Pengaruh jumlah kantor layanan syariah terhadap penghimpunan dana pihak ketiga pada BNI Syariah

(1)

PENGARUH JUMLAH KANTOR LAYANAN SYARIAH

TERHADAP PENGHIMPUNAN DANA PIHAK KETIGA

PADA BNI SYARIAH

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI)

Oleh :

ZIDNI ROBBY RODLIYYA NIM : 104046101701

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH

PROGRAM STUDI MUAMALAH (EKONOMI ISLAM) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H / 2008 M


(2)

PENGARUH JUMLAH KANTOR LAYANAN SYARIAH

TERHADAP PENGHIMPUNAN DANA PIHAK KETIGA

PADA BNI SYARIAH

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI) Oleh :

ZIDNI ROBBY RODLIYYA NIM: 104046101701

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Hasanuddin M.Ag. Dwi Nuraini Ihsan S.E., M.M.

NIP. 150 268 590

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH

PROGRAM STUDI MUAMALAH (EKONOMI ISLAM) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H / 2008 M


(3)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya nyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 4 Agustus 2008


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT tak henti-hentinya terucapkan atas rahmat dan hidayah serta tuntunan-Nya kepada penulis, sehingga hamba yang dhoif ini

mampu menyelesaikan karya sederhana ini dengan sebaik-baiknya. Sholawat dan salam tidak lupa kita haturkan kepada Nabi Muhammad SAW, semoga Allah menempatkannya pada tempat setinggi-tingginya.

Melalui segenap usaha, doa dan penantian yang panjang, akhirnya selesailah sudah karya sederhana ini. Penulis yakin bahwasanya karya ini tidak akan pernah selesai jikalau tiada bantuan dari pihak lain, sebab menyadari begitu banyak kekurangan pada diri penulis. Oleh karena itu, pada lembaran paling awal ini, penulis ingin mengungkapkan rasa terimakasih kepada pihak-pihak yang atas kontribusinya, mampu memberikan suntikan energi positif dalam penggarapan skripsi ini. Kami ucapkan terimakasih kepada:

1. Ayahanda M. Zainal Muttaqin dan Ibunda Intan Badriyah atas doa dan upaya, kasih dan sayang, pengorbanan dan air mata, yang tiada dapat dituturkan oleh kata-kata, moga Allah memberikan balasan yang berlipat ganda dan menempatkan engkau berdua di syurga-Nya yang paling tinggi.

2. Bapak Prof. DR. H. M. Amin Suma, S.H., M.A., M.M., selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.


(5)

3. Ibu Euis Amalia, M. Ag. dan Bapak Ah. Azharudin Lathif, M. Ag. selaku Ketua Jurusan dan Sekretaris Jurusan Program Studi Muamalah Ekonomi Islam Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Drs. Hasanuddin M.Ag., dan Ibu Dwi Nuraini Ihsan S.E., M.M., selaku dosen pembimbing atas segenap waktu dan kesabarannya dalam membimbing penulis.

5. Segenap pimpinan dan staf Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah atas pelayanannya dalam melengkapi literatur penelitian.

6. Segenap pimpinan dan staf perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum, khususnya mas Farhan atas kemudahan yang penulis rasakan selama pengumpulan literatur. 7. Segenap dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah atas ilmu yang diberikan kepada penulis, semoga ilmu ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya.

8. Ibu Istianti selaku Kepala Bagian SDM BNI 46.

9. Jajaran staf Divisi Usaha Syariah BNI 46, khususnya Bapak Nurcahyo Artianto (Pak Anto) yang telah meluangkan waktu untuk menyediakan data kepada penulis diantara kesibukannya yang padat.

10. Keluarga besar Abi T.B. Bahauddin Sy dan Umi Djunawiyah serta (alm) Aba Mursyid Ishak dan andung Siti Anshoriah atas dukungan moril dan materil kepada penulis.

11. Bapak Agustianto atas masukannya pada awal proses pembuatan skripsi, yang memberikan arah pada penelitian penulis.


(6)

12. Ibu Siti Najma atas saran dan masukannya di akhir proses pembuatan skripsi ini. 13. Kawan-kawan “bocah rusuh” Perbankan Syariah D (PS D) 2004 Audi, Uda,

Jihad, Hakim, Slamet, Gilang, Dahnil, Ucup, Iweng, Atep, Didi, Amin, Sule, Nunu, Neng, Ita, Phita, Desi, Semy, Iza, Eva, Ila, Syarah, Isah, Yanah, dan Kawan-kawan IKAPDA. Terimakasih atas dukungannya, semoga perjuangan kita selalu dibawah naungan-Nya

14. Buat Aning, Wina, Septa, Krishna terimakasih atas bantuan semangat, buku, literatur, dan konsultasinya. Mudah-mudahan Allah mempermudah segala urusan kalian.

15. Buat “My Brother” seperjuangan, Indra Azhar Ahmad, sesama makhluk SMAN 68 Jakarta yang terdampar di Kampus Peradaban ini. Terima kasih atas masukan, kritik, waktu, humor-humor nan segar dan buku-buku referensinya. Mudah-mudahan persahabatan kita tetap abadi, dan mudah-Mudah-mudahan dipermudah Allah dalam menempuh pendidikan di UIN Jakarta.

Ciputat, 4 Agustus 2008


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GRAFIK ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

D. Review Studi Terdahulu ... 6

E. Sistematika Penulisan ... 9

BAB II METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 10

B. Jenis Data ... 10

C. Teknik Pengumpulan Data ... 11

D. Hipotesa ... 12

E. Teknik Analisa Data ... 12


(8)

BAB III KERANGKA TEORITIS A. Layanan Syariah

1. Pengertian ... 22

2. Landasan Hukum ... 23

3. Tujuan Layanan Syariah.. ... 25

4. Mekanisme Pelaksanaan Layanan Syariah .. ... 27

5. Hambatan Pelaksanaan Layanan Syariah ... 28

B. Sumber Dana Bank Syariah 1. Dana Pihak Pertama ... 33

2. Dana Pihak Kedua ... 35

3. Dana Pihak Ketiga ... 36

C. Instrumen Pengumpulan Dana Pihak Ketiga Bank Syariah 1. Giro ... 39

2. Tabungan ... 41

3. Deposito ... 44

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum BNI Syariah ... 50

B. Gambaran Umum Data ... 56

C. Uji Asumsi Klasik 1. Uji Normalitas ... 59


(9)

D. Uji Hipotesis

1. Korelasi ... 64

2. Koefisien Determinasi ... 66

3. Regresi ... 69

4. Uji Signifikansi (Uji F) ... 75

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 77

B. Saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA ... 79


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tabel Interpretasi r-product moment ... 18

Tabel 3.1 Struktur Aktiva Dan Pasiva Bank ... 32

Tabel 3.2 Perbedaan Tabungan Mudharabah dengan Tabungan Wadiah ... 44

Tabel 4.1 Data Bulanan Jumlah Kantor Office Channeling ... 57

Tabel 4.2 Data Bulanan Jumlah DPK Kantor Office Channeling ... 58

Tabel 4.3 Uji Normalitas Variabel Jumlah Kantor Office Channeling ... 60

Tabel 4.4 Uji Normalitas Variabel DPK Kantor Office Channeling ... 61

Tabel 4.5 Tabel Linearitas ... 63

Tabel 4.6 Tabel Korelasi r-product moment ... 64

Tabel 4.7 Tabel Korelasi dan Koefisien Determinasi ... 66

Tabel 4.8 Tabel Regresi ... 70


(11)

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1 Grafik Sebaran Data Jumlah Kantor Office Channeling ... 61

Grafik 4.2 Grafik Sebaran Data DPK Kantor Office Channeling ... 62

Grafik 4.3 Grafik Linearitas ... 63

Grafik 4.4 Histogram Regression Standardized Residual ... 70


(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tahun 2008 tampaknya merupakan tahun yang berat bagi para pelaku perbankan syariah. Ini disebabkan waktu pencapaian target pangsa pasar perbankan syariah sebesar 5 % akan berakhir kurang dari satu tahun lagi. Melalui cetak biru pengembangan perbankan syariah, Bank Indonesia telah merencanakan dan menetapkan serangkaian tahapan dan strategi yang sistematis dan terencana yang akan dilaksanakan hingga tahun 2015 nanti. Mengenai pangsa pasar, Bank Indonesia menetapkan harus berada pada kisaran 5% di akhir tahun 20081. Entah apa yang dijadikan pertimbangan BI kala menetapkan target tersebut, yang jelas berhasil atau tidaknya pencapaian target tersebut bisa dijadikan tolok ukur nasib perbankan syariah di masa yang akan datang. Selain itu, ini merupakan pertaruhan kredibilitas pelaku perbankan syariah dalam mengawal kemajuan ekonomi Islam di tanah air. Sebagai informasi pangsa pasar bank syariah pada 2006, ketika layanan syariah baru saja diperbolehkan, adalah 1,6%. Sedangkan pada Maret 2008,

1

Bank Indonesia, Laporan Perkembangan Perbankan Syariah 2006 (Jakarta: Bank Indonesia, 2007), h. 63.


(13)

ketika tulisan ini dibuat, sebesar 1,93% dari pangsa pasar perbankan nasional.2

Di tahun 2008, pelaku perbankan syariah dipaksa bekerja ekstra keras dan berpikir ekstra cerdas jika betul-betul masih menginginkan target tersebut tercapai tepat pada waktunya. Bekerja ekstra keras dengan meningkatkan profesionalisme dan fokus pekerjaan pada bagaimana meningkatkan pangsa pasar mereka. Bekerja keras membangun citra yang baik agar masyarakat menaruh kepercayaan dan menitipkan uangnya di bank syariah. Berpikir ekstra cerdas dengan merancang strategi baru dan mengevaluasi strategi lama. Proses pengambilan keputusan perlu dilakukan dengan cepat, tentunya tanpa mengabaikan kualitas kebijakan strategis itu sendiri. Strategi yang kurang efektif secepatnya harus dibuang, sedangkan strategi yang efektif harus terus disempurnakan lagi.

Dalam rangka memenuhi target yang telah dibuat, Bank Indonesia mengeluarkan beberapa strategi. Salah satunya adalah strategi layanan syariah yang dipercaya paling efektif dalam mengatrol aset perbankan syariah. Penerapan praktek layanan syariah pada perbankan syariah diharapkan memberikan suntikan tenaga baru untuk membangun optimisme pelaku ekonomi syariah dalam mengejar target pertumbuhan pangsa pasar perbankan

2

Bank Indonesia, Statistik Perbankan Syariah Maret 2008 (Jakarta: Bank Indonesia, 2008), h. 21.


(14)

syariah sebesar 5 % di akhir 2008.3 Layanan syariah dipercaya sebagai solusi cerdas untuk meningkatkan pangsa pasar perbankan syariah karena selain menghemat dana, layanan syariah juga memanfaatkan jaringan bank induknya yang sudah cukup luas, sehingga ruang kerja perbankan syariah juga semakin meluas.

Menurut Ramzi A. Zuhdi, Direktur Direktorat Perbankan Syariah BI, selama 6 bulan sejak Mei 2006 telah muncul sebanyak 668 layanan syariah yang telah berhasil menghimpun dana pihak ketiga sebanyak Rp 423 miliar. Dengan adanya layanan syariah, pertumbuhan bank syariah tumbuh 84% pada 2007, setelah 3 tahun sebelumnya DPK perbankan syariah hanya tumbuh 59,6% saja.4

Permasalahannya, waktu yang tersisa dalam pencapaian target 5 % pangsa pasar sudah sangat sempit. Hingga awal tahun 2008 saja, pangsa pasar perbankan syariah baru berkisar 1,76% dari total bank di Indonesia5. Berarti ada sekitar 3,24 % lagi yang harus digarap dalam waktu kurang dari satu tahun. Oleh karena itu, perlu tindakan yang super cepat dari para pelaku dan regulator untuk menambah kecepatan akselerasi perbankan syariah jika tetap ingin target BI tercapai. BI perlu menelurkan kebijakan baru yang secara signifikan mampu menyulap atmosfer dunia perbankan syariah menjadi

3

Bank Indonesia, Cetak Biru Pengembangan Bank Syariah Indonesia, (Jakarta: Bank Indonesia, 2002), h.17.

4

Wahyu Daniel, “Office channeling Dorong Pertumbuhan Bank Syariah”. Diakses pada 10 Maret 2008 dari www.detik.com

5

Bank Indonesia, Statistik Perbankan Syariah Desember 2007 (Jakarta: Bank Indonesia, 2007), h. 21.


(15)

kondusif bagi pertumbuhan perbankan syariah yang cepat. Selain itu bank-bank syariah perlu melakukan evaluasi terhadap kebijakan yang telah diambil sebelumnya, apakah berhasil atau tidak, efektif atau tidak. Hasil evaluasi ini dapat dijadikan bahan pertimbangan Bank Indonesia untuk menetapkan kebijakan akselerasi selanjutnya.

BNI merupakan salah satu bank terbesar di Indonesia. BNI memiliki jaringan yang luas di seluruh wilayah Indonesia. Selain itu, BNI juga memiliki unit usaha syariah. Dengan jaringan yang luas, tentunya peluang pembukaan kantor layanan syariah bagi unit usaha syariahnya terbuka lebar. Hingga awal 2008, BNI telah memiliki 24 kantor cabang syariah, 30 kantor cabang pembantu syariah dan 636 kantor layanan syariah.6 Dengan jumlah kantor yang cukup besar, kiranya BNI cukup representatif dan layak untuk dijadikan objek penelitian.

Layanan syariah telah beberapa tahun dijalankan dan tengat waktu pencapaian targetnya makin menyempit, oleh karenanya strategi ini perlu dievaluasi sejauh mana kontribusinya dalam pencapaian target BI, khususnya dalam hal seberapa besar jumlah pengumpulan dana pihak ketiga yang berhasil dikumpulkan. Masalah yang penulis ingin jawab adalah seberapa jauh pengaruh jumlah kantor layanan syariah ini terhadap pengumpulan dana pihak ketiga dalam rangka mensukseskan target Bank Indonesia. Apabila

6

Perbankan Syariah, Antara Harapan, Hambatan dan Realita”, diakses pada tanggal 16 April 2008 dariwww.okezone.com


(16)

permasalahan ini terjawab, maka dapat disimpulkan apakah layanan syariah berhasil ataukah tidak. Dari hasil tersebut, pihak regulator dapat mempertimbangkan penerapan strategi ini, apakah layak diteruskan ataukah harus segera dicarikan solusi strategi lain. Karena itulah penulis membuat penelitian yang berjudul “PENGARUH JUMLAH KANTOR LAYANAN SYARIAH TERHADAP PENGHIMPUNAN DANA PIHAK KETIGA PADA BNI SYARIAH”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Agar pembahasan penelitian ini fokus dan tidak melebar, saya membatasi pembahasan skripsi ini pada pengaruh jumlah kantor layanan syariahterhadap penghimpunan dana pihak ketiga BNI Syariah, yaitu berupa tabungan, giro dan deposito pada periode Mei 2006 sampai dengan Desember 2007 di kantor-kantor layanan syariah itu sendiri. Data yang akan dianalisis adalah data bulanan.

Adapun perumusan masalah skripsi ini dapat saya simpulkan, yaitu: Bagaimanakah pengaruh jumlah kantor layanan syariah tersebut terhadap penghimpunan dana pihak ketiga pada periode Mei 2006 sampai dengan Desember 2007 di BNI Syariah?


(17)

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Sesuai dengan pembatasan masalah di atas, Penelitian ini bertujuan untuk: Mengetahui seberapa kuat pengaruh jumlah kantor layanan syariah terhadap peningkatan dana pihak ketiga pada periode Mei 2006 sampai dengan April 2008 di BNI Syariah.

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi: 1. Perusahaan

Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh praktisi dan pembuat kebijakan perbankan syariah, terutama di BNI Syariah, sebagai dasar pengambilan keputusan yang menyangkut usaha menumbuhkan perbankan syariah di Indonesia.

2. Akademisi

Hasil penelitian ini dapat menjadi rangsangan kepada peneliti lain dalam pembahasan dan pengembangan teori layanan syariah. Selain itu juga diharapkan bermanfaat dalam memberikan studi pendahuluan dan kerangka konsep penelitian awal bagi siapa saja yang ingin memperdalam penelitian mengenai layanan syariah maupun mengenai penghimpunan dana pihak ketiga di perbankan syariah di Indonesia.

D. Review Studi Terdahulu

Dari penelusuran yang dilakukan oleh penulis, penelitian mengenai layanan syariah sangat jarang. Mungkin disebabkan pengoperasian layanan


(18)

syariah yang masih seumur jagung. Sedangkan penelitian mengenai dana pihak ketiga relatif banyak. Beberapa penelitian terdahulu yang berhubungan dengan penelitian penulis antara lain:

Munawir Sazali (2007) menulis skripsi berjudul “Hubungan Latar Belakang Status Sosial Ekonomi Nasabah dengan Apresiasi Terhadap Office

Channeling (Studi Kasus Bank Permata Cabang Arteri Pondok Indah). Hasil

penelitiannya menyebutkan bahwa terdapat hubungan negatif antara tingkat sosial nasabahnya terhadap apresiasi terhadap layanan syariah. Semakin tinggi status sosial, semakin rendah apresiasinya.

Surya Wijaya (2007) membahas “Pengaruh Suku Bunga SBI Terhadap Nisbah Bagi Hasil Deposito dan Implikasinya Terhadap Dana Pihak Ketiga (Studi kasus Bank DKI Syariah)”. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa suku bunga SBI tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap nisbah bagi hasil deposito. Selain itu, tidak terdapat hubungan antara nisbah bagi hasil deposito dengan dana pihak ketiga.

Zainatussirti (2007) menulis “Respon Nasabah Pengguna Layanan syariah BNI Syariah (Studi Kasus BNI Syariah KCU Melawai Raya). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa hampir semua aspek yang mempengaruhi respon nasabah akan kualitas layanan syariah BNI Syariah di KCU Melawau Raya telah terpenuhi. Sedangkan aspek yang masih dirasa kurang adalah tingkat kepercayaan nasabah pada sumber daya manusia BNI konvensional yang menangani layanan syariah.


(19)

Dua penelitian awal memiliki kesamaan metode dengan penelitian yang akan penulis lakukan, yaitu menggunakan alat analisa regresi untuk mengetahui pengaruh satu variabel terhadap variabel lainnya. Penelitian Munawir Syadzali dan Zainatussirti membantu penulis dalam membangun kerangka konsep.

Adapun penelitian yang hampir serupa ditulis oleh Suryanitaningrum (2007) dengan judul “ Pengaruh pelaksanaan Layanan Syariah (Office

Channeling) Terhadap Dana Pihak Ketiga di Bank Permata Syariah”.

Jika melihat judulnya, sekilas penelitian yang akan penulis lakukan serupa dengan penelitian Suryanitaningrum, walaupun berbeda tempat penelitiannya. Akan tetapi setelah penulis pelajari, ada perbedaan yang signifikan antara keduanya. Suryanitaningrum menyajikan data pertumbuhan DPK secara keseluruhan, bukan khusus yang berasal dari kantor layanan syariah, sehingga tidak diketahui dengan pasti seberapa besar pengaruhnya dalam peningkatan DPK yang diperoleh pada suatu periode tertentu. Hal ini dikarenakan kenaikan DPK secara keseluruhan tidak hanya disebabkan oleh adanya layanan syariah, tetapi bisa jadi disebabkan oleh faktor-faktor lain seperti strategi pemasaran, kualitas pelayanan, dan lain sebagainya..

Penelitian yang akan penulis lakukan menyajikan data pertumbuhan DPK yang hanya berasal dari kantor-kantor layanan syariah, sehingga pengaruh layanan syariah terhadap DPK dapat diketahui dengan lebih terukur. Inilah kelebihan penelitian ini dibanding penelitian sebelumnya.


(20)

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan Skripsi ini mengacu pada buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum tahun 1428 H/2007 M. Skripsi ini terdiri dari 5 (lima) bab. Adapun pembagian bab adalah sebagai berikut: BAB I : Pendahuluan, berisi latar belakang , pembatasan dan

perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, review studi

terdahulu dan sistematika penulisan.

BAB II : Kerangka Teoritis berisi pengertian layanan syariah, landasan hukumnya, tujuan, dan mekanisme pelaksanaannya di BNI Syariah, pengertian sumber dana bank, dana pihak pertama, dana pihak kedua, dana pihak ketiga, giro, tabungan dan deposito. BAB III : Metode Penelitian, berisi jenis penelitian, pendekatan penelitian,

teknik pengumpulan data, jenis data, teknik analisa data, hipotesa, verifikasi variabel dan sebagainya.

BAB IV : Gambaran umum BNI Syariah, Gambaran Umum Data dan Hasil Penelitian, berisi pengujian asumsi klasik berupa uji normalitas dan uji normalitas, pengujian hipotesa dengan uji korelasi, regresi, koefisien determinasi dan uji signifikansi. BAB V : Penutup, berisi kesimpulan dan saran.


(21)

BAB II

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini diaplikasikan model penelitian empiris. Dilihat dari sudut pandang sifat yang dihimpunnya, penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan analisa statistik.

B. Jenis Data

Berdasarkan sifatnya, data yang dipergunakan adalah data kualitatif dan kuantitatif rasio. Data kualitatif merupakan data yang dinyatakan bukan dalam bentuk angka, yaitu data wawancara mengenai hambatan pelaksanaan layanan syariah.7 Data kuantitatif adalah data yang dinyatakan dalam bentuk angka, yaitu data jumlah kantor layanan syariah.8

Berdasarkan sumber datanya, data yang dipergunakan adalah data internal, yaitu data yang menggambarkan keadaan dalam suatu organisasi, misalnya suatu perusahaan, departemen, negara. Data penelitian ini berasal dari internal BNI Syariah.9

7

Hartono, Statistik Untuk Penelitian, (Yogyakarta: LSFK2P, 2008), h. 3.

8

Ibid., h. 4.

9

Ali Mauludi, Statistika I Penelitian Ekonomi Islam Dan Sosial (Jakarta: Prima Heza Lestari, 2006), h. 7.


(22)

Berdasarkan waktu pengumpulannya, data yang digunakan adalah data deret waktu (time series), yaitu data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu

untuk menggambarkan perkembangan dan pertumbuhan.10 Data ini berupa data jaringan kantor layanan syariah BNI Syariah periode Mei 2006 hingga periode Desember 2007, data jumlah dana pihak ketiga yang berasal dari layanan syariah periode Mei 2006 hingga periode Desember 2007, dan sebagainya.

Penulis menggunakan dua jenis data yaitu:

1. Data primer, yaitu data yang diperoleh melalui wawancara dengan Bapak Nurcahyo Artianto, staff BNI Syariah Pusat.

2. Data sekunder, yaitu data yang dikeluarkan oleh BNI Syariah, Bank Indonesia, serta literatur-literatur kepustakaan seperti, buku, dokumen-dokumen, surat kabar, internet, dan kepustakaan lain yang yang berkaitan dan yang ada relevansinya dengan skripsi ini.

C. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan dua cara, yaitu: 1. Studi Dokumentasi

Mengumpulkan data tertulis atau dokumen BNI Syariah mengenai layanan syariah, baik langsung dari pihak BNI Syariah ataupun melalui situs www.bi.go.id.

10


(23)

2. Wawancara.

Pengumpulan data dengan bertanya langsung kepada narasumber mengenai hal-hal yang dianggap perlu untuk menunjang data penelitian ini. Wawancara dilakukan terhadap Bapak Nurcahyo Artianto, staff BNI Syariah yang menangani layanan syariah.

D. Hipotesis

Hipotesis yang akan dijawab oleh penelitian ini adalah:

H0 = terdapat pengaruh layanan syariah terhadap penghimpunan dana pihak ketiga pada BNI Syariah

Ha = tidak terdapat pengaruh layanan syariah terhadap penghimpunan dana pihak ketiga pada BNI Syariah

E. Teknik Analisa Data 1. Uji Asumsi Klasik

a. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel bebas dan variabel terikat, mempunyai distirbusi normal atau tidak. Regresi yang baik adalah regresi yang datanya berdistribusi normal atau mendekati normal.

Untuk menguji normalitas suatu variabel dilakukan dengan berbagai cara. Pada penelitian ini, digunakan uji Kolmogorov-Smirnov untuk menguji


(24)

normalitas sebuah data. Uji ini mengukur apakah data dari sampel yang dipilih berasal dari suatu sumber teoritis. Uji ini membandingkan antara frekuensi kumulatif sebaran data hasil pengamatan dengan frekuensi kumulatif sebaran data hipotesis.11

Selain menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov, dapat pula

dilakukan analisis grafik. Analisis grafik adalah melihat normal

probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif data

sesungguhnya dengan data normal. Hanya saja, analisis grafik tidak dapat dijadikakan satu-satunya dasar dalam penetapan kenormalan sebuah data. Analisis grafik hanyalah mendukung dan menguatkan pengujian Kolmogorov-Smirnov. Uji Kolmogorov-Smirnov dan grafik

dibuat dengan bantuan program SPSS 15. Pengambilan keputusan didasarkan pada12:

P > 0,05 = data berdistribusi normal P < 0,05 = data tidak berdistribusi normal P = angka probabilitas (Asymp.sig)

b. Uji Linearitas

Analisa regresi dapat menghasilkan sebuah analisa yang baik dan berkualitas bila antara variabel bebas dan terikat terjadi hubungan yang

11

Widayat, Riset Bisnis (Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu, 2002), h.155.

12

Triton P.B., SPSS 13.0 Terapan Riset Statistik Parametrik, (Yogyakarta: CV. Andi Offset, 2006), h. 79.


(25)

linear. Pada penelitian ini, uji linearitas dilakukan dengan analysis of varian (ANOVA) dengan bantuan program SPSS 15.

Selain itu bisa juga dilakukan dengan memperhatikan grafik. Apabila pada grafik, pola garis observed terlihat mengikuti arah garis linear, maka

dapat dikatakan terjadi hubungan linear antara variabel bebas dan terikat. Dan sebaliknya. Pembuatan grafik ini dilakukan pula dengan bantuan program SPSS 15.

2. Uji Hipotesis

a. Regresi sederhana

Regresi sederhana digunakan untuk mengetahui sejauh mana suatu variabel berpengaruh terhadap variabel yang lainnya. Selain itu, Analisis regresi digunakan bila kita ingin mengetahui bagaimana variabel dependen (criteria) dapat diprediksi melalui variabel

independen (predictor) secara individual. Dampak dari penggunaan

regresi dapat digunakan untuk memutuskan apakah naik dan turunnya variabel dependen dapat dilakukan melalui menaikkan dan menurunkan keadaan variabel independent, atau untuk meningkatkan keadaan variabel dependen dapat dilakukan dengan meningkatkan variabel independen dan sebaliknya.13

13


(26)

Selain mengukur kekuatan hubungan antara dua variabel atau lebih, regresi juga menentukan arah hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Variabel dependen diasumsikan random atau

stokastik yang berarti mempunyai distribusi probabilistik. Variabel

independen diasumsikan memiliki nilai tetap. Rumus regresi adalah:

Y = a + bx

Y : Dana Pihak Ketiga Kantor Layanan syariah (dependen) x : Jumlah Kantor Layanan syariah (independen)

a : konstanta (harga Y jika x = 0) b : koefisien regresi

Adapun untuk memperoleh nilai a dan b, kita dapat menggunakan rumus di bawah ini:

a − − = 2 2 2 ) ( ) )( ( ) )( ( x x n xy x x y b − − = 2 2 ( )

) )( ( x x n y x xy n

y : Dana Pihak Ketiga Kantor Layanan syariah (dependen) x : Jumlah Kantor Layanan syariah (independen)


(27)

Setelah diperoleh nilai a (konstanta) dan b (koefisien regresi), kita lakukan pengujian, apakah nilai tersebut signifikan atau tidak. Dilakukan pengujian sebagai berikut14:

1) Menguji signifiknasi konstanta (a) pada model regresi : Berikut adalah hipotesis yang diajukan :

H0 : a = 0 (konstanta a tidak signifikan) H1 : a 0 (konstanta a signifikan)

Pengambilan keputusan didasarkan atas dua metode:

a) Berdasarkan perbandingan nilai thitung dengan ttabel di mana µ1=µ2

Jika |thitung| > ttabel, maka H0 ditolak Jika |thitung| < ttabel, maka H0 diterima

Untuk mengukur T-tabel digunakan ketentuan n-2 pada Level

Of Significance sebesar 5 % atau 0,05 atau taraf keyakinan 95

% atau 0,95.

b) Berdasarkan nilai probabilitas dengan = 0,05 : Jika probabilitas > 0,05 , maka H0 diterima Jika probabilitas < 0,05 , maka H0 ditolak

14

Singgih Santoso, SPSS Versi 10 Mengolah Data Statistik Secara Profesional,


(28)

2) Menguji signifiknasi koefisien b (jumlah kantor layanan syariah) pada model regresi.

Berikut adalah hipotesis yang diajukan : H0 : a = 0 (koefisien b tidak signifikan) H1 : a 0 {koefisien b signifikan)

a) Berdasarkan perbandingan nilai thitung dengan ttabel di mana µ1=µ2

Jika |thitung| > ttabel, maka H0 ditolak Jika |thitung| < ttabel, maka H0 diterima

Untuk mengukur T-tabel digunakan ketentuan n-2 pada Level

Of Significance sebesar 5 % atau 0,05 atau taraf keyakinan 95

% atau 0,95.

b) Berdasarkan nilai probabilitas dengan = 0,05 : Jika probabilitas > 0,05 , maka H0 diterima Jika probabilitas < 0,05 , maka H0 ditolak

b. Korelasi

Digunakan untuk mengetahui hubungan dan membuktikan hipotesis hubungan dua variabel bila data kedua variabel berbentuk interval atau rasio, dan sumber data dari dua variabel adalah sama.15

15


(29)

Untuk menghitung korelasi, rumus yang digunakan adalah r-product

moment, yaitu:

rxy

}

{

}

{

− − − = 2 2 2 2 ) ( ) ( ) )( ( y y n x x n y x xy n

rxy : korelasi antara variabel x dan y x : (Xi – X), X adalah rata-rata nilai x y : (Yi – Y), Y adalah rata-rata nilai y

Untuk mengetahui tingkat kekuatan hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat, dipergunakan tabel interpretasi r-product

moment.

Tabel 2.1 Tabel Interpretasi r-product moment16

Interval koefisien Tingkat Hubungan

0,00 – 0,199 0,20 – 0,399 0,40 – 0,599 0,60 – 0,799 0,80 – 1,00

Sangat Rendah Rendah Sedang Kuat Sangat Kuat

c. Koefisien determinasi

Koefisien determinasi pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Atau dengan kata lain, koefisien determinasi diperlukan untuk

16


(30)

menentukan sejauh mana pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat.

Rumusnya:

Koefisien determinasi = r 2 Ket : r = rxy (r-product moment)

Nilai koefisien determinasi adalah 0 sampai 1 (0 < R < 1). Nilai yang mendekati 0 berarti kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen semakin terbatas. Sedangkan nilai yang mendekati 1 menunjukkan variabel independen memberikan semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variabel dependen.

d. Uji Signifikansi (Uji F)

Uji signifikan adalah sebuah uji untuk mengetahui nyata dan tidak nyata atau yakin dan tidak meyakinkan nilai hubungan antara dua variabel atau lebih. Kegunaan uji signifikan adalah untuk mengeneralisasi populasi, artinya apa yang terjadi pada sampel dapat diberlakukan kepada populasi. Apabila pada sampel terdapat hubungan positif, maka setelah dilakukan uji signifikan ternyata terdapat hubungan yang positif pula, maka hubungan positif berlaku pula pada populasi. Akan tetapi bila pada sampel ada hubungan positif atau negatif, setelah dilakukan uji signifikan ternyata tidak ada hubungan (menerima Ho), maka hubungan positif atau negatif yang


(31)

terdapat pada sampel tidak signifikan. Artinya hubungan positif atau negatif yang terjadi pada sampel tidak dapat diberlakukan pada populasi.17

Uji signifikan yang dilakukan adalah F- test, dengan rumus18:

F reg = R2 ( n – m – 1) m (1 – R2 ) Keterangan:

n = jumlah sampel

m = jumlah prediktor

R = koefisien korelasi product moment

F. Definisi Operasional Variabel

Agar tidak terjadi kesalahan penafsiran mengenai variabel-variabel yang diteliti, maka verifikasi variabelnya adalah sebagai berikut:

X = Jumlah kantor layanan syariah

Y = Jumlah dana pihak ketiga kantor layanan syariah

1. Kantor Layanan Syariah

17

Ibid, h.102

18


(32)

Yang dimaksud dengan kantor layanan syariah adalah kantor cabang bank konvensional yang didalamnya diberikan layanan produk perbankan syariah untuk dan atas nama kantor cabang syariah.

2. Dana Pihak Ketiga Kantor Layanan Syariah

Yang dimaksud dengan jumlah dana pihak ketiga kantor layanan syariah adalah seluruh dana yang diperoleh dari giro, tabungan dan deposito yang dinilai dengan satuan mata uang, yang diperoleh melalui kantor-kantor layanan syariah BNI Syariah.


(33)

BAB III

KERANGKA TEORITIS

A. Layanan Syariah 1. Pengertian

Layanan syariah merupakan terjemahan dari istilah office

channeling. office channeling berasal dari dua kata dalam bahasa Inggris

yaitu office dan channeling. Office berarti kantor19, sedangkan channeling berarti menyalurkan atau meneruskan.20 Oleh karena itu office channeling dapat diartikan sebagai kantor (bank konvensional) yang berfungsi menyalurkan atau meneruskan layanan syariah kepada masyarakat.

Bank Indonesia mengistilahkan office channeling sebagai “Layanan

Syariah”. Layanan Syariah didefinisikan sebagai “kegiatan penghimpunan dana yang dilakukan di kantor cabang dan atau di kantor di bawah kantor cabang untuk dan atas nama kantor cabang syariah pada bank yang sama”.21

19

Rayner Harjono,Kamus Populer Inggris-Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2002) h. 267.

20

Ibid., h. 64.

21

Peraturan Bank Indonesia No.8/3/PBI/2006 tentang perubahan kegiatan bank umum konvensional menjadi bank umum yang melaksakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip Syariah dan pembukaan kantor bank yang memelaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip Syariah oleh bank umum konvensional, pasal 1 angka 20


(34)

Sedangkan dalam PBI No.9/7/PBI/2007, Layanan Syariah didefinisikan sebagai “kegiatan penghimpunan dana, pembiayaan dan pemberian jasa perbankan lainnya berdasarkan prinsip syariah yang dilakukan di kantor cabang dan atau di kantor cabang pembantu, untuk dan atas nama kantor cabang syariah pada bank yang sama”.22

Layanan syariah merupakan istilah yang dipergunakan Bank Indonesia untuk menggambarkan penggunaan kantor bank umum konvensional dalam melayani transaksi-transaksi dengan skim syariah, dengan syarat bank bersangkutan telah memiliki Unit Usaha Syariah. Atau dengan kata lain, bank yang memiliki Unit Usaha Syariah dapat memanfaatkan kantor bank konvensional induknya untuk melakukan transaksi dengan skim syariah.23

Layanan syariah adalah mekanisme kerjasama kegiatan penghimpunan dana antara kantor cabang syariah dengan kantor bank konvensional yang sama dalam kegiatan pengumpulan dana dalam bentuk giro, tabungan dan atau deposito.24

2. Landasan Hukum

22

Peraturan Bank Indonesia no.9/7/PBI/2007 tentang perubahan atas PBI No.8/3/PBI/2006 pasal 1 angka 20.

23

Sunarsip, “Office Chanelling Bagi Bank Syariah” diakeses pada 10 Maret 2008 dari

www.republika.co.id/koran_detail.asp 24

Bank Indonesia, Laporan Perkembangan Bank Syariah Tahun 2005 (Jakarta: Bank Indonesia, 2005), h. 9.


(35)

Dasar hukum penerapan layanan syariah di Indonesia diatur oleh Bank Indonesia selaku bank sentral melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI). PBI No.8/3/PBI/2006 merupakan payung hukum pertama bagi bank syariah untuk melaksanakan layanan syariah. Melalui peraturan ini, bank-bank syariah yang masih berstatus Unit Usaha Syariah, dapat membuka layanan yang menyediakan produk simpanan syariah di kantor cabang atau kantor di bawah kantor cabang bank konvensionalnya. Hanya saja produk yang dapat dialayani masih terbatas, yaitu sebatas produk pengimpunan dana berupa giro, tabungan dan deposito.

Setahun kemudian, PBI No. 8/3/PBI/2006 direvisi oleh PBI No. 9/7/PBI/2007. Pada PBI yang baru ini, pada pasal 1 ayat 20, ruang lingkup kerja layanan syariah diperluas. Jika sebelumnya hanya dapat melayani penghimpunan dana berupa giro, tabungan dan deposito, dengan adanya revisi tersebut layanan syariah dapat pula melakukan pembiayaan. Kebijakan ini dikeluarkan dalam rangka akselerasi perbankan syariah yang dirancang Bank Indonesia, dimana pada tahun 2008 pangsa pasar ditargetkan berada pada kisaran 5% dari total perbankan nasional.

Hanya saja transaksi pembiayaan melalui kantor layanan syariah belum dijalankan oleh bank syariah karena kendala teknis. Transaksi pembiayaan membutuhkan tenaga analis kredit untuk menganalisa proposal


(36)

pembiayaan. Bank syariah akan mengalami inefisiensi jika menempatkan seorang analis kredit pada tiap kantor layanan syariah.25

3. Tujuan Layanan Syariah

Ada beberapa tujuan dari layanan syariah, antara lain26:

a. Meningkatkan Akses Masyarakat Kepada Produk Perbankan Syariah Selama ini yang menjadi salah satu sebab kurang optimalnya pertumbuhan bank syariah adalah sulitnya akses masyarakat terhadap bank syariah, sebab kantornya masih terbatas dan belum menjangkau kota-kota kecil dan pedesaan. Dengan adanya layanan syariah, masyarakat lebih mudah mengakses bank syariah, sehingga menarik nasabah baru untuk menempatkan dananya di bank syariah.27 Unit-unit Syariah yang bank induknya memiliki jaringan yang luas, misalnya BNI 46 dan BRI, sangat terbantu dengan adanya kebijakan ini. Produk syariah mereka dapat diakses masyarakat yang berada dalam area kerja bank induknya.

25

Nurcahyo Artianto, Staff BNI Syariah, Wawancara pribadi, Jakarta, 24 Juni 2008.

26

Munawir Sazali , “Hubungan Latar Belakang Status Sosial Ekonomi Nasabah dengan Apresiasi Terhadap Office Channeling (Studi Kasus Bank Permata Cabang Arteri Pondok Indah), Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, (Ciputat: Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah, 2007), h.31 , t.d.

27

Agustianto, “Office Channeling Bank Syariah”, diakses pada tanggal 10 Maret 2008 dari http://www.tazkiaonline.com


(37)

b. Memperbesar Pangsa Pasar Perbankan Syariah

Mudahnya akses masyarakat kepada bank syariah diharapkan berkorelasi positif dengan penghimpunan dana pihak ketiga BNI Syariah. DPK diharapkan tumbuh secara signifikan setelah kebijakan ini diberlakukan. Pertumbuhan DPK yang positif menjadikan pangsa pasar perbankan syariah ikut terkatrol naik. Target jangka pendek yang ingin dicapai adalah 5% pangsa pasar perbankan nasional pada akhir tahun 2008.28

c. Menekan Biaya Ekspansi Jaringan Kantor Bank Syariah

Dengan adanya layanan syariah, bank syariah dapat mengurangi biaya ekspansi jaringan kantornya, sebab tidak perlu membuat sebuah kantor baru untuk melebarkan sayapnya ke suatu daerah tertentu. Bank syariah cukup memberikan pelatihan kepada beberapa pegawai di kantor cabang konvensional untuk melayani transaksi syariah di kantor layanan syariah.29

Berdasarkan buku petunjuk pelaksanaan pembukaan kantor bank syariah disebutkan bahwa bagi bank konvensional yang ingin membuka kantor cabang syariah harus menyediakan modal minimum sebesar Rp 2.000.000.000 (dua miliar rupiah) untuk setiap kantor cabang yang didirikan. Dengan adanya layanan syariah dapat kita

28

Bank Indonesia, Cetak Biru Pengembangan Bank Syariah Indonesia, (Jakarta: Bank Indonesia, 2002), h. 17.

29


(38)

bayangkan berapa dana yang dapat dihemat dibandingkan membuat kantor cabang baru30.

4. Mekanisme Pelaksanaan Layanan Syariah

BNI Syariah merupakan salah satu bank syariah yang telah menerapkan layanan syariah dalam rangka meningkatkan dana pihak ketiganya. Kantor layanan syariah BNI Syariah pertama kali dibuka pada bulan Mei 2006 di 29 kantor cabang atau cabang pembantu BNI 46. Hingga akhir 2007, kantor layanan syariah sudah terdapat sebanyak 142 buah dengan DPK yang diperoleh kurang lebih Rp 282 Milyar.31

Berikut ini adalah beberapa ketentuan yang berhubungan dengan mekanisme pelaksanaan pembukaan kantor layanan syariah berdasarkan PBI No.9 Pasal 38, yaitu32:

a. Rencana layanan syariah wajib dicantumkan dalam rencana bisnis bank yang telah mendapatkan penegasan dari Bank Indonesia.

b. Layanan syariah dapat dibuka :

1) Di satu wilayah yang sama dengan kantor cabang syariah induknya, dalam satu wilayah kerja kantor Bank Indonesia, atau dalam satu wilayah propinsi.

2) Dengan menggunakan pola kerjasama antara kantor cabang syariah induknya dengan kantor cabang dan atau kantor cabang pembantu.

30

Bank Indonesia, Petunjuk Pelaksanaan Pembukaan Kantor Bank Syariah, (Jakarta, Bank Indonesia, 1999), h. 15.

31

Laporan Bulanan office channeling BNI Syariah tahun 2006 dan 2007.

32


(39)

3) Dengan menggunakan sumber daya manusia bank yang telah memiliki pengetahuan mengenai produk dan operasional bank syariah.

4) Dengan didukung oleh kesiapan teknologi sistem informasi yang memadai, dan

5) Dengan didukung oleh sistem pengendalian yang mamadai dari kantor cabang syariah yang menjadi induknya.

c. Layanan syariah wajib:

1) Dicatat dan dibukukan secara terpisah dari kantor cabang dan atau kantor cabang pembantu dimana layanan syariah berlokasi,

2) Menggunakan standar akuntansi keuangan yang berlaku bagi perbankan syariah,

3) Laporan keuangan layanan syariah wajib digabungkan dengan laporan keuangan kantor cabang syariah induknya pada hari yang sama,

4) Kantor cabang atau kantor cabang pembantu bank yang menjadi lokasi layanan syariah, wajib mencantumkan logo industri perbankan syariah dan atau kata-kata layanan syariah di tempat yang mudah dilihat dan dibaca dengan jelas oleh masyarakat.

Kemudian dijelaskan pula pada PBI No.9 Pasal 39:33

a. Bank wajib menyampaikan laporan rencana layanan syariah sebagaimana dimaksud dalam pasal 38 kepada Bank Indonesia paling lambat dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sebelum pelaksanaan kegiatan.

b. Pelaksanaan kegiatan layanan syariah sebagaimana dimaksud dalam pasal 38 wajib dilakukan paling lambat dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal penegasan dari Bank Indonesia.

c. Pelaksanaan layanan syariah wajib dilaporkan oleh bank kepada Bank Indonesia paling lambat 10 (sepuluh) hari setelah tanggal pelaksanaan kegiatan.

5. Hambatan Pelaksanaan Layanan Syariah

33


(40)

Walaupun telah dianggap cukup berhasil, penerapan layanan syariah masih mengahadapi berbagai hambatan, antara lain:

a. Minimnya Anggaran Promosi

Sebagaimana anggaran pengembangan unit usaha syariah yang minim, maka anggaran promosi program layanan syariah juga sangat minim. Oleh karena itu, sosialisasi program ini kurang berhasil. Hal ini tentunya kurang menguntungkan bagi bank syariah yang tengah berusaha menggenjot asetnya di tahun 2008 ini. Jajaran direksi bank masih kurang memberikan perhatian terhadap promosi produk-produk Syariahnya. Hal ini terjadi di hampir semua bank syariah, termasuk pula BNI Syariah.34

b. Resistensi dari Karyawan Kantor Cabang atau Kantor Cabang Pembantu konvensional

Sesuai dengan PBI No.9/7/PBI/2007, maka dana yang diperoleh dari kantor layanan syariah dipisahkan dari dana kantor cabang atau kantor cabang pembantu dimana layanan syariah berlokasi. Dana tersebut kemudian digabungkan dengan kantor cabang syariah induknya. Selain itu, sumber daya yang digunakan untuk melayani transaksi syariah adalah sumber daya kantor cabang (konvensional) tersebut, yang telah diberikan pelatihan mengenai perbankan syariah. Jadi, bisa dikatakan bahwa yang mengumpulkan

34


(41)

dana adalah kantor cabang (konvensional), akan tetapi yang menikmati pertumbuhan DPK adalah kantor cabang syariahnya.35

Hal ini tentunya menimbulkan kecemburuan dan resistensi dari pihak kantor cabang konvensional, sebab mereka merasa hasil kerjanya tidak dinikmati oleh mereka sendiri, melainkan dinikmati oleh kantor cabang syariah. Oleh sebab itu, diperlukan pengaturan yang adil dan bijaksana mengenai hal ini, sehingga masing-masing pihak tidak merasa dirugikan dan tidak merugikan pihak lainnya.

Di BNI Syariah masalah ini sempat menjadi kendala dalam pelaksanaan layanan syariahnya. Akan tetapi, kendala tersebut telah dipecahkan dengan dengan melakukan pengaturan dan pembagian yang adil dan bijaksana antara kantor cabang syariah dan kantor cabang konvensionalnya.36

c. Keraguan Masyarakat Terhadap Kesyariahan Layanan Syariah

Masih ada di antara kaum muslimin yang meragukan keabsahan layanan syariah yang dijalankan selama ini. Keraguan mereka didasarkan pada pola kerja layanan syariah, dimana kantor layanan syariah merupakan bagian dari bank konvensional yang tentu

35

Ibid.

36


(42)

saja operasional sehari-harinya tidak sesuai dengan syariah Islam karena menggunakan bunga.37

Mengenai keraguan ini, K.H. Ma`ruf Amin, Ketua DSN MUI, mengatakan bahwa kerjasama dalam bentuk layanan syariah tidak melanggar syariah, sebab ada teknologi yang mampu membuat dana itu benar-benar terpisah. Dengan adanya teknologi tersebut, dapat dijamin ketidakbercampuran dana bank syariah dengan bank konvensionalnya, sehingga kesyariahannya tetap terjaga.38

B. Sumber Dana Bank Syariah

Dana adalah uang tunai yang dimiliki atau dikuasai oleh bank dalam bentuk tunai, atau aktiva lain yang dapat segera diubah menjadi uang tunai. Uang tunai yang dimiliki bank tidak hanya berasal dari para pemilik bank itu sendiri, tetapi juga berasal dari titipan atau penyertaan dana orang lain atau pihak lain yang sewaktu-waktu akan ditarik kembali, baik sekaligus ataupun berangsur-angsur.

Dalam pandangan syariah, uang bukanlah komoditas melainkan hanya sebagai alat untuk mencapai pertambahan nilai ekonomis (economic added

value). Hal ini bertentangan dengan perbankan berbasis bunga dimana “uang

37

M Nadratuzzaman Hosen, dkk, Menjawab Keraguan Umat IslamTerhadap Bank Syariah

(Jakarta: PKES, 2007), h. 59.

38


(43)

mengembangbiakan uang”. Tidak peduli apakah uang itu dipakai dalam kegiatan produktif atau tidak.39

Untuk menghasilkan keuntungan, uang harus dikaitkan dengan kegiatan ekonomi dasar (primary economic activity), baik secara langsung

melalui transaksi seperti perdagangan, industri manufaktur, sewa menyewa dan lain-lain, atau secara tidak langsung melalui penyertaan modal (invetasi) guna melakukan salah satu atau seluruh kegiatan usaha tersebut.40

Bank merupakan lembaga keuangan depositori yang memiliki izin untuk menghimpun dana secara langsung dari masyarakat dalam bentuk tabungan, giro dan deposito. Dana yang diperoleh kemudian dapat dialokasikan ke dalam aktiva dalam bentuk kredit bagi bank konvensional dan pembiayaan bagi bank syariah.41 Agar lebih jelas, lihat tabel di bawah ini!

Tabel 3.1 Struktur Aktiva dan Pasiva Bank42

Aktiva Passiva

1. Cadangan-cadangan primer (primary

reserve); merupakan aktiva bank yang paling

likuid dan tidak menghasilkan return, yaitu kas dan giro di bank sentral.

2. Cadangan-cadangan sekunder (secondary

1. Dana Pihak Ketiga; merupakan simpanan-simpanan yang dilakukan nasabah pada bank berupa giro, tabungan dan deposito, dan bentuk lain yang dipersamakan dengan itu

2. Dana Pihak Kedua; merupakan penempatan

39

Zainul Arifin, Dasar-DasarManajemen Bank Syariah Edisi Revisi, (Jakarta: Alvabeta, 2006), h. 47.

40

Ibid.

41

Ferry N Idroes dan Sugiarto, Manajemen Risiko Perbankan Dalam Konteks Kesepakatan Bassel dan Peraturan Bank Indonesia (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006 ), h. 4.

42


(44)

reserve); merupakan penempatan bank pada bank lain atau lembaga keuangan lain. 3. Pinjaman (loan); merupakan kredit yang

diberikan. Merupakan aktivitas utama bank 4. investasi (investment); merupakan penyertaan

bank pada perusahaan

5. Aktiva tetap dan aktiva lain-lain

bank lain dan lembaga keuangan pada bank 3. Dana Pihak kesatu; merupakan penanaman

modal yang dilakukan oleh pemegang saham bank dalam bentuk ekuitas dan bentuk-bentuk lain yang sesuai dengan regulasi.

Dana-dana yang dikumpulkan dari masyarakat dikelompokkan ke dalam pasiva pada neraca bank, sebab dana-dana tersebut diakui sebagai utang bank kepada masyarakat yang harus dikembalikan pada suatu saat. Simpanan berupa giro dan tabungan bisa dianggap sebagai utang bank yang dapat ditarik seaktu-waktu oleh nasabah, sedangkan deposito merupakan utang yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada periode tertentu. Adapun kredit atau pembiayaan yang diberikan, aset-aset, penempatan pada bank lain, ditempatkan pada sisi aktiva bank sebab diakui sebagai harta bank, baik yang telah dikuasai, seperti gedung, maupun yang akan dikuasai di masa yang akan datang, seperti piutang pembiayaan.

Dalam dunia perbankan, sumber dana dikelompokkan menjadi tiga jenis berdasarkan pihak atau orang yang memberikan dana kepada bank. Dalam istilah perbankan, kelompok - kelompok tersebut adalah dana pihak pertama, dana pihak kedua dan dana pihak ketiga. Berikut akan dibahas dengan lebih terperinci.


(45)

1. Dana Pihak Pertama

Dana pihak pertama biasanya disebut modal atau ekuitas, yaitu sejumlah dana yang dipergunakan sebagai modal dalam pendirian sebuah bank. Secara tradisional, modal didefinisikan sebagai sesuatu yang mewakili kepentingan pemilik dalam suatu perusahaan. Berdasarkan nilai buku, modal didefinisikan sebagai kekayaan bersih (net worth), yaitu

selisih antara nilai buku dari aktiva dikurangi dengan nilai buku dari kewajiban (liabilities).43

Prosentase modal pada bank sangat kecil dibandingkan dengan simpanan dari masyarakat (dana pihak ketiga) dan pinjaman dari lembaga lain (pihak kedua). Berdasarkan data empiris selama ini, dana yang berasal dari pemilik bank itu sendiri, ditambah cadangan modal yang berasal dari akumulasi keuntungan yang ditanam kembali pada bank, hanya sebesar 7% sampai 8% dari total aktiva bank. Bahkan di Indonesia rata-rata jumlah modal dan cadangan yang dimiliki bank-bank belum pernah melebihi 4% dari total aktiva. Ini berarti bahwa sebagian besar modal kerja bank berasal dari masyarakat, lembaga keuangan lain dan pinjaman likuiditas dari bank

sentral.44

Dalam prakteknya modal terdiri dari modal inti dan modal pelengkap. Modal inti merupakan modal sendiri yang tertera dalam posisi

43

Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah Edisi Revisi, h. 135.

44


(46)

ekuitas. Sedangkan modal pelengkap merupakan modal pinjaman atau cadangan revaluasi aktiva serta cadangan penyisihan penghapusan aktiva produktif.45

Rincian komponen masing-masing modal bank adalah sebagai berikut:

a. Modal inti terdiri dari: 1) Modal disetor 2) Agio Saham 3) Modal Sumbangan

4) Cadangan Umum dan Cadangan Tujuan 5) Laba Ditahan

6) Laba dan Rugi Tahun Lalu 7) Laba dan Rugi Tahun Berjalan b. Modal pelengkap terdiri dari:

1) Cadangan Revaluasi Aktiva Tetap

2) Penyisihan Penghapusan aktiva Produktif (PPAP) 3) Modal Pinjaman

4) Pinjaman Subordinasi46

45

Kasmir, Manajemen Perbankan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), h. 257.

46


(47)

2. Dana Pihak Kedua

Dana pihak kedua berasal dari lembaga keuangan lainnya, yaitu bank sentral dan bank lainnya. Pada prakteknya, dana dari pihak kedua ini merupakan tambahan jika bank mengalami kesulitan dalam pencarian dana dari modal (pihak pertama) dan masyarakat (pihak ketiga). Dana dari sumber ini relatif lebih mahal dan sifatnya hanya sementara waktu saja. Adapun dana dari sumber ini antara lain dapat diperoleh dari47:

a. Bank Indonesia melalui BLBI b. Pinjaman Antar Bank (call money)

c. Pinjaman Dari Bank Luar Negeri d. Surat Berharga Pasar Uang (SBPU)

Sedangkan menurut Muchdarsyah Sinungan, Dana Pihak Kedua berasal dari48:

a. Pinjaman dari Bank-bank lain atau Call Money.

b. Pinjaman dari Bank atau Lembaga Keuangan Lain di luar negeri, yang biasanya berbentuk pinjaman jangka menengah.

c. Pinjaman dari Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) berupa surat berharga atau efek.

d. Pinjaman dari Bank Sentral.

47

Ibid., h. 49.

48


(48)

3. Dana Pihak Ketiga

Sumber dana ini berasal dari masyarakat luas berupa simpanan masyarakat. Sumber dana ini merupakan sumber terpenting bagi kegiatan operasi bank dan merupakan ukuran keberhasilan bank. Keuntungan pencarian dana dari sumber ini relatif lebih mudah jika dibandingkan dengan sumber lainnya. Mudah dikarenakan masyarakat mudah tertarik jika bank memberikan tingkat bunga (bagi bank konvensional) atau margin bagi hasil (bagi bank syariah) yang relatif lebih tinggi, dan penyediaan layanan jasa keuangan serta fasilitas menarik lainnya seperti hadiah. Selain itu, dana dari sumber ini tidak terbatas. Hanya saja, kerugian dari sumber dana ini adalah biayanya yang relatif mahal dibanding dengan sumber lainnya. Biaya yang dimaksud adalah besarnya bagi hasil yang harus diberikan bank kepada pemilik simpanan (nasabah).49

Dana dari masyarakat dapat diperoleh melalui tiga jenis simpanan, yaitu giro, tabungan dan deposito50. Masing-masing memiliki kelebihan tersendiri sehingga diperlukan analisa yang cermat dalam penghimpunan dan penyaluran dananya. Dalam hal tingkat bagi hasil, deposito menawarkan bagi hasil yang paling tinggi, diikuti oleh tabungan dan

49

Kasmir, Manajemen Perbankan, h. 48.

50


(49)

terakhir adalah giro yang bagi hasilnya rendah, sehingga giro dikenal dengan dana murah bagi bank.51

Perbedaan tingkat pengembalian (bagi hasil) ketiga jenis simpanan tersebut sebenarnya berkaitan dengan likuiditas masing-masing simpanan.

Giro sangat likuid sebab dapat ditarik sewaktu-waktu berapapun jumlahnya.

Tabungan bersifat likuid, tetapi kurang likuid dibandingkan giro, sebab

pada tabungan biasanya terdapat limit penarikan dana. Deposito bersifat kurang likuid sebab penarikan dananya tidak dapat dilakukan

sewaktu-waktu, melainkan pada periode tertentu.

Deposito tidak dapat ditarik sewaktu-waktu sehingga konsekuensinya bank harus memberikan bagi hasil yang lebih tinggi kepada nasabah deposito dibanding nasabah tabungan dan giro. Bagi hasil deposito yang lebih tinggi daripada tabungan dan giro merupakan kompensasi dari jangka waktu penarikan deposito yang lebih lama dibanding simpanan lainnya. Adapun giro mendapatkan bagi hasil yang rendah sebab penarikan dananya tidak berjangka waktu.

C. Instrumen Penghimpunan Dana Pihak Ketiga Bank Syariah

Pertumbuhan setiap bank sangat dipengaruhi oleh perkembangan kemampuannya menghimpun dana masyarakat, baik berskala kecil atau besar, dengan masa pengendapan memadai. Sebagai lembaga keuangan, maka

51


(50)

dana merupakan masalah bank yang paling utama. Tanpa dana yang cukup, bank tidak dapat berbuat apa-apa, atau dengan kata lain, bank menjadi tidak berfungsi sama sekali.52

Secara umum instrumen pengumpulan dana pihak ketiga bank syariah dan bank konvensional tidaklah berbeda, yaitu giro, tabungan dan deposito. Hanya saja perbedaan antara bank syariah dan bank konvensional terletak pada akad dan sistem distribusi pendapatan. Pada bank syariah, bunga sama sekali tidak dapat diaplikasikan. Sebagai gantinya, diterapkanlah sistem bagi hasil yang sesuai dengan prinsip syariah Islam yang menjunjung tinggi nilai keadilan.53 Berikut akan dibahas lebih jauh mengenai instrumen pengumpulan dana pihak ketiga yang biasa dipergunakan bank syariah.

1. Giro

a. Pengertian

Dalam UU No 10 tahun 1998, disebutkan bahwa giro adalah ”Simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindahbukuan”.54

52

Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah Edisi Revisi, h. 47.

53

Karnaen Perwataatmaja, Apa Dan Bagaimana Bank Syariah, (Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1999), h.2.

54


(51)

Dibanding tabungan dan deposito, giro merupakan jenis simpanan yang paling likuid, sebab pencairannya dapat dilakukan setiap

saat dengan jumlah berapapun, dengan catatan dananya masih tersedia. Penarikan giro dapat dilakukan secara tunai maupun secara non tunai (pemindahbukuan). Penarikan secara tunai menggunakan cek sedangkan penarikan non tunai dilakukan dengan menggunakan bilyet giro (BG).55

b. Landasan Hukum

Landasan hukum yang mengatur pemberlakuan simpanan giro di bank syariah adalah fatwa Dewan Syariah Nasional. Berdasarkan Fatwa

DSN No.1/DSN-MUI/VI/2000, Simpanan berupa giro yang

diperbolehkan adalah yang dibenarkan secara syariah, yaitu giro yang berprinsip Mudharabah dan Wadiah.56 Sedangkan giro yang tidak diperbolehkan adalah yang menggunakan perhitungan bunga.

c. Aplikasi di Bank Syariah

Bank Syariah pada umumnya menyediakan produk giro dengan menggunakan akad Wadiah (titipan) dengan kesepakatan bahwa bank

syariah dapat mengelola dan menggunakan dana tersebut. Dengan prinsip ini bank syariah sebagai custodian harus menjamin pembayaran kembali

55

Kasmir, Manajemen Perbankan, h. 51.

56

Dewan Syari’ah Nasional MUI, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasiona Edisi Ketiga, (Jakarta: DSN-MUI dan Bank Indonesia, 2001), h. 6.


(52)

nominal simpanan wadiah. Dana tersebut dapat digunakan untuk

kegiatan komersial dan bank berhak atas pendapatan yang diperoleh dari pemanfaatan dana wadiah tersebut dalam kegiatan komersil. Pemilik

simpanan dapat menarik kembali simpanannya sewaktu-waktu, baik sebagian atau seluruhnya.57

Bank tidak boleh menyatakan atau menjanjikan imbalan atau keuntungan apapun kepada pemegang rekening wadiah, dan sebaliknya

pemegang rekening juga tidak boleh mengharapkan atau meminta imbalan atau keuntungan atas rekening wadiah. Setiap imbalan atau

keuntungan yang dijanjikan dapat dianggap riba. Namun demikian, bank atas kehendaknya sendiri, dapat memberikan imbalan berupa bonus (hibah) kepada pemegang rekening wadiah.58

Selain akad wadiah, giro dapat pula menggunakan akad

mudharabah berdasarkan fatwa DSN di atas. Nasabah bertindak sebagai

shahibul mal sedangkan bank bertindak sebagai mudharib yang bertugas

mengelola dana untuk usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Keuntungan yang diperoleh dari usaha yang dijalankan bank dibagi berdasarkan kesepakatan nisbah yang disepakati di awal transaksi.

2. Tabungan

57

Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah Edisi Revisi, h. 50.

58


(53)

a. Pengertian

Dalam UU No 10 tahun 1998 disebutkan bahwa tabungan adalah ”Simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, atau alat yang dipersamakan dengan itu”.59

Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan atau alat pembayaran lainnya yang dipersamakan dengan itu. Nasabah jika hendak mengambil simpanannya dapat langsung ke bank dengan membawa buku tabungan, slip penarikan atau melalui fasilitas ATM.60

b. Landasan Hukum

Landasan hukum yang mengatur pemberlakuan simpanan tabungan di bank syariah adalah fatwa Dewan Syariah Nasional. Berdasarkan fatwa DSN No.2/DSN-MUI/IV/2000, tabungan yang dibenarkan adalah tabungan yang menggunakan prinsip Mudharabah

dan Wadiah.61 Sedangkan tabungan yang diharamkan adalah tabungan yang memakai sistem bunga.

59

UU No 10 tahun 1998, pasal 1 ayat 9

60

Abdul Ghafur Anshari, Perbankan Syariah di Indonesia (Jogjakarta, UGM Press. 2007), h.87.

61


(54)

c. Aplikasi di Bank Syariah

Hampir sama dengan giro, pilihan terhadap produk ini tergantung dengan motif dari nasabah. Jika motifnya hanya menyimpan saja maka bisa dipakai produk tabungan wadiah sedangkan untuk memenuhi

nasabah yang bermotif investasi atau mencari keuntungan maka tabungan mudharabah yang sesuai62. Pada BNI Syariah, produk tabungan ini diberi nama Tabungan Syariah Plus. Sebagaimana tabungan pada bank lain, produk ini memiliki kemudahan dalam penarikan dana secara tunai melalui ATM BNI di seluruh Indonesia.

Akad wadiah pada tabungan disertai dengan kesepakatan bahwa

bank syariah dapat mengelola dan menggunakan dana tersebut dan menjamin pembayaran kembali nominal simpanannya. Bank syariah tidak pernah berbagi hasil dengan pemegang dana berakad wadiah. Bank

dapat mempergunakan dana tersebut untuk tujuan komersial dan tidak boleh menjanjikan imbalan dengan jumlah tertentu di awal akad. Hanya saja, bank boleh memberikan bonus kepada nasabah dengan jumlah yang ditentukan pihak bank, sehingga pada prakteknya besaran bonus yang diberikan tidak sama antara satu bank syariah dengan bank syariah lainnya. 63

62

Anshari, Perbankan Syariah di Indonesia, h. 88.

63

Wiroso, Penghimpunan Dana Dan Distribusi Hasil Usaha Bank Syariah, (Jakarta: PT. Grasindo, 2005), h. 21.


(55)

Pada tabungan dengan akad mudharabah, bank bertindak sebagai

mudharib (pengelola) dan nasabah sebagai shahibul mal (penyandang

dana). Dana tabungan akan diputar oleh bank dan berpotensi memperoleh keuntungan. Bank dan nasabah melakukan kesepakatan pembagian keuntungan di awal akad, yaitu pada saat nasabah membuka tabungan, yang disebut nisbah bagi hasil. Kerugian yang terjadi merupakan tanggungan shahibul mal (nasabah), sepanjang kerugian

tersebut bukan disebabkan kelalaian pengelola (mudharib). Dalam

aplikasinya bank syariah melayani tabungan mudharabah dalam bentuk

targeted saving seperti tabungan qurban, tabungan haji dan tabungan lain

yang dimaksudkan untuk mencapai target dan waktu tertentu.64 Agar lebih jelas, perhatikan tabel di bawah ini!

Tabel 3.2 Perbedaan Tabungan Mudharabah dengan Tabungan Wadiah65

No. Tabungan Mudharabah Tabungan Wadiah

1 Sifat Dana Investasi Titipan

2 Penarikan Hanya dapat dilakukan pada

periode/waktu tertentu

Dapat dilakukan setiap saat

3 Insentif Bagi hasil Bonus

4 Pengembalian Modal

Tidak dijamin dikembalikan 100%

Dijamin dikembalikan 100%

64

Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah Edisi Revisi, h. 50.

65


(56)

3. Deposito

a. Pengertian

Dalam UU No 10 tahun 1998 pasal 1 ayat 7 disebutkan bahwa deposito adalah ”Simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu menurut perjanjian antara penyimpan dengan bank yang bersangkutan”.66 Berbeda dengan perbankan konvensional yang memberikan imbalan berupa bunga bagi nasabah deposan, namun dalam perbankan syariah imbalan yang diberikan kepada nasabah deposan adalah bagi hasil (profit sharing) sebesar nisbah yang disepakati di awal

akad.67

Berbeda dengan giro dan tabungan, deposito mengandung unsur jangka waktu (jatuh tempo) yang lebih panjang dan bersifat tidak likuid,

sebab penarikan atau pencairan dana hanya dapat dilakukan pada saat jatuh tempo saja. Akan tetapi, dari segi bagi hasil, bagi hasil yang diberikan deposito lebih tinggi dibanding tabungan dan giro. Untuk mencairkan deposito, deposan dapat menggunakan bilyet deposito atau sertifikat deposito.

b. Landasan Hukum

66

UU No 10 tahun 1998 pasal 1 ayat 7

67


(57)

Landasan hukum yang mengatur pemberlakuan simpanan deposito di bank syariah adalah fatwa Dewan Syariah Nasional. Berdasarkan fatwa DSN No.3/DSN-MUI/IV/2000, Deposito yang diperbolehkan adalah deposito yang menggunakan prinsip mudharabah.68 Adapun deposito yang dilarang adalah deposito dengan perhitungan bunga.

c. Aplikasi di Bank Syariah

Akad yang digunakan untuk produk deposito pada bank syariah adalah akad mudharabah mutlaqah (tidak terikat) dan mudharabah

muqayyadah (terikat). Dalam mudharabah mutlaqah, bank sebagai

mudharib mempunyai kebebasan mutlak dalam mengelola investasinya.

Pemilik dana deposito tidak mensyaratkan dananya disalurkan kepada jenis usaha tertentu, sehingga bank bisa menyalurkan dananya ke usaha apapun, selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah.69

Berbeda dengan mudharabah mutlaqah, dalam akad mudharabah

muqayyadah bank tidak memiliki kebebasan penyaluran pembiayaan

68

Dewan Syari’ah Nasional MUI, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, h. 19.

69


(58)

dana deposito tersebut, sebab nasabah deposito mensyaratkan dananya disalurkan kepada satu jenis usaha tertentu yang diinginkan nasabah.70

Lebih lanjut, deposito dengan akad mudharabah muqayyadah

terbagi menjadi dua jenis, yaitu executing (on balance sheet) dan

channeling (off balance sheet).71

Pada executing, bank tetap bertindak sebagai mudharib

(pengelola) dana deposito, hanya saja penyaluran dananya diarahkan kepada proyek atau jenis usaha yang diinginkan nasabah. Transaksi ini dilakukan secara on balance sheet yaitu dicatatkan pada neraca bank

sebagai investasi terikat. Bank dan pemilik deposito saling berbagi dalam keuntungan dari penyaluran dana tersebut, dengan nisbah yang ditentukan di awal akad.72

Sedangkan pada channeling, bank bertindak sebagai agen

(broker) yang mempertemukan antara pemilik deposito dengan pelaku

sektor usaha yang diinginkan nasabah (pemilik deposito). Pada transaksi ini, bank hanya memperoleh komisi dari jasanya mempertemukan kedua pihak tadi. Oleh karena itu, transaksi ini dilakukan secara off balance

sheet, yaitu di luar neraca bank.73

70

Ibid.

71

Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, h. 118.

72

Ibid., h. 119.

73


(59)

d. Jenis-jenis Deposito

Dalam prakteknya, paling tidak ada tiga jenis deposito, yaitu deposito berjangka, sertifikat deposito dan deposit on call.

Masing-masing jenis deposito memiliki kelebihan tersendiri. Khusus deposito berjangka, diterbitkan pula dalam mata uang asing.74

1) Deposito Berjangka

Deposito berjangka adalah deposito yang diterbitkan dengan jenis jangka waktu tertentu. Jangka waktu deposito berjangka biasanya bervariasi mulai dari 1,3,6,12 bulan. Deposito berjangka diterbitkan atas nama baik perorangan maupun lembaga. Maksudnya di dalam bilyet deposito tercantum nama seseorang atau lembaga pemilik deposito tersebut.

Deposito berjangka yang diterbitkan dalam valuta asing, biasanya diterbitkan oleh bank devisa. Perhitungan, penerbitan, pencairan dan bagi hasil dilakukan dengan kurs devisa umum. Penerbitan deposito berjangka dalam valas biasanya diterbitkan dalam valas yang kuat seperti US Dollar, Yen Jepang, DM Jerman atau mata uang kuat lainnya.75

Sistem deposito berjangka dibedakan atas76: a. Deposito Automatic Roll Over (ARO)

74

Kasmir, Manajemen Perbankan, h. 63.

75

Ibid., h. 64.

76


(60)

Yaitu deposito berjangka yang otomatis diperpanjang oleh bank jika telah jatuh tempo namun belum dicairkan oleh pemiliknya. System ini sangat menguntungkan deposan karena selama belum dicairkan, deposan selalu mendapatkan bagi hasil.

b. Deposito Non Automatic Roll Over

Yaitu deposito berjangka yang tidak diperpanjang secara otomatis, jika telah jatuh tempo dan pemiliknya belum mencairkan.

2) Sertifikat Deposito

Sama halnya dengan deposito berjangka, sertifikat deposito diterbitkan dalam jangka waktu 1,3,6,12 bulan. Hanya perbedaannya sertifikat deposito diterbitkan atas unjuk dalam bentuk sertifikat, sehingga dapat diperjualbelikan dan dipindahtangankan kepada pihak lain.77 Oleh karena itu, sertifikat deposito merupakan instrumen di pasar uang.

3) Deposit On Call (DOC)

DepositOn Call merupakan deposito yang diperuntukkan bagi

deposan yang memiliki jumlah uang yang besar dan uang tersebut

77


(61)

belum digunakan sementara waktu. Penerbitan DOC berjangka waktu minimal 7 hari dan paling lama 1 bulan. DOC diterbitkan atas nama.

Pencairan bagi hasil dilakukan pada saat pencairan DOC . Namun sebelum dicairkan, 3 hari sebelumnya deposan harus memberitahukan kepada bank bahwa deposan akan mencairkan DOCnya. Besarnya bagi hasil DOC biasanya dihitung per bulan dan untuk menentukan nisbah bagi hasilnya terlebih dahulu dilakukan negosiasi antara nasabah dengan pihak bank.78

78


(62)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum BNI Syariah

1. Sejarah Singkat

PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk merupakan bank umum pemerintah yang didirikan pada tanggal 5 Juli 1946. Seiring dengan perkembangan zaman dan untuk mewujudkan visinya menjadi universal

banking, BNI menjadi salah satu pelopor dalam pengembangan bank

syariah di Indonesia. BNI merupakan salah satu bank umum pemerintah terbesar di Indonesia dilihat dari sisi jaringan. BNI memiliki 900 cabang lebih yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.79

BNI Syariah adalah divisi usaha yang berada pada PT Bank Negara Indonesia (persero) Tbk. Sesuai dengan Undang-undang no.10 tahun 1998 yang memungkinkan pendirian bank syariah, maka BNI membentuk unit usaha yang beroperasi dengan prinsip syariah Islam. Konsep unit usaha syariah yang diterapkan di BNI adalah dual banking system.

79

Zainatussirti, Respon Nasabah Pengguna Layanan Syariah BNI Syariah (Studi Kasus BNI Syariah KCU Melawai Raya), Skripsi S1 Fakultas Syariah Dan Hukum (Ciputat, Fakultas Syariah Dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah, 2007), h. 39.


(63)

Pendirian BNI Syariah diawali dengan pembentukan Tim Bank Syariah pada tahun 1999, yang bertugas mempersiapkan lahirnya unit usaha syariah bank BNI 46. Setelah Bank Indonesia mengeluarkan izin prinsip dan usaha, maka dimulailah operasional BNI Syariah. BNI Syariah beroperasi pertama kali tanggal 29 April 2000 di lima kantor cabang yaitu di Malang, Yogyakarta, Pekalongan, Jepara dan Banjarmasin. Pada tahun 2001, dibuka kembali 5 kantor cabang baru yang terletak di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Makassar dan Padang.80

Memasuki tahun 2006, Bank Indonesia menerbitkan PBI No.8/3/PBI/2006 yang didalamnya terdapat peraturan yang mengatur pendirian kantor layanan syariah. BNI Syariah langsung merespon dengan membuat 29 kantor layanan syariah pada Mei 2006. Hingga saat ini, BNI Syariah telah memiliki 24 kantor cabang syariah, 30 kantor cabang pembantu syariah dan 636 kantorlayanan syariah.81

2. Visi Dan Misi BNI Syariah Visi

Menjadi bank syariah yang unggul dalam layanan dan kinerja sesuai dengan kaidah sehingga insya Allah dapat membawa berkah.

80

Ibid.

81


(64)

Misi

Secara istiqomah melaksanakan amanah untuk memaksimalkan kinerja dan layanan perbankan syariah sehingga dapat menjadi bank syariah kebanggaan anak negeri.82

3. Kedudukan BNI Syariah

Divisi Usaha Syariah dan cabang-cabang syariah merupakan strategic

business unit (SBU) yang berada di bawah pengawasan langsung direktur

komersial BNI 46. Namun demikian, dalam kegiatan penghimpunan dana, pembiayaan dan sistem informasi sama sekali terpisah dengan unit organisasi lainnya yang menjalankan kegiatan perbankan konvensional. Hal ini dilakukan untuk memenuhi ketentuan yang berlaku dan menjaga agar kegiatan usaha di divisi usaha syariah tidak melanggar prinsip syariah.83

Selain diawasi oleh direktur komersial BNI 46, divisi usaha syariah diawasi dan didampingi oleh dewan pengawas syariah. Adapun dewan

82

Profil BNI Syariah diakses pada 10 Agustus 2008 dari www.bni.co.id

83

Zainatussirti, “Respon Nasabah Pengguna Layanan Office Channeling BNI Syariah (Studi Kasus di KCU Melawai Raya), h. 47.


(65)

pengawas syariah (DPS) BNI Syariah adalah KH. Ma`ruf Amin dan Drs. Hasanuddin M.Ag.84

4. Produk-produk Layanan Syariah BNI Syariah 1)Giro Wadiah

Giro wadiah adalah produk penghimpunan dana dengan akad

titipan. Artinya masyarakat menitipkan dananya ke bank dan sewaktu-waktu dapat ditarik kembali berapapun jumlahnya. Dana yang dititipkan seizin pemiliknya dapat dioperasikan oleh bank untuk mendukung sektor riil dengan jaminan bahwa dana dapat ditarik sewaktu-waktu oleh pemiliknya. Bank memberikan benefit kepada nasabah pemilik dana berupa bonus, namun tidak diperjanjikan sebelumnya.85

Manfaat yang diperoleh oleh nasabah dengan menggunakan produk ini adalah sebagai sarana transaksi keuangan yang cepat dan tepat, serta meningkatkan citra perusahaan maupun perorangan.

Keunggulan yang diperoleh nasabah pemegang giro wadiah

adalah diberikan BNI Syariah Card yang dapat dipergunakan oleh

84

Ibid.

85

Munawir Sazali , “Hubungan Latar Belakang Status Sosial Ekonomi Nasabah dengan Apresiasi Terhadap Office Channeling (Studi Kasus Bank Permata Cabang Arteri Pondok Indah), h. 49.


(66)

nasabah perorangan di seluruh jaringan ATM BNI sebagai alat transaksi. Selain itu, nasabah dimudahkan dengan adanya fasilitas phone banking selama 24 jam.86

2) Tabungan Syariah Plus

Tabungan syariah plus merupakan tabungan yang didesain untuk memberikan kemudahan dan keuntungan bagi nasabah. Tabungan syariah plus online di 700 kantor cabang dan ATM BNI di

seluruh Indonesia. Akad yang dipergunakan adalah mudharabah

dengan porsi bagi hasil nasabah dan bank 40:60. penarikan dana melalui teller tidak terbatas jumlahnya sedangkan penarikan melalui

ATM sebesar Rp 5.000.000 per hari. Produk ini dapat dijadikan sarana investasi sebab bagi hasil yang diberikan cukup tinggi.

Keunggulan tabungan syariah plus adalah dapat dipergunakan sebagai jaminan pembiayaan, fasilitas phone banking 24 jam, dapat di

akses melalui ATM BNI, ATM Bersama, ATM Link dan jaringan Cirrus, serta dapat dipergunakan sebagai kartu debit untuk berbelanja di merchant berlogo Maestro atau Master Card.87

3) Deposito Mudharabah

86

Ibid.

87


(67)

Deposito Mudharabah merupakan investasi berjangka pemilik

dana baik secara individu maupun kolektif (perusahaan). Dengan porsi bagi hasil yang menarik, produk ini akan memberikan return yang

menguntungkan. Porsi bagi hasil yang telah ditetapkan adalah sebagai berikut88:

Deposito 1 bulan = Nasabah 64 : Bank 36 Deposito 3 bulan = Nasabah 66 : Bank 34 Deposito 6 bulan = Nasabah 68 : Bank 32 Deposito 12 bulan = Nasabah 70 : Bank 30

Deposito dengan prinsip mudharabah mutlaqah ini merupakan

pilihan yang tepat bagi yang ingin menyimpan sejumlah uang untuk jangka waktu tertentu. Deposito ini dapat pula dijadikan jaminan pembiayaan.

4) Tabungan Haji Indonesia (THI) Syariah

Tabungan Haji Indonesia (THI) Syariah adalah produk tabungan haji BNI Syariah yang telah terhubung dengan jaringan siskohat di departemen agama. Produk ini menggunakan akad Mudharabah dengan nisbah bagi hasil nasabah dan bank 25:75.89

Dengan sistem pengoperasian yang aman dan bersih sesuai dengan prinsip syariah, Insya Allah tabungan haji indonesia siap

88

Data internal BNI Syariah.

89


(68)

membantu mewujudkan niat haji dengan lebih terencana, lebih mantap, menghilangkan keragu-raguan dan menentramkan masyarakat yang hendak menunaikan ibadah haji.

Nasabah Tabungan Haji Indonesia Syariah diuntungkan sebab dicover asuransi kecelakaan diri dan kematian. Selain itu, bebas biaya administrasi, biaya pembukaan rekening, biaya pengelolaan dan penutupan rekening. Nasabah dapat melakukan setoran dan penarikan di seluruh cabang atau capem BNI dan BNI Syariah.90

5) Tappenas Syariah

Tappenas Syariah adalah tabungan perencanaan untuk investasi jangka panjang dengan manfaat asuransi yang disiapkan secara dini dengan mudah, aman serta sesuai syariah Islam. Produk ini menggunakan akad mudharabah dengan nisbah bagi hasil bank dan

nasabah 50:50.91

Tappenas bermanfaat untuk kelangsungan pendidikan anak atau pihak lain yang ditunjuk nasabah. Selain itu, Tappenas dicover oleh asuransi jiwa dan kesehatan.

Nasabah diwajibkan menyetor sejumlah uang setiap bulannya. Jika terjadi 3 kali penunggakan setoran, maka rekening otomatis ditutup. Penarikan dana hanya dapat dilakukan 3 kali selama jangka

90

Ibid.

91


(1)

Residuals Statisticsa

-5E+010 2E+011 1E+011 6.837E+010 20

-8E+010 1E+011 .000 6.164E+010 20

-2.434 .729 .000 1.000 20

-1.246 1.873 .000 .973 20

Predicted Value Residual

Std. Predicted Value Std. Residual

Minimum Maximum Mean Std. Deviation N

Dependent Variable: DPK_OC a.

Charts

Regression Standardized Residual

2 1 0 -1 -2 Fre que nc y 6 5 4 3 2 1 0 Histogram

Dependent Variable: DPK_OC

Mean =1.39E-17 Std. Dev. =0.973


(2)

Observed Cum Prob

1.0 0.8

0.6 0.4

0.2 0.0

E

x

p

e

c

te

d

C

u

m

P

ro

b

1.0

0.8

0.6

0.4

0.2

0.0

Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual


(3)

Wawancara

Narasumber : Bapak Nurcahyo Artianto

Jabatan : Staff BNI Syariah bagian office channeling

Tempat : Wisma BNI, Jl. Sudirman No.1 Waktu : 24 Juni 2008

Pertanyaan:

1. Apa yang dimaksud office channeling?

Pengertian secara formal dapat anda lihat di UU No.9/7/PBI/2007. Mudahnya,

office channeling adalah kerjasama antara kantor BNI Konvensional dengan BNI Syariah, dimana BNI Syariah diperbolehkan memberikan layanan dengan akad syariahnya di kantor BNI konvensional. Jadi semacam counter khusus yang melayani transaksi berakad syariah. Dengan adanaya office channeling ini kami (BNI Syariah) tidak perlu membuat kantor baru yang biayanya besar.

2. Apa landasan hukum office channeling?

UU No.8/3/PBI/2006 dan UU No.9/7/PBI/2007

3. Apa tujuan dijalankannya office channeling?

Pertama, agar masyarakat lebih mudah menjangkau bank syariah. Kedua, meningkatkan pangsa pasar BNI Syariah. Kemudahan akses masyarakat kepada bank syariah diharapkan mendorong tumbuhnya dana simpanan dari masyarakat, sehingga pangsa pasar BNI Syariah ikut terdongkrak naik.

4. Apakah BNI Syariah telah menjalankan office channeling? Sejak kapan? Sudah, semenjak bulan bulan Mei 2006.


(4)

5. Apa pengaruh yang dirasakan BNI Syariah setelah menjalankan office channeling?

Pertama, BNI Syariah jadi lebih dikenal masyarakat. Kedua, Dana pihak ketiga bertambah pesat. Pengaruhnya sangat signifikan. Nanti saya berikan data lengkapnya. Sebagai gambaran, semenjak dijalankan hingga akhir tahun 2007, dana pihak ketiga yang berasal dari office channeling saja kurang lebih sebesar Rp 300 Milyar. Jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, peningkatan DPK semenjak ada office channeling sangat pesat.

6. Bagaimanakah Pelayanan di kantor office channeling?

Di kantor office channeling ada counter khusus yang dapat melayani transaksi syariah. Di setiap kantor office channeling ada logo IB (Islamic Banking), sehingga nasabah yang melihat ada logo tersebut dapat meminta kepada karyawan yang ada di situ untuk menunjukkan counter layanan syariah. Sebagai informasi, sistem informasi transaksi syariah terpisah dengan transaksi konvensional, sehingga tidak perlu khawatir dananya tercampur dengan bank konvensional.

7. Siapakah yang melayani transaksi syariah di kantor office channeling?

Karyawan KCU (kantor cabang utama) atau KCP (kantor cabang pembantu) yang telah kita berikan pelatihan mengenai bank syariah dan pelayanan transaksi syariah. Ini sesuai dengan UU yang ada.

8. Produk apa saja yang dapat dilayani di kantor office channeling?

Semua produk penghimpunan dana, baik berupa giro, deposito dan tabungan serta jasa perbankan dapat dilayani di kantor office channeling.

9. Produk apa yang belum dapat dilayani di kantor office channeling?

Kami belum dapat melayani permintaan pembiayaan melalui kantor office channeling karena keterbatasan SDM dan dana. Untuk menganalisa pembiayaan


(5)

dibutuhkan seorang analis kredit yang akan menilai kelayakan proposal pembiayaan. Dapat dibayangkan berapa orang analis kredit yang mesti dipersiapkan untuk menganalisa permintaan kredit dari kantor office channeling. Bisa terjadi inefisiensi.

10.Faktor apa yang menghambat keberhasilan office channeling?

Pertama, minimnya anggaran promosi. Direksi masih kurang perhatian kepada BNI Syariah, kami masih dianggap sebelah mata. Sebenarnya bukan hanya biaya promosi, anggaran-anggaran lain pun sangat minim sehingga menjadi hambatan bagi BNI Syariah untuk berkembang. Kedua, pada beberapa kasus terjadi resistensi dan penolakan dari karyawan bank konvensional. Mereka tidak merasa menikmati hasil pekerjaan mereka. Justru BNI Syariah yang menikmati hasil kerja mereka. Hal ini sempat memusingkan kami. Tapi alhamdulillah setelah dilakukan pembicaraan dan dibuat pengaturan tentang pembagian hasil, masalah ini dapat terselesaikan.


(6)

Permohonan Data

1. Profil BNI Syariah

2. Sejarah pelaksanaan OC di BNI Syariah 3. Mekanisme pelaksanaan OC di BNI syariah

4. Produk-poduk yang ditawarkan di counter OC BNI Syariah

5. Data bulanan (monthly) jumlah kantor OC BNI syariah semenjak program OC dijalankan

6. Data bulanan (monthly) jumlah dana pihak ketiga (tabungan, giro dan deposito) BNI syariah yang berasal dari counter OC semenjak program OC dijalankan 7. Data bulanan (monthly) jumlah nasabah yang berasal dari kantor OC BNI Syariah 8. Data bulanan (monthly) jumlah dana pihak ketiga BNI Syariah secara