b. Melakukan uji coba pengukur tersebut pada sejumlah responden. Responden diminta untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada. Disarankan agar
jumlah responden untuk uji coba minimal 30 orang. Dengan jumlah minimal 30 orang ini, distribusi skor nilai akan lebih mendekati kurva normal.
c. Mempersiapkan tabel tabulasi jawaban. d. Menghitung nilai korelasi antara data pada masing-masing pertanyaan dengan
skor total. Untuk mengetahui tiap instrumen pernyataan valid atau tidak, maka nilai
korelasi tersebut dibandingkan dengan 0,3. dimana jika nilai korelasi r lebih besar dari 0,3 maka, intrumen tersebut dinyatakan valid, begitu pula sebaliknya.
Sebagaimana yang dinyatakan Masrun yang dikutip oleh Sugiyono 2008 bahwa: “Item yang mempunyai korelsi positif dengan kriterium skor total serta korelasi yang
tinggi, menunjukkan bahwa item tersebut mempunyai validitas yang tinggi pula. Biasanya syarat minimum untuk dianggap memenuhi syarat adalah kalau r = 0,3. Jadi
kalau korelasi antara butir dengan skor total kurang dari 0,3 maka butir dalam instrumen tersebut dinyatakan tidak valid”.
2.3 Skala Likert Skala likert
pertama kali dikembangkan oleh Rensis Linkert pada tahun 1932
dalam mengukur sikap masyarakat. Dalam skala ini hanya menggunakan item yang secara pasti baik dan secara pasti buruk. Total skor merupakan penjumlahan skor
responsi dari responden yang hasilnya ditafsirkan sebagai posisi responden. Skala ini menggunakan ukuran ordinal sehingga dapat membuat ranking walaupun tidak
diketahui berapa kali satu responden lebih baik atau lebih buruk dari responden lainnya.
Untuk menjelaskan skala likert sebagai skala ordinal, maka kita perlu melihat definisi dari skala ordinal terlebih dahulu. Skala ordinal adalah skala yang sudah
memiliki tingkatan namun jarak antar tingkatan belum pasti. Pada skala likert dengan
Universitas Sumatera Utara
skala lima terdapat lima alternatif jawaban yaitu: sangat setuju, setuju, netral, tidak setuju dan sangat tidak setuju. Pada skala likert lima skala tersebut maka sangat setuju
pasti lebih tinggi daripada yang setuju, yang setuju pasti lebih tinggi daripada yang netral, yang netral pasti lebih tinggi daripada yang tidak setuju, sedangkan yang tidak
setuju pasti lebih tinggi daripada yang sangat tidak setuju. Namun jarak antara sangat setuju ke setuju dan dari setuju ke netral dan seterusnya tentunya tidak sama, oleh
karena itu data yang dihasilkan oleh skala likert adalah data ordinal. Sedangkan cara scoring bahwa sangat setuju 5, setuju 4, netral 3, tidak setuju 2 dan sangat tidak setuju
1 hanya merupakan kode saja untuk mengetahui mana yang lebih tinggi dan mana yang lebih rendah. Dari cara scoring tersebut kita tidak bisa memaknai bahwa sangat
setuju adalah netral ditambah setuju Sewindu Statistika, FMIPA UNDIP 2011.
Tabel 2.1. Transformasi Z-skor
Tabel yang diadaptasi dari Edwards 1957 dalam bukunya Techniques of
Attitude Scale Contruction
.
Dengan menggunakan Tabel 2.1. dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
Pertama . Menghitung frekuensi f jawaban responden pada setiap kategori.
Kedua. Menentukan proporsi p, yaitu dengan membagi setiap frekuensi dengan
banyaknya subyek.
Ketiga. Menentukan proporsi kumulatif cp, yaitu proporsi suatu kategori ditambah
dengan proporsi-proporsi kategori di kirinya.
Keempat . Menentukan titik tengah proporsi kumulatif m-cp.
Kelima. Nilai z diperoleh dengan membandingkan tabel z untuk masing-masing titik
tengah prporsi kumulatifnya.
Keenam. Penambahan suatu bilangan sedemikian hingga nilai z yang negatif menjadi
satu.
Universitas Sumatera Utara
Keterangan: f
= frekuensi jawaban pada setiap kategori. p
= proporsi setiap kategori. cp
= proporsi kumulatif. m-cp = titik tengah proporsi kumulatif
Z skor = skor dari distribusi normal baku.
2.4 Koefisian Korelasi Berperingkat Spearman