hal belajar dari pengalamannya secara model sosial, bahwa dari lingkungan yang mengancam, seseorang bisa menjadi agen perubahan atas lingkungan tersebut.
C. Gambaran Kualitas Hidup Pasien Pascastroke di Wilayah Puskesmas
Pisangan Ciputat
Kualitas hidup penderita pascastroke beragam mulai dari yang rendah sampai tinggi dengan perbandingan yang sama, yaitu 15:15. Jika ditinjau dari
masing-masing domain, aspek yang paling terganggu dari responden adalah aspek pekerjaan, energy, peran dalam keluarga, mobilitas, dan peran dalam masyarakat.
Sedangkan aspek yang lebih baik dari domain-domain tersebut adalah mood, kepribadian, perawatan diri, fungsi ekstremitas atas, dan kognitif dengan rata-rata
skor adalah 3 sampai 4. Adapun aspek yang tidak banyak terganggu adalah aspek bahasa dan penglihatan dengan rata-rata skor di atas 4.
Arwani, Sobirun, dan Wibowo juga meneliti kualitas hidup pasien stroke pada fase rehabilitasi di Kota Semarang. Dari hasil penelitian mereka terlihat
bahwa responden sebagian besar mengalami gangguan pada aspek energy, peran, mobilitas, kepribadian, peran social, dan fungsi anggota gerak atas. Sedangkan
aspek yang tidak mengalami kesulitan atau gangguan adalah aspek bahasa, suasana hati, perawatan diri, berpikir, penglihatan, pekerjaan produktifitas, dan
spiritual Arwani, Sobirun, dan Wibowo, 2011. Beragamnya skor kualitas hidup responden ini dipengaruhi oleh banyak hal,
yaitu umur, jenis kelamin, jenis stroke, tingkat pendidikan, fungsi ekstremitas atas, tangan dominan, dan penyakit penyerta Deborah dkk, 2005. Maka
karakteristik-karakteristik responden yang meliputi hal-hal tersebut, yang telah tersebut di atas, sedikit banyak juga berperan dalam mempengaruhi skor kualitas
hidup responden. Hal ini didukung oleh Zahilin, Viedran, dan Mirela 2010 bahwa jenis
kelamin mempengaruhi kualitas hidup penderita pascastroke. Mereka membuktikan dalam penelitian mereka bahwa laki-laki mempunyai skor kualitas
hidup yang lebih tinggi daripada perempuan. Laki-laki menunjukkan keadaan yang lebih baik dalam hal fisik, psikis, dan ingatan, sedangkan perempuan lebih
banyak mengalami kecemasan setelah terkena stroke. Rahmi juga membuktikan bahwa umur mempengaruhi kualitas hidup
penderita pascastroke, namun berdasarkan analisisnya juga, dia mengatakan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dan jenis kelamin dengan
skor kualitas hidup. Rahmi, 2011. Arwani, Shobirun, dan Wibowo, 2011 juga menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dan dan skor
kualitas hidup. Partisipasi dalam peran hidup dan keterlibatan dalam kegiatan dalam
pengaturan masyarakat sering berkurang setelah stroke; sebagian karena transportasi dan masalah mobilitas, tetapi juga karena masalah dengan
komunikasi dan kelelahan. Peningkatan partisipasi dikaitkan dengan peningkatan kualitas hidup Mato, 2002 dalam Fryer dkk, 2013.
Penelitian telah menunjukkan bahwa sejumlah besar penderita stroke dengan sedikit atau tanpa masalah fisik masih mengalami penurunan dalam
kualitas hidup mereka selama jangka waktu tertentu Kim et al,1999. Namun
demikian, kualitas hidup sering didefinisikan oleh berbagai domain kehidupan yang meliputi psikososial, fisik, dan sosial kesejahteraan. Dimensi yang paling
umum digunakan adalah fungsi fisik dan psikososial kesejahteraan dan termasuk kepuasan hidup. Banyak penulis percaya bahwa persepsi individu merupakan
bagian integral dari konsep kualitas hidup Kim dkk, 1999.
D. Hubungan Self-Management dengan Kualitas Hidup Pasien Pascastroke di