68 masing-masing berdasarkan surat kuasa khusus danatau didampingi oleh
pendamping berdasarkan surat keterangan yang dibuat khusus untuk itu. 10. Fakta objektif menunjukkan bahwa dalam perkara PHPU atas hasil pemilu
legislatif 2009, KPU diwakili oleh Kejaksaan dalam seluruh perkara PHPU yang jumlahnya mencapai lebih dari 600 perkara. Diwakilinya KPU oleh Kejaksaan
dalam hal ini tidak menimbulkan kekacauan hukum legal chaos, tidak pula
mengakibatkan hilangnya sifat independen KPU, sehingga KPU menjadi aparatur negara yang tersubordinasi atau terkooptasi oleh Instansi Pemerintah
lainnya. 11. Sejarah menunjukkan bahwa Kejaksaan sudah mewakili Pemerintah
RIPresiden RI di forum Mahkamah Konstitusi dalam banyak perkara. Bukti- bukti terlampir menunjukkan kegiatan Kejaksaan dalam hal ini. Apa yang
dilakukan oleh Kejaksaan di hadapan Mahkamah Konstitusi ini ternyata tidak menimbulkan kekacauan hukum legal chaos.
12. Uraian di atas menunjukkan bahwa diwakilinya KPU oleh Kejaksaan dalam perkara ini merupakan sesuatu yang sah dan tidak dilarang oleh hukum.
Penunjukkan Kejaksaan sebagai wakil KPU dalam perkara ini bukan saja merupakan tindakan yang legal legitimate, melainkan juga merupakan
tindakan yang bijak wise, karena hanya Kejaksaan yang dapat memberikan bantuan hukum kepada KPU dengan biaya yang paling ringan. Oleh karena itu,
dalil Pemohon yang menyatakan bahwa hukum tidak memperkenankan Kejaksaan untuk mewakili KPU dalam perkara ini merupakan dalil yang tidak
benar, sehingga harus ditolak untuk seluruhnya.
Jawaban Termohon Terhadap Permohonan Pemohon I A. Dalam Eksepsi
1. Permohonan Pemohon Bukan Merupakan Objek PHPU Yang Menjadi Kewenangan Mahkamah Konstitusi
1.1. Bahwa Pemohon dalam permohonannya halaman 7 s.d. 8 angka 2.1 dan 2.2 pada pokoknya mempermasalahkan:
a. Bahwa Termohon KPU telah berkali-kali bertindak tidak adil dan memihak
kepada salah
satu CapresCawapres
dengan menyebarluaskan ke seluruh Indonesia cara-cara pencontrengan
dengan mencontreng Nomor Urut 2 yang sangat merugikan
69 CapresCawapres lainnya seperti CapresCawapres Nomor Urut 1
dan 3. Terhadap hal ini sudah ada rekomendasi Bawaslu yang memutuskan
bahwa KPU
Termohon telah
melakukan pelanggaran kode etik terkait pemasangan spanduk sosialisasi
Pilpres 2009 yang diduga berpihak. b. Bahwa selain itu permintaan dari salah satu Capres untuk
memundurkan hari-hari tertentu yang telah ditetapkan oleh Termohon KPU ternyata tanpa mengajak musyawarah atau
persetujuan CapresCawapres lainnya. KPU secara sewenang- wenang telah mengundurkan hari yang ditetapkan oleh KPU sendiri
dari tanggal 2 Juni menjadi tanggal 10 Juni 2009. 1.2. Kemudian Pemohon mendalilkan dalam permohonannya pada
halaman 8 butir 2.2 angka 1 dan 2 yang pada pokoknya menyebutkan: “KPU dengan telah sengaja atau lalai dalam menyusun DPT dan telah
sengaja lalai menindaklanjuti temuan pasangan calon atau masyarakat bahkan Bawaslu terkait penyususnan DPT”;
1.3. Selanjutnya Pemohon dalam Permohonan halaman 8 angka 2.2 butir 3 dan 4 menyatakan:
- “KPU dianggap
telah sengaja
mengeluarkan kebijakan
menghilangkan 69.000 TPS yang berpotensi mempengaruhi pergerakan dan atau penghilangan sebanyak 34,5 juta suara
pemilih”; - “KPU telah melibatkan pihak asing yaitu IFES dalam Proses
Tabulasi Nasional Pemilu Presiden”; 1.4. Dalil-dalil sebagaimana diuraikan di atas bukan merupakan objek
Perselisihan Hasil Pemilihan Umum “PHPU” Presiden dan Wakil
Presiden dengan alasan sebagai berikut : a. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum
Presiden dan Wakil Presiden pasal 201 menyatakan: “1 Terhadap penetapan hasil Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden dapat diajukan keberatan hanya oleh Pasangan Calon kepada Mahkamah Konstitusi dalam waktu paling lama
3 tiga hari setelah penetapan hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden oleh KPU.
70 2 Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 hanya
terhadap hasil penghitungan suara yang mempengaruhi penentuan terpilihnya Pasangan Calon atau penentuan
untuk dipilih kembali pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.” Catatan: huruf tebal ditambahkan.
b. Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 17 Tahun 2009 tentang Pedoman Beracara Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum
Presiden dan Wakil Presiden Pasal 4 menyatakan: “Objek PHPU Presiden dan Wakil Presiden adalah penetapan
perolehan suara hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang dilakukan secara nasional oleh KPU yang mempengaruhi :
a. penentuan pasangan calon yang masuk pada putaran kedua Pemilu Presiden dan Wakil Presiden; atau
b. terpilihnya pasangan calon sebagai Presiden dan Wakil Presiden”;
c. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Pasal 201 ayat 1
dan ayat 2 juncto Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 17 Tahun 2009 tentang Pedoman Beracara Dalam Perselisihan Hasil
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Pasal 4, dapat disimpulkan bahwa yang menjadi objek perselisihan dalam PHPU
Presiden dan Wakil Presiden adalah perselisihan antara KPU dan
Pasangan Calon mengenai penentuan pasangan calon yang masuk pada putaran kedua Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden atau mengenai terpilihnya pasangan calon sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
d. Berkaitan dengan permohonan a quo ternyata objek Permohonan Pemohon, sebagaimana diuraikan di atas, bukan merupakan objek
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 Pasal 201 ayat 1 dan ayat 2 juncto Peraturan Mahkamah
Konstitusi Nomor 17 Tahun 2009 Pasal 4, karena isi permohonan
Pemohon tidak berhubungan dengan “hasil penghitungan suara yang mempengaruhi penentuan terpilihnya Pasangan Calon
atau penentuan untuk dipilih kembali pada Pemilu Presiden
71
dan Wakil Presiden”. – Tidak ada satu kalimat pun di dalam
permohonan Pemohon yang berhubungan dengan “hasil
penghitungan suara”. – Dengan demikian, permohonan Pemohon
tidak dapat dikualifikasikan sebagai Perselisihan Hasil Pemilihan Umum, sehingga cukup beralasan bagi Majelis Hakim Mahkamah
Konstitusi untuk menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima.
2. Permohonan Pemohon Kabur Dan Tidak Jelas