode Penelitian ... H. Sistematika Penulisan ...


(8)

Yahya Teofilus Purba : Kejahatan Perdagangan Wanita Dihubungkan Dengan Pelanggaran Hak Azasi Manusia, 2007.

USU Repository © 2009

BAB II : PERSPEKTIF HUKUM DAN HAM PERDAGANGAN

MANUSIA ...

A. Instrument Domestic ...

B. Tinjauan Perdagangan Manusia dari KUHP

Dihubungkan dengan RU KUHP ... C. Tinjauan Trafficking Dihubungkan dengan Undang

-undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM ...

BAB III : PERSPEKTIF TERHADAP PERAN WANITA

PEREMPUAN ...

A. Hak -hak Pekerja Perempuan ... B. Perubahan Perspektif terhadap Peranan Wanita Dalam

Konteks Sosial, Politik, Budaya, dan Politik yang Patriarkis ...

BAB IV : ANALISIS PUTUSAN ...

1. Putusan Pengadilan Negeri yang Berkaitan dengan Ketentuan pasal 338 KUHP ... Putusan -putusan Nomor : 274/Pid.B/2006/PN-Mdn ... Putusan Nomor : 709/Pid.B/2005/PN.Mdn ... 2. Analisa Putusan Hakim ...

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ...

A. Kesimpulan ... B. Saran ...

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(9)

Yahya Teofilus Purba : Kejahatan Perdagangan Wanita Dihubungkan Dengan Pelanggaran Hak Azasi Manusia, 2007.

USU Repository © 2009

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perdagangan manusia atau istilah Human Trafficking merupakan sebuah kejahatan yang sangat sulit diberantas dan disebut -sebut oleh masyarakat internasional sebagai bentuk perbudakan masa kini dan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Kejahatan in terus menerus bekembang secara nasional maupun internasional. Dengan perkembangan dan kemajuan teknologi, informasi, komunikasi dan transportasi maka semakin berkembang pula modus kejahatannya yang dalam beroperasinya sering dilakukan secara tertutup dan bergerak di luar hukum. Pelaku perdagangan orang (trafficker) pun dengan cepat berkembang menjadi sindikasi lintas batas negara dengan cara kerja yang mematikan.

Perdagangan orang dapat mengambil korban dari siapapun, orang -orang dewasa dan anak -anak, laki -laki maupun perempuan yang pada umumnya berada dalam situasi dan kondisi yang rentan. Modus yang digunakan dalam kejahatan ini sangat beragam dan juga memiliki aspek kerja yang rumit. Tidak ada negara yang kebal terhadap perdagangan manusia. Setiap tahunnya diperkirakan 600.000-800.000 laki-laki, perempuan dan anak -anak diperdagangkan menyeberangi perbatasan perbatasan internasional. Para korban dipaksa bekerja ditambang -tambang dan tempat buruh berupa rendah, di tanah pertanian sebagai pelayan


(10)

Yahya Teofilus Purba : Kejahatan Perdagangan Wanita Dihubungkan Dengan Pelanggaran Hak Azasi Manusia, 2007.

USU Repository © 2009

rumah, sebagai prajurit di bawah umur dan dalam banyak bentuk perbudakan diluar kemauan mereka.1

1

www.elsam.or.id

Dalam era kemerdekaan yang demokratis dengan masyarakat yang religius dan menjungjung tinggi Hak Asasi Manusia, Bangsa Indonesia terus meningkatkan komitmennya untuk mensejahterakan kehidupan Bangsa melalui upaya -upaya yang diselenggarakan secara konsisten dan berkelanjutan dalam melindungi warga negaranya antara lain dari praktek -praktek perdagangan orang dan bentuk -bentuk eksploitasi lainnya.

Dimana melihat secara singkat hak azasi manusia sudah diuraikan secara lengkap pada ketentuan -ketentuan perundang -undangan, yaitu :

Hak Azasi Manusia : “Setiap orang dilahirkan bebas dengan harkat dan martabat manusia yang sama dan sederajat serta dikarunia akan dan hati nurani untk hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam semangat persaudaraan-an. Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang adil dan serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum. Setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia, tanpa diskriminasi “(Pasal 3, Undang -undang no.39/1999 tentang HAM).

“Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan prbadi, pikiran dan hati nuani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun” (Pasal 4, Undang -undang No.39/1999 tentang HAM).

“Tidak seorang pun boleh diperbudak atau diperhamba. Perbudakan atau perhambatan, perdagangan wanita, dan segala perbuatan berupa apapun yang tujuannya serupa, dilarang” (Pasal 20, Undang -undang No. 39/1999 tentang HAM).


(11)

Yahya Teofilus Purba : Kejahatan Perdagangan Wanita Dihubungkan Dengan Pelanggaran Hak Azasi Manusia, 2007.

USU Repository © 2009

“Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan eksploitasi dan pelecehan seksual, penculikan, perdagangan anak, serta dari berbagai bentuk penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya” (Pasal 65, Undang -undang No.39/1999 tentang HAM).

“Pemerintah wajib dan bertanggung jawab menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia yang diatur dalam undang -undang ini, peraturan perundangan lain, dan hukum internaisonal tentang hak asasi manusia yang diterima oleh negara Republik Indonesia. Kewajiban dan tanggung jawab Pemerintah tersebut meliputi langkah implementasi yang efektif dalam bidang hukum, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan negara, dan bidang lain” (Pasal 71 dan 72, Undang -undang No.39/1999 tentang HAM).

Dalam ketentuan perundang-undangan Republik Indonesia yang mengatur tentang perdangan wanita dimana merupakan wujud dari kepedulian dari semua unsur pihak yang berwajib telah banak melakukan tindakan hukum kepada para

trafficker dan memproses mereka secara hukum serta mengajukannya ke

Pengadilan. Naming pihak Kepolisian, Kejaksaan/ Advokat/Pengacara dan pengamat yang peduli terhadap masalah perdagangan orang mengeluhkan adanya kendala di bidang perundang -undnagan yang menyebabkan hukuman yang diberlakukan kepada trafficker tidak cukup berat dan tidak menimbulkan efek jera bagi mereka dilihat dari sudut korbannya, hampir sleuruh kasus yang ditemukan korbannya, hampir seluruh kasus yang ditemukan korbannya adalah perempuan dan anak -anak di bawah umur, termasuk bayi. Hanya sebagian kecil kasus yang menyangkut tenaga kerja Indonesia, yang korbannya juga laki -laki.

B. Permasalahan

Dari sekilas uraian diatas maka penulis mengambil beberapa pokok permasalahan yang akan diuraikan lebih lanjut dalam penulisan ini, yaitu :


(12)

Yahya Teofilus Purba : Kejahatan Perdagangan Wanita Dihubungkan Dengan Pelanggaran Hak Azasi Manusia, 2007.

USU Repository © 2009

1. Bagaimana ketentuan -ketentuan hukum yang mengatur tentang

perlindungan terhdap perdagangan manusia khususnya pada wanita dihubungkan dengan perlindungan Hak Azasi Manusia?

2. Bagaimana peranan wanita dalam konteks sosial, politik, budaya dan patriarkis wanita?

C. Keaslian Penulisan

Penulis ini tentang “Kejahatan Perdagangan Wanita Dihubungkan Dengan Pelanggaran Hak Azasi Manusia.” Berdasarkan penelusuran kepustakaan dan studi kasus sepanjang yang diketahui belum dilakukan penulisan, oleh karena itu penulisan ini asli. Bila ternyata skripsi yang sama dengan skripsi ini sebelum dibuat, penulis bertanggungjawab sepenuhnya.

D. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui secara umum tentang perdagangan manusia, sejauh mana dikatakan perdagangan manusia khususnya pada wanita.

2. Untuk mengetahui bagaimana peranan wanita dalam kontek sosial, politik, budaya dan patriarkis wanita.

E. Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis hasil penelitian ini dapat dijaikan bahan kajian lebih lanjut untuk melahirkan konsep ilmiah yang diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan hukum pidana di Indonesia.


(13)

Yahya Teofilus Purba : Kejahatan Perdagangan Wanita Dihubungkan Dengan Pelanggaran Hak Azasi Manusia, 2007.

USU Repository © 2009

2. Secara patriarkis hasil penelitian ini diharapkan dapat memperoleh gambaran tentang pekembangan perdagangan manusia khususnya wanita bagi penegakan keadilan di Indonesia

F. Tinjauan Kepustakaan

1. Pengertian Perdagangan Manusia

Definisi mengenai perdagangan orang mengalami perkembangan sampai ditetapkannya Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in

Persons Specially Women and Children Supplementing he United Nation Convention Against Transnational Organized Crime tahun 2000. Dalam

protokol tersebut yang dimaksudkan dengan perdagangan orang adalah :

(a) … the recruitment, transportation, transfer, harboring or receipt if persons, by means of the threat or use of force or other forms of coercion, of abduction, of fraud, of deception, of the abuse of power or of a position of vulnerability or of the giving or receiving of payments or benefits to achieve the consent o a person having control over another person, for the purposes of exploitation. Exploitation shall include, at a minimum, the exploitation f the prostitution of other or other forms of sexual exploitation, forced labour or services, slavery or practices similar to slavery, servitude or the removal of organs. (“… rekrutmen, tranportasi, pemindahan, penyembunyian atau

penerimaan seseorang, dengan ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk -bentuk tekanan lain, penculikan, pemalsuan, penipuan atau pencurangan atau penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, ataupun penerimaan/pemberian bayaran, atau manfaat sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang tersebut untuk dieksploitasi seksual lainnya, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktek praktek yang menyerupai, adopsi ilegal atau pengambilan organ -organ tubuh”). Defenisi ini diperluas dengan ketentuan yang berkaitan dengan anak dibawah umur (dibawah 18 tahun), bahwa : The recruitment,

transportation, transfer, harboring or receipt of a child for the purpose of exploitation shall be considered” trafficking in person” even if this the does no involve any of the means set forth in subparagraph (a).

Dari defenisi tersebut dapat disimpulkan bahwa unsur -unsur dari perdagangan orang adalah :

1. Perbuatan : merekrut, mengangkut, memindahkan,


(14)

Yahya Teofilus Purba : Kejahatan Perdagangan Wanita Dihubungkan Dengan Pelanggaran Hak Azasi Manusia, 2007.

USU Repository © 2009

2. Sarana (cara) untuk mengendalikan korban : ancaman, penggunaan paksaan, berbagai bentuk kekerasan, penculikan, penipuan, kecurangan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan atau pemberian/penerimaan pembayaran atau keuntungan untuk memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas korban.

3. Tujuan : eksploitasi, setidaknya untuk prostitusi atau bentuk eksploitasi seksual lainnya, kerja paksa, perbudakan, penghambaan, pengambilan organ tubuh.

Dari ketiga unsur tersebut, yang perlu diperhatikan adalah unsur tujuan, karena walaupun untuk korban anak-anak dibatasi masalah penggunaan sarannya, tetapi tujuannya tetap harus untuk ekslopitasi. Pengertian menurut Protokol tersebut menjiwai definisi perdagangan perempuan dan akan sebagaimana tertuang dalam Keputusan Presiden RI No.88 tahun 2002 tentang Recana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak, yang menyatakan :

“Perdagangan perempuan dan anak adalah segala tindakan pelaku (trafficker) yang mengandung salah satu atau lebih tindakan perekrutan, pengangkutan antar daerah dan antar negara, pemindah tanganan, pemberangkatan, penerimaan dan penampungan sementara atau di tempat tujuan - perempuan dan anak -dengan cara ancaman, penggunaan kekerasan verbal dan fisik, penculikan, penipuan, tipu muslihat, memanfaatkan posisi kerentanan (misalnya ketika seseorang tidak memiliki pilihan lain, terisolasi, ketergantungan obat, jebakan hutang, dan lain-lain), memberikan atau menerima pembayaran atau keuntungan, dimana perempuan dan anak digunakan untuk tujuan pelacuran dan eksploitasi seksual (termasuk phaedopili), buruh migran legal maupun illegal, adopsi anak, peekrjaan jermal, pengantin pesanan, pembantu rumah tangga, mengemis, industri pornografi, pengedaran obat terlarang, dan penjualan organ tubuh serta bentuk -bentuk eksploitasi lainnya.”


(15)

Yahya Teofilus Purba : Kejahatan Perdagangan Wanita Dihubungkan Dengan Pelanggaran Hak Azasi Manusia, 2007.

USU Repository © 2009

Perdagangan orang berbeda dengan penyeludupan orang (people

smuggling). Penyeludupan orang lebih menekankan pada pengiriman orang

secara illegal dari suatu negara ke negara lain yang menghasilkan keuntungan bagi penyeludupan, dalam arti tidak terkandung adanya eksploitasi terhadapnya. Mungkin saja terjadi timbul korban dalam penyeludupan orang, tetapi itu lebih merupakan resiko dari kegiaan yang dilakukan dan bukan merupakan sesuatu yang telah diniatkan sebelumnya. Sementara kalau perdagangan orang dari sejak awal sudah mempunyai tujuan yaitu orang yang dikirim merupakan obyek eksploitasi. Penipuan dan pemaksaan atau kekerasan merupakan unsur yang esensil dalam perdagangan orang.

Secara umum Defenisi trafficking sendiri sebenarnya cukup mudah dipahami yaitu semua tindakan yang mengandung salahs atu atau lebih tindakan perekrutan, pengangkutan antar daerah atau antar negara, pemindahtangan, pemberangkatan, penerimaan dan penampungan sementara disertai ancaman atau penggunaan kekerasan verbal atau phisik, penculikan, peniuan, tipu muslihat memanfaatkan posisi kerentanan (tidak ada pilihan lain, terisolasi, keteragantungan obat, jebakan utang) memberikan atau menerima pembayaran keuntungan dimana perempuan dan anak untuk tujuan pelacuran, eksploitasi seksual, buruh migran legal maupun ilegal, adopsi anak, pekerja jermal, pembantu rumah tangga, pengantin pesanan, industri pornografi, pengedar obat terlarang juga untuk kepentingan pemindahan organ tubuh.

Keprihatinan kita menjadi semakin besar karena korban perdagangan orang mayoritas adalah perempuan dan anak. Untuk menyelidiki, mengusut dan akhirnya membongkar mata rantai kasus -kasus ini dibutuhkan “tenaga


(16)

Yahya Teofilus Purba : Kejahatan Perdagangan Wanita Dihubungkan Dengan Pelanggaran Hak Azasi Manusia, 2007.

USU Repository © 2009

dan semangat ekstra besar” karena kendala yang dihadapi cukup pelik yaitu pengangguran, kemiskinan, pendidikan (ketidaktahuan masyarakat bahwa itu perdagangan orang), konsumerisme, kesenjangan gender, budaya patriarki. Juga minimnya aturan hukum dan kepekaan, kesadaran masyarakat, pemerintah serta aparat penega hukum dalam mengatasi permasalahan perdagangan orang masih belum memadai.

Dalam definisi-defenisi itu, para korban tidak harus secara fisik diangkut dari satu lokasi ke lokasi lain, defenisi itu juga secara jelas berlaku pada tindakan merekrut, menampung, menyediakan atau mendapatkan seseorang untuk maksud -maksud tertentu. Masalah itu sebenarnya berakar dari pemikiran humanisme dan liberaslime Barat. Salah satu dari tiang utama pemikiran tersebut adalah kebebasan individu berdasar hedonisme. Dengan demikian, sistem kapitalis telah menggunakan kaum perempuan sebagai akat untuk mencari keutnungan dan memuaskan diri. Bentuk eksploitasi di media massa, kaum perempuan diharuskan tampil sesuai kebutuhan lelaki sehingga menyebabkan masyarakat terseret ke dalam jurang amoralitas yang sangat dalam. “Penawaran” terhadap harga diri perempuan pun menjadi semakin rendah.

Perdagangan manusia yang menonjol terjadi khususnya yang dikaitkan dengan perempuan dan kegiatan industri seksual, baru mulai menjadi perhatian masyarakat melalui media masa pada beberapa tahun terakhir ini, tentu saja sama sekali hal ini tidak dapat disimpulkan bahwa sebelumnya fenomena ini tidak terjadi. Kemungkinan terjadi dalam skala yang kecil, atau dalam suatu kegiatan yang terorganisasi denagn sangat rapih, merupakan


(17)

Yahya Teofilus Purba : Kejahatan Perdagangan Wanita Dihubungkan Dengan Pelanggaran Hak Azasi Manusia, 2007.

USU Repository © 2009

sebagian dari alasan yang membuat berita -berita perdagangan manusia ini belum menarik media massa pada masa lalu. Perdagangan manusia memang bukanlah suatu hal yang baru di muka bumi ini; bahkan negara-negara yang kini dianggap sebagai negara besar pada awalnya banyak berhutang pada penduduk ‘negara miskin dan lemah’ yang dibawa secara paksa untuk bekerja diperkebunan ataupun pabrik. Masalah perbudakan merupakan sejarah hitam umat manusia, yang bahkan juga telah direkam dalam kitab -kitab suci. Sejarah juga telah mencatat berbagai peperangan yang disebabkan karena isu perbudakan, misalnya yang terjadi antara Amerika Utara dan Selatan pada abad-abad lalu.

Secara yuridis formal memang demikian, karena tidak satupun negara lagi yang mengakui dan mentolerir perbudakan, akan tetapi tidak berarti bahwa fenomena ini sudah menghilang seluruhnya dari muka bumi. Komunitas internasional masih menengarai adanya kegiatan setara dalam bentuknya yang lebih “modern’ yang kemudian dinamakan sebagai bentuk -bentuk perbudakan komtemporer (contemporary forms of slavery). Demikian seriusnya masalah ini, sehingga PBB melalui Office of The high

Commissioner of Human Rights mengeluarkan Fact Sheet No. 14 dengan

judul yang sama, Comtemporary Fprms of Slavery. Perilaku yang termasuk dalam kategori ini adalah:

a. Perdagangan anak -anak

b. Protitusi anak

c. Pornografi anak


(18)

Yahya Teofilus Purba : Kejahatan Perdagangan Wanita Dihubungkan Dengan Pelanggaran Hak Azasi Manusia, 2007.

USU Repository © 2009

e. Mutilasi seksual terhadap anak perempuan

f. Pelibatan anak dalam konflik bersenjata

g. Perhambaan

h. Perdagangan manusia

i. Perdagangan organ tubuh manusia

j. Eksploitasi untuk pelacuran, dan

k. Sejumlah kegiatan di bawah rezim apartheid dan penjajahan

2. Traficking merupakan kejahatan terhadap HAM

Perdagangan orang merupakan kejahatan yang keji terhadap HAM, yang mengabaikan hak seseorang untuk hidup bebas, tidak disiksa, kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, beragama, hak untuk tidak diperbudak, dan lainnya. Industri seks sebagai salah satu pengguna perdagangan orang, sering karena dokumen imigrasinya tidak lengkap, dipalsukan, dirampas agen atau majikan, korbannya mendapat perlakuan sebagai migrant illegal, sehingga mereka mendapat ancaman hukuman. Sebetulnya mereka lebih memerlukan perlindungan dan pelayanan khusus karena trauma fisik, sosial dan psikologis yang dideritanya akibat kekerasan fisik, pelecehan seksual dan pemerasan yang dialaminya.

Perdagangan orang telah memasukkan banyak migrant yang kurang “berkualitas”, yang dapat menimbulkan berbagai masalah sosial du masyarakat, dan bagi para korban sering kehilangan haknya dan jauh dalam kehidupan yang tidak manusiawi. Perempuan dan anak adalah yang paling banyak menjadi korban perdagangan orang, menempatkan mereka pada posisi yang sangat beresiko khususnya yang berkaitan dengan kesehatannya baik


(19)

Yahya Teofilus Purba : Kejahatan Perdagangan Wanita Dihubungkan Dengan Pelanggaran Hak Azasi Manusia, 2007.

USU Repository © 2009

fisik maupun mental spiritual, dan sangat rentan terhadap tindak kekerasan, kehamilan yang tak dikehendaki, dan infeksi penyakit seksual termasuk HIV/AIDS. Kondisi perempuan dan anak yang seperti itu akan mengancam kualitas Ibu Bangsa dan generasi penerus Bangsa Indonesia.

Unsur -unsur Trafficking a. Korban Trafficking

Perdagangan orang dapat mengambil korban dari siapan: orang -orang dewasa dan anak-anak, laki-laki maupun perempuan yang pada umumnya berada dalam kondisi rentan, seperti misalnya: laki -laki, perempuan dan anak -anak dari keluarga miskin yang berasal dari pedesaan atau daerah kumuh perkotaan; mereka yang berpendidikan dan berpengetahuan terbatas; yang terlibat masalah ekonomi seperti hilangnya pendapatan suami/orang tua, suami/orang tua sakit keras, atau meninggal dunia; anak -anak putus sekolah; korban kekerasan fisik, psikis seksual; para pencari kerja (termasuk buruh migrant); perempuan dan anak jalanan; korban penculikan; janda cerai akibat pernikahan dini; mereka yang mendapat tekanan dari orang tua atau lingkungannya untuk bekerja; bahkan pekerja seks yang menggangap bahwa bekerja di luar negeri menjanjikan pendapatan lebih.

Modus operandi rekrutmen terhadap kelompok rentan tersebut biasanya denan rayuan, menjanjikan berbagai kesenangan dan kemewahan, meniup atau janji palsu, menjebak, mengancam, menyalahgunakan wewenang, menjerat dengan hutang, mengawini atau mencari tenaga kerja untuk bisnis entertaiment, kerja di perkebunan atau bidang jasa di luar negeri dengan upah besar. Ibu-ibu hamil yang kesulitan biaya untuk melahirkan atau


(20)

Yahya Teofilus Purba : Kejahatan Perdagangan Wanita Dihubungkan Dengan Pelanggaran Hak Azasi Manusia, 2007.

USU Repository © 2009

membesarkan anak dibujuk dengan jeratan utang supaya anaknya boleh diadopsi agar dapat hidup lebih baik, namun kemudian dijual kepada yang menginginkan. Anak -anak di bawah umur dibujuk agar bersedia melayani para pedofil dengan memberikan barang -barang keperluan mereka bahkan janji untuk disekolahkan.

Memalsu identitas banyak dilakukan terutama untuk perdagagan orang ke luar negeri. RT/RW, Kelurahan dan Kecamatan dapat terlibat pemalsuan KTP atau Akte Kelahiran, karena adanya syarat umur tertentu yang dituntut oleh agen untuk pengurusan dokumen (paspor). Dalam pemrosesannya, juga melibatkan dinas -dinas yang tidak cermat meneliti kesesuaian dentitas dengan subyeknya Agen dan calo perdagangan orang mendekati korbannya di rumah -rumah pedesaan, di keramaian pesta -pesta pantai, mall, kafe atau di restaurant.

Para agen atau calo ini bekerja dalam kelompok da seringkali menyaru sebagai remaja yang sedang bersenang-senang atausebagai agen pencari tenaga kerja. Korban yang direkrut di bawa ke tempat transit atau ke tempat tujuan sendiri -sendiri atau dalam rombongan, menggunakan pesawat terbang, kapal atau mobil tergantung pada tujuannya. Biasanya agen atau calon menyertai mereka dan menanggung biaya perjalanan. Untuk ke luar negeri, mereka dilengkapi dengan visa turis, tetapi selruh dokumen dipegang oleh agen termasuk dalam penanganan masalah keuangan. Seringkali perjalanan dibuat memutar untuk memberi kesan bahwa perjalanan yang ditempuh sangat jauh sehingga sulit untuk kembali pulang, mereka ditakut-takuti atau diancam.


(21)

Yahya Teofilus Purba : Kejahatan Perdagangan Wanita Dihubungkan Dengan Pelanggaran Hak Azasi Manusia, 2007.

USU Repository © 2009

Di tempat tujuan, mereka tinggal di rumah penampungan untuk beberapa minggu menunggu penempatan kerja yang dijanjikan. Tetapi kemudian mereka dibawa ke bar, pub, salon kecantikan, rumah bordil dan rumah hiburan lain, dan mulai dilibatkan dalam kegiatan prostitusi. Mereka diminta menandatangani kontrak yang tidak mereka mengerti isinya. Jika menolak, korban diminta membayar kembali biaya perjalanan dan “tebusan” dari agen atau calo yang membawanya. Jumlah yang biasanya membengkak itu menjadi hutang yang harus ditanggung oleh korban.

Dalam kondisi perekonomian yang lemah, konstruksi masyarakat yang ada akhirnya juga menempatkan perempuan dalam posisi yang lebih tidak menguntungkan dibandingkan dengan laki -laki. Rendahnya pasaran kerja yang diakibatkan oleh rendahnya tingkat perekonomian di wiloayah rural, telah mendorong terjadinya tingkat urbanisasi yang tinggi, antara lain karena kota diperseosi sebagai suatu tempat dimana pekerjan mudah dicari.sebagai akibatnya, berbagai upaya dilakukan untuk merekrut perempuan (khususnya perempuan muda dan akan perempuan) dari wilayah pedesaaan untuk bekerja di wilayah perkotaan. Walau awalnya memang sungguh -sungguh kegiatan ini dimaksudkan untuk memberikan lapangan kerja yang legal untuk mereka, akan tetapi maraknya industri seks di perkotaan dan tempat-tempat lain meningkatkan terjadinya pemasokan perempuan -perempuan muda.

b. Pelaku (Trafficker)

Perdagangan orang melibatkan laki -laki, perempuan dan anak -anak bahkan bayi sebagai “korban”, sementara agen, calo atau sindikat bertindak


(22)

Yahya Teofilus Purba : Kejahatan Perdagangan Wanita Dihubungkan Dengan Pelanggaran Hak Azasi Manusia, 2007.

USU Repository © 2009

sebagai yang “memperdagangkan (trafficker)”. Para germo, majikan atau mengelola tempat hiburan adalah “pengguna” yang mengekploitasika korban untuk keuntungan mereka yang seringkali dilakukan dengan sangat halus sehingga korban tidak menyadarinya. Termasuk dalam kategori pengguna adalah lelaki hidung belang atau pedofil yang mengencani perempuan dan anak yang dipaksa menjadi pelacur, atau penerima donor organ yang berasal dari korban perdagangan orang. Pelaku perdagangan orang (trafficker) tidak saja melibatkan lembaga, perseorangan dan bahkan tokoh masyarakat yang seringkali tidak menyadari keterlibatannya dalam kegiatan perdagangan orang: 1. Perusahaan perekrut tenaga kerja dengan jaringan agen/calo-calonya di

daerah adalah trafficker manakala mereka memfasilitasi pemalsuan KTP dan paspor serta secara illegal menyekap calon pekerja migrant di penampungan dan menempakan mereka dalam pekerjaan yang berbeda atau seacra paksa memasukkannya ke industi seks.

2. Agen atau calo -calo bisa orang luar seorang tetangga, teman, atau bahkan kepala desa, yang dinggap trafficker manakala dalam perekrutan mereka menggunakan kebohongan, penipuan, atau pemalsuan dokumen.

3. Aparat pemerintah adalah trafficker manakala terlibat dalam pemalsuan dokumen.

4. Aparat pemerintah adalah trafficker manakala menempatkan pekerjanya dalam kondisi eksploitatif seperti: tidak membayar gaji, menyekap pekerja, melakukan kekerasan fisik atau seksual, memaksa untuk terus bekerja, atau menjerat pekerja dalam lilitan utang.


(23)

Yahya Teofilus Purba : Kejahatan Perdagangan Wanita Dihubungkan Dengan Pelanggaran Hak Azasi Manusia, 2007.

USU Repository © 2009

5. Pemilik atau pengelola rumah bordil, berdasrkan Pasal 289, 296 dan 506 KUHP, dapat dianggap melanggar hukum terlebih jika mereka memaksa perempuan berkerja di luar kemauannya, menjeratnya dalam libatan utang, menyekap dan membatasi kebebasannya bergerak, tidak membayar gajinya, atau merekrut dan mempekerjakan anak (di bawah 18 tahun). 6. Calo pernikahan adalah trafficker manakala pernikahan yang diaturnya

telah mengakibatkan pihak isteri terjerumus dalam kondisi serupa perbudakan dan eksploitatif pernikahan yang akan dilangsungkan.

7. Orang tua dan sanak saudara adalah trafficker manakala mereka secara sadar menjual anak atau saudaranya baik langsung atai melalui calo kepada majikan disektor industri seks atau lainnya. Atau jika mereka menerima pembayaran di muka untuk penghasilan yang akan diterima oleh anak mereka nantinya. Demikian pula jika orang tua menawarkan layanan dari anak mereka guna melunasi utangnya dan menjerat anaknya dalam libatan utang.

8. Suami adalah trafficking manakala ia menikahi peremuan tetapi kemudian mengirim isterinya ke tempat lain untuk mengeksploitirnya demi keuntungan ekonomi, menempatkannya dalam staus budak, atau memaksanya melakukan prostitusi.

c. Pengguna

Pengguna (user) perdagangan orang baik yang secara langsung mengambil keuntungan dari korban, maupun yang tidak langsung melakukan eksploitasi, antara lain adalah :


(24)

Yahya Teofilus Purba : Kejahatan Perdagangan Wanita Dihubungkan Dengan Pelanggaran Hak Azasi Manusia, 2007.

USU Repository © 2009

1. Germo dan pengelola rumah bordil yang membutuhkan perempuan dan anak-anak untuk dipekerjakan sebagai pelacur.

2. Laki-laki hidung belang, pengidap pedofilia da kelainan seks lainnya serta para pekerja asing (ekspatriat) dan pebisnis internsional yang tinggal sementara di suatu negara.

3. Para pengusaha yang membutuhkan pekerja anak yang murah, penurut, mudah diatur dan mudah disuat negara.

4. Para pengusaha yang memerlukan perempuan muda untuk

dipekerjakan dipanti pijat, karaoke dan tempat -tempat hiburan lainnya.

5. Para pebisnis di bidang pariwisata yang juga menawarkan jasa layanan wisata seks.

6. Agen penyalur tenaga kerja yang tidak bertanggung jawab.

7. Sindikat narkoba yang memerlukan pengedar baru untuk memperluas jaringannya.

8. Keluarga menengah dan atas yang membutuhkan perempuan dan anak untuk dipekerjakan sebaga pembantu rumah tangga

9. Keluarga yang ingin mengadopsi anak.

10.Laki-laki China dari luar negeri yang menginginkan perempuan “tradisionil” sebagai pengantinya2

3. Karakteristik Kasus Perdagangan Manusia

a. Korban yang Lengah Dan Ingin Cepat Memperoleh Pekerjaan

2


(25)

Yahya Teofilus Purba : Kejahatan Perdagangan Wanita Dihubungkan Dengan Pelanggaran Hak Azasi Manusia, 2007.

USU Repository © 2009

Para pencari kerja yang menjadi sasaran empuk bgai pelaku perdagangan manusia rata -rata merupakan para buruh migrant baik yang datang secara legal maupun ilegal. Bagi yang datang secara legal, mereka menjadi korban karena itikad tidak baik dari biro -biro pengerah tenaga kerja, antara lain dengan cara menahan dokumen -dokumen yang diperlukan oleh pekerja pendatang. Seringkali mereka lengah akan kelengkapan dokumen, karena keinginan yang sangat besar untuk segera illegal. Kondisi tanpa batasan waktu, gaji yang jauh dari standar, atau bahkan tidak digaji sama sekali, dan diperlukan semena-mena oleh para majikan.

b. Pelaku yang Canggih dan Terorganisasi

Pelaku dalam kejahatan perdagangan manusia ini telah dibahas dalam berbagai penelitian. Dari banyak penelitian yang pernah dilakukan maka sebagian besar mnsyalir bahwa para pelaku tersebut merupakan sindikat perdagangan manusia yang wilayahnya mencakup berbagai belahan dunia dan bersifat internasional. Mengacu pada defenisi yang dipergunakan dalam penelitian ini, maka didalamnya dapat disimpulkan ada tiga pihak yang berperan yaitu korban, pihak yang mengambil keuntungan dari perdagangan manusia (the person who achieve the

concent of erson having control over another person) serta orang yng

dibayar atau memperoleh keuntungan (person who has been giving or

redieving of payment of benefits) dari perdagangan manusia itu. 3

3

Ibid

Sepintas data dari para pelaku yang diperoleh dari kasus -kasus dalam penelitian ini:


(26)

Yahya Teofilus Purba : Kejahatan Perdagangan Wanita Dihubungkan Dengan Pelanggaran Hak Azasi Manusia, 2007.

USU Repository © 2009

1. Orang tua atau kerabat 2. Makelar

3. WNA

4. Sindikat yang terorganisir 5. Perusahaan angkutan laut 6. Aparat kepolisian

7. Agen tenaga kerja 8. Penduduk setempat 9. Bidan

10.Pemilik perumahan Real Estate

11.Pemilik tempat penampungan agen tenaga kerja 12.Keterlibatan tokoh masyarakat /instansi pemerintah

Mengacu pada terminology yang ada dalam hukum pidana, pada pihak tersebut diatas dapat digolongkan dalam bentuk penyertaan sebagaimana diatur dalam Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP. Pasal 55 melingkupi pelaku, pembujuk atau orang yang menyuruh dengan tekanan atau paksaan. Kriteria ini bila mengacu pada syarat diatas dpaat digolongkan dalam pihak yang mengambil keuntungan dari perdagangan manusia (the person who achieve the concent of person having control

over another person) serta orang yang dibayar atau memperoleh

keuntungan (person who has been giving or receiving of payment or

benefits). Dalam kasus, peran ini dilakukan oleh Orang tua, Makelar,


(27)

Yahya Teofilus Purba : Kejahatan Perdagangan Wanita Dihubungkan Dengan Pelanggaran Hak Azasi Manusia, 2007.

USU Repository © 2009

dilakukan disebuah desa di Jawa Barat menunjukkan bahwa orang tua yang terlibat dalam memperdagangkan anak merka sendiri biasanya mendapat dukungan dari mekanisme pasar yang melibatkan peran para tokoh masyarkat baik formal maupun informal.4

Sementara bentuk lain sebagaimana diatur dalam Pasal 56 KUHP yaitu orang yang membantu dengan cara menyediakan sarana, prasarana atau keterangan dalam ksus dilakukan oleh Penyedia Jasa Angkutan, Masyarakat, Polisi dan Pemda bantuan yang dimaksud dalah bantuan yang dilakukan baik secara aktif maupun sexcara pasif. Secara aktif dilakukan dengan membantu kobrna membuat KTP palsu dengan memalsukan identitas antara lain umur bagi anak -anak. Sementara bantuan secara pasif adalah dengan cara tidak melakukan sesuatu hal untuk mencegah terjadinya perdagangan manusia. Hasil penelitian Irwanto dan kawan -kawan memperlihatkan bahwa sejumlah instansi pemerintah mengetahui adanya kasus perdagangan manusia namun dengan berbagai alasan upaya penanganan yang dilakukan menjadi tidak maksimal5

a. Departemen Tenaga Kerja memandang bahwa sebab utama adanya perdagangan anak adalah kemiskinan. Karenanya melarang anak untuk mencari uang adalah bukan solusi yang tepat.

. Pandangan bahwa perdagangan anak merupakan suatu permasalahan yang dilematis, dapat digambarkan sebagai berikut :

b. Pemda BATAM menyatakan bahwa pelacuran anak memang ada di Batam dan bahwa itu muncul karena desakan ekonomi.

4

Irwanto et all,hlm 109-113

5


(28)

Yahya Teofilus Purba : Kejahatan Perdagangan Wanita Dihubungkan Dengan Pelanggaran Hak Azasi Manusia, 2007.

USU Repository © 2009

c. Kantor Wilayah Departemen Pendidikan Batam menyatakan

menyadari masalah perdagangan pelajar khususnya sebagai penjual narkotika, karena hal tersebut semata -mata karena dampak modernisasi dan globliasi. Namun program penanggulangannya hanya sebatas upaya preventif guna mencegah agar siswa terperangkap ke dalamnya.

d. Kantor Wilayah Departemen Sosial Sumatera Utara memandang bahwa mengatasi perdaganan anak ini adalah upaya yang sulit terutama bagi merka yang secara sukarela. Mereka menyatakan bahwa tidak memiliki instrument hukum untuk memberatasnya dan kewenangan itu ada pada instansi lain. Dalam penelitian yang sama juga di dapat suatu fakta bahwa penegak hukum oleh aparat terkait menghadapi kendala karena6

1. Pandangan institusi peradilan yang memandang perdagangan manusia bukan sebagai suatu masalah hukum. Hal ini terkait dengan pemahaman dari aparat penegak hukum terhadap instrument hukum terkait;

2. Tidak aktifnya aparat penegak hukum dan militer dalam

mengawasi dan memonitor pelaku perdagangan manusia khususnya yang terorganisasi. Pandangan peniliti melihat bahwa faktor pendapatan cukup berperan dalam menarik para oknum aparat untuk bertindak pasif.

6


(29)

Yahya Teofilus Purba : Kejahatan Perdagangan Wanita Dihubungkan Dengan Pelanggaran Hak Azasi Manusia, 2007.

USU Repository © 2009

Meski dalam berbagai tulisan tentang perdagangan manusia disinyalir bahwa perbuatan ini dilakukan oleh sindikat yang berkelas internasional, namun berbagai faktor pendukung serta keterlibatan berbagai pihak memegang peran penting bagi terjadinya dalam kasus pekerja seks dibawah umum yang terjadi di Surabaya, menjadi alasan orang tua yang rela menjual anaknya. Putus sekolah, ketidaktahuan orangtua, serta besarnya harapan orang tua agar anak tidak lagi menjadi tanggungan mereka menjadi faktor lain dari perdagangan manusia. Pihak aparat agaknya memegang peranan penting. Keterlibatan ini dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung. Kasus Poso, dimana pihak Pemda justru menilai tindakan para calo menyalurkan para pengungsi anak sebagai tindakan yang baik, merupakan suatu tindakan yang memberikan lampu hijau bagi terjadinya perdagangan manusia. Hubungan baik pelaku perdagangan manusia dengan petugas daerah memungkinkan dimanipulasinya umur korban, sehingga korban memperoleh KTP, paspor dna mendapat ijin bekerja di luar negeri. Salah seorang korban di Tawao menyatakan bahwa untuk melarikan diri pun ia merasa takut karena jika aparat mengetahui maka ia justu akan dikembalikan lagi ke “majikan”. Saat terjadi penggerebekan di Hotel OR di Kota Kinabalu, seorang anggota masyarakat bernama Liem Seng berkomentar “Nah betul kan hanya permainan saja”. Pemilik toko tersebut melihat polisi hanya menemukan seorang gadis cilik asal Indonesia dan8 orangpra.seorang sta lokal di Konsulat RI di Tuwao mengatakan saat akan menjemput seorang wanita Indonesia yang dijadikan pelacur di Hotel PI. Informasi tersebut di


(30)

Yahya Teofilus Purba : Kejahatan Perdagangan Wanita Dihubungkan Dengan Pelanggaran Hak Azasi Manusia, 2007.

USU Repository © 2009

dapat dari kawan ke kawan si wanita yang berhasil meloloskan diri. Setelah berkoordinasi dengan polisi setempat mereka mendatangi hotel tersebut, namun yang ditemui hanya pintu besai bergembok. “Kok mereka tahu kita mau datang”, katanya7

c. Modus Operandi yang Digunakan 1. Dengan Janji-janji Indah

Kasus -kasus perdagangan manusia dimana laki-laki dewasa menjadi korbannya berkarateristik korbannya merupakan para pencari kerja yang tertipu oleh janji-janji indah dari biro pencari kerja. Malaysia merupakan tempat tujuan pelaku perdagangan manusia dimana korban perdagangan manusia ini kemudian dipekerjakan manusia dimana korban perdagangan manusia ini kemudian dipekerjakan dengan gaji yang amat rendah dan jauh di bawah standar hidup serta janji darilembaga yang mengirim mereka. Standar hidup yang 25 ringgit hanya dipenuhi dengan 8 ringgit karena gaji dipotong untuk biaya administrasi pengirman mereka yang tidak jelas. Kisah korban penipuan in diceritakan oleh istri korban, Nur Zakiah (28 tahun) TKI asal Malang. Ibu muda dengan dua putra ini masuk Malaysia sejak Juni 1997. Dengan uang pinjaman sebesar 1,2 juta ia pergi berdua dengan suaminya. Sebagai kuli bangunan ia dijanjikan mendapat gaji 25 ringgit setiap hari. Namun oleh mandornya, gaji mereka dipotong hingga tinggal sekitar 2 ringgit setiap harinya. Katanya oleh mandor dijanjikan akan dibayarkan jika kontrak habis. Kasus calon TKI yang terluntalunta di Belanda merupakan kasus menarik dimana korban rata

7


(31)

Yahya Teofilus Purba : Kejahatan Perdagangan Wanita Dihubungkan Dengan Pelanggaran Hak Azasi Manusia, 2007.

USU Repository © 2009

rata berpendidikan cukup lumayan berhasil mendapatkan cerita tentang seorang warga Indonesia yang berpendidikan merupakan salah seorang korban perdagangan manusia di Belanda.8 Menurut korban, id dikirm oleh agen penyalur tenaga kerja yang menjanjikan pekerjaan di Amerika dan Eropa dengan gaji dan fasilitas hidup yang menggiurkan. Untuk itu ia harus membayar Rp.40 juta sebagai biaya keberangkatan. Apa yang kemudian terjadi pada korban adalah kondisi yang jauh dari perkiraan semula menyebabkan banyak korban kemudian mengalami stress dan bahkan ada yang menjadi penghuni rumah sakit jiwa di Belanda9. Dalam kasus penjualan remaja di Sumatera Utara, didapati adanya dua model pola rekrutmen10

8

http://www.rnw.nl/ranesi/html/korban perdagangan manusia,html

9

Radio Netherland, 16 Oktober 2002, Korban Traffickingoleh Han Harlan

10

KOmnas Perempuan, Peta Kekerasan Perempuan di Indonesia, hlm.142

. Pertama, para anggota sindikat mendatangi desa -desa dan menawarkan pekerjaan di resotan atau pabrik, sementara nantinya anak -anak perempuan tersebut dijual ke lokasi prostitusi. Kedua; melakukan pendekatan personal dan bujuk rayu para remaja yang berada dipusat -pusat perbelanjaan, namun setelah itu mereka dijual. Setiap anak atau remaja yang dibawa ke tempat penampungan dipaksa untuk menanggung biaya sendiri atau dinyatakana sebagai hutang yang karang tak terlunaskan meski mereka telah bekerja. Di Jakarta ditemuka n model rekrutmen yang umumnya berupa tawaran kerja yang menggiurkan yang ditawarkan dengan cara simpatik oleh orang uang dipercaya. Korban ditawari bekerja di restoran, industri garmen, pabrik atau sebagai pembantu rumah


(32)

Yahya Teofilus Purba : Kejahatan Perdagangan Wanita Dihubungkan Dengan Pelanggaran Hak Azasi Manusia, 2007.

USU Repository © 2009

tangga11. Dalam hal perdagangan bayi terdapat bayi terdapat satu model rekrutmen yang merupakan jenis modus operandi baru, dimana wanita muda yang tengah hamil dan mengalami kesulitan keuangan direkrut dengan janji untuk dipekerjakan sebagai pelayan restaurant dan sebagainya. Dalam kenyataannya, mereka kemudian disekap hingga sang bayi lahir dan kemudian sang bayi dipisahkan dari ibunya. Sang ibu kemudian ijual terpisah dari ibunya sementara sang ibu dijual kepada germo-germo sebagai TKW illegal12. Modus operandi pemberian janji juga terlihat dalam kasus-kasus13

a. Anak-anak yang dibujuk dan dirayu dengan diberi

makana/pakaian serta diajak pesiar oleh orang asing (bule) .

b. Anak -anak dibujuk dan dirayu dijanjikan menjadi anak asuh oleh orang asing

c. Janji kepada orang tua bahwa anaknya akan disekolahkan dan dipelihara

d. Dijanjikan pekerjaan

e. Dijanjikan untuk bekerja sebagai pelayan toko atau restoran dengan gai pertama Rp.400.000/bln namun bisa naik Rp.500.000/bln dalam satu tahun. Rekrutmen dilakukan ke desa -desa oleh oknum yang berpakai rapi dengan gelang dan kalung emas yang besar -besar14

f. Dijanjikan pekerjaan

11

Ibid

12

Media Indonesia, 7 Maret 2002 (Modus Operandi baru Perdagangan Bayi)

13

Ibid

14


(33)

Yahya Teofilus Purba : Kejahatan Perdagangan Wanita Dihubungkan Dengan Pelanggaran Hak Azasi Manusia, 2007.

USU Repository © 2009

g. Dijanjikan bekerja sebagai TKW/TKI

h. Ditawari dan dijanjikan anak -anak untuk bekerja di restoran, karaoke, rumah tangga danhotel

i. Para rekrutmen beoperasi di mal/tempat hiburan lainnya, mendatangi daerah pinggiran, informasi disampaikan secara berantai

j. Menjanjikan pekerjaan tanpa harus melamar

k. Dijanjikan akan memperoleh gaji dan fasilitas yang menarik l. Anak yatim piatu pengusngsi dijanjikan untuk memperoleh

pekerjaan

m. Para korban dijandjikan menjadi duta misi kesenian n. Menipu istrinya dengan menawarkan pekerjaan

2. Dengan Kekerasan /Paksaan

Para korban mengungkapkan bahwa sebelum diberangkatkan pun mereka ternyata sudah mengalami kondisi yang buruk di tempat-tempat penampungan. Di tempat -tempat tersebut, mereka bukan diberi keterampilan, tetap justru sebagian sudah dieklploitasi untuk bekerja tanpa upah dengan kondisi hidup yang sama sekali tidak layak15

15

Tenaga Kerja Wanita Bagai Romuha ke Malasia, Gatra, 10 OKtober 1998. Opcit

. Salah satu contoh kasus adalah Laila (22 Thn) bersama16 orang temannya, korban perdagangan perempuan yang berhasil diselamatkan pihak berwajib dalam suatu operasi penangkapan aringan perdagangan perempuan pada akhir bulan September 2001 di Kecamatan Penjaringan,Jakarta Utara.laila


(34)

Yahya Teofilus Purba : Kejahatan Perdagangan Wanita Dihubungkan Dengan Pelanggaran Hak Azasi Manusia, 2007.

USU Repository © 2009

menuturkan kejadian itu bermula pada saat ia ingin pulang ke Cirebon. Distasiun KA Senen dia diajak berbicara oleh seorang pria yang menawarinya untuk bekerja sebagai pembantu rumah angkat, Laila menolak tapi dipaksa naik ke sebuah taksi menuju Yayasan Karya Setiawan. Esoknya Laila dibawa ke Bar Cempaka, dibeli seharga Rp.300.000 dan sejak saat itu dia dijadikan wanita penghibur.

Laila mendesak minta dipulangkan, namun tidak pernah dipenuhi dengan alasan ia harus mengganti uang pembelian dirinya, serta utang atas pakaian yang diberikan padanya. Setelah dipaksa menandatangani kontrak menjadi wanita penghibur, Laila teraksa harus melayani tamu yangdatang dengan tarif Rp.50.000/orang. Setengah dari tarif itu harus disetor, sedang uang yang menjadi haknya baru bisa diterima dua bulan sekali. Laila yang tidak tahan kemudian melarikan diri. Laila mengaku saat ini sedang mengalami penyakit kelamin dan sebelumnya sering mengalami pendarahan kelamin akibat siksaan yang dialaminya jika menolak melayani tamu16

Rata -rata melayani 5-15 tamu per hari. Sepanjang hari mereka diawasi ketat oleh para penjaga itu, bahkan tidak dapat keluar dari tempat “kerjanya”. Selain contoh kasus diatas, modus operandi penggunaan

. Demikian juga halnya yang terjadi di Tawau. Sejumalh wanita yang diperdagangkan serta dieksploitasi secara seksual disana dipaksa dengan kekerasan sea ancaman kekerasan oleh para body guard mucikari yang biasa dipanggil boy, jika tidak mau melayani tamu.

16


(35)

Yahya Teofilus Purba : Kejahatan Perdagangan Wanita Dihubungkan Dengan Pelanggaran Hak Azasi Manusia, 2007.

USU Repository © 2009

kekerasan/paksan dalam rangka perdagangan manusia, terlihat dalam kasus -kasus di bawah ini17

a. Isteri yang dipaksa dan diancam suaminya untuk melacurkan diri demi memenuhi kebutuhan keluarga suaminya pengangguran dan tak mau bekerja

:

b. Dipaksa ayah untuk bekerja sebagai PSK

c. Mencari remaja yang sedang berada di pusat perbelanjaan,

menghinoptis korban dan membawanya ke tempat pelacuran d. Membelinya dari orang tua atau pihak lain

e. Sebagai alat pembayaran utang orang tua.

G. Metode Penelitian 1. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif analisis yaitu menggambarkan dan menganalisis permasalahan yang bertujuan untuk mendeskriptifkan secara konkrit tentang ruang lingkup perdagangan wanita dan perkembangannya.

Pendekatan penelitian yang dilakukan adalah pendekatan yuridis normative dan yuridis emiris yaitu penelitian dilakukan dengan cara lebih dahulu meneliti bahan -bahan perpustakaan hukum yang berhubungan dengan permasalahan dan selanjutnya serta melihat kenyataan -keyataan yang ada dalam masyarakat.

2. Sumber Data

17


(36)

Yahya Teofilus Purba : Kejahatan Perdagangan Wanita Dihubungkan Dengan Pelanggaran Hak Azasi Manusia, 2007.

USU Repository © 2009

Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan untuk selanjutnya dijadikan sebagai bahan dalam pengolahan data yang bersumber dari:

a. Data primer, yakni merupakan data pokok yang bersumber analisis beberapa kasus yang berhubungan dengann penulisan

b. Data sekuder, yakni data yang diperoleh dari peraturan perundang -undangan yang berlaku, dalam ha ini Kitab Undang -undang Hukum Pidana (KUHP), Undang undang No. 39/1999 tentang HAM dan BUku -buku Literature yang menyangkut tentag pertimbangan Hakim dalam penjatuhan pidana.

3. Analisis Data

Data diperiksa (deskriptif) dan dengan pendekatan yuridis dianalisis menggunakan pola pikir yang deduktif.


(37)

Yahya Teofilus Purba : Kejahatan Perdagangan Wanita Dihubungkan Dengan Pelanggaran Hak Azasi Manusia, 2007.

USU Repository © 2009

BAB II

PERSPEKTIF HUKUM DAN HAM MENGENAI

PERDAGANGAN MANUSIA

Perdagangan manusia (human trafficking), dewasa ini, merupakan masalah yang cukup menarik perhatian masyarakat, baik nasional maupun internaisonal. Bebragai upaya telah ilakukan guna mencegah terjadinya praktik perdagangan manusia. Secara normative, aturan -aturan hukum yang diciptakan guna mencegah dan mengatasi perdagangan manusia. Tetapi perdagangan manusiamasih tetap berlangsung, khususnya yang berkaitan dengan wanita dan anak -anak. Helge

Konrad mengemukakan bahwa “human trafficking” merupakan masalah yang

kompleks, dan banyak hak yang menjadi faktor pendorong.

Ia menyatakan bahwa The causes of trafficking are complex. Whike there

are numeros contributing factors, which have to be analysed and taken into account in political decision making - the enequal economic development of different sountries, mass unemployment in many countries o f origin, but also inequality, discrimination and gender - based vilende in our societies, the


(38)

Yahya Teofilus Purba : Kejahatan Perdagangan Wanita Dihubungkan Dengan Pelanggaran Hak Azasi Manusia, 2007.

USU Repository © 2009

prevailing market mechanisms; the patriarchal structures i the source and destination countries; the demand side including the promotion of sex tourism in many countries of the worlrd, the mindsets of ment, etc, - the primary root cause is poverty, most paticulary among women.

Kompleksistas masalah “human trafficking” diperberat lagi dengan ketidaktahuan dari para korban. Korban “human trafficking” dengan rela membayar seseorang untuk dapat pergi dan masuk ke suatu negara dan bekerja sebagai prostitusi. Setelah bekerja sebagai prostitusi beberapa lama, dia dapat kembali ke Negara asalnya dengan membawa sejumlah uang yang dapat dimanfaatkan untuk menyokong kehidupan keluarga.

A. Instrumen Domestik

Perdagangan manusia (human trafficking) nampaknya diakui oleh Negara manapun sebagai perbuaan yang tercela. Setiap negara yang beradab dituntut untuk memberikan perhatian terhadap perbuatan ini, baik dalam skala nasional maupun internasional. Hal ini tersimpul dari penggolongan negara -negara berdasarkan upayanya untuk menanggulangi masalah perdagangan manusia. Laporan tentang human trafficking yang diberikan oleh US Department of Justice pada bulan Juni 2002, memasukkan Indonesia dalam kelompok 3. Predikat ini diperoleh Indonesia berdasarkan pada penilaian bahwa pemerintah belum sepenuhnya melakukan upaya yang sungguh -sungguh untuk mencegah terjadinya perdagangan manusia.


(39)

Yahya Teofilus Purba : Kejahatan Perdagangan Wanita Dihubungkan Dengan Pelanggaran Hak Azasi Manusia, 2007.

USU Repository © 2009

Bahkan secara tegas dikatakan bahwa Indonesia does not have a law

against all form of trafficking in persons18. Dalam suatu negara hukum, adanya peraturan yang menjadi dasar untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan suatu perbuatan yang tercela dan merugikan memang merupakan suatu hal yang mutlak. Pada kenyataannya Indonesia memang belum mempunyai peraturan hukum yang khusus untuk menanggulangi human trafficking. Akan tetapi terlepas dari penilaian tentang kesungguhan pemerintah dalam menangani masalah human

trafficking19 yang sekedar menyinggung/menyebut 28 masalah human trafficking ada pula yang ditafisikan terkait dengan human trafficking. Dalam peneltian ini pembahasan hanya akan dititikberatkan pad dua kelompok yang pertama, dengan pertimbangan bahwa yang menjadi focus adalah perbuatan perdagangan manusia sesuai batasan yang ditentukan dalam penelitian ini. Oleh karena itu ada persoalan mendasar yang harus dikemukakan terkebih dahulu sebelum sampai pada penentuan peraturan -peraturan mana dalam perundang -undangan Indonesia yang masuk dalam kategori peraturan yang berkaitan dengan human trafficking. Pembicaraan dan perdebatan mengenai human trafficking nampaknya belum iikut i oleh suatu kesimpulan yang komrehensif tentang defenisi human trafficking.20

Defenisi yang banyak dirujuk pada saat sekarang ini adalah terdapat dalam

protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, especially Women and Children, A/55/383. Protocol tambahan dari Convention Against

18

US Departement of Justice (2002). Trafficking in Persons Report. Washington, June, 2000, hlm.61

19

Pemerintah RI dinilai tidak serius dalam menangani masalah perdagangan manusia, seperti diberitakan Republika (15 Nopember 2001) dalam artikelnya “RI Tak Serius Awasi Perdagangan Perempuan”. Juga Kompas (13 Desember 2001) dalam “Penegakan Hukum Lemah melawan Eksploitasi Seksual Anak.”

20


(40)

Yahya Teofilus Purba : Kejahatan Perdagangan Wanita Dihubungkan Dengan Pelanggaran Hak Azasi Manusia, 2007.

USU Repository © 2009

Translanational Organized Crime ini merumuskan human trafficking dalam pasal

2, sebagai berikut:

(a) .. The recruitmenr, transporataion, transfer, harbouring or receipt of person, by means of the threat or use of force or other forms of coercion, of abduction, of fraund, of deception, of the abuse of power or of a position of vulnerability or of the giving or receiving of payments or benefits to achieve the consent of a person having control over another person, for the purpose of exploitation. Exploitation shall include, at a minimum, the exploitation, forced labour or services, slavery or pratices similar to slavery, servitude or the removal of organs;

Defenisi ini diperluas denganketenuan bagi anak di bawah umur D(i bawah 18 tahun), bahwa :

(C) The recruitment, ttranspotation, transfer, harbouring or receipt of a child for the purpose of exploitation shjall be considered “trafficking in persons” even if this does bot involve any of the means set forth in sub paragraph (a). Satu hal

yang juga sangat penting dalam menentukan lingkup defenisi human trafficking menurut Protocol ini adalah :

(b) The consent of a victim of trafficking in persons to the intended exploitation set forth in sub paragraph (a) of this article shall be irrelevant where any of the means set forth in sub paragraph (a) have been used;

Dari defenisi diatas, beserta perluasan dan pengecualiannya, dapat disimpulkan bahwa unsur -unsur huma trafficking adalah :

1. Perbuatan merekrut, mengangkut, memindahkan, menyembunyikan atau menerima

2. Sarana (cara) untuk mengendalikan korban dengan ancaman, penggunaan paksaan, berbagai bentuk kekerasan, penculikan, penipuan, kecurangan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan atau pemberian/penerimaan


(41)

Yahya Teofilus Purba : Kejahatan Perdagangan Wanita Dihubungkan Dengan Pelanggaran Hak Azasi Manusia, 2007.

USU Repository © 2009

pembayaran atau keuntungan unutk meperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas korban.

3. Tujuan: eksploitasi, setidaknya untuk postitusi atau bentuk eksploitasi seksual lainnya, kerja paksa, perbudakan, penghambatan, pengambilan organ tubuh. Dari unsur -unsur diatas, perlu diberikan perhatian khusus pada unsur tujuan, karena unsur ini akan mempersempit ruang lingkup kasus -kasus dalam masyarakat yang sesungguhnya layak dikategorikan sebagai human trafficking. Meskipun protocol ini dalam hal human trafficking dengan korban anak -anak tidak membatasi lagi penggunaan sarananya, tetapi ternyata tujuannya tetap harus untuk eksplotiasi. Persyaratan ini menyisakan pernyataan untuk makalah yang banyak terjadi di masyarakat, yaitu tentang bayi yang diperjual belikan tanpa tujuan eksploitasi. Apakah praktik jual beli bayi secara illegal untuk tujuan adopsi, tidak masuk dalam lingkup human trafficking? Masalah lain yang seirng muncul dalam membicarakan human trafficming adalah seolah -olah ada prsyaratan gerak atau kepindahan dari korban. Bahkan juga menjadi perdebatan apakah perpindahan tersebut harus bersifat transnasional, antar pulau, antar kota ataukah dimungkinkan pula dari desa ke kota, desa ke desa, atau bahkan dalam satu daerah tetapi berbeda lingkungan.

Dalam masalah ini Pelapor Khusus PBB menegaskan, walaupun penyebrangan batas geografis atau politik terkadang merupakan salah satu aspek


(42)

Yahya Teofilus Purba : Kejahatan Perdagangan Wanita Dihubungkan Dengan Pelanggaran Hak Azasi Manusia, 2007.

USU Repository © 2009

perdagangan manusia, namun bukan prasyarat yang harus ada. Jadi perdagangan manusia bisa terjadi di dalam negara dan juga melintasi batas-batas negara.21

Meskipun masih banyak pertanyaan dan permasalahan yang muncul, namun protocol untuk pencegahan, pemberantasan dan pemidanaan terhadap perdagangan manusia, khususnya perempuan dan anak ini, harus dijadikan pegangan untuk menangulangi human trafficking karena Pemerintah Indonesia telah menandatanganinya. Di samping instrument yang bersifat internasional, yang masih harus dijabarkan lagi dalam perundang-undangan nasional, maka penelitian ini akan juga memakai aturan yang banyak digunakan untuk membahas masalah perdagangan manusia, khususnya perempuan dan anak, yaitu Pasal 297 KUHP. Saat ini, meskipun diakui kurang lengkap namun Pasal 297 KUHP oleh banyak pihak dianggap sebagai ketentuan yang dapat digunakan untuk memidana pelaku human trafficking di Indonesia. 22

Meski UU tentang Hak Asasi Manusia yang menjadi payung dalam perlindungan HAM di Indonesia baru diundangkan dan diberlakukan pada tahun 1999 namun bukan berarti sebelumnya tidak ada peraturan perundang -undangan yang memberikan perlindungan HAM, khususnya dalam masalah human trafficking.

Dengan berpedoman pada dua aturan diatas, maka akan diidentifikasi peraturan perundang -undangan dalam hukum Indonesia yang berkaitan – baik mengatur maupun sekedar menyingung – dengan masalah human trafficking.

Kitab Undang -undang Hukum Pidana (KUHP) dan RUU-KUHP

21

Kekerasan Terhadap Perempuan, Perdagangan Perempuan, Migrasi Perempuan, Penyebab dan Akibatnya (Jakarta: Komnas HAM, 2000).

22

Berita Koran Suara Pembaharuan “Komisi VII DPR Kunjungi Korban Perdagangan Wanita: Belum dan UU yang Bisa Menangani Tuntas” (28 September 2001)


(43)

Yahya Teofilus Purba : Kejahatan Perdagangan Wanita Dihubungkan Dengan Pelanggaran Hak Azasi Manusia, 2007.

USU Repository © 2009

Dalam KUHP yang mulai berlaku pada tahun 191823

1. Pasal 297 KUHP

dapat dijumpai sejumlah pasal yang menunjukkan bahwa pada masa penjajahan pun perdagangan manusia dianggap sebagai perbuatan yang tidak manusiawi yang layak mendapat sanksi pidana.

Seperti telah disebutkan di atas, pasal 297 KUHP secara tegas melarang dan mengancam dengan pidana perbuatan memperdagangkan perempuan dan anak -laki-laki. Ketentuan tersebut secara lengkap berbunyi :

Memperniagakan perempuan dan memperniagakan laki-laki yang belum dewasa, dihukum penjara selama -lamanya enam tahun. Dalam memahami pasal ini sangat penting untuk diketahui arti kata memperniagakan. Buku I KUHP tentang Ketentuan Umum tidak memberikan penjelasan mengenai kata ini R. Soesilo dalam penjelasan pasal ini mengatakan bahwa24

“… yang dimaksudkan dengan perniagaan atau perdagangan perempuan ialah melakukan pebuatan -perbuatan dengan maksud untuk menyerahkan perempuan guna pelacuran. Masuk pula disini mereka yang biasanya mencari perempuan -perempuan muda untuk dikirimkan ke luar negeri yang maksudnya tidak lain akan dipergunakan untuk pelacuran…” Apabila penjelasan Soesilo ini kita gunakan sebagai pegangan unutk menfasirkan pasal 297 KUHP, maka ruang lingkup pasal tersebut menjadi sempit, karena hanya mencakup perdagangan perempuan untuk tujuan. Akan tetapi penjelasan Soesilo ternyata diperkuat oleh Noyon -Langemeyer (jilid II halaman 542)

:

23

KUHP Indonesia asalnya adalah Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch Indie (Staatsblad 1915 No.732), yang dinyatakan mulai berlaku pd atanggal 1 Januari 1918.

24

R. Soesilo, KUHP serta Komentar-komentarnya, Lengkap Pasal demi Pasal,(Bogor: Politea, 1995), hlm.217


(44)

Yahya Teofilus Purba : Kejahatan Perdagangan Wanita Dihubungkan Dengan Pelanggaran Hak Azasi Manusia, 2007.

USU Repository © 2009

seperti dikutip oleh Wirjono Prodjodikoro, yang secara tegas mengatakan bahwa25

“perdagangan perempuan harus diartikan sebagai : semua perbuatan yang langsung bertujuan untuk menempatkan seorang perempuan dalam keadaan tergantung dari kemauan orang lain, yang ingin menguasai perempuan itu untuk disurh melakukan perbuatan -perbuatan cabul dengan orangketiga (prostitusi)”. Terhadap penjelasan Noyon-Langemeyer ini, Wirjono Prodjodikoro menyimpulkan bahwa dalam pengertian tersebut tidak termasuk suatu perdagangan budak belian pada umumnya.

:

26

Dengan kondisi seperti ini, akan timbul pertanyaan sehubungan dengan bayaknya kejadian dalam masyarakat yaitu perdagangan perempuan bukan untuk tujuan prostitusi; apakah berarti tidak mungkin dijerat dengan pasal ini? Pertanyaan yang selanjutnya muncul adalah apakah penerapan suatu pasal hanya dapat dilakukan sesuai dengan tujuan pembentukannya, walaupun kondisi masyarakat sudah berubah dan menuntut lebih dari itu? Permasalahan lain yang ada dalam pasal ini adalah tentang batas usia belum dewasa bagi Dengan penjelasan-penjelasa itu, menjadi terang bagi kit bahwa pasal 297 KUHP pada dasarnya memang terbatas bagi perdagangan perempuan (dan anak laki -laki di bawah umu) untuk tujuan prostitusi. Kesimpulan ini tentunya akan menjadi lebih kuat apabila kita lihat dari penempatan Pasal 297 KUHP dalam Bab tentang Kejahatan terhadap Kesusilaan dan berada di bawah Pasla 296 KUHP tentang mucikari.

25

Wirjono Prodjodikoro, Tindak Pidana di Indoensia (Jakarta, Bandung: PT Eresco, 1980), hlm.128

26


(45)

Yahya Teofilus Purba : Kejahatan Perdagangan Wanita Dihubungkan Dengan Pelanggaran Hak Azasi Manusia, 2007.

USU Repository © 2009

anak laki -laki yang diperdagangkan. Seperti diketahui, dalam KUHP tidak ada satu ketentuan pun yang secara tegas memberikan batasan usia belum dewasa ataupun usia dewasa. Dalam pasal -pasal yang mengatur tentang korbannya harus dibawah umur, tetapi ada pula pasal tersebut.

Pasal yang secara khusus menyebutkan usia 12 tahun, 15 tahun, 17 tahun. Dengan demikian tidak ada patokan yang jelas untuk unsur ini. Apabilkita berpegang pad ausia ewasa menurut BW maka belum berusia 21 tahun atau belum menikahlah yang menjadi batas untuk menentukan bahwa orang tersebut beum dewasa. Akan tetai bila kita mengikuti UU Perkawinan (UU No. 1 tahun 1974), maka batas usia belum dewasa adalah belum mencapai umru 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawian27

2. Pasal 301 KUHP

. Mengenai hal ini tentunya harus ada satu ketentuan yang tegas tentang batasan usia krena ketentuan yang ada menentukan batasan yang berbeda-beda sesuai dengan hal yang akan diatur dan tujuan yang ingin dicapai.

Pasal ini melarang dan mengancam pidana paling lama 4 tahun penjara, seseorang yang menyerangka atau membiarkan tinggal pada orang lain, seorang anak yang umurnya di bawah 12 tahun yang di bawah kuasanya yang sah, sedang diketahuinya anak itu akan dipakai untuk atau akan dibawa waktu mengemis atau dipakai untuk menjalankan perbaan kepandaian yang berbahaya atau pekerjaan yang berbahaya atau pekerjaan yang merusakkan kesehatan. Pasal ini khusus bagi perbuatan yang korbannya adalah anak -anak

27

Lihat pasal 47 UUNo. 1/1974, yang mengatakan bahwa anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada di bawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidk dicabut dari kekuasaannya


(46)

Yahya Teofilus Purba : Kejahatan Perdagangan Wanita Dihubungkan Dengan Pelanggaran Hak Azasi Manusia, 2007.

USU Repository © 2009

di bawah 12 tahun, dengan pelakunya adalah orang yang mempunyai kuasa yang sah atas anak tersebut, misalnya orang tua,wali. Bila kita hubungkan dengan Pasal 297 KUHP, maka pasal ini subyeknya terbatas pada orang yang punya kuasa yang sah terhadap anak tersebut; batasan usia korban kebih jelas yaitu di bawah 12 tahun; dan tujuan pemindahan penguasaan si anak lebih luas, tidak semata -mata untuk prostitusi. Unsur -unsur pasal 301 KUHP: 1. Ada hubungan darah atau kuasa yang sayah

2. Melakukan pekerjaan yang berbahaya 3. Pekerjaan yang merusak kesehatan

3. Pasal 324 KUHP: Melarang perdagangan budak belian, dengan sanksi pidana

penjara selama-lamanya 12 tahun.

Menurut R. Soesilo, perbudakan di Indonesia secara hukum sudah dihapus sejak 1 Januari 1860 (berdasarkan Pasla 169 indische Staatsregeling).

Meskpiun yang menjadi objek dari larangan dalam pasal 324 sudah dihapus secara hukum, tetapi ini belum dicabut. Hal ini dapa dimengerti karena dalam kenyataannya praktik perdagangan budak terus berlangsung, baik pada jaman penjajagan maupun dalam alam kemerdekaan. Kata perdagangan dalam pasal ini tidak harus ditafsirkan membeli dan kemudian menjualnya kembali. Perbuatan membeli saja atau menjual saja sudah masuk dalam lingkup ketentuan pasal ni. Disamping itu juga dalam pasal ini ada unsur keterlibatan pelaku tidak harus diartikan sebagai terjadinya penyertaan yang diatur dalam Bab V dan Buku I KUHP, yang bentuknya dapat berupa menyuruh, menggerakkan, turut melakukan ataupun membantu melakukan. Bagi mereka


(47)

Yahya Teofilus Purba : Kejahatan Perdagangan Wanita Dihubungkan Dengan Pelanggaran Hak Azasi Manusia, 2007.

USU Repository © 2009

peserta itu berari diancam pidana yang sama dengan pelaku28

4. Pasal 325 KUHP : Melarang nahkoda menggunakan kapalnya untuk

mengangkut budak belian, dengan sanksi pidana penjara selama-lamanya 12 tahun; dan kalau sang budak meninggal ia dikenai pidana 15 tahun penjara.

. Jadi lingkup keberlakuan pasal ini sangat luas, padahal 3 pasal berikut setelah pasal ini, yaitu pasal 325, 326 dan 327 KUHP telah mengatur perbuatan -perbuatan orang tertentu yang terlibat secara khusus dalam tindak pidana Pasal 324.

Pasal ini berlaku khusus bagi nahkoda yang terlibat dalam perdagangan budak belian. Perbuatan yang dilarang dalam pasal ini adalah (1) menjalankan pekerjaan sebagai nakhoda pedahal mengetahui kapal digunakan untuk menjalankan perdagangan budak berlian; atau (2) memakai kapal untuk perdagangan budak belian. Apabila kita menganalisa perbuatan yang diancam pidana dan menhubungkannya dengan berbagai bentuk penyertaan yang diatur dalam Bab V Buku I KUHP, maka dapat disimpulkan bahwa untuk perbuatan pertama nakhoda berkedudukan sebagai orang yang membantu melakukan tindak pidana Pasal 324 KUHP. Sementara bila perbuatan jenis kedua yang dilakukan, maka dlam konstruki penyertaan nakhoda adalah seorang pelaku atau orang yangturut melakukan. Uatu hal yang perlu digaris bawahi adalah adanya penyimpangan pemidanaan dari asas pembantuan. Tidak seperti yang ditetapkan dalam Pasal 57 KUHP, nakhoda yang membantu dalam tindak pidana perdagangan budak diancam pidana yang sama dengan pelakunya. Bahkan ada pemberatan baginya yang tidak dikenakan pada pelaku tindak pidana Pasal 324 KUHP sekalipun

28

Khusus untuk pembantuan , berarti ada penyimpangan dari asas pemidanaan untuk pembantuan Pasal 57 ayat (1) KUHP:


(48)

Yahya Teofilus Purba : Kejahatan Perdagangan Wanita Dihubungkan Dengan Pelanggaran Hak Azasi Manusia, 2007.

USU Repository © 2009

dengan ancaman pidana menjadi selama-lamanya 15 tahun penjara bila ada budak yang mati karena pengangkutan yang dilakukannya.

5. Pasal 326 KUHP : mengancam dengan pidana penjara selama-lamanya 9

tahun bagi mereka yang bekerja sebagai anak buah kapal padahal mengetahu bahwa kapal itu dipakai untuk perdagangan budak belian.

Pasal yang berlaku khusus bagi anak buah kapal29

(1) Masuk bekerja sebagai anak buah kapal padahal mengetahui kapal digunakan unyuk perdagangan budak;

in melarang perbuatan:

(2) Dengan kemauan sendiri tetap menjadi anak buah kapal sesudah mengtahui kapal digunakan untuk perdagangan budak

Apabila dikaitkan dengan konsep penyertaan, maka keterlibatan anak buah kapal adalah sebagai orang yang membantu melakukan tindak pidana pasal 324 KUHP. Seperti juga halnya dengan nahkoda, ancaman pidanan bagi anak buah kapal yang berkedudukan sebagai pembantu tindak pidana, nampaknya ditetapkan seacra khusus. Jai menyimpang dari asas pembantuan, yang mengurangi 1/3 nya dari pidana bagi pelaku. Akan tetapi bila dibandingkan dengan nahkoda atau ketetnuan turut campur tangan (dalam hal ini membantu) dalam tindak pidana Pasal 324 KUHP, ancaman pidana bagi anak buah kapal jauh lebih ringan. Satu hal yang juga tidak boleh dilupakan adlah letentuan konsep gabungan tindak pidana yangpasti haris dipergunakan apabila kita menghadapi persoalan tindak pidana oleh anak buah kapal ini. Pada saat iti akan ada 2 ketentuan yang mungkin diterapkan, yaitu Pasal 324 KUHP atau Pasal 326 KUHP untuk satu perbuatan yang dilakukan. Dalam penentuan

29


(49)

Yahya Teofilus Purba : Kejahatan Perdagangan Wanita Dihubungkan Dengan Pelanggaran Hak Azasi Manusia, 2007.

USU Repository © 2009

ancaman pidananya diperlukan kecermatan untuk memilih apakah pasal 324 KUHP atau Pasal 326 KUHP yang harus kita perunakan. Sebenarnya kasus ini juga dijumpai pada saat kita menggunakan Pasal 325 KUHP. Akan tetapi karena ancaman pidana, baik pasal 324 maupun

325 adalah 12 tahun mamka tidak menjadi terlampau menimbulkan persoalan. Walaupun demikian, dalam hal tersebut tetap Pasal 63 ayat (2) KUHP. Bila kita berpegang pada ketentuan Pasal 63 ayat (1) maka pidana penjara 12 tahun yang harus diancamkan. Akan tetapi dengan mengingat sifat ketentuan umum (Pasal 324 KUHP) dan khusus (pasal 326 KUHP), maka ancaman pidananya hanya 9 tahun sesuai bunyi Pasal 63 ayat (2) KUHP.

6. Pasal 327 KUHP: Melarang orang dengan biaya sendiri atau orang lain, baik

secara langsung maupun tidak langsung, turut campur dalam menyewakan, memuati atau menanggung asuransi sebuah kapala yang diketahuinya dipakai untuk menjalankan perdagangan budak belian; sanksinya penjara selama-lamanya 8 tahun.

Tidak berbeda dengan 2 pasal sebelumnya, pasal ini mengancam dengan pidana keterlibatan seseorang dalam tindak pidana perdagangan budak dengancara tuurut campur dalam (1) menyewakan, (2) memuati atau (3) menanggung asuransi kapal yang diketahuinya dipakai untuk perdagangan budak belian. Dibandingkan dengan 2 pasal sebelumnya, yaitu Pasal 325 dan Pasal 326 KUHP, pidana yang diancamkan paling ringan, yaitu 8 tahun sejalan dengan asas pembantuan, pidana pokok Pasal 324 KUHP ikurangi 1/3nya. Sama halnya dengan permasalahan dalam pasal 326 KUHP bila dihadapkan denagn Pasal 324 KUHP, maka yang diberlakukan adalah Pasal 327 bila yang disewakan, dimuati, diasuransikan adalah


(50)

Yahya Teofilus Purba : Kejahatan Perdagangan Wanita Dihubungkan Dengan Pelanggaran Hak Azasi Manusia, 2007.

USU Repository © 2009

Kapal. Sebaliknya bila alat transortasinya selain kapal,maka Pasal 325 yang berlaku.

7. Pasal 328 KUHP : Melarikan atau menculik orang; sanksinya pidna penjara

selama -lamanya 12 tahun. Pasal ini bukan pasal yang langsung mengatur tentang perdagangan manusia, tetapi berkaitan erat dengan perdagangan manusia, karena penculikan merupakan salah satu cara untuk membawa korban masuk dalam psal ini adlaah melarikan atau menculik orang. Pada waktu melarikan atau menculik itu,si pelkau harus mempunyai maksud untuk membawa korban dengan melwan hak dibawah kekuasaannya sendiri atau kekuasaan orang lain atau menjadikannya terlantar. Oleh krena melarikan atau menculik orang ini merupakan salah satu cara untuk membawa korban dalam pedagangan manusia, maka apabila terjadi perdagangan manusia melalui cara ini, si pelaku akan dikenai ketentuan gabungan tindak pidana (pasal 65 KUHP)

8. Pasal 329 KUHP menetapkan sanski pidana penjara selama-lamanya 7 tahun

pada orang yang dengan segaja dengan melawan hak membawa orang ke tempat lain dari yang dijanjikan untuk bekerja.

Pasal ini dimaksudkan untuk menanggulang masalah “penipuan” dalam mencari pekerjaan. Bila dihubungkan dengan masalah human trafficking, maka unsur yang penting dan harus dibutkikan adalah penipuannya itu karena pada awalnya pasi telah ada persetujuan dari korban untuk dibawa bekerja ke suatu tempat. Hal ini perlu mendapat perhatian, karena pada dasarnya perdagangan manusia harus tanpa persetujuan korban.


(1)

Yahya Teofilus Purba : Kejahatan Perdagangan Wanita Dihubungkan Dengan Pelanggaran Hak Azasi Manusia, 2007.

USU Repository © 2009

hak -hak antara wanita dan pria dalam meliputi nilai -nilai bdaya, adat istiadar serta norma -norma yang berlaku luas dimasyarakat Indonesia dimana :

a. Globalisasi (Neoliberalisme)

Negara melepas tanggung jawabnya dari pemenuhan hak -hak asasi rakyat dan melempar pada pasar (market) dan swasta (private), umumnya menjerat sektor -sektor yang berkait dengan kepentingan public dan menjadi tanggung jawab negara, seperti kesehatan, transportasi, komunkasi dan pendidikan

b. Seksualitas : Objektivikasi Perempuan

Pembangunan dimulai di bidang kelembagaan dengan menampilkan citra istri dan keibuan (ibuism) sebagai acuan yang harus dianut sebagaimana tampak pada kebijakan untuk mendukung berdirinya organisasi kewanitaan.

Dalam skripsi ini bertujuan mendapat gamabran keadaan hukum dan perempuan Indonesia de jure dan de facto dan mana menjadi sebaga acuan mengenai kedudukan wanita dalam pelbagai peraturan Indonesia yang mana.

Hal tersebut sudah banyak tetuang dla UU ketenagakerjaan No. 13 than 2003 dalam perlindungan buruh pekerja wanita dalam keadaan tertentu.

B. Saran

Mengingat viktimasasi yang terjadi di Indonesia pada beberapa tahunterakhir ni sangat memperhatiakn. Koordinasi dengan pihak kepolisian dan Departemen Tenaga Kerja harus dilakukan, agar kepolisian segera meminta bantuan lembaga ini ketika mendapat laporan terjadinya perdagangan perempuan dan anak. Lembaga ini perlu didukung setidaknya oleh pekerja sosial, psikolog, ahli hukum, dokter dengan :


(2)

Yahya Teofilus Purba : Kejahatan Perdagangan Wanita Dihubungkan Dengan Pelanggaran Hak Azasi Manusia, 2007.

USU Repository © 2009

a. Pelatihan para petugas penegak hukum mengenai perdagangan b. Perempuan dan anak

c. Pendidikan public untuk membuat masyarakat menyadari akan

kemungkinan dan dampak perdagangan perempuan dan anak

d. Pemberdayaan organisasi-organsasi baik pemerinta maupun masyarakat untuk lebih mempeduliakn masalah semacam ini.

Dengan berbagai studi yang dilakukan oleh LSM, Perguruan Tinggi dan Lembaga lainnya, peta situasi permasalahan dan kasus-kasus kejahatan perdagangan perempuan dan anak di Indonesia secara umum telah diketahui dan dijadikan dasar bagi penyusunan kebijakan, program dan kegaitan penghapusan perdaganan perempuan dan anak. Secara berlanjut peta situasi tersebut dimautakhirkan terlebih dengan adanya bencana nasioal di Aceh yang rawan terhadap praktek -praktek perdagangan perempuan dan anak yang berkedok memberikan bantuan mencarikan pekerjaan atau pengasuhan anak.

Peningkatan kuantitas dan kualitas Pusat Pelayanan Krisis dilaksanakan dengan misalnya membentuk Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA), dan bekerja sama dengan lembaga donor memberikan bantuan kepada shelter,

Drop In Center, Women’s Crisis Ccenter dan yang serupa yang dikelola oleh

LSM lokal di daerah beresiko.

Peningkatan aksesbilitasi bagi keluarga, khususnya perempuan dan anak untk memperoleh pendidikan, pelatihan, peningatan pendaatan dan pelayanan sosial telah dilakukan. Terima kasih kepada pihak perbankan, lembaga kredit mikro dan lembaga donor internasional serta LSM lokal yang telah berpartisipasi dakam mendukung dan melaksanakan kegiatan ini.


(3)

Yahya Teofilus Purba : Kejahatan Perdagangan Wanita Dihubungkan Dengan Pelanggaran Hak Azasi Manusia, 2007.

USU Repository © 2009

Pembentukan dan peningkatan hubungan jaringan kerja (networking) dan kemitraan baik di pusat dan daerah, antar daerah, kerjasama antar negara, regional maupun internasional telah dilaksanakan. Kegiatan ini akan terus dilaksanakan sehingga jaringan kerja semakin meluas dan menguat.

Secara kuantitatif berdasarkan laporan Mabes Polri terjadi penurunan kasus yang dilaporkan, namun data tersebut masih belum cukup meyakinkan untuk menyatakan bahwa benar -benar terjai oenurunan kasus perdagangan orang, tetapi dapat dilaporkan bahwa telah terjadi peningkatan kualitas hukuman yang dijatuhkan kepada trafficker oleh Pengadilan yang telah menjatuhkan hukuman 13 tahun penjara berdasarkan undang -undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Standar Operasional prosedur (SOP) Pemulangan Krban Perdagangan Orang telah disusun dan bekerja sama dengan ICMC sedang disusun modul-modul untuk pelatihan kepada pihak -pihak yang akan melaksanakan di lapangan undang -undangan No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI ke Luar Negeri telah ditetapkan dan akan dilanjutkan dengan penyusunan peraturan pelaksanaannya.

Pengalokasian anggaran pemerintah pusat dan daerah untuk rehabilitasi dan reintegrasi sosial terhadap korban telah dilaksanakan walaupun dalam jurnal kecil karena keterbatasan anggaran. Terima kasih kepada lembaga donor internasional (USAID, ILO dan lain-lain) yang telah mendukung kegiatan ini.

Namun disadari bahwa kemajuan tersebut masih jauh dari tujuan utama: “Terhapusnya segala bentuk perdagangan perempuan dan anak di Indonesia.”


(4)

Yahya Teofilus Purba : Kejahatan Perdagangan Wanita Dihubungkan Dengan Pelanggaran Hak Azasi Manusia, 2007.

USU Repository © 2009

Oleh karena itu, Bangsa Indonesia - belajar dari pengalaman yang diperoleh selama lebih dari dua tahun terakhir ini -akan terus mengupayakan penyempurnaan dan peningkatan pelaksanaan Rencana Aksi selanjutnya.

Jejaring kerja dengan sesama negara sehabat yang anti perbudakan dan dengan LSM lokal dan internasional serta badan/lembaga internasional dan masyarakat dunia pada umumnya, dinilai sebagai program kunci agar mampu mengatasi gerak -polah kejahatan transnasional teroganisir perdagangan orang serta agar mampu memberikan perlindungan yang maksimal kepada korban. Kepada masyarakat yang sudah ada seperti Rukum Tetangga, kelompok pengkajian, kelompok gereja dan lain-lain, ataud engan membentuk lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang professional. Jika jalinan antar berbagai unsur negara baik dalam dan laur negeri ini telah terbentuk, Insya Allah, Bangsa Indonesia akan mampu memagari diri.

DAFTAR PUSTAKA

Undang - undang Dasar 1945 hasil amandeman

Undang -undang RI No. 21 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidanan Perdagangan Orang

Undang -undang No. 39 tahun 1999 Tentang hal Azasi Manusia, Pustaka Yustisia, Yogyakarta 2006

Undang -undang RI No. 3 Tahun 1977 Tentang Peradilan Anak

Undang -undang RI No. 21 tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Perdagangan Orang


(5)

Yahya Teofilus Purba : Kejahatan Perdagangan Wanita Dihubungkan Dengan Pelanggaran Hak Azasi Manusia, 2007.

USU Repository © 2009

Hak Azasi Perempuan, Instrumen hukum untuk mewujudkan keadilan gender,

Kelompok Kerja Convensen Wacth, Pusat Kajian Wanita dan Gender, Univeristas Indonesia dan Yayasan Obor Indonesia, Jakarta 2004

Sulistyuwati Iianto, Perempuan dan Hkum, Nazaid Obor Indonesia. 2006

Editus Adisu dan Libertuas Jehani, Hak-hak Pekerja Wanita, Visimedia. Tangerang. 2006

UNICEF (United Nations Children’s Fund) Guedeline For the protection od the

Right o Children Victims of Trafficking, UNICEF, 2003

Guedeline For the protection od the Right o Children Victims of Trafficking

Rosenberg, Ruth Perdagangan Perempuan dan Anak di Indonesia, ACILS-ICMC. 2003.

Komnas Perempuan, Peta Kekerasan Perempuan di Indonesia, hlm. 142 Media Indonesia, 7 maret 2002 (Modus Operandi baru Perdagangan Bayi Arimbi Heroepoetri dan R. Valentina, Percakapan Tentang Feminisme

vs Neoliberalisme, debt Watch dan Institut Perempuan 2004

Sagala R. Valentina,”Wajah Terabaikan Perempuan Pedesaan”, dalam Kompa, 15 Oktober 2005

US Department of Justice (2002). Trafficking in Perons Report. Wahington, June 2000, hlm. 61

Kompas, Perjalanan Pahit TKW, 28 Agustus 1997

UNICEF, 2003. The Palerno Trafficking Protocol

Rado Netherland,16 Oktober 2002, Korban Trafficking oleh Han Harlan

Sagala, R. Valentina, “Memperjuangkan UU Pemberantasan “Trafficking” dari Pengalaman Peremouan” dalam Kompas, 20 Juni 2005

Human Trafficking,

Sagala, R. Valentin, “Sekali Lagi, Memperjuangkan Perempuan sebagai Subyek”,

Kompas, 18 April 2005


(6)

Yahya Teofilus Purba : Kejahatan Perdagangan Wanita Dihubungkan Dengan Pelanggaran Hak Azasi Manusia, 2007.

USU Repository © 2009

Media Indonesia, 1 Oktober 2001. Pengakuan Laila dan Terselamatkannya Para Belia.

Kompas (13 Desember 2001) dalam´”Penegakan Hukum Lemah Melawan Eksploitasi Seksual Anak”

Kekerasan Terhadap Perempuan, Perdagangan Perempuan, Migrasi Perempuan, Penyebab dan Akibatnya (Jakarta: Komnas HAM, 200).

Berita Koran Suara Pembaharuan “Komisi VII DPR Kunjungi Korban Perdagangan Wanita: Belum Ada UU yang Bisa Menangani Tuntas” (28 September 2001)

Wirjono Prodjodikoro, Tindak Pidana Tertentu di Indonesia (Jakarta-Bandung: PT. Eresco, 1980), hlm. 128

Arimbi, Heroepoetri dan R. Valentina, Working Paper : Perempuan dan

Linkungan, Institut Perempuan, 2003

Saskia Eleonora Weiringa, Penghancuran Gerakan Perempuan, Kalyanamotra dan Garba Budaya, 1999, Op.Cit.

Sagala, R. Valentina, “Sekali Lagi. Memperjuangkan Perempuan sebagai subyek”,