4.3.2. Luas Lahan yang Diusahakan
Secara umum, luas lahan yang diusahakan oleh petani miskin di Kecamatan Perbaungan adalah 0,50 ha lahan marginal. Hal ini menggambarkan bahwa petani
miskin di daerah ini secara umum adalah para kaum tani subsisten. Dari hasil penelitian para ahli seperti Ghose dan Griffin 1983, Chambers 1983, Mubyarto
1985 dan Korten 1988, yang ditulis dalam buku yang berjudul Perangkap Kemiskinan Bagong Suyanto, 1995 mengemukakan bahwa sekurang-kurangnya ada
4 empat faktor yang disinyalir menjadi penyebab mengapa kemiskinan di pedesaan masih tetap mencolok.
Pertama, karena adanya pemusatan pemilikan tanah yang dibarengi dengan adanya proses fragmentasi pada arus bawah masyarakat pedesaan. Jumlah penduduk
pedesaan yang terus bertambah tetapi tidak diimbangi dengan bertambahnya tanah telah menyebabkan semakin berkurangnya tanah yang dapat dimiliki petani kecil
sehingga terjadi apa yang disebut geertz atau shared poverty pembagian kemiskinan.
Status pengusahaan lahan yang diusahakan oleh petani miskin di Kecamatan Perbaungan 45,3 adalah merupakan lahan sewa, 37,9 lahan milik sendiri dan
16,8 lahan bagi hasil. Luas lahan yang diusahakan adalah merupakan lahan marginal, atau dapat dikatakan sebagai lahan sempit, yaitu kurang dari 0,5 ha. Lebih
rinci status lahan yang diusahakan oleh petani miskin di Kecamatan Perbaungan disajikan pada Tabel 4.15 berikut ini.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.15. Status Lahan yang Diusahakan oleh Petani Miskin di Kecamatan Perbaungan, Tahun 2008
No Status Lahan
Jumlah Responden Orang
Prosentase
1 Milik sendiri
36 37,9
2 Sewa
43 45,3
3 Bagi hasil
16 16,8
Jumlah 95
100,00 Sumber: Data Primer Diolah, Tahun 2009.
Kedua, karena nilai tukar hasil produksi warga pedesaan khususnya sektor pertanian yang semakin jauh tertinggal dengan hasil produksi lain, termasuk
kebutuhan hidup sehari-hari warga pedesaan harga-harga faktor produksi tidak sebanding dengan harga jual hasil panen.
Ketiga, karena lemahnya posisi masyarakat desa khususnya petani dalam mata rantai perdagangan. Sudah menjadi rahasia umum bahwa dalam proses penjualan,
biasanya pihak yang dominan menentukan harga adalah para pedagang atau tengkulak. Mungkin saja pada saat tertentu harga jual produk pertanian tertentu naik.
Tetapi karena sudah trjerat sistim ijon atau karena lemah posisi bargaining-nya, maka acapkali petani tetap harus menanggung kerugian karena harga beli ditekan serendah-
rendahnya semata-mata demi keuntungan para pedagang atau tengkulak. Keempat, karena karakter struktur sosial masyarakat yang terpolarisasi.
Artinya hanya para kaum elit-elit desa saja yang dapat memanfaatkan berbagai program-program yang diintroduksikan ke pedesaan. Warga elit desa yang secara
ekonomi mapan dan memiliki akses terhadap kekuasaan, dengan mudah dapat mengambil keuntungan dari paket-paket inovasi yang masuk. Sementara warga desa
Universitas Sumatera Utara
kebanyakan yang kurang berpendidikan dan miskin harus puas hanya sebagai penonton.
Tabel 4.16. Luas Areal Lahan Sawah dan Lahan Kering di Kecamatan Perbaungan, Tahun 2008
No DesaKelurahan
Tanah Sawah Ha
Tanah Kering Ha
Jumlah Ha
1 Adolina
- 1.723
1.723 2
Batang Terap -
471 471
3 Bengkel
18 127
145 4
Cinta Air 313
39 352
5 Cintaman Jernih
8 154
162 6
Deli Muda Ilir -
643 643
7 Deli Muda Ulu
- 17
17 8
Jambur Pulau 197
77 274
9 Kesatuan
217 74
291 10
Kota Galuh 239
69 308
11 Lidah Tanah
400 238
638 12
Lubuk Bayas 400
87 487
13 Lubuk Cemara
181 79
260 14
Lubuk Dendang 120
55 175
15 Lubuk Rotan
276 89
365 16
Melati I 5
100 105
17 Melati II
847 333
1.180 18
Pematang Sijonam 368
103 471
19 Pematang Natal
182 50
232 20
Simpang Tiga Pekan 6
158 164
21 Suka Beras
150 200
350 22
Suka Jadi 346
99 445
23 Sungai Buluh
12 71
83 24
Sungai Naga Lawan 497
374 871
25 Sungai Sijenggi
103 189
292 26
Tanah Merah 254
107 361
27 Tanjung Buluh
- 729
729 28
Tualang 393
175 568
Jumlah 5.532
6.630 12.162
Sumber: Kecamatan Perbaungan, Tahun 2008.
Universitas Sumatera Utara
4.3.3. Jumlah Tanggungan Keluarga