dana merupakan masalah bank yang paling utama. Tanpa dana yang cukup, bank tidak dapat berbuat apa-apa, atau dengan kata lain, bank menjadi tidak
berfungsi sama sekali.
52
Secara umum instrumen pengumpulan dana pihak ketiga bank syariah dan bank konvensional tidaklah berbeda, yaitu giro, tabungan dan deposito.
Hanya saja perbedaan antara bank syariah dan bank konvensional terletak pada akad dan sistem distribusi pendapatan. Pada bank syariah, bunga sama
sekali tidak dapat diaplikasikan. Sebagai gantinya, diterapkanlah sistem bagi hasil yang sesuai dengan prinsip syariah Islam yang menjunjung tinggi nilai
keadilan.
53
Berikut akan dibahas lebih jauh mengenai instrumen pengumpulan dana pihak ketiga yang biasa dipergunakan bank syariah.
1. Giro
a. Pengertian Dalam UU No 10 tahun 1998, disebutkan bahwa giro adalah
”Simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya atau
dengan cara pemindahbukuan”.
54
52
Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah Edisi Revisi, h. 47.
53
Karnaen Perwataatmaja, Apa Dan Bagaimana Bank Syariah, Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1999, h.2.
54
UU No 10 tahun 1998, pasal 1 ayat 6
Dibanding tabungan dan deposito, giro merupakan jenis simpanan yang paling likuid, sebab pencairannya dapat dilakukan setiap
saat dengan jumlah berapapun, dengan catatan dananya masih tersedia. Penarikan giro dapat dilakukan secara tunai maupun secara non tunai
pemindahbukuan. Penarikan secara tunai menggunakan cek sedangkan penarikan non tunai dilakukan dengan menggunakan bilyet giro BG.
55
b. Landasan Hukum Landasan hukum yang mengatur pemberlakuan simpanan giro di
bank syariah adalah fatwa Dewan Syariah Nasional. Berdasarkan Fatwa DSN
No.1DSN-MUIVI2000, Simpanan
berupa giro
yang diperbolehkan adalah yang dibenarkan secara syariah, yaitu giro yang
berprinsip Mudharabah dan Wadiah.
56
Sedangkan giro yang tidak diperbolehkan adalah yang menggunakan perhitungan bunga.
c. Aplikasi di Bank Syariah Bank Syariah pada umumnya menyediakan produk giro dengan
menggunakan akad Wadiah titipan dengan kesepakatan bahwa bank syariah dapat mengelola dan menggunakan dana tersebut. Dengan prinsip
ini bank syariah sebagai custodian harus menjamin pembayaran kembali
55
Kasmir, Manajemen Perbankan, h. 51.
56
Dewan Syari’ah Nasional MUI, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasiona Edisi Ketiga, Jakarta: DSN-MUI dan Bank Indonesia, 2001, h. 6.
nominal simpanan wadiah. Dana tersebut dapat digunakan untuk kegiatan komersial dan bank berhak atas pendapatan yang diperoleh dari
pemanfaatan dana wadiah tersebut dalam kegiatan komersil. Pemilik simpanan dapat menarik kembali simpanannya sewaktu-waktu, baik
sebagian atau seluruhnya.
57
Bank tidak boleh menyatakan atau menjanjikan imbalan atau keuntungan apapun kepada pemegang rekening wadiah, dan sebaliknya
pemegang rekening juga tidak boleh mengharapkan atau meminta imbalan atau keuntungan atas rekening wadiah. Setiap imbalan atau
keuntungan yang dijanjikan dapat dianggap riba. Namun demikian, bank atas kehendaknya sendiri, dapat memberikan imbalan berupa bonus
hibah kepada pemegang rekening wadiah.
58
Selain akad wadiah, giro dapat pula menggunakan akad mudharabah
berdasarkan fatwa DSN di atas. Nasabah bertindak sebagai shahibul mal
sedangkan bank bertindak sebagai mudharib yang bertugas mengelola dana untuk usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip
syariah. Keuntungan yang diperoleh dari usaha yang dijalankan bank dibagi berdasarkan kesepakatan nisbah yang disepakati di awal transaksi.
2. Tabungan