Hubungan Dukungan Keluarga Terhadap Status Pemberian Kolostrum Pada Bayi Di Wilayah Kerja Puskesmas Pisangan Kecamatan Ciputat

(1)

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP STATUS

PEMBERIAN KOLOSTRUM PADA BAYI DI WILAYAH

KERJA PUSKESMAS PISANGAN KECAMATAN CIPUTAT

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Mendapatkan Gelar Sarjana

Disusun Oleh : IIS DAHLIA 1112104000035

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1437 H/ 2016

M


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

BIODATA

Nama : Iis Dahlia

Tempat Tanggal Lahir : Jepara, 17 Desember 1994

Agama : Islam

Alamat : Jalan H.Muri Salim No 1c Pisangan Ciputat

No telepon : 08988201261

Email : iisdahlai71@gmail.com

Nama Orang Tua

Ayah : Tarwi Ibu : Sarisih Riwayat Pendidikan

2006-2009 Mts.Matholi’ul Falah Sumanding 2009-2012 MA.Darul Falah Sirahan Cluwak

Pati

2012-sekarang UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (PSIK)


(7)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

SKRIPSI, Mei 2016

Iis Dahlia, NIM 1112104000035

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP STATUS

PEMBERIAN KOLOSTRUM PADA BAYI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PISANGAN KECAMATAN CIPUTAT

xv +89 halaman+ 9 tabel+ 2 bagan +4 lampiran

ABSTRAK

Kolostrum adalah ASI yang pertama kali keluar dan berwarna kekuningan, biasanya keluar pada hari pertama sampai ketiga setelah melahirkan. Kolostrum mengandung zat kekebalan tubuh untuk melindungi bayi dari penyakit infeksi, seperti infeksi saluran pernapasan atas, diare, dan penyakit infeksi lainnya. Oleh karena itu, kolostrum harus diberikan kepada bayi. Hal yang menyebabkan ibu post partum tidak memberikan kolostrum dengan segera disebabkan karena takut bayi kedinginan, lelah, kolostrum tidak segera keluar atau jumlah yang tidak memadai, serta persepsi bahwa kolostrum berbahaya bagi bayi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat adanya hubungan antara dukungan keluarga dengan status pemberian kolostrum pada bayi. Penelitian ini dilakukan di Wilayah kerja Puskesmas Pisangan Kecamatan Ciputat Timur. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 53 orang dengan kriteria ibu yang memiliki anak usia 4-28 hari. Tehnik pengambilan sample menggunakan Purposive Sampling. Dari hasil penelitian diperoleh hasil bahwa ibu yang memberikan kolostrum sebanyak 83% dan ibu yang tidak memberikan kolostrum 17%, Sedangkan Ibu yang mendapat dukungan keluarga yang baik sebanyak 52,8 %, dan ibu yang mendapat dukungan keluarga kurang baik 47,2%. Hasil analisa bivariat dengan uji Chi-Square diperoleh nilai p = 0,719, menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan status pemberian kolostrum. \


(8)

STUDY PROGRAM OF NURSING

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE

ISLAMIC STATE UNIVERSITY (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Undergraduates Thesis, May 2016 IIS DAHLIA, NIM 1112104000035

THE RELATIONSHIP BETWEEN FAMILY SUPPORT ABOUT STATUS OF COLOSTRUM GIVEN TO A BABY ON WORKPLACE CLINIC IN PISANGAN KECAMATAN CIPUTAT

xv+ 89 Page+ 9 tables + 2 charts + 6 attachments ABSTRACK

Colostrum, the first leaked breast milk and yellowish, usually leaks on the first to the third day after giving birth. It contains anti-body to prevent a baby for having an infectious disease like upper respiratory tract infection, diarrhea, and etc. Therefore, it must be given to a baby. Things that cause postpartum mother for not giving colostrum as soon as possible are the fear of side effect to baby, tired, insufficient colostrum, and perception that colostrum is risk for a baby. The purpose of this research is to observe the existence of relationship between family and status of colostrum giving to a baby. This research is conducted on workplace clinic in Pisangan Kecamatan Ciputat Timur. There are 53 mothers that has 4-28 days born child as sample used in this research. This research uses purposive sampling as its sampling technique. Based on research , it’s showed that 83% mother has colostrum and 17% mother hasn’t colostrum, 52,8% mother with better family support and 47,2% mother with less family support. In conclusion, based on bivariat anlysis result using Chi-square that obtained p = 0,719, it’s indicated that there is not significant relationship between family support and status of colostrum given to a baby.


(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR BAGAN ... xii

LAMPIRAN... xiii

DAFTAR SINGKATAN ... xiv

KATA PENGANTAR ... xv

BAB IPENDAHULUAN ... 1

A.Latar belakang ... 1

B.Rumusan Masalah ... 5

C.Pertanyaan Penelitian ... 6

D.Tujuan Penelitian ... 6

E.Manfaat Penelitian ... 7

F.Ruang Lingkup Penelitian ... 8

BAB IITINJAUAN PUSTAKA ... 9

A.Kolostrum ... 9

B.Penelitian tentang pemberian kolostrum ... 15

C.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemberian Kolostrum ... 17

D.Teori Perilaku ... 43

E.Kerangka Teori ... 45

BAB IIIKERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 47

A. Kerangka Konsep ... 47

B. Definisi Operasional ... 48

C. Hipotesa ... 49

BAB IVMETODOLOGI PENELITIAN ... 50

A.Rancangan Penelitian ... 50

B.Lokasi dan Waktu Penelitian ... 50

C.Populasi dan Sampel ... 51

D.Tehnik Pengumpulan Data ... 53

E.Instrumen Penelitian ... 54

F.Uji validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 55

G.Pengelolahan data ... 57


(10)

I.Etika Penelitian ... 59

BAB VHASIL PENELITIAN ... 60

A.Analisa Univariat ... 60

B.Analisis Bivariat ... 64

BAB VIPEMBAHASAN ... 66

A. Gambaran Dukungan Keluarga ... 66

B.Status Pemberian Kolostrum ... 74

C.Hubungan Dukungan Keluarga... 76

D.Keterbatasan Penelitian ... 78

BAB VIIKESIMPULAN DAN SARAN... 80

A.Kesimpulan ... 80

B.Saran ... 81

DAFTAR PUSTAKA ... 83

KUESIONER PENELITIAN 2016 ... 87


(11)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Halaman

3.1 Definisi Operasional ... 56

4.1 Besar Sampel ... 60

5.1 Distribusi Frekuensi Status Pemberian Kolostrum ... 75

5.2 Distribusi frekuensi Dukungan Keluarga ... 76

5.3 Distribusi Frekuensi Dukungan Informasiona ... 76

5.4 Distribusi Frekuensi Dukungan Penghargaan ... 77

5.5 Distribusi Frekuensi Dukungan Instrumental ... 78

5.6 Distribusi Frekuensi Dukungan Emosional ... 79 5.7 Distribusi Hubungan Dukungan Keluarga terhadap Status

Pemberian Kolostrum ...


(12)

DAFTAR BAGAN

No. Tabel Halaman

2.1 Kerangka teori ... 55 3.1 Kerangka konsep ... 56


(13)

LAMPIRAN

Lampiran

1. Surat Izin Penelitian 2. Informed Consent 3. Kuesioner


(14)

DAFTAR SINGKATAN

WHO : World Health organization

SDKI : Survey Demografi Kesehatan Indonesia IDAI : Ikatan Dokter Anak Indonesia

ASI : Air Susu Ibu IgA : Imunoglobulin A IgE : Imunoglobulin E IgD : Imunoglobulin D


(15)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang dengan segala Rahmat, Hidayah serta Inayahnya telah memberikan kemudahan kepada penulis dalam mengerjakan skripsi ini, serta kepada junjungan Nabi Agung Muhammad Rasulullah SAW yang dinanti-nantikan syafa’atnya ila fii yaumil qiyamah, sehingga penulis dengan sepenuh hati dapat menyelesaikan penelitian skripsi yang berjudul “Hubungan Dukungan Keluarga Terhadap Status Pemberian Kolostrum Pada Bayi Di Wilayah Puskesmas Pisangan Kecamatan Ciputat”.

Penulisan ini merupakan salah satu persyaratan yang digunakan untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi Ilmu Keperawatan dan untuk mendapatkan gelar sarjana keperawatan di UIN syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini banyak kekurangan yang disadari maupun tidak disadari, serta jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu, segala kritik dan saran akan penulis terima demi memperbaiki skripsi ini. Sesungguhnya, banyak pihak yang telah ikut berpartisipasi dan membantu penulis dalam pembuatan skripsi ini. Oleh karena itu, sudah sepatutnya penulis mengucapkan terima kasih sebagai bentuk rasa syukur kepada :

1. Prof.DR.H. Arif Sumantri, S.KM,M.Kes, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta

2. Ibu Maulina Handayani , S.Kp, MSc selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan


(16)

3. Bapak Ns. Waras Budi Utomo, S.kep.M.KM dan ibu Puspita Palupi, S.Kep, M.kep, Sp.Mat selaku pembimbing Skripsi yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingannya kepada penulis

4. Seluruh dosen Prodi Ilmu Keperawatan yang telah mengajarkan banyak hal, sehingga penulis dapat mengambil hikmah dari setiap pembelajaran yang telah diberikan kepada penulis

5. Seluruh Staff Karyawan FKIK , Khususnya bagian Administrasi PSIK yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini 6. Seluruh pihak PUSKESMAS pisangan yang telah memberikan

kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian

7. Seluruh ibu kader dan bidan serta responden yang telah bersedia membantu saya dalam melakukan penelitian ini

8. Kedua orang tua, Bapak Tarwi dan Ibu Sarisih yang doanya telah menjalar dalam tubuh penulis dalam mendukung penelitian ini, yang dengan keringatnya telah membesarkan dan mendidik penulis hingga sampai pada tahap penulisan skripsi ini

9. Kakak tercinta Ahmad Supriyanto dan Mbak Evi Herawati, yang telah mengorbankan waktu, tenaga,harta serta pikirannya dalam membantu penulis menyelesaikan skripsi ini

10.Seluruh keluarga besar, nenek dan kakek, bude dan pakde, bu lek dan pak lek, serta sepupu yang tidak pernah jera memberikan semangat dan doanya kepada penulis

11.Teman-teman PSIK 2012 khususnya teman sepembimbing (Esti dan Septi), dan Partner mencari data yakni Ikrima Wardani, yang telah


(17)

memberikan semangat, kritik dan saran, serta bantuan yang luar biasa , terutama teman-teman sepembimbing.

12.Orang-orang yang telah memberikan motivasi, baik sahabat karib maupun sahabat lama yang tidak pernah berhenti mengingatkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Pada akhirnya, penulis menyadari bahwa penulis tidak dapat membalas kebaikan yang telah kalian semua berikan. Semoga Allah SWT memberikan balasan yang lebih indah kepada Bapak/Ibu, Adek/kakak dan teman-teman semua. Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna, namun penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membutuhkan.

Jakarta, Juni 2016


(18)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

ASI pertama kali yang diberikan kepada bayi yang disebut dengan kolostrum, banyak mengandung zat kekebalan terutama immunoglobulin A (IgA) yang berfungsi melindungi bayi dari penyakit infeksi. Kolostrum keluar pada hari pertama sampai ketiga mengandung zat kekebalan untuk melindungi bayi dari penyakit infeksi, seperti infeksi saluran pernapasan atas, diare, dan penyakit infeksi lainnya. Zat imun ini membentuk benteng pertahanan di tempat yang paling berisiko di daerah yang terserang kuman, yaitu selaput lendir pada paru-paru, tenggorokan, dan usus (Puwanti & Muwakhidah, 2012).

Kolostrum yaitu cairan berwarna kekuningan yang encer, atau dapat pula jernih, lebih menyerupai darah daripada air susu biasa, sebab mengandung sel hidup yang menyerupai sel darah putih dan dapat membunuh kuman penyebab penyakit (Roesli, 2008). Kolostrum yang diproduksi sangat bervariasi, tergantung dari hisapan bayi pada hari-hari pertama kelahiran, walaupun sedikit namun cukup memenuhi semua kebutuhan gizi bayi. Oleh karena itu, kolostrum harus diberikan pada bayi. Disamping itu, kolostrum juga mengandung protein, vitamin A, karbohidrat dan lemak yang rendah (Departemen Kesehatan RI, 2008).


(19)

Widjaja (2005), mengatakan bahwa komposisi gizi ASI yang paling baik adalah tiga hari pertama setelah lahir yang dinamakan kolostrum. Astri dan Dian (2011) juga menambahkan bahwa kolostrum ialah cairan kaya nutrisi yang dihasilkan oleh ibu segera setelah melahirkan, yang sangat penting untuk kekebalan tubuh, pertumbuhan dan faktor perbaikan jaringan. Cairan ini adalah cairan biologis kompleks, yang membantu dalam pengembangan kekebalan pada bayi baru lahir. Kolostrum juga berisi sejumlah zat yang signifikan dari komponen pelengkap yang bertindak sebagai agen anti-mikroba alami untuk secara aktif merangsang pematangan sistem kekebalan tubuh bayi.

Kolostrum memiliki kekuatan yang luar biasa dalam perbaikan dan pertumbuhan kemampuan otot skeletal. Sebuah jurnal penelitian telah menunjukkan bahwa kolostrum adalah satu-satunya sumber alami dari dua faktor pertumbuhan utama, yaitu mengubah faktor pertumbuhan alfa dan beta, dan insulin-like growth faktor 1&2. Faktor pertumbuhan ini memiliki efek terhadap karakteristik otot dan memperbaiki tulang rawan yang lebih signifikan. Faktor pertumbuhan dari kolostrum juga memiliki beberapa efek regeneratif yang meluas ke seluruh sel tubuh struktural, seperti usus dan lain-lain (Okubondu, 2002).

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengatakan, tidak satupun susu formula dapat menggantikan perlindungan kekebalan tubuh seorang bayi, seperti yang diperoleh dari kolostrum, yaitu ASI yang dihasilkan selama beberapa hari pertama setelah kelahiran. Kolostrum sangat besar manfaatnya sehingga pemberian ASI pada minggu-minggu pertama


(20)

mempunyai arti yang sangat penting bagi perkembangan bayi selanjutnya. ASI merupakan makanan yang penting bagi bayi. Namun, seiring dengan kuatnya budaya dan kepercayaan, banyak sekali hal yang mempengaruhi pemberian Kolostrum pada bayi sesaat setelah dilahirkan. Kebanyakan, mereka beranggapan bahwa ASI yang petama kali keluar, berwarna kekuningan, sangat kental, dianggap susu basi yang tidak layak untuk diberikan kepada bayinya.

Standard Internasional World Health Organitation (WHO) tahun 2007 merekomendasikan, semua bayi perlu mendapat kolostrum (ibu menyusui satu jam pertama) untuk melawan infeksi yang diperkirakan menyelamatkan satu juta nyawa bayi. Lebih dari 90% ibu-ibu membuang kolostrum dan memberikan makanan padat dini. Pembuangan kolostrum tersebut menyebabkan kematian neonatus (Hananto,2003 dalam Kurniawati, Novita.dkk, 2010). Adapun proporsi bayi yang diberi ASI pada hari pertama paling rendah 51% untuk bayi yang dilahirkan dengan pertolongan dokter / bidan, dan tertinggi 6% untuk bayi lahir tanpa pertolongan / orang awam, dan rata-rata lamanya pemberian ASI ekslusif hanya 1,7 bulan. (Strategi Nasional PPASI, 2007).

Pemberian Kolostrum memiliki beberapa dampak yang signifikan terhadap Angka Kematian Bayi dan Anak. World Health organization (WHO) menunjukan ada 170 juta anak mengalami gizi kurang di seluruh dunia. Sekitar 3 juta anak meninggal tiap tahun karena kurang gizi. Angka Kematian Bayi yang cukup tinggi ini dapat dihindari dengan pemberian ASI dan kolostrum. Meski penyebab langsung kematian bayi umumnya


(21)

penyakit infeksi, seperti infeksi saluran pernapasan akut, diare, dan campak, tetapi penyebab yang mendasari pada 54% kematian bayi adalah gizi kurang (Pitri, 2009).

Survey Demografi Kesehatan Indonesia (2007), di Indonesia hanya 4% bayi mendapat ASI dalam satu jam pertama, padahal hampir semua bayi (96,5%) di Indonesia pernah mendapatkan ASI. Sebanyak 8% bayi baru lahir mendapat kolostrum setelah melahirkan dalam 1 jam dan 53% bayi mendapat kolostrum. Target pemberian kolostrum adalah 80%. Artinya, angka pemberian kolostrum belum memenuhi target.

Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, di daerah Jawa Barat proporsi anak yang diberi ASI dalam satu jam setelah lahir adalah 46,9% dan yang diberi ASI dalam satu hari pertama sejak lahir 60,2 %. Mengenai median lamanya pemberian ASI eksklusif di Jawa Barat adalah 1,2 bulan. Hal ini menunjukkkan bahwa minuman dan makanan pendamping ASI sudah mulai diberikan secara dini daripada ASI pertama kali (kolostrum) yang dianjurkan (Dinkes Kota Bogor , 2009).

Hasil survey yang dilakukan peneliti di Wilayah kerja Puskesmas Pisangan, dari sepuluh ibu yang dilakukan wawancara, enam diantaranya mengatakan telah memberikan kolostrum kepada bayinya. Namun, empat ibu diantaranya mengatakan tidak memberikan kolostrum. Dari keenam ibu yang telah memberikan kolostrum mengatakan bahwa mereka mendapatkan informasi tentang pemberian kolostrum dari Bidan dan tenaga kesehatan yang menolong pada saat persalinan . Selain itu,


(22)

dukungan keluarga dan pengalaman menyusui sebelumnya serta mengetahui manfaat kolostrum menjadi alasan bagi mereka untuk dalam memberikan kolostrum. Sedangkan ibu-ibu yang tidak memberikan ASI segera setelah melahirkan mengatakan alasan tidak memberikan kolostrum karena jumlah ASI yang tidak memadai, keluarga yang memberikan informasi bahwa kolostrum adalah susu basi, serta belum mempunyai pengalaman menyusui sebelumnya dan mengetahui manfaat dari kolostrum.

Hasil wawancara dengan petugas kesehatan bagian Gizi di puskesmas Pisangan mengatakan bahwa angka pemberian kolostrum masih dibawah target. Hal ini disebabkan oleh pengetahuan ibu yang masih rendah dan rasa keingintahuan yang kurang kuat. Kebanyakan dari ibu menyusui belum mengetahui tentang kolostrum, manfaat, serta dampak dari tidak diberikan kolostrum. Akibatnya, angka Gizi buruk masih banyak dan angka kejadian infeksi dan diare cenderung tinggi.

B.

Rumusan Masalah

Kolostrum yang dikeluarkan ibu sejak 0-3 mengandung nutrisi penting yang sangat dibutuhkan oleh bayi. Pemerintah Indonesia telah menetapkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 tentang kesehatan pasal 128 ayat 1, yakni setiap bayi berhak mendapatkan air susu ibu ekslusif sejak pertama dilahirkan selama enam bulan, kecuali atas indikasi medis.

Survey Demografi Kesehatan Indonesia (2007), data ibu yang memberikan kolostrum pada bayi tercatat 53 %, sedangkan target yang


(23)

diharapkan adalah 80%. Artinya, pemberian kolostrum pada bayi di Indonesi masih tergolong rendah dan belum mencapai target. Hasil survey yang dilakukan peneliti pada bulan November 2015, dari 10 responden yang diwawancarai, 30% telah memberikan kolostrum, sedangkan 60% tidak memberikan kolostrum.

Menanggapi hal tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan tentang hubungan dukungan keluarga terhadap persepsi ibu tentang status pemberian kolostrum di Wilayah kerja Puskesmas Pisangan. Sebab, kolostrum mempunyai peranan penting dalam faktor pertumbuhan dan kekebalan tubuh bayi, sehingga mempunyai dampak yang signifikan terhadap angka kematian bayi dan gizi buruk.

C. Pertanyaan Penelitian

a. Bagaimana gambaran dukungan keluarga terhadap status pemberian kolostrum pada bayi?

b. Bagaimana hubungan dukungan keluarga terhadap status pemberian kolostrum pada bayi di Wilayah kerja Puskesmas Pisangan?

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah persepsi ibu tentang dukungan keluarga mempunyai hubungan terhadap persepsi ibu tentang status pemberian kolostrum pada bayi di Wilayah kerja Puskesmas Pisangan Kecamatan Ciputat


(24)

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi gambaran dukungan keluarga terhadap status pemberian kolostrum

b. Mengidentifikasi hubungan dari dukungan keluarga terhadap status pemberian kolostrum.

E. Manfaat Penelitian

1. Untuk peneliti

Penelitian ini dapat memberikan ilmu pengetahuan, pengalaman, serta motivasi untuk melakukan penelitian lain di masa mendatang. 2. Untuk profesi keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan dalam keperawatan maternitas dan anak, khususnya bisa menjadi bahan rujukan intervensi keperawatan pada pemberian asuhan keperawatan. Perawat dapat mengetahui faktor terkait dukungan keluarga terhadap status pemberian kolostrum.

3. Untuk penelitian selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar penelitian dan ide ide untuk mengembangkan penelitian selanjutnya.

4. Untuk Puskesmas

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan data terhadap program terkait pemberian kolostrum di Wilayah kerja Puskesmas Pisangan Kecamatan Ciputat Timur


(25)

5. Untuk masyarakat

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan masyarakat tentang pentingnya pemberian kolostrum, sehingga masyarakat dapat meningkatkan pemberian kolostrum terhadap bayi.

F. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan analitik kuantitatif dengan tujuan untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga terhadap status pemberian kolostrum. Metode analisis data yang digunakan adalah Bivariat dengan tujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel independent dan variabel dependent dengan desain cross sectional. Adapun instrument yang digunakan berupa kuesioner. Kriteria reponden yang diteliti adalah ibu yang memiliki anak terakhir usia 4 - 28 hari. Penelitian ini dilakukan di Wilayah kerja Puskesmas Pisangan Kecamatan Ciputat.


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kolostrum

1. Definisi Kolostrum

ASI stadium 1 adalah kolostrum. Kolostrum adalah cairan yang pertama kali di sekresikan oleh kelenjar payudara dari hari ke-1 sampai hari ke-4 (Purwanti, 2010). Kolostrum merupakan ASI yang diproduksi oleh ibu pada beberapa hari pertama, yang berwarna agak kekuningan dan berbeda dari ASI berikutnya (Jannah & Widajaka, 2012). Banyak orang awam beranggapan bahwa Kolostrum tersebut adalah ASI basi atau kotoran yang harus dibuang dan tidak boleh diberikan kepada bayi.

Kolostrum adalah sekresi pertama dari ibu yang disediakan untuk bayi baru lahir pada 24-48 jam pertama. Kolostrum berisi sistem kekebalan tubuh dan berbagai faktor pertumbuhan serta nutrisi penting, tripsin dan protease inhibitor yang dapat melindungi bayi dari kerusakan di saluran pencernaan (Rona, 1998). Diperkirakan bahwa kolostrum memicu setidaknya lima puluh proses pada bayi baru lahir. Komposisi gizi ASI yang paling baik adalah pada tiga hari pertama setelah lahir yang dinamakan kolostrum (Widjaja, 2005).


(27)

Pada journal yang diterbitkan oleh Rona (2000), di American Journal of Natural Medicine, bayi baru lahir memenuhi semua kebutuhan tubuhnya hanya dibutuhkan kolostrum berkualitas tinggi diambil dari air susu ibu yang telah disertifikasi bebas antibiotik, pestisida dan hormon sintetis. Kolostrum harus diproses pada suhu rendah sehingga faktor imun dan pertumbuhan tetap pada lingkungan biologis yang aman.

2. Kandungan Kolostrum

Pada dasarnya, Komponen yang paling penting dari kolostrum dapat dibagi menjadi dua kategori utama, yaitu faktor sistem kekebalan tubuh dan faktor pertumbuhan. Beberapa Produsen obat telah mencoba untuk menyalin (genetik engineer) dan beberapa komponen individual dari kolostrum, terutama interferon, gamma globulin (7), hormon pertumbuhan, IGF-1 dan protease inhibitor (Rona, 2000).

Imunoglobulin (A, D, E, G dan M) adalah kandungan yang paling banyak ditemukan dalam kolostrum . Fungsinya adalah sebagai faktor kekebalan tubuh, misalnya IgG menetralisir racun dan mikroba di getah bening dan sistem peredaran darah, IgM menghancurkan bakteri, sementara IgE dan IgD sangat antiviral. Selain itu, kolostrum juga mengandung Laktoferin yang dapat membantu membunuh bakteri dan sangat tepat untuk mereproduksi dan melepaskan zat besi ke dalam sel-sel darah merah yang dibutuhkan oleh tubuh, agar dapat meningkatkan oksigenasi ke jaringan. Laktoferin memodulasi pelepasan sitokin dan reseptornya sehingga bertemu pada sel-sel


(28)

kekebalan tubuh termasuk limfosit, monosit, makrofag dan platelet (Riksani, 2012).

Selain untuk kekebalan tubuh, kolostrum juga berperan penting terhadap faktor pertumbuhan. Prolin-Rich Polypeptide (PRP) yaitu hormon yang mengatur kelenjar timus untuk pertumbuhan seseorang, dan merangsang sistem kekebalan tubuh kurang aktif atau mengatur sistem kekebalan yang terlalu aktif seperti yang terlihat pada penyakit autoimun (MS, rheumatoid arthritis, lupus, skleroderma, sindrom kelelahan kronis, alergi, dll).

3. Manfaat Kolostrum

Imunoglobulin yang ditemukan dalam sekresi air susu ibu merupakan kekebalan pasif dari ibu ke neonatus telah ditinjau oleh banyak penulis. Kemampuan kolostrum mempengaruhi kekebalan tubuh yakni menghasilkan antibodi-antigen spesifik yang disekresikan dalam kolostrum dalam susu dan dapat digunakan untuk memberikan perlindungan terhadap penyakit tertentu. Sebagai contoh, konsumsi susu sapi yang banyak dapat menginokulasi penyakit seperti flu burung, SARS, dan penyakit pernapasan manusia lainnya, kolostrum telah disarankan sebagai alat potensial untuk memperlambat wabah penyakit sebelum mencapai tingkat epidemi (Nanny & Sunarsih, 2011)

Walter L. Hurley & Peter K. Theil (2011) dalam juornal Perspectives on Immunoglobulins in Colostrum and Milk, menerangkan bahwa pemberian kolostrum memiliki beberapa unsur


(29)

penting bagi tubuh, yakni kekebalan tubuh. Beberapa manfaatnya yaitu (1) perpindahan homolog sistem kekebalan pasif, (2) Perpindahan heterogen sistem kekebalan aktif (3) Susu kekebalan tubuh dari Penyakit yang Menyebabkan Diarrhea, (4) Susu kekebalan tubuh untuk gigi karies, (5) Susu kekebalan parasit usus , dan (6) Imunisasi untuk Meningkatkan antibodi.

Kandungan zat kekebalan dalam kolostrum mencapai 10-17 kali lebih banyak dari susu matang (mature). Zat kekebalan yang terdapat pada ASI akan melindungi bayi dari penyakit diare. Kekebalan bayi akan bertambah dengan adanya kandungan zat-zat dan vitamin yang terdapat pada air susu ibu tersebut, serta volume kolostrum yang meningkat dan ditambah dengan adanya isapan bayi baru lahir secara terus menerus. Hal ini yang mengharuskan bayi segera setelah lahir ditempelkan ke payudara ibu, agar bayi dapat sesering mungkin menyusui. Kandungan kolostrum inilah yang tidak diketahui ibu sehingga banyak ibu dimasa setelah persalinan tidak memberikan kolostrum kepada bayi baru lahir karena pengetahuan tentang kandungan kolostrum itu tidak ada (Nanny & Sunarsih, 2011)

Dari sumber lain menyatakan bahwa, imunoglobulin dalam air susu ibu yang diberikan segera setelah lahir dapat meningkatkan hubungan antara ibu dengan bayi, transfer kekebalan pasif dari ibu ke neonatus, dan sistem kekebalan tubuh yang belum matang dari neonatus. Imunoglobulin dalam sekresi susu ibu merupakan sumber kekebalan utama terhadap paparan antigen dan respon dari sistem


(30)

kekebalan tubuh nya. Imunoglobulin diangkut melalui sel-sel epitel susu oleh mekanisme reseptor-mediated dan ditransfer keluar dari kelenjar susu oleh kelenjar air susu selama menyusui. Imunoglobulin ini kemudian masuk pada saluran pencernaan dari neonatus. Meskipun tujuan utamanya adalah sebagai pemenuhan nutrisi pada bayi,namun imunoglobulin tetap cukup stabil untuk memberikan manfaat perlindungan pada neonatus, baik melalui penyerapan ke dalam sistem vaskular pada bayi baru lahir dari beberapa spesies atau melalui fungsi imunologi di saluran pencernaan.

4. Pembentukan Kolostrum

Pembentukan Kolostrum tubuh ibu mulai memproduksi kolostrum pada saat usia kehamilan tiga sampai empat bulan. Tapi umumnya para ibu tidak memproduksinya kecuali saat ASI ini bocor sedikit menjelang akhir kehamilan. Pada tiga sampai empat bulan kehamilan, prolaktin dari adenohipofise (hipofiseanterior) mulai merangsang kelenjar air susu untuk menghasilkan kolostrum. Pada masa ini pengeluaran kolostrum masih dihambat oleh estrogen dan progesterone, tetapi jumlah prolaktin meningkat hanya aktivitas dalam pembuatan kolostrum yang ditekan.

Sedangkan pada trimester kedua kehamilan, laktogen plasenta mulai merangsang pembuatan kolostrum. Keaktifan dari rangsangan hormon-hormon terhadap pengeluaran air susu telah didemonstrasikan kebenarannya bahwa seorang ibu yang melahirkan bayi berumur empat bulan dimana bayinya meninggal tetap keluar kolostrum Banyak


(31)

wanita usia reproduktif ketika ia melahirkan seorang anak tidak mengerti dan memahami bagaimana pembentukan kolostrum yang sebenarnya sehingga dari ketidaktahuan ibu tentang pembentukan kolostrum ia akhirnya terpengaruh untuk tidak segera memberikan kolostrum pada bayinya (Sherwood, 2012).

5. Refleks-refleks yang berperan sebagai pembentukan dan

pengeluaran air susu

Pada seorang ibu yang menyusui dikenal dua refleks yang masing-masing berperan sebagai pembentukan dan pengeluaran air susu,yaitu :

a. Refleks prolaktin

Seperti yang telah dijelaskan bahwa menjelang akhir kehamilan terutama hormon prolaktin memegang peranan untuk membuat kolostrum, namun jumlah kolostrum terbatas karena aktifitas prolaktin dihambat oleh estrogen dan progesterone yang kadarnya memang tinggi.

Setelah melahirkan berhubung lepasnya plasenta dan kurang berfungsinya korpus luteum, maka estrogen dan progesterone sangat berkurang. Ditambah lagi dengan hisapan bayi yang merangsang ujung-ujung syaraf sensorik yang berfungsi sebagai reseptor mekanik. Rangsangan ini berlanjut ke hypothalamus yang akan menekan pengeluaran faktor-faktor yang menghambat sekresi prolaktin dan sebaliknya, merangsang adenohypofise (Hipofise Anterio) sehingga keluar prolaktin.


(32)

Hormon ini merangsang sel-sel alveoli yang berfungsi membuat air susu (Keen, 2007)

Pada ibu menyusui kadar prolaktin akan normal tiga bulan setelah melahirkan sampai penyapihan anak. Sedangkan pada ibu yang tidak menyusui kadar prolaktin akan normal pada minggu kedua sampai ketiga.

b. Refleks Let Down

Bersaman dengan pembentukan prolaktin adenohypofise, rangsangan yang berasal dari hisapan bayi ada yang dilanjutkan ke neurohypofise (Hypofiseposterior) yang kemudian mengeluarkan oksitosin yang menyebabkan kontraksi sel-sel miopitel. Hisapan bayi memicu pelepasan dari alveolus mamma melalui duktus ke sinus laktiferus dimana ia akan disimpan. Pada saat bayi menghisap, ASI di dalam sinus akan tertekan keluar kemulut bayi. Pelepasan dapat terjadi bila ibu mendengar bayi menangis atau sekedar memikirkan tentang bayinya (Pusdiknakes, 2003).

Ibu-ibu setelah melahirkan belum mengetahui tentang reflek yang terjadi yang berhubungan dengan pemberian kolostrum nantinya, sehingga ibu tidak memberikan kolostrum tersebut secara nyata pada bayi baru lahir (Mahmudah dan Dewi, 2011).

B. Penelitian tentang pemberian kolostrum

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk melihat beberapa variasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pemberian kolostrum.


(33)

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kurniawati (2009) di Wilayah Semarang yang mengaitkan pada pengetahuan dan sikap ibu terhadap pemberian kolostrum, diketahui bahwa sebagian besar pengetahuan responden terhadap kolostrum dalam kategori kurang yaitu sebanyak 16 responden (48,5) dan sikap yang negatif terhadap kolostrum yaitu sebanyak 18 responden (54,5%).

Novita, Laoh dan Palandeng (2013), juga telah meneliti tentang Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Ibu Nifas Tentang Pemberian Kolostrum Pada Bayi Baru Lahir Di Puskesmas Ulu Kecamatan Siau Timur Kabupaten Kepulauan Sitaro. Hasil penelitian terhadap 20 responden tentang hubungan pengetahuan ibu nifas tentang pemberian kolostrum pada bayi baru lahir melalui pengujian data, menghasilkan nilai P = 0,000 pada level 0,01, maka dapat dikatakan Ho ditolak artinya terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu nifas tentang pemberian kolostrum pada bayi baru lahir. Sedangkan Hasil pengujian statistik pada hubungan sikap ibu nifas tentang pemberian kolostrum, dimana perhitungan statistik menghasilkan P = 0,005 pada level 0,01, maka dapat dinyatakan Ho ditolak artinya ada hubungan yang signifikan antara sikap ibu nifas tentang pemberian kolostrum pada bayi baru lahir di Puskesmas Ulu Siau.

Adapun penelitian yang dilakukan oleh Rahadja (2006) tentang Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pemberian Asi Satu Jam Pertama Setelah Melahirkan telah ditemukan proporsi pemberian ASI satu jam pertama setelah melahirkan adalah 38,3%. Faktor dominan yang


(34)

berhubungan dengan pemberian ASI dalam satu jam pertama adalah tenaga periksa hamil. Faktor lain adalah daerah tempat tinggal, kehamilan diinginkan, tenaga periksa hamil, penolong persalinan, akses terhadap radio, dan berat lahir. Terdapat interaksi antara daerah dengan tenaga periksa, kehamilan diinginkan dengan tenaga periksa, dan berat lahir dengan penolong persalinan.

Sri Wahyuni (2001) telah meneliti tentang Hubungan Penolong Persalinan, Dukungan Keluarga Dan Tingkat Pendidikan Ibu Dengan Pemberian Kolostrum Dan Asi Eksklusif yang dilakukan dikabupaten Purworejo. Hasil penelitian tersebut adalah Tidak ada hubungan yang bermakna antara tenaga penolong persalinan dengan pemberian kolostrum (p=838) dan ASI eksklusif (p=573), sedangkan tingkat pendidikan ibu dengan pemberian kolostrum (p=727) dan ASI eksklusif (p=165) . Namun, Ada hubungan yang bermakna antara peranan penolong persalinan sebagai penasehat (p=0.000), sedangkan dukungan keluarga (p=0.005) dengan pemberian kolostrum dan Dukungan keluarga dengan pemberian ASI eksklusif (p=0,000).

C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemberian Kolostrum

1. Pengetahuan Ibu

a. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan sebagainya). Dengan sendirinya pada


(35)

waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera penginderaan (telinga), dan indera penglihatan (mata). Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda (Notoatmodjo, 2005).

Selanjutnya menurut Notoatmodjo (2003) menjelaskan bahwa seseorang dapat memperoleh suatu pengetahuan dibutuhkan proses kognitif, yang merupakan hal penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan yang dicakup dalam kawasan yang kognitif mempunyai lima tingkatan yaitu :

1) Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, “tahu” ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain: menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya. Contoh: Dapat menyebutkan tanda-tanda kekurangan kalori dan protein pada anak balita.


(36)

2) Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. Misalnya dapat menjelaskan mengapa harus makan makanan yang bergizi.

3) Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah (problem solving cycle) dalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.

4) Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi


(37)

tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja: dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

5) Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya: dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

6) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau sesuatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Misalnya: dapat membandingkan antara anak-anak yang cukup gizi dengan anak yang kekurangan gizi, dapat menanggapi terjadinya wabah diare di suatu tempat, dapat menafsirkan sebab ibu-ibu tidak mau ikut KB, dan sebagainya.


(38)

b. Cara Memperoleh Pengetahuan

Ada beberapa cara untuk memperoleh pengetahuan, menurut Notoatmodjo (2002) adalah sebagai berikut :

a) Cara coba-coba

Cara ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba dengan kemungkinan lain. b) Cara kekuasaan atau otoriter

Pengetahuan yang diperoleh berdasarkan pada otoritas atau kekuasaan baik : tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pemimpin agama maupun ahli ilmu pengetahuan.

c) Berdasarkan pengalaman pribadi

Yaitu pengetahuan yang diperoleh dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu. Seperti pepatah mengatakan bahwa pengalaman adalah guru yang terbaik.

d) Melalui jalan pikiran

Cara memperoleh pengetahuan untuk memperoleh kebenaran dengan cara penalaran, baik melalui cara induksi maksudnya bahwa cara melahirkan pemikiran secara tidak langsung melalui pertanyaan-pertanyaan yang


(39)

dikemukakan kemudian dicari hubungan sehingga dapat dibuat suatu kesimpulan

e) Metode penelitian ilmiah

Metode penelitian adalah sebagai suatu cara untuk memperoleh kebenaran ilmu pengetahuan dan pemecahan suatu masalah, pada dasarnya menggunakan metode ilmiah.

c. Penelitian tentang pengetahuan ibu dengan pemberian

kolostrum pada bayi baru lahir

Seiring dengan perkembangan zaman, terjadi pula peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat. Ironinya, pengetahuan lama yang mendasar seperti menyusui justru kadang terlupakan. Padahal kehilangan pengetahuan tentang menyusui berarti kehilangan besar, karena menyusui adalah suatu pengetahuan yang selama berjuta-juta tahun mempunyai peran yang penting dalam mempertahankan kehidupan manusia. Bagi ibu hal ini berarti kehilangan kepercayaan diri untuk dapat memberikan perawatan terbaik untuk bayinya dan bagi bayi bukan saja kehilangan sumber makanan yang vital, tetapi juga kehilangan cara perawatan yang optimal. Didalam kehidupan kota-kota besar, kita lebih sering melihat bayi diberi susu botol daripada disusui oleh ibunya. Sementara di pedesaan kita sering melihat bayi yang


(40)

baru berusia satu bulan sudah diberi pisang atau nasi lembut sebagai tambahan ASI (Roesli, 2005).

Menurut Siregar (2004), dalam penelitiannya mengatakan bahwa kurangnya pengertian dan pengetahuan ibu tentang manfaat ASI dan menyusui menyebabkan ibu mudah terpengaruh dan beralih kepada susu formula. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Sylvia pada tahun 2009 mengenai hubungan pengetahuan ibu post partum dengan pemberian kolostrum, yaitu dari 30 responden, diperoleh yang berpengetahuan baik sebanyak 17 responden (56,67%), kemudian diuji dengan Chi Square diperoleh hasil tidak ada hubungan antara pengetahuan ibu post partum dengan pemberian kolostrum.

Berdasarkan hasil penelitian Kurniawati, diketahui bahwa sebagian besar pengetahuan responden terhadap kolostrum dalam kategori kurang yaitu sebanyak 16 responden (48,5%). Pengetahuan yang kurang pada sebagian besar responden tersebut dapat dilihat dari kemampuan yang dimiliki oleh responden dalam menjawab kuesioner tentang kolostrum yang diberikan peneliti meliputi: pengertian, komposisi dan kandungan dalam kolostrum, tujuan pemberian kolostrum dan manfaat kolostum.

Penelitian oleh Rumiyati (2011), menjelaskan bahwa tingkat pengetahuan ibu baik tentang pemberian kolostrum sebanyak 20 orang (66,67%), tingkat pengetahuan ibu cukup baik


(41)

tentang pemberian kolostrum sebanyak 5 orang (16,67%), tingkat pengetahuan ibu kurang tentang pemberian kolostrum sebanyak 1 orang(3,33%), dan tingkat pengetahuan ibu tidak baik dan tidak memberikan kolostrum sebanyak 3 orang(10%). Nilai p = 0,000 < 0,05, artinya terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan ibu menyusui dengan pemberian ASI pertama (kolostrum). Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan hasil p = 0,000 < 0,05 berarti terdapat hubungan bermakna antara tingkat pengetahuan ibu dengan pemberian ASI pertama (Kolostrum) di Rumah Bersalin An-Nissa Surakarta.

Berdasarkan penelitian Kurniawati, sebagian besar pengetahuan ibu hamil TM III tentang kolostrum dalam kategori kurang yaitu sebanyak 16 responden (48,5%). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa nilai p = 0,000 < 0,05 sehingga terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan pemberian ASI pertama atau Kolotrum di Rumah Bersalin An- Nissa Surakarta. Hal ini sesuai dengan pendapat Savitri (2006). Dengan pengetahuan ibu yang baik tentang kolostrum menyebabkan ibu bersedia menyusui bayinya.

Hasil penelitian dari Papola, Novita (2013) terhadap 20 responden tentang hubungan pengetahuan ibu nifas tentang pemberian kolostrum pada bayi baru lahir melalui pengujian data, menghasilkan nilai P = 0,000 pada level 0,01, maka dapat dikatakan Ho ditolak artinya terdapat hubungan yang signifikan


(42)

antara pengetahuan ibu nifas tentang pemberian kolostrum pada bayi baru lahir.

1. Tingkat Pendidikan

Pendidikan mempunyai hubungan yang erat dengan faktor-faktor sosial perilaku demografi, seperti pendapatan, gaya hidup dan status kesehatan. Pendidikan juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang untuk lebih mudah menerima ide-ide dan teknologi baru. (SDKI, 1997) Tingkat pendidikan ibu mempunyai pengaruh dalam pemberian kolostrum. Makin tinggi tingkat pendidikan ibu makin rendah prevalensi menyusui segera setelah lahir. Penelitian Sandjaya (1980), diperoleh kecenderungan ibu-ibu berpendidikan sekolah lanjutan tingkat atas di Jakarta untuk tidak lagi memberikan ASI kolostrum pada bayinya. Pendidikan adalah aktifitas proses belajar mengajar yang memberikan tambahan ilmu pengetahuan, keterampilan serta dapat mempengaruhi proses berfikir secara sistematis.

Hasil penelitian Syarifah (1997) tentang perilaku pemberian ASI menunjukkan bahwa responden yang mencapai tingkat SLTA dan perguruan tinggi hanya 41,9% dan terbanyak responden berpendidikan SD sebanyak 59,15%. Sedangkan pada penelitian Darti (2005) dalam studi etnografi tentang pemberian ASI kolostrum menyatakan bahwa penyebab lain


(43)

yang menimbulkan pemahaman terhadap ASI kolostrum rendah adalah rata-rata tingkat pendidikan informan adalah SD. Tingkat pendidikan berhubungan dengan kemampuan seseorang terhadap memaknai pesan dan memahami sesuatu (Sobur, 2003). Pendapat ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Ragil (1998), tentang hubungan karakteristik ibu dan pengetahuan tentang ASI terhadap praktek pemberian kolostrum di kabupaten Serang Jawa Barat yang menyatakan adanya pengaruh karakteristik ibu terhadap praktek pemberian ASI kolostrum.

Karakteristik ibu yang dimaksudkan salah satunya adalah tingkat pendidikan tertinggi yang dimiliki oleh ibu. Menurut Siagian (1999), menyatakan semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka akan semakin tinggi keinginannya untuk menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya. Penggunaan pengetahuan akan meningkatkan pemahaman seseorang terhadap sesuatu objek yang tentu saja akan mempengaruhi persepsinya terhadap objek tertentu.

Menurut Rahardja (2006), Berdasarkan tingkat pendidikan, persentase ibu yang berpendidikan tinggi dan pendidikan rendah tidak terlalu jauh berbeda, artinya tingkat pendidikan tidak terlalu berpengaruh secara signifikan terhadap pemberian kolostrum. Pendidikan ibu dan pendidikan suami ini bervariasi di dalam desa/kelurahan (roh=0,2 dan roh=0,26).


(44)

2. Sikap Ibu

a. Pengertian Sikap

Menurut G.W Alport dalam (Widayatun, 1999) sikap adalah kesiapan seseorang untuk bertindak. Seiring dengan pendapat G.W. Alport di atas, Widayatun memberikan pengertian sikap adalah “keadaan mental dan syaraf dari kesiapan, yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap respon individu pada semua obyek dan situasi yang berkaitan dengannya.

Sikap adalah “reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek” menurut Notoatmodjo (2005). Sikap seseorang terhadap objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun tidak mendukung atau tudak memihak (unfavorable) pada suatu objek. Menurut New Comb (dalam Notoatmodjo, 2005) “sikap adalah kesiapan atau kesediaan seseorang untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu”. Menurut Azwar (1995) mengemukakan “sikap orang terhadap suatu objek berperan sebagai perantara antara respon dan objek komponen”.

Sikap merupakan proses merespon seseorang terhadap objek tertentu dan mengandung penilaian suka-tidak suka, setuju-suka-tidak setuju, atau mengambil keputusan


(45)

positif atau negatif (Sobur, 2003). Terdapat tiga komponen dari sikap yakni kognitif (keyakinan), afektif (emosi/perasaan), dan konatif (tindakan).

b. Komponen Sikap

Sikap terdiri tiga komponen yang saling menunjang, yaitu komponen kognitif,komponen aktif (afective) dan komponen konatif. Komponen-komponen sikap menurut Allport dalam Notoatmodjo (2010) bahwa sikap itu mempunyai tiga komponen pokok yaitu:

1) Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek

2) Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek

3) Kecenderungan untu bertindak (Trend to behave)

Sikap menurut Notoatmodjo (2010) terdiri dari berbagai tingkatan antata lain :

1) Menerima (Receiving)

Menerima diartikan bahwa orang mau dan memperhatikan stimulasi yang diberikan objek.

2) Merespon (Responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya mengerjakan atau menyelesaikan tugas yang diberikan.


(46)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah.

4) Bertanggung Jawab (Responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu vang telah dipilihnya dengan segala resiko.

Apabila individu berada dalam situasi yang benar-benar bebas dari berbagai bentuk tekanan maka dapat diharapkan bahwa perilaku yang ditampakkannya merupakan ekspresi sikap yang sebenarnya. Apabila individu merasakan adanya tekanan maka apa yang diekspresikan individu sebagai perilaku lisan atau tulisan itu sangat mungkin tidak sejalan dengan sikap hati nuraninya,bahkan sangat bertentangan dengan apa yang dipegangnya sebagai suatu keyakinan (belief). Ancaman fisik yang timbul akibat dinyatakannya sikap murni secara terbuka dapat berupa hukuman fisik langsung, permusuhan, tersingkirkan dari pergaulan sosia,pengrusakan atau bentuk-bentuk perlakuan lain yan diterima dari sesama anggota masyarakat atau dari penguasa. Ancaman mental dapat berupa rasa malu yang diderita,perasaan tidak dianggap ikut konforitas sosial. Kekhawtiran dianggap bodoh,rasa takut kehilangan simpati dari orang lain dan semacamnya (Saefudin, 2002:18).


(47)

c. Penelitian tentang sikap ibu dengan pemberian kolostrum pada bayi baru lahir

Pengalaman dan pendidikan wanita sejak kecil akan mempengaruhi sikap dan penampilan mereka dalam kaitannya dengan menyusui dikemudian hari. Seorang wanita yang dalam keluarga atau lingkungan sosialnya secara teratur mempunyai kebiasaan menyusui atau sering melihat wanita yang menyusui bayinya secara teratur akan mempuyai pandangan yang positif tentang pemberian ASI. Didaerah yang mempunyai “budaya susu formula/botol”, gadis dan wanita muda didaerah tersebut tidak mempunyai sikap positif terhadap menyusui, sesuai dengan pengalaman sehari-hari. Tidak mengherankan jika wanita dewasa dalam lingkungan ini hanya memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki sama sekali informasi, pengalaman cara menyusui, keyakinan akan kemampuannya menyusui, dan tidak memiliki anggota keluarga dekat, teman atau dukungan sosial lain yang dapat membantu mereka dalam menghadapi masalah waktu mulai menyusui (Perinasia, 1994).

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Fahriyati (2007) bahwa dari 26 responden, yang memiliki sikap tidak mendukung terhadap pemberian kolostrum sebanyak 16 responden (61,54%) sehingga dapat


(48)

disimpulkan bahwa sebagian besar sikap ibu terhadap pemberian kolostrum tidak mendukung. Sikap tidak mendukung tersebut kemungkinan disebabkan karena masih adanya responden yang berumur dibawah 20 tahun, umur yang tergolong muda kemungkinan pengalamannya masih kurang sehingga menyebabkan ibu kurang memahami pentingnya pemberian kolostrum pada bayinya.

Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sylvia pada tahun 2009, mengenai hubungan sikap ibu post partum dengan pemberian kolostrum yaitu dari 30 responden yang diteliti, diperoleh sikap mendukung sebanyak 18 responden (60%), dan setelah diuji menggunakan Chi Square didapatkan hasil tidak ada hubungan antara sikap ibu post partum dengan pemberian kolostrum.

Menurut Papona,dkk (2013), hubungan sikap ibu nifas tentang pemberian kolostrum, dimana perhitungan statistik menghasilkan P = 0,005 pada level 0,01, maka dapat dinyatakan Ho ditolak artinya ada hubungan yang signifikan antara sikap ibu nifas tentang pemberian kolostrum pada bayi baru lahir di Puskesmas Ulu Siau. Artinya tingginya sikap ibu nifas akan menaikkan level pemberian kolostrum pada bayi baru lahir atau dengan kata lain semakin tinggi level sikap ibu nifas maka akan


(49)

semakin baik pula pemberian kolostrum pada bayi baru lahir.

3. Dukungan Keluarga

a. Pengertian Dukungan Keluarga

Menurut Sarwono (2003) dukungan adalah suatu upaya yang diberikan kepada orang lain, baik moril maupun materil untuk memotivasi orang tersebut dalam melaksanakan kegiatan. Teori lain yaitu dari Santoso (2001), dukungan yaitu suatu usaha untuk menyokong sesuatu atau suatu daya upaya untuk membawa sesuatu.

Menurut Kar dalam Notoatmodjo (2010) dukungan sosial dari orang lain yang relevan menjadi penentu yang luas. Pendekatan yang menyenangkan dari pihak yang berhadapan dengan ibu dalam lingkungan yang simpatik dan bersahabat akan membawa ibu kepada pembinaan lingkungan emosi, yang didalamnya proses laktasi dimulai dan dikembangkan.

Faktor lain yang juga berhubungan dengan perilaku menurut Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003) adalah adanya dukungan sosial. Dukungan sosial ini dapat berasal dari keluarga terdekat seperti suami, orangtua/mertua dan saudara. Dukungan ini akan meningkatkan perilaku pemberian ASI. Menurut Lubis (1993), jika seorang ibu tidak pernah mendapatkan nasehat dan penyuluhan tentang


(50)

ASI dari keluarganya maka dapat mempengaruhi sikapnya pada saat ibu tersebut menyusui sendiri bayinya. Selain itu dukungan dari petugas kesehatan seperti bidan juga mempengaruhi perilaku pemberian ASI pada bayi.

Berdasarkan penelitian survey yang dilakukan Yefrida (1997), tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku ibu dalam pemberian ASI exklusif, menunjukkan hasil bahwa dukungan petugas kesehatan dan dorongan dari keluarga sangat mempengaruhi perilaku ibu dalam memberikan ASI exklusif termasuk dukungan terhadap pemberian ASI kolostrum.

Studi-studi tentang dukungan keluarga telah mengkonseptualisasikan dukungan sosial sebagai koping keluarga, baik dukungan yang bersifat eksternal maupun internal terbukti sangat bermanfaat. Dukungan sosial keluarga eksternal antara lain sahabt, pekerjaan, tetangga, sekolah, keluarga besar, kelompok sosial, temoat ibadah dan praktisi kesehatan. Dukungan sosial keluarga internal antara lain dukungan dari suami atau istri, dari saudara kandung atau dukungan dari anak-anak (Friedman, 1998).

Dari semua dukungan bagi ibu menyusui dukungan sang ayah (suami) adalah dukungan yang paling berarti (Roesli, 2008). Bailon dan Maglaya dalam Sudiharto (2007) menyatakan, bahwa keluarga adalah dua atau lebih


(51)

individu yang bergabung karena hubungan darah, perkawinan atau adopsi. Mereka hidup dalam satu rumah tangga, melakukan interaksi satu sama lain menurut peran masing-masing, serta menciptakan dan mempertahankan suatu budaya. Keluarga adalah suatu kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang di rekat oleh ikatan darah, perkawinan, atau adopsi serta tinggal bersama.

Dukungan keluarga merupakan suatu proses yang terjadi sepanjang masa kehidupan, sifat dan jenis dukungan berbeda-beda pada setiap tahap siklus kehidupan (Friedman, 1998).

b. Dimensi Dukungan Keluarga

Di dalam penelitian ini akan digunakan kuesioner sebagai instrumen penelitian. Adapun kuesioner yang dipakai adalah adopsi dari Retno (2011) yang diambil dari teori House (2000, dalam smet, 2004) yang membedakan 5 dimensi dari dukungan sosial, meliputi sebagai berikut : 1) Dukungan emosional

Yaitu keluarga sebagai sebuah tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi. Setiap orang pasti membutuhkan bantuan afeksi dari orang lain, dukungan ini berupa dukungan simpatik dan empati, cinta dan kepercayaan dam penghargaan. Dengan


(52)

demikian, seseorang yang menghadapi persoalan merasa dirinya tidak menagnggung beban sendiri tetapi masih ada orang lain yang memperhatikan, mau mendengarkan segala keluh kesah yang dihadapinya, bahkan mau membantu memecahkan masalah yang dihadapinya.

Dukungan yang diberikan mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian terhadap yang bersangkutan. Menurut Stuart and Sundeen (1991), bentuk-bemtuk dukungan emosional yang diberikan adalah :

a) Penerimaan, yaitu tidak ada stigma dari keluarga untuk anggota keluarga

b) Adanya komitmen dari keluarga terhadap kesejahteraan atau berbagai beban

c) Keterlibatan sosial, adanya kontak sosial dan suasana persahabatan

d) Adanya dukungan timbal balik 2) Dukungan penghargaan

Yaitu keluarga bertindak sebagai sebuah umpan balik, membimbing dan menengahi pemecahan masalah dan sebagai sumber dan validator identitas keluarga.

Bantuan penilaian (penghargaan), yaitu bentuk penghargaan yang diberikan seseorang kepada pihak


(53)

lain berdasarkan kondisi sebenarnya dari penderita. Peniaian ini bias positif dan negatif yang mana pengaruhnya sangat berarti bagi seseorang. Berkaitan dengan dukungan sosial keluarga, maka penilaian yang sangat membantu adalah penialaian yang positif. Hal ini terjadi melalui ungkapan penghargaan positif untuk orang lain, dorongan maju, persetujuan dengan gagasan atau dengan individu, dan dengan individu lain. Menurut Stuart and Sundeen (1991), bentuk dukungan penghargaan yang diberikan antara lain :

a) Penegasan keluarga memvalidasi tindakan dan perasaan

b) Mendengarkan aktif, mendukung individu, dan memberi pendapat

c) Berbicara, yaitu memberikan anggota keluarga untuk mengeluarkan pendapat

3) Dukungan Instrumental

Yaitu keluarga merupakan sumber pertolongan praktis dan konkrit, mencakup bantuan secara langsung seperti ketika anggota keluarga lain memberikan, menolong, membantu menyelesaikan seseorang pada situasi tertentu. Bantuan bentuk ini bertujuan untuk mempermudah seseorang dalam melakukan aktivitasnya berkaitan dengan persoalan-peroalan yang


(54)

dihadapinya, misalkan menyediakan peralatan lengkap dan memadai bagi seseorang .

4) Dukungan Informasional

Yaitu keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan disseminator (Penyebar informasi), mencakup pemberian nasehat, petunjuk saran dan umpan balik.

Informasional yaitu bantuan informasi yang disediakan agar dapat digunakan oleh seseorang dalam menanggulangi persoalan-persoalan yang dihadapi, meliputi pemberian nasehat, pengarahan, ide-ide atau informasi lainnya yang dibutuhkan dan informasi ini dapat disampaikan kepada orang lain yang mungkin menghadapi persoalan yang sama atau hampir sama (House dalam Smet, 1994).

5) Network Support, menimbulkan perasaan menjadi suatu bagian di dalam suatu kelompok yang mempunyai minta dan aktivitas tertentu.

c. Penelitian tentang dukungan keluarga dengan

pemberian kolostrum pada bayi

Dukungan keluarga sangat diperlukan untuk ketentraman ibu menyusui. Nasehat dari orang yang berpengalaman akan membantu keberhasilan menyusui (Roesli, 2008:21). Seorang wanita yang berada di lingkungan yang mendukung kebiasaan menyusui akan


(55)

mempunyai pandangan yang positif tentang pemberian ASI. Wanita yang tidak mempunyai sikap positif terhadap menyusui dan berada di lingkungan dan memiliki keluarga yang tidak mendukung ASI, maka menyusui dianggap kuno dan dalam keadaan seperti ini hanya beberapa ibu yang berhasil menyusui bayinya (Perinasia,1994).

Menurut Apriana (2004) dalam penelitiannya yang menyatakan bahwa ada hubungan antara dukungan keluarga dengan pemberian kolostrum, dukungan keluarga memberikan pengaruh positif terhadap pemberian kolostrum. Ibu yang mendapat dukungan keluarga akan mempunyai kesempatan dua kali untuk menyusui bayinya secara dini dibandingkan dengan ibu yang tidak mendapatkan dukungan dari keluarganya. Roesli (2005) juga mengatakan bahwa dari semua dukungan bagi ibu menyusui dukungan sang ayah (suami) adalah dukungan yang paling berarti, suami dapat berperan aktif dengan memberikan dukungan secara emosional dan bantuan-bantuan praktis seperti menggendong, menenangkan bayi, mengganti popok, memandikan, dan segera memberikan kepada ibu untuk disusui.

Berdasarkan hasil penelitian Nazara (2008), responden paling banyak mendapatkan informasi tentang kolostrum yaitu dari sumber informasi keluarga sebanyak


(56)

16 orang (40%) dari jumlah sampel 40 0rang. Pemberian dukungan keluarga kepada ibu-ibu yang memberikan kolostrum kepada bayinya khususnya suami dapat mendorong ibu untuk lebih yakin dan memahami tentang pemberian kolostrum dan manfaatnya bagi ibu dan bayinya. Sehingga pemberian dukungan tersebut merupakan salah satu bagian dari pendidikan kesehatan yang langsung diperoleh ibu dari keluarganya.

4. Persepsi Ibu

Persepsi adalah pengalaman tentang objek peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan (Sobur, 2003). Persepsi disebut juga sebagai suatu proses yang ditempuh individu untuk mengorganisasikan dan menafsirkan kesan-kesan indera mereka agar memberikan makna kepada lingkungan mereka. Persepsi meliputi penerimaan stimulus, menterjemahkannya dan mengorganisasikanya sehingga mempengaruhi perilaku dan membantu pembentukan sikap (Gibson, 1996, Robins, 2001).

Persepsi terhadap adanya stimulus seperti ASI kolostrum mempengaruhi terhadap perilaku pemberiannya. Hal ini dibuktikan oleh penelitian survey yang dilakukan oleh Cahyaning (2000), tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI pertama kali menunjukkan bahwa persepsi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi ibu


(57)

dalam memberikan ASI segera setelah bayi dilahirkan selain umur, paritas, pendidikan, pekerjaan, nasehat, berat badan bayi saat lahir, tempat persalinan dan tidak adanya kunjungan petugas kesehatan.

5. Sosial budaya

Budaya merupakan pelaksanaan norma-norma kelompok tertentu yang dipelajari dan ditanggung bersama. Yang termasuk di dalamnya adalah pemikiran, penuntun, keputusan dan tindakan atau perilaku seseorang. Selain itu nilai budaya adalah merupakan suatu keinginan individu atau cara bertindak yang dipilih atau pengetahuan terhadap sesuatu yang dibenarkan sepanjang waktu sehingga mempengaruhi tindakan dan keputusan (Leiningger, 1985).

Pengaruh sosial budaya juga terlibat dalam perilaku perawatan keluarga yang memiliki anak. Mempunyai anak merupakan pengalaman hidup yang kritis dan penuh dengan kepercayaan dan praktek-praktek tradisional (Alfonso, 1979 dalam Bobac dan Jansen, 1997). Adat kebiasaan atau sosial budaya yang sering dilakukan dalam masa menyusui seperti menunda menyusui 2-3 hari setelah melahirkan, membuang kolostrum sebelum menyusui bayi dan memberi makanan selain ASI sebelum ASI keluar. Perilaku pemberian ASI kolostrum, akan menimbulkan respon yang berbeda-beda bagi setiap keluarga, biasanya sangat dipengaruhi oleh budaya yang


(58)

mereka miliki. Menurut Green (1980) dalam Notoatmodo (2003), budaya adalah merupak faktor predisposisi yang dapat menjadi faktor pendukung atau faktor penghambat suatu perilaku kesehatan seperti perilaku pemberian ASI kolostrum.

6. Sumber informasi

Sumber informasi adalah segala sesuatu yang menjadi perantara dalam menyampaikan informasi. Menurut Widjaja (2004) salah satu faktor keengganan menyusui apalagi memberikan kolostrum adalah kurangnya informasi tentang manfaat dan keunggulan ASI terutama pentingnya kolostrum. Soeparmato & Rahayu (2005) mengungkapkan bahwa sampai saat ini telah banyak sumber yang dapat digunakan untuk memperoleh informasi yang penting tentang manfaat kolostrum, apakahdari petugas kesehatan, media massa dan dari keluarga. Sikap dan perilaku tenaga kesehatan merupakan salah satu sumber informasi dan merupakan faktor pendorong terpenting dalam perilaku kesehatan.

Apabila seseorang ibu telah mendapat penjelasan tentang pemberian ASI yang benar dan coba menerapkanyya, akan tetapi karena lingkungannya belum ada yang menerapkan, maka ibu tersebut menjadi asing di masyarakat dan bukan tidak mungkin ia akan kembali menjadi kembali dengan pemberian ASI yang salah.


(59)

Hasil penelitian Darti (2005) tentang studi etnografi pemberian ASI di desa Sayurmaincat menunjukkan bahwa informasi tentang menyusui atau pendidikan kesehatan terutama pada ibu-ibu yang baru melahirkan tidak pernah diberikan di desa oleh bidan desa, kalaupun ada, informasi tersebut tidak lengkap. Penelitian Nuraeni (2002) tentang hubungan karakteristik ibu, dukungan keluarga dan pendidikan kesehatan dengan perilaku pemberian ASI dan MP-ASI pada bayi usia 0-12 bulan, menyebutkan bahwa adanya pendidikan kesehatan sangat menentukan seorang ibu untuk berperilaku memberikan ASI secara tepat. Dari beberapa faktor yang menyebabkan ibu tidak memberikan kolostrum kepada bayi baru lahir di atas, yang akan dibahas oleh peneliti sendiri adalah pengetahuan, pendidikan, dan sumber informasi yaitu untuk melihat distribusi dan persentasi masing-masing faktor pada ibu yang tidak memberikan kolostrum.

D. Sistem Pendukung Keputusan (Decision Support System)

Decision Support System (DSS) merupakan sistem informasi interaktif yang menyediakan informasi permodelan dan pemanipulasian data. Sistem ini digunakan unuk membantu pengambilan keputusan dalam situasi yang semiterstruktur dan situasi yang tidak terstruktur, dimana tidak seorangpun tahu cara pasti bagaimana keputusan seharusnya di buat (Alter,2002).


(60)

Decision Support System (DSS) biasanya dibangun untuk mendukung solusi atas suatu masalah atau untuk mengevaluasi suatu peluang. Decision Support System (DSS) yang seperti itu di sebut aplikasi Decision Support System (DSS). Aplikasi Decision Support System (DSS) menggunakan CBIS (Computer Based Information System) yang fleksibel, interaktif, dan dapat diadaptasi, yang dikembangkan untuk mendukung solusi atas masalah manajemen spesifik yang tidak terstruktur. Decision Support System (DSS) lebih ditujukan untuk mendukung manajemen dalam melakukan pekerjaan yang bersifat analitis dalam situasi yang kurang terstruktur dan dengan kriteria yang kurang jelas. DSS tidak dimaksudkan untuk mengotomatisasikan pengambilan keputusan, tetapi memberikan perangkat interaktif yang memungkinkan pengambil keputusan untuk melakukan berbagai analisis model-model yang tersedia (Kusrini2007).

E. Teori Perilaku

(Maulana, 2009) Perilaku merupakan hal yang unik dan individual. Di mana setiap prilaku individu berbeda dengan individu lain. Prilaku tidak selalu mengikuti urutan tertentu sehingga terbentuk prilaku yang positif dan tidak selalu di pengaruhi oleh pengetahuan dan sikap postif. Namun, secara minimal jika didasari pengetahuan yang cukup, prilaku positif biasanya terbentuk dalam waktu yang lama. Sehingga dalam prilaku dengan kekhasan dan keunikannya di pengaruhi oleh banyak variabel. Dengan membentuk prilaku, perlu di lakukan pembiasaan,


(61)

dengan cara membiasakan diri agar berprilaku sesuai dengan harapan. Adapun prilaku di lihat dari respons stimulus menurut (Green, 2000).

1. Faktor predisposisi : faktor predisposisi yang meliputi pengetahuan, sikap, keyakinan, nilai-nilai, dan kebutuhan yang dirasakan dan kemampuan berhubungan dengan motivasi dari seorang individu atau kelompok untuk bertindak. mereka sebagian besar jatuh dalam domain psikologis. mereka termasuk dimensi kognitif dan afektif mengetahui, merasa, percaya, menghargai dan memiliki kepercayaan diri atau rasa keberhasilan. faktor kepribadian juga bisa mempengaruhi perilaku kesehatan yang berhubungan diberikan, tapi kita mengecualikan ini dari pertimbangan di sini karena perubahan kepribadian tidak meminjamkan dirinya readlily untuk intervensi promosi kesehatan pendidikan atau lainnya singkat psikoterapi.

2. Faktor Reinforcing (penguat) : tindakan yang menentukan apakah aktor menerima umpan balik positif atau negatif dan didukung secara sosial setelah terjadi. Faktor penguat sehingga termasuk dukungan sosial, pengaruh teman sebaya, dan saran dan umpan balik oleh penyedia layanan kesehatan. Faktor penguat juga mencakup konsekuensi fisik perilaku, yang mungkin terpisah dari konteks sosial.

3. Faktor Enabling (pemungkin) : kondisi lingkungan, memfasilitasi kinerja dari suatu tindakan oleh individu atau organisasi, termasuk adalah ketersediaan, aksesibilitas, dan


(62)

keterjangkauan pelayanan kesehatan dan masyarakat sumber daya. juga termasuk kondisi hidup yang bertindak sebagai hambatan untuk bertindak, seperti ketersediaan transportasi atau anak-hati untuk melepaskan ibu dari tanggung jawab yang cukup lama untuk berpartisipasi dalam program kesehatan. faktor pendukung juga mencakup keterampilan baru bahwa seseorang, organisasi, atau kebutuhan masyarakat untuk melaksanakan perubahan perilaku atau lingkungan.

F. Kerangka Teori

Menurut (Green, 2000) dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor predisposisi (predisposing factors) adalah faktor dari diri seseorang untuk melakukan praktik kesehatan tertentu yang meliputi Tingkat pendidikan ibu, Pengetahuan ibu, Kesehatan ibu, dan motivasi Motivasi. Faktor enabling (pendukung) berupa fasilitas yang tersedia untuk mendukung pelaksanaan praktik. Sedangkan faktor reinforcing (penguat) adalah faktor yang ikut mendorong terlaksananya praktik seperti dukungan keluarga dan dukungan tenaga kesehatan (Lihat tabel 1.1)


(63)

Tabel 1.1 kerangka teori

(Sumber :ModifikasiGreen, Lawrence (2000)

Faktor Predisposisi 1. Pengetahuan Ibu 2. Sikap Ibu

3. Pengalaman kehamilan dan menyusui

4. Persepsi Ibu 5. Pendidikan Ibu

Faktor Penguat

1. Dukungan Keluarga 2. Dukungan Sosial 3. Penolong Persalinan 4. Sosial Budaya 5. Sumber Informasi

Faktor Pemungkin 1. Faktor Bayi 2. Peraturan Dan

Kebijakan Pemerintah

3. Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Health Promotion

Behavior and life style (Pemberian kolostrum

pada bayi )

Enviroment

health


(64)

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

.A. Kerangka Konsep

Pada penelitian ini, variabel yang akan diteliti adalah variabel bebas (Independent) dan variabel terikat (dependent). Variabel bebas (Independent) merupakan faktor yang dapat mempengaruhi pemberian kolostrum, meliputi dukungan keluarga. Sedangkan variabel terikat (dependent) merupakan variabel yang dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut, yaitu status pemberian kolostrum pada bayi. Adapun faktor lain dalam kerangka teori selain tersebut diatas akan diabaikan dan tidak dimasukkan ke dalam penelitian ini.

Variabel Independent Variabel Dependent

Tabel 3.1 kerangka konsep

Dukungan Keluarga Status Pemberian kolostrum pada bayi


(65)

A. Definisi Operasional

No. Variabel Definisi operasional Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala ukur

1. Dukungan keluarga

Pandangan Ibu terhadap dukungan yang diberikan oleh anggota keluarga terhadap ibu tentang pemberian kolostrum, baik dukungan emosional, instrumental, penilaian maupun informasional

20 pertanyaan menggunakan skala Guttman dengan skor 1 = Ya

0 = Tidak

Kuesioner Baik, skor ≥14

Kurang Baik, skor < 14 Median = 14

Ordinal

2. Status Pemberian kolostrum

Ibu memberikan atau membuang ASI yang pertama kali keluar berwarna kekuningan pada hari pertama sampai hari ketiga setelah melahirkan

1 pertanyaan mnggunakan skala Guttman dengan skor

1 = Ya

0 = Tidak memberikan

Kuesioner 1 = Ya, jika kolostrum diberikan

2 = Tidak, jika kolostrum tidak diberikan

(Riskesdas, 2013)

Nominal


(66)

B. Hipotesa

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah. Dikatakan semetraa karena jawaban yang diberikan baru berdasarkan teori dan blm mengggunakan fakta (Sugiyono, 1999).

Dalam penelitian ini, hipotesa yang diangkat adalah sebagai berikut :

1. Ada hubungan Bermakna antara dukungan keluarga terhadap status pemberian kolostrum pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Pisangan Kecamatan Ciputat


(67)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian analitik kuantitatif dengan menggunakan desain Cross Sectional dengan tujuan untuk mengetahui korelasi hubungan antara variabel dukungan keluarga dengan variabel pemberian kolostrum pada bayi dimana proses pengambilan data dilakukan pada saat itu juga (point time opproch).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Pisangan dan dibawah wilayah kerja Dinas Kesehatan Tangerang Selatan. Penelitian telah dilakukan pada bulan Maret sampai April 2016. Alasan peneliti memilih lokasi di wilayah kerja Puskesmas Pisangan adalah dari hasil studi pendahuluan di wilayah tersebut, rata-rata ibu belum memberikan kolostrum segera setelah lahir. Dari 10 ibu yang diwawancarai, 60% tidak memberikan kolostrum dan 40% sudah memberikan kolostrum.


(68)

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas subjek atau objek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya (sugiyono, 2004 ; Hidayat, 2008). Populasi dalam penelitian ini adalah ibu hamil yang diperkirakan melahirkan pada bulan Maret dan April 2016. Data dari puskesmas didapatkan populasi sebanyak 112 orang.

2. Sampel

Sampel penelitian adalah bagian dari populasi yang akan di teliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2008). Cara pengambilan sampling pada penelitian ini adalah menggunakan purposive sampling. Kriteria sampel yang telah diambil adalah ibu yang memiliki anak terakhir berusia 4 - 28 hari. Penentuan sampel dengan menggunakan rumus uji hipotesis beda dua proporsi, yaitu :

[Z1-α/2√ +Z1- √ ]

2

n =

(P2-P2)2

Keterangan :


(69)

- Z1- α/2 = 1,96 (Derajat Kemaknaan 95% CI Confidence inetrval

dengan α = 5 %

- P1= Ibu yang mendapat dukungan dari keluarga dan memberikan

kolostrum

- P2 = Ibu yang tidak mendapatkan dukungan dari keluarga dan tidak

memberikan kolostrum - P = (P1+P2)/2

Besar sampel dalam penelitian ini didapatkan dari rumus uji hipotesis beda dua proporsi, menggunakan prevalensi penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sri Wahyuni (2013) dengan nilai P1 : 67,9% dan nilai P2: 32,1%, sehingga didapatkan sampel sebesar 48 orang.

Kriteria sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Kriteria Inklusi

1) Ibu yang memiliki anak terakhir usia 4-28 hari 2) Ibu yang bersedia menjadi responden

3) Ibu yang dapat membaca, menulis, dan berkomunikasi lancar

Peneliti menentukan usia 28 hari berdasarkan teori neonatus. Menurut WHO tahun 2010, Neonatus adalah bayi baru lahir sampai usia 4 minggu (28 hari). Sedangkan kolostrum keluar pada hari 1-4 setelah melahirkan. Peneliti


(70)

memberikan batasan umur 4 hari karena memberikan kesempatan kepada ibu untuk memberikan kolostrumnya.

D. Tehnik Pengumpulan Data

Sebelumnya, peneliti telah mengurus surat perizinan terkait penelitian yang dilakukan peneliti di Wilayah Kerja Puskesmas Pisangan Kecamatan Ciputat. Peneliti mengajukan surat permohonan penelitian yang ditujukan ke Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. Setelah surat dari Dinas Kesehatan telah dikeluarkan, peneliti memberikan kepada Kepala Puskesmas Pisangan dan telah mendapatkan persetujuan.

Tehnik pengumpulan data yang dilakukan peneliti adalah dengan cara menyebar kuesioner kepada responden, baik responden yang ikut dalam kegiatan posyandu, berkunjung ke Puskesmas, ataupun melalui kader-kader kesehatan yang ada di masing-masing posyandu.dan termasuk dalam kriteria inkulusi .

Pertama, peneliti memperkenalkan diri terlebih dahulu, kemudian mengutarakan maksud dan tujuan dari pengambilan data, serta memberikan informed Concent kepada responden terkait persetujuan, apakah responden bersedia membantu dalam penelitian ini atau tidak. Apabila responden telah menyetujui, maka selanjutnya peneliti memberikan kuesioner kepada responden.

Setelah memberikan kuesioner kepada responden, peneliti mendampingi responden selama pengisian kuesoiner. Kuesioner dalam penelitian ini terdiri dari beberapa pertanyaan dengan jawaban iya dan


(71)

tidak, dan harus dijawab secara jujur dan lengkap oleh responden. Selama mendampingi, peneliti membantu menjelaskan apabila ada pertanyaan kurang dimengerti atau kurang jelas.

E. Instrumen Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari informan melalui pengumpulan data menggunakan kuesioner. Pengisian Kuesioner ini dilakukan dengan cara membagikan daftar pertanyaan berupa formulir yang ditunjukkan secara tertulis kepada subyek untuk mendapatkan jawaban (Notoatmodjo, 2005).

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa kuesioner yang di sesuaikan dengan tujuan penelitian yang mengacu pada kerangka konsep. Dalam penelitian ini terdiri atas 3 bagian, yaitu bagian pertama demografi meliputi nama, nomor responden, alamat dan pendidikan terakhir. Pada bagian kedua kuesioner ini adalah pertanyaan tentang dukungan keluarga yang terdiri atas 20 pertanyaan dengan pilihan jawaban ya (1) dan tidak (2), meliputi dukungan informasional (4 pertanyaan), dukungan penilaian (5 pertanyaan), dukungan instrumental (5 pertanyaan) dan dukungan emosional (6 pertanyaan). Pada bagian ketiga yaitu pertanyaan tentang status pemberian kolostrum yang terdiri atas 1 pertanyaan dengan pilihan jawaban ya atau tidak.

Penilaian positif terhadap kuesioner dukungan keluarga menggunakan skala Guttman dengan pilihan jawaban ya mendapatkan skor 1 dan tidak mendapatkan skor 0 dengan skala Guttman yaitu <


(72)

Median (Kurang Baik) dan ≥ Median (Baik). Adapun median dalam penelitian ini dianalisa menggunakan analisa statistik dan didapatkan hasil median 14 (Median =14). Sedangkan kuesioner pada variabel status pemberian kolostrum mengunakan skala Guttman dengan jawaban ya dengan nilai (1) dan jawaban tidak dengan nilai (0).

F. Uji validitas dan Reliabilitas Instrumen

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Untuk mendapatkan data yang valid dan reliabel, maka kuesioner tersebut diuji validitas dan reabilitas terlebih dahulu sebelum kuesioner digunakan dalam penelitian. Uji validitas kuesioner dengan rumus Pearson Product Moment dan uji reliabilitas dengan menggunakan metode Alpha Cronbach.

Uji coba instrumen dilakukan pada awal bulan februari 2016 di wilayah Pasar Baru Bekasi Utara dan Balaraja. Peneliti memilih kedua lokasi ini karena terdapat persamaan karakteristik tempat dengan wilayah Puskesmas Pisangan. Uji ini akan dilakukan terhadap 43 responden yang memiliki karakteristik demografi yang hampir sama dengan Puskesmas Pisangan. Responden yang telah diikut sertakan dalam uji coba penelitian ini tidak dimasukkan lagi ke dalam sampel penelitian.

1. Uji Validitas

Uji validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang diukur. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu mengungkapkan sesuatu


(1)

10. Hasil Uji validitas

No Pertanyaan Skor Keterang

an 1 apakah keluarga memberitahu pada ibu bahwa ASI yang

pertama kali keluar dan berwarna kekuningan harus diberikan kepada bayi?

522 valid

2 apakah keluarga mencari informasi dari luar (seperti buku, majalah dan lain-lain) tentang kolostrum (ASI yang pertama kali keluar dan berwarna kekuningan)?

484 valid

3 apakah keluarga memberikan bahan bacaan seperti majalah, buku dan lain-lain tentang kolostrum (ASI yang pertama kali keluar dan berwarna kekuningan)?

254 Tidak valid 4 apakah keluarga ikut menemani ibu konsultasi ke

petugas kesehatan untuk memperoleh informasi tentang kolostrum?

456 Valid

5 Apakah keluarga mengingatkan ibu untuk memberikan Kolostrum?

450 valid

6 Apakah keluarga menemani ibu saat memberikan kolostrum (ASI yang pertama kali keluar dan berwarna kekuningan)?

294 Tidak valid 7 Apakah keluarga membimbing ibu cara mengeluarkan

ASI yang pertama kali keluar dan berwarna kekuningan (Kolostrum)?

375 valid

8 Apakah keluarga memberitahu ibu tentang kapan kolostrum dikeluarkan?

547 valid

9 Apakah keluarga menanyakan kepada ibu masalah apa yang dihadapi selama memberikan ASI yang pertama kali keluar dan berwarna kekuningan (Kolostrum)?

369 valid

10 Apakah keluarga memberikan makanan bergizi kepadai ibu selama masa pemberian Kolostrum?

571 valid

11 Apakah keluarga membantu ibu memberikan ASI yang pertama kali keluar dan berwarna kekuningan

(Kolostrum)?

706 valid

12 Apakah keluarga membantu Ibu melakukan tugas-tugas rumah tangga selama ibu memberikan Kolostrum?

110 Tidak valid 13 Apakah keluarga membantu ibu membawa bayinya

untuk memeriksakan kesehatan bayi ke puskesmas, klinik atau sarana kesehatan selama masa pemberian


(2)

kolostrum?

14 Apakah keluarga membantu ibu bila memerlukan sesuatu (mengambilkan pemerah ASI,mengambilkan minum Ibu) pada saat ibu memberikan kolostrum pada bayi?

354 valid

15 Apakah keluarga mendengarkan keluhan-keluhan yang ibu sampaikan selama memberikan Kolostrum?

146 Tidak valid 16 Apakah keluarga memasang musik/TV di rumah agar

suasana nyaman ketika ibu memberikan kolostrum atau ASI yang pertama kali keluar kepada bayinya?

240 Tidak valid 17 Apakah keluarga memberikan semangat kepada ibu agar

bisa memberikan kolostrum kepada bayi?

543 valid

18 Apakah keluarga membuat hati ibu senang selama masa pemberian kolostrum?

275 Tidak valid 19 Apakah keluarga menyarankan pada ibu agar tidak takut

mengalami perubahan fisik/ tubuh setelah memberikan kolostrum?

605 valid

20 Apakah keluarga memberikan suasana yang tenang ketika ibu memberikan kolostrum atau ASI yang berwarna kuning?

632 valid

21 apakah ibu kolotsrum memberikan ASI yang pertama kali keluar dan berwarna kekuningan pada bayi ketika lahir?

0,78 Tidak Valid


(3)

11. Distribusi Frekuensi Usia Bayi

usia bayi

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 2 6 11,3 11,3 11,3

3 5 9,4 9,4 20,8

5 3 5,7 5,7 26,4

6 4 7,5 7,5 34,0

7 4 7,5 7,5 41,5

8 2 3,8 3,8 45,3

9 2 3,8 3,8 49,1

11 2 3,8 3,8 52,8

12 1 1,9 1,9 54,7

13 2 3,8 3,8 58,5

14 2 3,8 3,8 62,3

17 2 3,8 3,8 66,0

20 1 1,9 1,9 67,9

21 2 3,8 3,8 71,7

23 3 5,7 5,7 77,4

25 1 1,9 1,9 79,2

27 1 1,9 1,9 81,1

28 1 1,9 1,9 83,0

29 1 1,9 1,9 84,9

30 8 15,1 15,1 100,0


(4)

(5)

(6)