Teori Asimetri Informasi dan Signaling Pecking Order Theory

14 oleh pemilikprincipal, 2 Pengeluaran karena penggunaan utang oleh manajemenagency, 3 dan pengeluaran karena tidak adanya efisiensiresidual loss. Dengan demikian, keputusan struktur modal yang dilakukan oleh manajer adalah untuk menyeimbangkan antara agency cost of debt dengan agency cost of equity. Untuk mengatasi agency problem dan mengurangi munculnya agency cost, menurut Jensen dan Meckling 1976 dalam Manan 2004 : 11 dapat dilakukan dengan empat cara sebagai berikut. 1. Meningkatkan insider ownership. Menurut pendekatan ini, agency problem bisa dikurangi karena dengan adanya kepemilikan saham maka insider akan merasakan sendiri secara langsung manfaat keputusan yang diambilnya. 2. Pendekatan pengawasan melalui pengawasan penggunaan utang debt. Dengan adanya peningkatan penggunaan utang, dapat digunakan untuk mengendalikan penggunaan free cash flow secara berlebihan oleh manajemen, sehingga menghindari investasi sia-sia. 3. Institusional investor ownership sebagai monitoring agents. Adanya kepemilikan oleh investor institusional seperti bank, asuransi, perusahaan investasi, dan kepemilikan oleh institusi lain dalam perusahaan akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja insider. 4. Dengan Mekanisme pembayaran dividen. Pembayaran dividen disini berperan sebagai salah satu bentuk penawaran distribusi pendapatan, karena dengan pembayaran dividen, pemegang saham akan melihat bahwa pengelolaan perusahaan sudah melakukan tindakan sesuai dengan keinginan mereka, sehingga akan mengurangi konflik.

2.1.4 Teori Asimetri Informasi dan Signaling

Teori ini dikemukakan oleh Gordon 1950 dalam Sjahrial 2007 : 237 yang menyatakan “asymmetric information adalah kondisi dimana suatu pihak memiliki informasi yang lebih banyak dari pihak lain. Karena asymmetric information, manajemen perusahaan tahu lebih banyak tentang perusahaan 15 dibanding investor di pasar modal.” Jika perusahaan cendrung ingin memaksimumkan pemegang saham saat ini current stockholder dan bukan pemegang saham baru maka ada kecendrungan bahwa: 1 Jika perusahaan memiliki prospek cerah, maka manajemen tidak akan menerbitkan saham baru, namun menggunakan laba ditahan. agar prospek cerah bisa dinikmati oleh current stockholder, dan 2 jika prospek kurang baik, manajemen menerbitkan saham baru untuk memperoleh dana, agar tanggungjawab current stockholder menjadi berkurang. Namun yang menjadi masalah adalah para investor baru melihat kecendrungan ini sehingga melihat penawaran saham baru sebagai pertanda buruk signaling sehingga harga saham bisa saja langsung turun jika saham baru diterbitkan, sehingga menyebabkan biaya modal semakin tinggi dan mendorong perusahaan untuk menerbitkan obligasi ketimbang saham baru. Gordon, 1995 dalam Sjahrial, 2007 : 237 menyimpulkan bahwa “perusahaan lebih senang menggunakan dana dengan urutan laba ditahan dan dana depresiasi, utang dan yang terakhir penjualan saham baru. Penjualan saham baru diurutan terakhir adalah untuk menghindari terjadinya sinyal buruk dari investor baru terhadap penawaran saham oleh perusahaan”.

2.1.5 Pecking Order Theory

Seorang akademisi, Donaldson 1961 melakukan pengamatan terhadap perilaku struktur modal perusahaan Amerika Serikat. Pengamatannya menunjukkan bahwa perusahaan yang mempunyai keuntungan yang tinggi ternyata cenderung menggunakan utang lebih rendah. Mamduh, 2004 : 313. 16 Secara spesifik perusahaan mempunyai urutan-urutan preferensi dalam penggunaan dana. Menurut Mamduh 2004 : 313, skenario urutan dalam Pecking Order Theory adalah sebagai berikut. a. Perusahaan memilih dana internal. Dana internal tersebut diperoleh dari laba keuntungan yang dihasilkan dari kegiatan perusahaan. b. Perusahaan menghitung target rasio pembayaran didasarkan pada perkiraan kesempatan investasi. Perusahaan berusaha menghindari perubahan dividen yang tiba-tiba. Dengan kata lain, pembayaran dividen diusahakan konstan atau, kalau berubah terjadi secara gradual dan tidak berubah dengan signifikan. c. Karena kebijakan dividen konstan stticky, digabung dengan fluktuasi keuntungan dan kesempatan investasi yang tidak bisa diprediksi, akan menyebabkan aliran kas yang diterima oleh perusahaan akan lebih besar dibandingkan dengan pengeluaran investasi pada saat-saat tertentu, dan akan lebih kecil pada saat yang lain. Jika kas tersebut lebih besar, perusahaan akan membayar utang atau membeli surat berharga. Jika kas tersebut kecil, perusahaan akan menggunakan kas yang dipunyai atau menjual surat berharga. d. Jika pendanaan eksternal diperlukan, perusahaan akan mengeluarkan surat berharga yang paling aman terlebih dahulu. Perusahaan akan memulai dengan utang, kemudian dengan surat berharga campuran hybrid seperti obligasi konvertibel, dan kemudian barangkali saham sebagai pilihan terakhir. Teori pecking order tidak membahas tentang komposisi strukur modal, namun menjelaskan mengenai urutan-urutan pendanaan. Menurut teori ini, manajer keuangan tidak memperhitungkan tingkat utang yang optimal, kebutuhan dana ditentukan oleh kebutuhan intvestasi. Sehingga perusahaan yang memiliki keuntungan tinggi justru mempunyai tingkat utang yang lebih kecil. Tingkat utang yang lebih kecil bukan dikarenakan target utang perusahaan yang kecil, namun karena mereka tidak membutuhkan dana eksternal. Myers dkk. 2006 : 493 menjelaskan bahwa: 17 Tidak ada ditentukan penggabungan antara utang dengan modal, karena mereka dua bagian yang terpisah. Pecking order menjelaskan bahwa mengapa hampir seluruh perusahaan yang profitable umumnya menggunakan sedikit utang sebagai target pendanaan, karena mereka tidak membutuhkan dana eksternal. Sementara untuk perusahaan yang kurang profitable akan menerbitkan surat utang karena mereka tidak memiliki sumber dana internal yang cukup. Sehingga kebijakan utang menjadi yang pertama dari pendanaan eksternal.

2.1.6 Kebijakan Utang

Dokumen yang terkait

Analisis Pengaruh Free Cash Flow dan Kepemilikan Manajerial Terhadap Kebijakan Hutang pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 42 93

PENGARUH PROFITABILITAS, LIKUIDITAS, FREE CASH FLOW DAN KEBIJAKAN HUTANG TERHADAP KEBIJAKAN DIVIDEN (Studi Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Pada Periode 2011-2014)

0 6 100

PENGARUH STRUKTUR ASET, FREE CASH FLOW DAN KEPEMILIKAN MANAJERIAL TERHADAP KEBIJAKAN HUTANG PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BEI.

0 2 30

PENGARUH FREE CASH FLOW, KEPEMILIKAN MANAJERIAL, UKURAN PERUSAHAAN DAN PROFITABILITAS TERHADAP KEBIJAKAN HUTANG PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA.

0 2 20

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Analisis Pengaruh Free Cash Flow, Struktur Aset Dan Profitabilitas Terhadap Kebijakan Hutang Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2008-2012

0 0 9

Analisis Pengaruh Free Cash Flow, Struktur Aset Dan Profitabilitas Terhadap Kebijakan Hutang Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2008-2012

1 1 11

PENGARUH KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL, FREE CASH FLOW, PERTUMBUHAN PERUSAHAAN, PROFITABILITAS DAN STRUKTUR ASET TERHADAP KEBIJAKAN HUTANG PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA - Perbanas Institutional Repository

0 0 20

PENGARUH FREE CASH FLOW DAN KEPEMILIKAN MANAJERIAL TERHADAP KEBIJAKAN HUTANG PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

0 0 88

PENGARUH FREE CASH FLOW, PERTUMBUHAN PERUSAHAAN, KEBIJAKAN DIVIDEN, UKURAN PERUSAHAAN DAN PROFITABILITAS TERHADAP KEBIJAKAN HUTANG (Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2011-2015)

0 0 17

PENGARUH STRUKTUR ASET, PROFITABILITAS, RISIKO BISNIS, FREE CASH FLOW, PERTUMBUHAN PENJUALAN, UKURAN PERUSAHAAN DAN KEBIJAKAN DIVIDEN TERHADAP KEBIJAKAN HUTANG (Studi Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2012-2016)

0 0 16