96 Bukti P-6 sampai dengan P-30 yang diajukan Pemohon tersebut dibuat dan
ditandatangani oleh Sdr. Fadli Zon sementara Sdr. Fadli Zon bukan personil penyelenggara melainkan Sekretaris Tim Kampanye Nasional Pasangan
Calon Mega - Prabowo, dengan demikian seluruh dalil dan bukti Pemohon wajib ditolak.
D. Dalam Penyelenggaraan Pemilu Presiden Dan Wakil Presiden Ri, Kpu Tidak Melanggar Hukum DanAtau Tidak Menyimpang Dari Ketentuan
Peraturan Perundang-Undangan Yang Berlaku Atau Tidak Melakukan Kecurangan Dan Tidak Melakukan Hal Yang Manipulatif Mengenai:
1. Daftar Pemilih Tetap DPT
a. Dalam rangka merespon permohonan Pemohon untuk melakukan pencermatan DPT Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, Termohon
menerbitkan Surat
Nomor 373UNDVII2009
yang isinya
mengundang Tim Kampanye masing-masing pasangan calon untuk melakukan pengecekan DPT;
b. Secara normatif sebenarnya kesempatan untuk melakukan pengecekan data sudah diberikan antara tanggal 11 – 17 Mei 2009.
Sekalipun demikian, dengan semangat mewujudkan Pemilu damai, Termohon masih memberikan kesempatan kepada Pemohon untuk
melakukan pencermatan; c. Dalam tahapan pengumuman dan tanggapan DPS tanggal 11-17 Mei
2009, Pemohon tidak menggunakan haknya. Setelah kegiatan dimaksud terlampaui, Pemohon meminta kepada Termohon untuk
dilakukan pencermatan DPT. d. Tahapan pemutakhiran DPT telah dilaksanakan oleh Termohon
beserta jajaran penyelenggara bukti: kompilasi SK Pembentukan PPDP dan bahan DPS, DPSHP, Penetapan DPT. Dengan demikian
tidak cukup alasan bagi Pemohon untuk menyatakan Termohon sengaja danatau lalai untuk melakukan pemutakhiran daftar pemilih.
e. Dalil Pemohon pada halaman 14 huruf b: KPU dengan sengaja atau setidak-tidaknya lalai menindaklanjuti temuan pasangan calon
masyarakatBawaslu terkait penyusunan DPT tidak disertai dengan data dan fakta yang akurat. – Dalam hubungan ini Termohon
97 menjelaskan bahwa PPS telah melaksanakan tugas secara optimal.
Dalam hal terdapat tanggapan dari elemen masyarakat, Bawaslu, Panwaslu Provinsi, KabupatenKota atas pengumuman DPS yang
dilaksanakan pada tanggal 11 s.d 17 Mei 2009, PPS sudah secara segera menindaklanjutinya dengan mengisi formulir Model A1-
PPWP. Kegiatan ini secara administratif diikuti dengan revisi penetapan dan rekapitulasi DPT di tingkat KPU KabupatenKota,
KPU Provinsi, dan KPU. f. Termohon menolak dalil Pemohon halaman 15 huruf c i, ii, iii yang
menyatakan bahwa Termohon tidak melaksanakan kewajibannya untuk menyerahkan Salinan Daftar Suara Pemilih kepada Saksi dan
Pengawas Pemilu Lapangan. Ketentuan Pasal 115 huruf c dan Peraturan KPU Nomor 29 Tahun 2009 tentang Pedoman
Pelaksanaan Pemungutan dan penghitungan suara menentukan KPPS melakukan kegiatan menyerahkan salinan daftar pemilih tetap
SDPT dan Daftar Pemilih Tambahan kepada saksi yang hadir dan Pengawas
Pemilu Lapangan.
Kewajiban tersebut
sudah dilaksanakan oleh KPPS dalam pelaksanaan pemungutan Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden tanggal 8 Juli 2009. g. Termohon sudah melaksanakan kegiatan pemutakhiran DPT dengan
cara pencocokan dan penelitian oleh PPDP dan diumumkan oleh PPS sebagai DPS untuk mendapat tanggapan masyarakat.
Berdasarkan tanggapan masyarakat, PPS menyusun DPSHP selanjutnya ditetapkan menjadi DPT.
h. Permohonan Pemohon menggunakan istilah “Pemilih Pemohon”. Istilah ini tidak dikenal oleh hukum dan bertentangan dengan salah
satu asas dari pemilu yaitu asas rahasia. Oleh karena itu, segala
sesuatu yang dikemukakan oleh Pemohon yang ada hubungannya dengan istilah “pemilih pemohon” harus dikesampingkan.
i. Dengan terbitnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 102PUU- VII2009 tertanggal 6 Juli 2009, segala sesuatu yang dikemukakan
oleh Pemohon mengenai ketidakberesan DPT menjadi tidak relevan dan tidak perlu dipertimbangkan. Para Pemilih yang tidak
memperoleh formulir P-4 tetapi namanya tercantum dalam DPT
98 dapat menggunakan hak konstitusionalnya untuk memilih dengan
menggunakan KTP. Pemilih yang namanya tidak tercantum di dalam DPT dapat menggunakan hak konstitusionalnya untuk memilih di
TPS yang berada dalam wilayah RW-nya dengan menggunakan KTP dan KK.
2. Tentang dalil Pemohon yang menyatakan bahwa Termohon menerbitkan kebijakan dengan menghilangkan 68.918 TPS yang
berpotensi mempengaruhi pergerakan danatau penghilangan sebanyak 34.459.000 suara pemilih
a. Penciutan jumlah TPS sebagai yang didalilkan oleh Pemohon bukan merupakan perbuatan melawan hukum, karena hal ini dperkenankan
oleh ketentuan Pasal 113 ayat 1 dan ayat 2 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil
Presiden yang memperkenankan pengadaan 1 satu TPS untuk setiap 800 pemilih.
b. Ketentuan Undang-Undang tersebut dijabarkan lebih lanjut dengan Keputusan KPU Nomor
164kptsKPUTahun 2009 tentang
Perubahan Penetapan Badan Pelaksana dan Perbaikan Rekapitulasi Daftar Pemilih Tetap Secara Nasional Dalam Pemilihan Umum
Anggota DPR, DPD, dan DPRD Tahun 2009. Dalam Keputusan KPU ini ditentukan bahwa pengurangan jumlah TPS dilakukan dengan
memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. tidak menggabungkan desakelurahan;
b. memudahkan Pemilih; c. memperhatikan aspek geografis;
d. batas waktu yang disediakan untuk pemungutan suara; dan e. jarak tempuh menuju TPS;
c. Uraian di atas menunjukkan bahwa penciutan jumlah TPS ditujukan untuk melaksanakan ketentuan Undang-Undang dan sama sekali
tidak ditujukan untuk menciutkan jumlah pemilih atau untuk menghalang-halangi hak konstitusional para pemilih.
d. Dengan terbitnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 102PUU- VII2009 tertanggal 6 Juli 2009, maka semua dalil Pemohon
mengenai penciutan jumlah TPS ini menjadi tidak relevan, karena jika
99 penciutan ini mengakibatkan dihapusnya nama pemilih dari DPT,
pemilih yang namanya tidak tercantum di dalam DPT dapat menggunakan hak konstitusionalnya untuk memilih di TPS yang
berada dalam wilayah RW-nya dengan menggunakan KTP dan KK.
3. Tentang dalil Pemohon yang menyatakan bahwa Termohon telah bertentangan atau setidak-tidaknya telah bertindak tidak sesuai
dengan ketentuan penyelenggaraan Pemilu yang mensyaratkan KPU selaku Penyelenggara Pemilu harus terbebas dari pengaruh
pihak manapun termasuk pihak asing terkait dengan segala sesuatu
yang berkenan
dengan pelaksanaan
tugas dan
wewenangnya
a. Tidak ada satu ketentuan pun yang secara tegas melarang Komisi Pemilihan Umum bekerja sama dengan pihak asing dalam
penyelenggaraan Pemilihan Umum; b. Kerja sama dengan pihak asing IFES sama sekali tidak
mempengaruhi rekapitulasi perolehan suara pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden karena peranan IFES hanya untuk
mengetahui perkiraan hasil sebagai informasi awal untuk mendapatkan gambaran perolehan suara para calon Presiden dan
Wakil Presiden. Segala sesuatu yang dilakukan oleh IFES tidak mempengaruhi jalannya penghitungan suara yang dilakukan oleh
Termohon;
4. Tentang dalil Pemohon yang menyatakan bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 102PUU-VII2009 tertanggal 6 Juli 2009 disengaja
ataupun tidak telah dibuat sebagai Keputusan yang tidak memiliki kekuatan eksekutorial
Pemohon sudah menerbitkan petunjuk kepada KPPS, PPS, PPK dan semua aparat pemilihan mengenai bagaimana caranya melaksanakan isi
Putusan Mahkamah Konstitusi ini. Dengan demikian pendapat Pemohon yang menyatakan bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi ini tidak
mempunyai kekuatan
eksekutorial tidak
mempunyai kekuatan
pelaksanaan adalah pendapat yang tidak benar.
100
5. Dalil Pemohon tentang pernyataan Komnas HAM, Mahkamah Konstitusi dan Badan Pengawas Pemilu “Bawaslu” yang menyatakan
bahwa Termohon telah gagal menyelenggarakan Pemilu secara tertib sesuai jadwal dan tahapan yang telah digariskan dalam Undang-
Undang, tetapi juga lalai di dalam mengupayakan pemenuhan hak konstitusional sejumlah besar warga negara.
a. Pemohon mengutip pernyataan Komisi Hak Asasi Manusia dalam Konferensi Pers Tim Penyelidikan dan Penghilangan Hak Sipil dan
Politik Warga Negara Dalam Pemilu Legislatif 09 April 2009 tertanggal 08 Mei 2009, yang mengritik penyelenggaraan Pemilu di Indonesia.
b. Fakta menunjukkan, bahwa di mana pun di dunia tidak ada pemilihan umum yang diikuti oleh 100 warga negara yang berhak pilih. Pemilu di
AS pun tidak diikuti oleh 100 warga negaranya yang mempunyai hak pemilih. Oleh karena itu, tidak ikut sertanya sejumlah warga negara
dalam penggunaan hak pilih tidak boleh dijadikan sebagai faktor untuk menyatakan batalnya pemilihan umum.
c. Fakta pun menunjukkan bahwa dalam Pemilu Presiden tahun 2009 jumlah warga negara berhak pilih yang menggunakan hak pilihnya
adalah jauh lebih besar daripada jumlah warga negara yang tidak menggunakan hak pilihnya. Dengan demikian, tuntutan pembatalan
Pemilu Presiden Tahun 2009 adalah tuntutan yang tidak berdasar. d. Ketentuan hukum yang berlaku dalam hubungannya dengan Pemilihan
Presiden tidak menentukan “quorum” atau jumlah pemilih yang minimum bagi sahnya pemilu. Oleh karena itu, semua dalil yang
dikemukakan oleh Pemohon yang menyatakan Pilpres 2009 harus dibatalkan karena ada sejumlah warga negara berhak pilih yang tidak
menggunakan hak pilihnya merupakan dalil yang tidak memiliki dasar hukum
Petitum
Berdasarkan dalil-dalil yang dikemukakan oleh Termohon diatas, maka cukup beralasan jika Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang
memeriksa dan mengadili sengketa ini memutus:
101
Dalam Eksepsi:
1. Menerima eksepsi yang diajukan oleh Termohon;
2. Menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat di terima; atau
Dalam Pokok Perkara:
1. Menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya;
2. Menyatakan sah Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor:
365KptsKPUTAHUN 2009 tentang Penetapan Hasil Rekapitulasi Penghitungan Suara dan Pengumuman Hasil Pemilihan Umum
Presiden dan Wakil Presiden dalam Pemilihan Umum Tahun 2009 yang diumumkan pada hari sabtu tanggal 25 Juli 2009 pukul 10.20
WIB; Atau, apabila Majelis Hakim Konstitusi berpendapat lain, mohon Putusan
yang seadil-adilnya ex aequo et bono.
[2 .4 ] Menimbang bahwa terhadap permohonan Pemohon di atas, Pihak
Terkait menyampaikan Keterangan Tertulis yang disampaikan dalam persidangan tanggal 4 Agustus 2009, sebagai berikut:
Keterangan Tertulis Pihak Terkait Terhadap Permohonan Pemohon I A. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI
1. Bahwa penyelesaian perselisihan hasil pemilu PHPU merupakan kewenangan Mahkamah Konstitusi sebagaimana diatur dalam Pasal 24C
ayat 1 UUD 1945 dan Pasal 10 ayat 1 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi juncto Pasal 12 ayat 1 huruf a
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman; 2. Bahwa menurut Pasal 201 ayat 2 Undang-Undang Nomor 42 Tahun
2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden juncto Pasal 4 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 17 Tahun 2009 tentang
Pedoman Beracara Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, pada pokoknya menyatakan objek PHPU Presiden
dan Wakil Presiden adalah penetapan suara hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang dilakukan secara nasional oleh KPU yang
mempengaruhi penentuan pasangan calon yang masuk putaran kedua
102 Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, atau terpilihnya pasangan calon
sebagai Presiden dan Wakil Presiden; 3. Bahwa dengan demikian Mahkamah Konstitusi tidak berwenang untuk
memeriksa dan mengadili masalah-masalah yang berada di luar hal-hal yang menyangkut penetapan suara hasil Pemilu Presiden dan Wakil
Tahun 2009.
B. KEDUDUKAN PIHAK TERKAIT PASANGAN SBY-BOEDIONO
1. Bahwa Pasal 3 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 17 Tahun 2009 tentang Pedoman Beracara Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum
Presiden dan Wakil Presiden, pada pokoknya menyatakan para pihak dalam PHPU Presiden dan Wakil Pesiden adalah pasangan calon sebagai
Pemohon dan KPU sebagai Termohon serta pasangan calon selain Pemohon dapat menjadi Pihak Terkait dalam persidangan, baik atas
permintaan sendiri maupun atas penetapan Mahkamah Konstitusi; 2. Bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang
Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, Pasangan SBY-Boediono adalah salah satu Pasangan Calon yang ikut dalam Pemilihan Presiden dan Wakil
Presiden dengan Nomor Urut 2; 3. Bahwa menurut Keputusan KPU Nomor 365kptsKPUTahun 2009
tanggal 25 Juli 2009 tentang Penetapan Hasil Rekapitulasi Penghitungan Suara dan Pengumuman Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil
Presiden, Pasangan SBY-Boediono adalah Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Terpilih dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil
Presiden Tahun 2009; 4. Bahwa dengan demikian Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden
SBY-Boediono memiliki kedudukan dan hak untuk bertindak sebagai Pihak Terkait dalam perkara ini.
C. DALAM EKSEPSI
1. Bahwa Pihak Terkait menolak seluruh dalil-dalil yang diajukan oleh Pemohon dalam Permohonan Keberatannya karena dalil-dalil Pemohon
adalah keliru dan tidak benar serta tidak sesuai dengan objek
perselisihan hasil pemilihan umum PHPU Presiden dan Wakil Presiden
103 sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden;
Materi Permohonan Berkaitan Dengan Masalah DPT, Penghilangan TPS Dan Keterlibatan Asing Bukan Objek Persleisihan Hasil Pemilihan Umum
PHPU
2. Bahwa Pemohon benar adalah Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden tahun
2009 dengan Nomor Urut 3 sehingga memiliki kedudukan hukum Legal Standing sebagai Pemohon PHPU;
3. Bahwa Pemohon pada dasarnya menyatakan KPU telah melakukan pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang
Penyelenggara Pemilu karena masalah Daftar Pemilih Tetap DPT, penghilangan 69.000 TPS; dan keterlibatan pihak asing yaitu International
Foundation For Electoral System IFES dalam Proses Tabulasi Nasional Pemilu Presiden; sehingga Pemohon kemudian memohon kepada
Mahkamah Konstitusi untuk membatalkan Surat Keputusan KPU Nomor 365KptsKPUTahun 2009 tanggal 25 Juli 2009 tentang Penetapan Hasil
Rekapitulasi Penghitungan Suara dan Pengumuman Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden;
4. Bahwa masalah penyusunan Daftar Pemilih Tetap DPT, penghilangan 69.000 TPS; dan keterlibatan pihak asing, yaitu IFES dalam Proses
Tabulasi Nasional Pemilu Presiden adalah pelanggaran-pelanggaran yang sudah diatur mekanisme penyelesaiannya dalam Undang-Undang Nomor
22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu dan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil
Presiden, dimana pelanggaran yang bersifat adiministratif diselesaikan oleh KPU bersama Badan Pengawas Pemilu Bawaslu; dan pelanggaran
yang bersifat pidana diproses oleh BawasluPanwaslu di setiap tingkatantahapan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden;
5. Bahwa dengan menyebut pelanggaran KPU selaku Termohon terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelengara Pemilu
maka jelas Permohonan keberatan Pemohon tidak ada kaitannya dengan sengketa perolehan suara dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum
104 menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden
dan Wakil Presiden;
6. Dengan demikian permohonan keberatan Pemohon harus dinyatakan tidak dapat diterima niet ontvakelijke verklaard;
Permohonan Keberatan Pemohon Adalah Kabur Dan Tidak Jelas Berkaitan Dengan Penggelembungan Suara Sebanyak 25.303.054 Suara
Untuk Pasangan Calon Nomor Urut 2
7. Bahwa dalam permohonannya halaman 24, Pemohon menyatakan Termohon KPU telah melakukan penggelembungan suara untuk
Pasangan Calon Nomor Urut 2 yang diambil dari suara fiktif sejumlah 25.303. 054 suara sehingga jika suara fiktif itu dikurangi dari hasil suara
versi KPU maka Pasangan calon Nomor Urut 2 hanya mendapatkan suara sebanyak 48.571.408 suara;
8. Bahwa dalil Pemohon di atas adalah kabur dan tidak jelas karena tidak