Waktu atau jam kerja

Dari hasil wawancara diatas mengungkapkan bahwa masyarakat di Desa Sigara Gara saling membantu satu sama lain dengan memperkenalkan bagaimana memodifikasi becak agar muatan becak jadi lebih banyak saat mengangkut anak sekolah. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Bapak Syahdan Ginting pada saat wawancara dilapangan “Modifikasi pertama kali dibuatkan sama pemuda sini juga, dia kerja ditukang las jadi taulah cemana caranya, makanya bapak – bapak sini banyak yang minta tolong sama dia. Tujuan kami modifikasi inikan supaya muatan becak kami bisa muat lebih banyak dari pada becak yang udah ada. Makanya kami modifikasi muatannya, terus biar anak sekolah pun lebih nyaman duduknya ga takut jatuh.” Sumber: Hasil wawancara 19 April 2015, pukul 10.00 – 11.05 Wib Dari hasil wawancara tersebut sosialisasi sesama masyarakat di Desa Sigara gara sangat baik dan saling membantu satu sama lain. Mereka saling membantu dan memberi informasi bagaimana memodifikasi becak agar bisa lebih banyak muatannya. Walaupun mereka memiliki pekerjaan yang sama, mereka tidak merasa tersaingi satu sama lain.

3. Waktu atau jam kerja

Jam kerja adalah waktu untuk melakukan pekerjaan, dapat dilaksanakan siang hari dan malam hari. Jam Kerja bagi para pekerja di sektor swasta diatur dalam Undang-Undang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, khususnya pasal 77 sampai dengan pasal 85. Pasal 77 ayat 1, UU No.132003 mewajibkan setiap pengusaha untuk melaksanakan ketentuan jam kerja. Ketentuan jam kerja ini telah diatur dalam 2 sistem, yaitu: a. 7 jam kerja dalam 1 hari atau 40 jam kerja dalam 1 minggu untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu; atau b. 8 jam kerja dalam 1 hari atau 40 jam kerja dalam 1 minggu untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu. Pada kedua sistem jam kerja tersebut juga diberikan batasan jam kerja yaitu 40 jam dalam 1 minggu. Apabila melebihi dari ketentuan waktu kerja tersebut, maka waktu kerja biasa dianggap masuk sebagai waktu kerja lembur sehingga pekerja atau buruh berhak atas upah lembur. Tidak lepas dari itu pekerja buruh di Desa Sigara gara juga memiliki jam kerja selama 8 jam setiap harinya. Sehingga waktu untuk keluarga maupun bersosialisasi dengan masyarakat yang lain sangatlah terbatas. Hal tersebut di dukung oleh hasil wawancara pada saat dilapangan dengan Bapak Miskun yaitu sebagai berikut, “Kalau pas kerja jadi buruh, dulunya ga pernah ada waktu untuk keluarga. Karna pun kerja dipabrik 8 jam, pdahal hasilnya pun ga memuaskanlah kalo dibilang yakan. Gak pernah sempat kumpul – kumpul sama kawan – kawan sini, tetangga – tetangga sini. Karna pulang dari pabrik pun langsung mandi trus makan malam siap itu tidurlah karna capek. Ya gitu aja seterusnya. Pokoknya waktunya ga adalah untuk ngobor sama kaan atau tetangga. Kalau pun ada pas hari minggulah, kalau pas ada gotong royong, ha di situlah bapak – bapaknya kumpul semua. Jadi Cuma hari minggu aja full dirumah, selebihnya hari kerja kayak biasa 8 jam perhari. Lainlah kalau sama tukang becak ini, kerjaanku yang sekarang ini waktu senggangnya banyak dari pada buruh pabrik yang sikit waktu senggangnya.” Sumber : Hasil wawancara, 18 April 2015 pukul 20.00 – 20.45 Wib Tidak jauh berbeda dengan hasil wawancara yang ditujuakan dengan Bapak Miskun tentang jam kerja selama kerja sebagai buruh pabrik. Bapak Burhanuddin juga mengatakan hal yang sama pada saat wawancara dilapangan yaitu sebagai berikut “Kalau waktu kerja jadi buruh pabrik dulu aku gak waktuku, sikit kalilah karena dari pagi sampek sore dipabrik terus. Palingan makan sianglah pulang kerumah, trus jam 1 balek lagi ke pabrik lanjut kerja baru pulangnya sorelah. Pokoknya kurang lebih 8 jam lah dek, jadi waktu sama keluarga pun kurang Cuma pagi sama malam aja selebihnya di pabriklah dek. Tapi kalau kerja jadi tukang becak ini banyak waktu kosongku dek, kerja pun ga di jadwalkan kali. Paling kalau memang waktunya jemput anak sekolahlah waktunya tepat. Selebihnya ya cari penumpang kalau ga cari penumpang ya duduk – duduk aja di warung kopi disimpang mesjidlah. Ya pokoknya kalau waktu jam kerja yang paling enak ya jam kerja tukang becak inilah dek daripada pas kerja jadi buruh pabrik waktu senggangnya sikit.” Sumber: Hasil wawancara, 31 April 2015, Pukul 10.45 – 11.30 Wib Dari hasil wawancara diatas bisa dikatakan bahwa masyarakat Desa Sigara Gara yang berprofesisebagai buruh pabrik tidak memiliki waktu senggang bersama keluarga, teman, tetangga, dan masyarakat setempat. Karena waktu yang dimiliki menjadi buruh pabrik adalah 8 jam bekerja. Tetapi berbeda dengan pekerja sebagai tukang becak yang memiliki jam kerja yang tidak tentu, dan memiliki waktu senggang untuk berkumpul atau sekedar berinteraksi dengan keluarga, teman, tetangga, dan masyarakat setempat. Peralihan profesi atau mata pencaharian dari buruh pabrik menjadi tukang becak tidak hanya dilatar belakangi oleh penghasilan dari buruh pabrik tidak lagi mencukupi kebutuhan sehari – hari membawa dampak pada kemunduran terhadap keadaan ekonomi masyarakat Desa Sigara Gara, tetapi juga adanya sosialisasi yang memberi informasi modifikasi becak agar lebih banyak muatannya. Tetapi bukan hal itu saja jam kerja juga menjadi salah satu latar belakang buruh pabrik yang melakukan peralihan profesi menjadi tukang becak. Karena waktu senggang yang miliki pekerja buruh pabrik tidak ada sedangkan waktu senggang pekerja tukang becak sangat banyak. Maka untuk dapat melangsungkan kehidupan mereka yang lebih baik, mereka melakukan peralihan profesi dari buruh pabrik menjadi seorang tukang becak.

4.7. Kehidupan Sosial – Ekonomi Masyarakat Desa Sigara Gara Saat Bekerja Menjadi Buruh Pabrik