Penyeimbangan Lintasan Produksi Untuk Meningkatkan Efesiensi Dan Produktivitas Pada PT. Ocean Centra Furnindo

(1)

PENYEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI UNTUK MENINGKATKAN EFESIENSI DAN PRODUKTIVITAS

PADA PT. OCEAN CENTRA FURNINDO

KARYA AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Sidang Sarjana Saint Terapan

Disusun Oleh:

NOVERA SRI ULINA TARIGAN 015204039

PROGRAM STUDI TEKNIK MANAJEMEN PABRIK

P R O G R A M D I P L O M A IV

F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2007


(2)

PENYEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI UNTUK MENINGKATKAN EFESIENSI DAN PRODUKTIVITAS

PADA PT. OCEAN CENTRA FURNINDO

KARYA AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Sidang Sarjana Sains Terapan

Disusun Oleh:

NOVERA SRI ULINA TARIGAN 015204039

Disetujui Oleh:

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

(Ir. HASAN BASRI SIREGAR) (Ir. UKURTA TARIGAN, MT)

PROGRAM STUDI TEKNIK MANAJEMEN PABRIK

P R O G R A M D I P L O M A IV

F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2007


(3)

RINGKASAN

PT. Ocean Centra Furnindo merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang industri spring bed. Pada saat ini spring bed banyak dimanfaatkan untuk kebutuhan primer. Perusahaan ini mulai berproduksi pada tahun 1972 dengan nama, PT. Ocean Foam yang semula hanya memproduksi busa. Seiring dengan perjalanan waktu dan ide-ide yang timbul, perusahaan lebih mengembangkan jenis produksinya dengan memproduksi spring bed dan busa.

Penelitian dilakukan pada matras spring bed karena matras ini mengalami permintaan yang berfluktuasi. Oleh karena itu dapat mempengaruhi proses produksi, terutama pada aliran proses yang mengalami hambatan dalam suatu stasiun kerja yang mengakibatkan tidak lancarnya aliran bahan ke stasiun berikutnya sehingga terjadi waktu menganggur, penumpukan bahan dan produk yang dihasilkan tidak sesuai dengan jam kerja yang telah direncanakan. Dimana pada lintasan produksi ini terdapat 14 stasiun kerja. Salah satu jalan yang dapat ditempuh adalah dengan penyeimbangan lintasan produksi.

Penentuan keseimbangan lintasan produksi bertujuan untuk menjaga kontuinitas produksi dengan memperhatikan stasiun-stasiun kerja agar dalam pelaksanaannya tidak mengakibatkan banyak bahan yang menumpuk dan menunggu untuk diproses lebih lanjut. Metode yang digunakan dalam penentuan keseimbangan lintasan produksi adalah Region Approach (pendekatan wilayah) dimana metode mengelompokkan operasi-operasi yang diperlukan dalam proses pembuatan produk ke dalam stasiun kerja sedemikian rupa sehingga beban kerja antara stasiun kerja yang satu dengan yang lain cukup seimbang.

Berdasarkan hasil pengolahan data dengan menggunakan metode Region Approach diperoleh 8 stasiun kerja dengan balance delay 48,21%, smoothness index 22,24 dan effesiensi lintasan 51,8%. Perusahaan sebaiknya memaximumkan penggunaan kapasitas mesin agar dapat meningkatkan hasil produksi dan harus lebih memperhatikan faktor manusia, mesin serta peralatan karena dapat berpengaruh pada keseimbangan lintasan yang diperoleh.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus kristus, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada saya sehingga dapat menyelesaikan Karya Akhir dengan judul Penyeimbangan Lintasan Produksi untuk Meningkatkan Efisiensi dan Produktivitas pada PT. Ocean Centra Furnindo. Penelitian untuk karya akhir ini dilaksanakan di PT. Ocean Centra Furnindo yang berlokasi di Jl.Medan-Binjai Km. 17,5 No. 549 Binjai.

Karya Ahir ini merupakan salah satu bagian dari kurikulum yang harus dilaksanakan untuk melengkapi persyaratan akademis oleh mahasiswa Jurusan Teknik Manajemen Pabrik Program Diploma IV, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Penulisan Karya Akhir ini dapat menambah ilmu pengetahuan serta wawasan saya dan semoga dapat bermanfaat bagi yang membacanya. Saya menyadari bahwa Karya Akhir ini masih kurang sempurna baik dari tata bahasa dan tata penulisannya, karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan Karya Akhir ini.

Medan, Desember 2007


(5)

UCAPAN TERIMA KASIH

Selama pelaksanaan Karya Akhir, saya mendapatkan bantuan secara langsung maupun tidak langsung dari berbagai pihak. Oleh karena itu saya mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu saya selama penyusunan Karya Akhir ini. Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada: 1. Ayahanda Rommel Tarigan, SH dan Ibunda Dra. Dame Sembiring, BSc yang telah memberikan doa dan memotivasi diri saya dalam pengerjaan Karya Akhir ini.

2. Ibu Ir. Rosnani Ginting, MT, selaku Ketua Departemen D-IV Teknik Manajemen Pabrik, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ir. Hasan Basri Siregar, selaku dosen pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan dan masukan selama penyusunan Karya Akhir ini. 4. Bapak Ir. Ukurta Tarigan, MT sebagai dosen pembimbing II yang telah banyak

memberikan bimbingan dan masukan selama penyusunan Karya Akhir ini. 5. Bapak Asan, selaku Manager Produksi dan pembimbing selama melakukan

peninjauan/konsultasi di PT. Ocean Centra Furnindo.

6. Bapak Steel Edwin, selaku Direktur Utama yang telah banyak memberikan bantuan dan kesempatan kepada penulis dalam melakukan penelitian.

7. Allan Simonsen yang selama ini telah membantu dan memberikan dukungan dalam menyelesaikan Karya Akhir ini. Terima kasih ya... atas kesabaran dan kesetiaannya yang cukup memberikan arti selama ini.


(6)

8. Teman-teman seperjuangan (Ibal, Juna, Agung) yang telah menemani selama mengerjakan Karya Akhir dan sempat membuat takut akan tipuan dan ancamannya. Tapi aku yakin, itu semua buat kebaikan aku koq...Makasih ya... 9. Sahabat-sahabatKU Olive_147, drg.Vika, Elis_prime-one, Ina S.H,

Ace’(psikologKU), atas dukungan dan doanya selama penulisan Karya Akhir ini (i luv u all sist’).

10.Eci, Vina, Idol, yang selalu memberikan dorongan dalam menyelesaikan Karya Akhir ini, makasih yaa atas nasihatnya selama ini yang uda mengenyangkan. 11.YP-k0e yang selama ini udah nemenin hari-hari kesepianku, thanks ya om... ;-) 12.Arif yang uda nemenin disaat-saat terakhir, thanks ya pren...

13.Ijal_my mAn,.. akhirnya kita lepas juga dari derita berkepanjangan ini. Thanks ya uda setia nganterin aku asistensi ampe ke pulau sebrang (hehe...)

14.Nanda yang uda setia nemenin ngerjain laporan selama diruangan, Iik yang uda nemenin nganterin undangan ampe ke pulau seribu, huahua...

15.Teman-teman (stambuk 2001) yang telah membantu dan memberikan saran serta motivasi dalam penyelesaian Karya Akhir ini terutama Uci telah membantu dalam menyelesaikan Karya Akhir ini. Terima kasih ya untuk semua temenku atas hari-hari selama masa perkuliahan kita.

Medan, Desember 2007

PENULIS


(7)

DAFTAR ISI

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN... ii

KATA PENGANTAR... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR... xiv

DAFTAR LAMPIRAN... xv

RINGKASAN ... xvi

I. PENDAHULUAN ... I-1 1.1. Latar Belakang ... I-1 1.2. Perumusan Masalah... I-2 1.3. Tujuan Penelitian... I-2 1.4. Pembatasan Masalah ... I-3 1.5. Asumsi yang Digunakan ... I-3 1.6. Sistematika Penulisan Tugas Akhir... I-4 II. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN... II-1 2.1. Sejarah Singkat Perusahaan ... II-1 2.2. Ruang lingkup Bidang Usaha... II-2


(8)

2.3. Gambaran Umum Perusahaan ... II-4 2.3.1. Struktur Organisasi... II-4 2.3.2. Jumlah Tenaga Kerja dan Jam Kerja ...II-13

2.3.2.1. Jumlah Tenaga Kerja ...II-11 2.3.2.2. Jam Kerja ... II-12

2.3.3. Sistem Pengupahan ... II-14 2.4. Proses Produksi ... II-16

2.4.1. Bahan yang Digunakan ... II-16 2.4.2. Mesin dan Peralatan ... II-18 2.4.3. Utilitas ... II-25

III. LANDASAN TEORI... III-1 3.1. Lintasan Produksi ... III-1 3.2. Keseimbangan Lintasan Produksi ... III-2 3.3. Penelitian Waktu (Time Study)... III-6 3.4. Pengukuran Waktu Kerja dengan Jam Henti ... III-7

3.5. Menentukan Keseimbangan Lintasan dengan Metode Pendekatan Wilayah (Region Approach)... III-11 IV. METODOLOGI PENELITIAN ... IV-1

1. Perumusan Masalah... IV-4 2. Tujuan Penelitian... IV-4 3. Studi Orientasi... IV-4 4. Pengumpulan Data ... IV-5 5. Pengolahan Data... IV-6


(9)

6. Analisis Pemecahan Masalah ... IV-6 7. Kesimpulan dan Saran... IV-7

V. PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA... V-1

5.1. Metode Pengumpulan Data ... V-1 5.2. Pengumpulan Data ... V-1 5.3. Pengolahan data... V-11 5.3.1. Menghitung Waktu Standar Operasi ... V-12 VI. ANALISA PEMECAHAN MASALAH ... VI-1

6.1. Precedence Diagram Pembuatan Matras ... VI-1 6.2. Pembagian Operasi pada Precedence Diagram dalam Beberapa

Wilayah/Region... VI-2 6.3. Menentukan Waktu Siklus ... VI-4 6.4. Mengelompokkan Elemen-Elemen Kerja ke Dalam Bentuk

Tabel Berdasarkan Pembagian Region ... VI-5 6.5. Menentukan Stasiun Kerja untuk Setiap Elemen Kerja ... VI-6 6.6. Menentukan Hubungan Antar Stasiun Kerja ... VI-9 6.7. Menentukan Balance Delay, Effesiensi, dan Smoothness Index

Lintasan ... VI-9 VII. KESIMPULAN DAN SARAN ... VII-1

7.1. Kesimpulan... VII-1 7.2. Saran... VII-2 DAFTAR PUSTAKA ... D-1 LAMPIRAN ... L


(10)

DAFTAR TABEL

TABEL

HALAMAN

2.1. Jumlah Tenaga Kerja pada PT. Ocean Centra Furnindo ... II-11 3.1. Penyesuaian Menurut Shumard... III-17 3.2. Westinghouse Factor... III-26 5.2. Data Waktu Operasi pada Setiap Work Centre... V-5 5.3. Faktor Penyesuaian ... V-9 5.4. Faktor dan Nilai Kelonggaran ... V-11 5.5. Data Waktu Operasi pada Setiap Work Centre... V-14 5.6. Pengujian Jumlah Pengamatan yang Dibutuhkan untuk Setiap Work

Centre Pembuatan Matras Spring Bed... V-16 5.7. Waktu Normal Pembuatan Matras Spring Bed... V-17 5.8. Waktu Standard Pembuatan Matras Spring Bed... V-19 6.1. Pembagian Region pada Precedence Diagram... VI-5 6.2. Penentuan Jumlah Stasiun Kerja untuk Setiap Elemen Kerja... VI-6 6.3. Penentuan Ulang Jumlah Stasiun Kerja untuk Setiap Elemen kerja


(11)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR

HALAMAN

2.1. Struktur organisasi PT. Ocean Centra Furnindo ... II-5 3.1. Elemen-elemen Utama Permasalahan Keseimbangan Lintasan ... III-5 3.2. Contoh Sederhana Precedence Diagram... III-30 3.3. Pembagian Precedence Diagram Menurut Wilayah (Region)... III-31 4.1. Blok Diagram Metodologi Penelitian ... IV-3 5.1. Peta Kontrol Uji Keseragaman Data pada WC 1 ... V-14 6.1. Precedence Diagram Pembuatan Spring Bed... VI-2 6.2. Pembagian Precedence Diagram dalam Beberapa Region I ... VI-3 6.3. Pembagian Precedence Diagram dalam Beberapa Region II ... VI-7 6.4. Pengelompokan Stasiun Kerja Pembuatan Spring Bed... VI-9 6.5. Rancangan Ulang Hubungan Antar Stasiun Kerja Pembuatan

Spring Bed berdasarkan Metode Region Approach... VI-9 6.6. Rancanagan Hubungan Antar Stasiun Kerja Pembuatan Matras


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN HALAMAN

1. Peta Uji Kontrol keseragaman Data pada WC 1-WC 14 ... L-1 2. Berita Acara Bimbingan Karya Akhir Pembimbing II... L-2


(13)

RINGKASAN

PT. Ocean Centra Furnindo merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang industri spring bed. Pada saat ini spring bed banyak dimanfaatkan untuk kebutuhan primer. Perusahaan ini mulai berproduksi pada tahun 1972 dengan nama, PT. Ocean Foam yang semula hanya memproduksi busa. Seiring dengan perjalanan waktu dan ide-ide yang timbul, perusahaan lebih mengembangkan jenis produksinya dengan memproduksi spring bed dan busa.

Penelitian dilakukan pada matras spring bed karena matras ini mengalami permintaan yang berfluktuasi. Oleh karena itu dapat mempengaruhi proses produksi, terutama pada aliran proses yang mengalami hambatan dalam suatu stasiun kerja yang mengakibatkan tidak lancarnya aliran bahan ke stasiun berikutnya sehingga terjadi waktu menganggur, penumpukan bahan dan produk yang dihasilkan tidak sesuai dengan jam kerja yang telah direncanakan. Dimana pada lintasan produksi ini terdapat 14 stasiun kerja. Salah satu jalan yang dapat ditempuh adalah dengan penyeimbangan lintasan produksi.

Penentuan keseimbangan lintasan produksi bertujuan untuk menjaga kontuinitas produksi dengan memperhatikan stasiun-stasiun kerja agar dalam pelaksanaannya tidak mengakibatkan banyak bahan yang menumpuk dan menunggu untuk diproses lebih lanjut. Metode yang digunakan dalam penentuan keseimbangan lintasan produksi adalah Region Approach (pendekatan wilayah) dimana metode mengelompokkan operasi-operasi yang diperlukan dalam proses pembuatan produk ke dalam stasiun kerja sedemikian rupa sehingga beban kerja antara stasiun kerja yang satu dengan yang lain cukup seimbang.

Berdasarkan hasil pengolahan data dengan menggunakan metode Region Approach diperoleh 8 stasiun kerja dengan balance delay 48,21%, smoothness index 22,24 dan effesiensi lintasan 51,8%. Perusahaan sebaiknya memaximumkan penggunaan kapasitas mesin agar dapat meningkatkan hasil produksi dan harus lebih memperhatikan faktor manusia, mesin serta peralatan karena dapat berpengaruh pada keseimbangan lintasan yang diperoleh.


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Permasalahan

Ada banyak cara yang digunakan oleh perusahaan manufaktur untuk meningkatkan produktivitas. Salah satu cara yang dipakai adalah dengan melakukan penyeimbangan beban lintasan produksi yang dapat dialokasikan pada setiap stasiun kerja. Dimana penyeimbangan lintasan produksi ini berdasarkan waktu standart penyelesaian suatu pekerjaan. Metode pengukuran waktu kerja ini bertujuan untuk mengetahui kecepatan kerja dari seseorang pekerja dengan memperhatikan fakto-faktor yang mempengaruhi aktivitas dari seorang pekerja, sehingga seorang pekerja dapat bekerja dalam keadaan normal.

PT. Ocean Centra Furnindo merupakan perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur. Kebutuhan akan matras spring bed semakin meningkat seiring dengan pertambahan penduduk dan kesadaran masyarakat akan keinginan matras tersebut. PT. Ocean Centra Furnindo berusaha memanfaatkan segala sumber yang ada, salah satunya dengan melakukan penyeimbangan lintasan pada bagian produksi. Penyeimbangan lintasan dilakukan untuk mengetahui pengalokasian elemen-elemen kerja pada setiap stasiun kerja agar tidak mengalami hambatan. Dalam menentukan keseimbangan lintasan juga diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas seorang pekerja yang bekerja secara maksimal dan waktu standar penyelesaian suatu pekerjaan.


(15)

1.2. Perumusan Masalah

Untuk mencapai proses produksi yang efektif dan efisien seluruh sumber daya yang ada harus dapat bekerja secara optimal, untuk mencapai hal ini keefektifan dari suatu lintasan produksi merupakan faktor yang sangat menentukan. Lintasan produksi yang efektif akan menghasilkan waktu proses yang lebih cepat dan sumber daya yang diperlukan lebih kecil. Permasalahan yang ada dalam PT. Ocean centra Furnindo adalah karena adanya waktu produksi dalam stasiun kerja tidak seimbang, maka dilakukan revisi lintasan produksi. Bagaimana mengelompokkan operasi-operasi yang diperlukan dalam proses pembuatan produk ke dalam stasiun kerja sedemikian rupa sehingga beban kerja antara stasiun kerja yang satu dengan yang lain cukup seimbang.

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian yang akan dilakukan di PT. Ocean Centra Furnindo, adalah sebagai berikut :

1. Mengukur beban kerja pada masing-masing stasiun kerja. 2. Mengevaluasi keseimbangan beban kerja secara keseluruhan.

3. Aliran material (benda kerja), mencakup gerakan dari benda kerja tersebut dan diukur berdasarkan kecepatan produksi.

4. Untuk mendapatkan tingkat efesiensi yang tinggi bagi lintasan produksi dengan merencanakan kapasitas produksi pada masing-masing stasiun kerja.


(16)

1.4. Pembatasan Masalah

Dalam menyelesaikan masalah, batasan-batasan yang digunakan adalah: 1. Penelitian dilakukan pada daerah fabrikasi, proses yang diamati adalah proses

pembuatan produk matras spring bed.

2. Pengambilan data dilakukan untuk waktu proses pembuatan matras spring bed.

3. Pemecahan masalah dilakukan untuk menentukan keseimbangan lintasan.

1.5. Asumsi-asumsi yang Digunakan

Untuk menyelesaikan permasalah yang dihadapi digunakan beberapa asumsi untuk memudahkan pemecahan masalahnya yaitu :

1. Seluruh data yang diperoleh dari perusahaan dan dari pihak lain dianggap benar.

2. Kebijakan pemerintah tidak mempengaruhi hubungan konsumen dan produsen.

3. Kondisi fisik dan mental pekerja dianggap baik dan memiliki keahlian/skill yang sama.

4. Seluruh mesin atau fasilitas-fasilitas produksi dianggap dapat berjalan dengan baik.


(17)

1.6. Sistematika Penulisan Laporan

Agar lebih mudah untuk dipahami dan ditelusuri maka sistematika penulisan karya akhir ini akan disajikan dalam beberapa sub bab sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Menguraikan latar belakang perusahaan, rumusan permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan dan asumsi yang digunakan.

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

Menjelaskan secara singkat berbagai atribut dari perusahaan yang menjadi objek penelitian, jenis produk dan spesifikasinya, bahan baku, proses produksi, mesin dan peralatan yang digunakan, dalam menunjang proses produksi serta organisasi dan manajemen.

BAB III LANDASAN TEORI

Menampilkan tinjauan-tinjauan pustaka yang berisi teori-teori dan pemikiran-pemikiran yang digunakan sebagai landasan dalam pembahasan serta pemecahan masalah.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

Mengemukakan langkah-langkah yang berguna untuk mencapai tujuan penelitian meliputi tahapan-tahapan penelitian dan penjelasan tiap tahapan secara ringkas disertai dengan diagram alirnya.


(18)

BAB V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Mengidentifikasi keseluruhan data hasil penelitian yang diperoleh dari perusahaan sebagai bahan untuk melakukan pengolahan data yang digunakan sebagai dasar pada pembahasan masalah.

BAB VI ANALISA PEMECAHAN MASALAH

Menganalisa dan membahas hasil yang diperoleh dari penelitian pada perusahaan PT. Ocean Centra Furnindo.

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan analisa serta pembahasan maka diambil kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan, serta saran yang perlu bagi perusahaan.


(19)

BAB II

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1. Sejarah Singkat Perusahaan

Sesuai dengan kebutuhan kehidupan manusia sehari-hari, tempat tidur merupakan salah satu kebutuhan primer. Karena semakin berkembangnya zaman dan teknologi, maka kebutuhan primer ini semakin berkembang dalam produknya. Sehingga yang biasanya dapat di gunakan tempat tidur dari bahan tilam kapuk dengan rangka tempat tidur dari kayu, kini hal tersebut sudah mulai ditinggalkan oleh kebanyakan masyarakat, dan masyarakat mulai memakai produk yang beda yang di kenal dengan nama Spring Bed. Jenis-jenis dari produk ini beragam dan mempunyai kelasnya masing-masing sesuai dengan kualitas, harga, dan mutu produk tersebut.

Adapun sejarah berdirinya pabrik PT. Ocean Centra Furnindo ini berawal dari usaha keluarga dan turun temurun sampai sekarang. Dimana PT. Ocean Centra Furnindo dibangun dengan modal keluarga pada tanggal 08 Agustus 1972 yang berlokasi di Jl. Medan-Binjai Km 17,5 No: 549 Binjai dan pabrik ini juga dikelola oleh sesama keluarga. Semula pabrik ini hanya memproduksi khusus busa saja, dan awal nama pabrik ini bernama PT. Ocean Foam. Tetapi seiring dengan perjalanan waktu dan ide - ide yang timbul untuk lebih mengembangkan jenis produksi, maka pabrik ini memproduksi spring bed dan busa.

Seiring dengan bertambahnya kebutuhan pangsa pasar, ide-ide yang muncul dan keinginan untuk lebih mengembangkan usaha ini PT. Ocean Centra


(20)

Furnindo baru-baru sudah mulai memproduksi sofa yang diberi label Titov, hanya saja untuk produk yang satu ini konsumen daerah Sumatra Utara belum terlalu banyak mengenal produk ini karena proses produksinya di wilayah Riau.

Berdasarkan persetujuan dari Presiden No. Y. A. 9/917/12, didirikan perusahaan keluarga yang turun-temurun tersebut dengan nama PT. Ocean Foam yang berkedudukan di kota Medan. Sebagai akibat dari peningkatan konsumsi dan pertambahan jumlah penduduk Indonesia yang demikian pesat, maka kebutuhan hidup primer pun juga meningkat. Menanggapi perkembangan tersebut PT. Ocean Centra Furnindo memperluas usaha dan juga pangsa pasarnya, dengan mendirikan pabrik baru di Pekan Baru. PT. Ocean Centra Furnindo yang didirikan dikota Medan terletak di Jl. Medan-Binjai Km.17,5 No. 549 Binjai.

Didorong semakin berkembangnya pangsa pasar usaha ini, perusahaan mengembangkan beberapa jenis macam produk ke dalam rangkaian produksi spring bed ini. Dewasa ini PT. Ocean Centra Furnindo merupakan produsen spring bed yang cukup dikenal oleh masyarakat di Sumatera Utara, Aceh, dan Kep. Riau dengan suatu jaringan pabrik produksi dan pengembangan yang cukup baik dan memuaskan.

2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha

Ruang lingkup usaha PT. Ocean Centra Furnindo sudah meluas sampai keluar dari kota Medan seiring semakin digemari oleh masyarakat (konsumen). PT. Ocean Centra Furnindo memproduksi produk matras spring bed. Produk PT. Ocean Centra Furnindo ini sudah dipasarkan sampai ke Daerah Istimewa


(21)

Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara. Lokasi kantor pemasaran produk spring bed dan lokasi pabriknya dibedakan.

PT. Ocean Centra Furnindo memproduksi produk-produk sebagai berikut : - Untuk produk spring bed antara lain sebagai berikut :

1. Jenis Helux Spring Bed 2. Jenis Ocean Spring Bed 3. Jenis Angel Spring Bed 4. Jenis Altis Spring Bed

- Untuk produk busa adalah Ocean Foam - Untuk produk sofa adalah Titov

Selain produksi-produksi di atas, PT. Ocean Centra Furnindo juga menyediakan dan melayani pesanan tersendiri bagi para konsumen.

Apabila konsumen ingin membeli satu buah spring bed atau membeli banyak (misalnya grosir) harganya tetap sama. Tidak ada perbedaan harga untuk konsumen yang ingin menjual lagi atau konsumen yang langsung menggunakan produk tersebut, hanya saja bagi konsumen yang membeli banyak (misalnya grosir) mendapatkan bonus dari pihak industri. Strategi promosi yang dilakukan oleh PT. Ocean Centra Furnindo ini adalah mempromosikan lewat radio, pemasangan spanduk, pemasangan iklan, pemasangan papan reklame di toko - toko penjualan furniture dan apabila ada acara - acara pameran mereka ikut serta.


(22)

2.3. Gambaran Umum PT. Ocean Centra Furnindo 2.3.1. Struktur Organisasi

Didalam suatu perusahaan terdapat berbagai aktivitas yang berbeda-beda dan saling terkait satu dengan yang lainnya sehingga harus dikoordinasi sedemikian rupa agar dapat tercapai sasaran dan tujuan perusahaan dengan efisien. Adanya berbagai aktivitas tersebut, maka pengorganisasian perlu dilakukan sebagai salah satu fungsi dari manajemen, agar keharmonisan kerja dapat tercipta dengan baik dalam sebuah perusahaan. Organisasai merupakan wadah kerjasama dari sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu. Struktur organisasi merupakan gambaran secara sistematis dari hubungan kerjasama diantara sekelompok orang yang berbeda dalam organisasi untuk mencapai tujuan bersama.

Dalam sistem pengorganisasian pada unit yang berbeda-beda diperlukan struktur organisasi yang dapat mempersatukan seluruh sumber daya dengan cara yang teratur. Dengan struktur organisasi tersebut diharapkan setiap personil yang ada didalam organisasi dapat diarahkan sehingga mendorong mereka melaksanakan aktivitas masing-masing dengan baik dan mendukung tercapainya sasaran perusahaan.

Setiap organisasi baik organisasi pemerintah maupun organisasi swasta selalu menghadapi masalah bagaimana organisasinya dapat berjalan dengan baik. Berdasarkan permasalahan tersebut maka dibutuhkan orang-orang yang memegang jabatan tertentu dalam organisasi dengan pemberian tugas, wewenang, dan tanggung jawab sesuai dengan jabatan dan kemampuannya.


(23)

PT. Ocean Centra Furnindo menggunakan struktur organisasi garis dan fungsional, struktur organisasinya dapat dilihat adanya pelimpahan wewenang dari pimpinan kepada satuan-satuan organisasi dibawahnya dalam bidang pekerjaan tertentu. Pimpinan tiap bidang kerja berwenang memerintah semua pelaksana yang ada menyangkut bidang kerjanya dan dibawah petunjuk pimpinan.

Untuk penjelasan mengenai tugas dan tanggung jawab dari unit-unit organisasi PT. Ocean Centra Furnindo, dapat diuraikan pada Gambar 2.1.

Keterangan:

: Hubungan perintah --- : Hubungan fungsional

Gambar 2.1. Stuktur Organisasi PT. Ocean Centra Furnindo DIREKTUR

Manajer Pemasaran

Manajer Personalia

Manajer Pembelian Manajer

Keuangan Manajer

Produksi

K. Bagian Produksi

Kasir/ Accounting

Counter Sale/ Salesman

Staf Personalia

K. Gudang Bahan


(24)

1. Direktur

Direktur adalah merupakan pimpinan puncak dari PT. Ocean Centra Furnindo yang bertugas untuk :

a. Bertanggungjawab kepada presiden direktur (pimpinan perusahaan induk) atas jalannya perusahaan.

b. Mengkoordinir dan mengawasi pelaksanaan tugas para manager bagian. c. Mengarahkan dan meneliti kegiatan perusahaan.

d. Menyebarkan dan menerapkan kebijakan yang berhubungan dengan kegiatan produksi serta mengawasi pelaksanaannya.

e. Merencanakan dan mengatur anggaran modal kerja dan modal investasi perusahaan.

f. Melaksanakan kontrak-kontrak perusahaan dengan pihak luar.

Dalam melaksanakan tugasnya direktur membawahi lima manager yang terdiri dari manager produksi, manager keuangan, manager pemasaran, manager pemasaran, manager personalia, dan manager pembelian.

2. Manager Produksi

Production manager bertanggungjawab langsung kepada bagian direktur. Dalam melaksanakan tugasnya manager produksi membawahi kepala bagian produksi. Tugas-tugas dari manager produksi adalah sebagai berikut :

a. Bertanggungjawab atas pelaksanaan kegiatan dalam bagian produksi.

b. Merencanakan dan mengatur produksi perusahaan agar sesuai dengan spesifkasi dan standart mutu yang telah ditentukan.


(25)

c. Membuat laporan produksi secara periodik mengenai pemakaian bahan dan jumlah produksi.

d. Merencanakan dan meneliti metoda kerja dalam usaha meningkatkan produktifitas kerja.

e. Mengawasi dan mengevaluasi kegiatan produksi untuk mengetahui kekurangan dan penyimpangan, sehingga dapat dilakukan perbaikan.

3. Manager Keuangan

Manager Keuangan bertanggungjawab langsung kepada direktur, dalam melaksanakan tugasnya manager keuangan membawahi kasir/accounting. Manager keuangan mempunyai tugas sebagai berikut:

a. Merencanakan dan mengawasi perencanaan kegiatan akuntansi dari keuangan perusahaan.

b. Membantu direktur dalam melaksanakan anggaran perusahaan. c. Memastikan bahwa transaksi keuangan dilakukan dengan benar.

d. Memeriksa dan menganalisa data dan laporan aliran dana dan biaya perusahaan.

e. Bertanggungjawab atas dana dokumen-dokumen penting yang disimpan dalam perusahaan.

4. Manager Pemasaran

Manager Pemasaran bertanggungjawab kepada direktur. Adapun tugas dan tanggungjawab dari manager pemasaran adalah:


(26)

b. Merencanakan kegiatan penelitian pasar guna mendapatkan data tentang tingkat kebutuhan konsumen dan tingkat persaingan, sehingga dapat ditentukan rencana volume penjualan kepada target market.

c. Menentukan kebijaksanaan serta strategi pemasaran perusahaan yang mencakup jenis produk yang akan dipasarkan, harga, pendistribusian dan promosi.

d. Menentukan rencana anggaran biaya pemasaran.

e. Mengkoordinir tenaga ahli yang memberikan pelayanan teknis kepada masyarakat.

5. Manager Personalia

Manager Personalia bertanggung jawab langsung kepada direktur. Bagian ini mempunyai tugas sebagai berikut:

a. Merencanakan dan menerapkan sistem penerimaan pegawai yang dibutuhkan oleh perusahaan.

b. Bertanggung jawab atas pelaksanaan training pegawai.

c. Mengadakan penelitian kepegawaian seperti masalah pengembangan organisasi perusahaan, evaluasi kerja, gaji dan upah karyawan.

d. Menetapkan kebijaksanaan-kebijaksanaan dan prosedur mengenai persediaan dan pemanfaatan fasilitas seperti komunikasi, perumahan dan transportasi perusahaan.


(27)

6. Manager Pembelian

Staf ini bertanggung jawab penuh direktur. Adapun tugas dari bagian ini adalah:

a. Melakukan pemilihan dan evaluasi atas supplier. b. Melaporkan setiap kegiatan pembelian kepada direktur. c. Mengeluarkan Purchasing Order (PO).

d. Pembinaan sumber daya manusia dijajarannya. 7. Kepala bagian Produksi

Kepala bagian produksi bertanggung jawab kepada manager produksi. Kepala bagian produksi membawahi supervisor, adapun tugas-tugas supervisor adalah sebagai berikut:

a. Mengkoordinir dan mengawasi bagian produksi dan pengolahannya agar pelaksanaan kegiatannya sesuai dengan rencana.

b. Bekerjasama dengan bagian engineering unutk memeriksa bagian yang mengalami kerusakan sehingga dapat diatur perbaikannya.

c. Memberikan laporan kegiatan produksi secara rutin kepada manager produksi.

8. Kasir/Accounting

Kasir bertanggung jawab kepada manager keuangan. Kasir ini bertugas sebagai berikut :

a. Mencatat biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk keperluan perusahaan dengan mencatat di bon tiap pembelian/pengeluaran.

b. Menyusun laporan pengeluaran harian, bulanan maupun tahunan untuk dipertanggung jawabkan kepada manager keuangan.


(28)

c. Memastikan bahwa semua transaksi keuangan dilakukan dengan benar.

d. Bertanggung jawab atas dokumen-dokumen pengeluaran dana yang disimpan dalam perusahaan.

9. Salesman/Counter Sales

Bagian ini bertanggung jawab kepada manager pemasaran. Tugas dari bagian ini adalah:

a. Mengatur penjualan produk ke konsumen, jumlah dan harga produk. b. Menentukan jumlah produk yang dapat diterima di pasaran.

10. Staf Personalia

Staf Personalia bertanggung jawab penuh kepada manager personalia. Tugas dari staf personalia adalah sebagai berikut :

a. Melaksanakan system penerimaan pegawai yang dibutuhkan oleh perusahaan. b. Bertanggung jawab atas pelaksanaan training pegawai.

c. Mengawasi kepegawaian seperti masalah pengembangan organisasi perusahaan, mengevaluasi kerja, gaji dan upah karyawan.

d. Menerapkan kebijaksanaan-kebijaksanaan dan prosedur mengenai persediaan dan pemanfaatan fasilitas seperti komunikasi, perumahan dan transportasi perusahaan.

11. Kepala Gudang Bahan

Kepala Gudang Bahan bertanggung jawab penuh kepada manager pembelian. Adapun tugas dari kepala gudang bahan adalah :


(29)

b. Dapat mengetahui jumlah bahan produksi yang dipergunakan perhari, perbulan, dan pertahun untuk semua bahan produksi.

2.3.2. Tenaga Kerja, Jam Kerja dan Sistem Pengupahan

Tenaga Kerja merupakan salah satu faktor produksi yang diperlukan untuk menjalankan dan mengendalikan kegiatan guna mencapai tujuan perusahaan. Tenaga kerja yang dibutuhkan perusahaan dapat diperoleh melalui proses recruitment (fungsi penarikan tenaga kerja). Kegiatan utama proses recruitment adalah program penerimaan tenaga kerja, diharapkan dapat memperoleh tenaga kerja yang dibutuhkan, baik dari segi kualitas maupun kuantitas.

2.3.2.1. Tenaga Kerja

Jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan oleh PT. Ocean Centra Furnindo adalah sebanyak 139 orang seperti pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Jumlah Tenaga Kerja PT. Ocean Centra Furnindo

NO JABATAN JUMLAH (ORANG)

1 Direktur 1

2 Manager Produksi 1 3 Manager Keuangan 1 4 Manager Pemasaran 1 5 Manager Personalia 1 6 Manager Pembelian 1 7 Ka. Bagian Produksi 1

8 Kasir/Accounting 4

9 Counter Sales 5

10 Salesman 15

11 Staf Personalia 4 12 Ka. Gudang Bahan 1 13 Tenaga Kerja Bagian Produksi 57 14 Tenaga Kerja Bagian Keuangan 2


(30)

Tabel 2.1. Jumlah Tenaga Kerja PT. Ocean Centra Furnindo (Lanjutan)

NO JABATAN JUMLAH (ORANG)

15 Tenaga Kerja Bagian Pemasaran 8 16 Tenaga Kerja Bagian Personalia 5 17 Tenaga Kerja Bagian Pembelian 5

18 Engineering 1

19 SUPIR 20

20 Security 5

Jumlah 139

Sumber : Data Personalia bagian Kepegawaian 2.3.2.2. Jam Kerja

Ketentuan jam kerja di P.T. Ocean Centra Furnindo dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu jam kerja pegawai perkantoran dan jam kerja karyawan yang langsung berhubungan dengan proses produksi.

Pengaturan jam kerja di P.T. Ocean Centra Furnindo sebagai berikut : a. Karyawan bagian Kantor

- Untuk hari Senin – Kamis

Pukul 08.30 – 12.00 Wib Kerja aktif Pukul 12.00 – 13.00 Wib Istirahat Pukul 13.00 – 16.30 Wib Kerja aktif - Untuk hari Jum’at

Pukul 08.30 – 12.00 Wib Kerja aktif Pukul 12.00 – 14.00 Wib Istirahat Pukul 14.00 – 16.30 Wib Kerja aktif - Untuk hari Sabtu


(31)

Pukul 12.00 – 13.00 Wib Istirahat Pukul 13.00 – 16.30 Wib Kerja aktif

b. Karyawan bagian Produksi (khusus untuk divisi spring coil) - Shift I Pukul 07.00 – 12.00 Wib Kerja aktif

Pukul 12.00 – 13.00 Wib Istirahat Pukul 13.00 – 15.00 Wib Kerja aktif - Shift II Pukul 15.00 – 18.30 Wib Kerja aktif

Pukul 18.30 – 19.30 Wib Istirahat Pukul 19.30 – 23.00 Wib Kerja aktif - Shift III Pukul 23.00 – 04.00 Wib Kerja aktif

Pukul 04.00 – 05.00 Wib Istirahat Pukul 05.00 – 07.00 Wib Kerja aktif Karyawan bagian produksi (untuk divisi yang lainnya) - Shift I Pukul 08.30 – 12.00 Wib Kerja aktif

Pukul 12.00 – 13.00 Wib Istirahat Pukul 13.00 – 16.30 Wib Kerja aktif - Shift II Pukul 16.30 – 20.00 Wib Kerja aktif

Pukul 20.00 – 21.00 Wib Istirahat Pukul 21.00 – 23.30 Wib Kerja aktif

Hari Minggu dan hari besar lainnya merupakan hari libur. Namun pada hari libur terkadang pabrik juga beroperasi untuk tujuan tertentu. Pelaksanaan kerja pada hari libur dan di luar ketentuan diatas dikategorikan ke dalam jam kerja


(32)

lembur. Kerja lembur dilakukan bila order dari konsumen cukup besar dan harus dikirim dalam jangka waktu yang relatif singkat.

2.3.2.3. Sistem Pengupahan

Kesejahteraan merupakan salah satu faktor dalam usaha untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Untuk mencapai hal itu pemenuhan kebutuhan hidup merupakan sarana yang penting. Pemberian upah yang memadai adalah upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan.

Karena setiap pekerja pada P.T. Ocean Centra Furnindo adalah merupakan karyawan tetap, maka setiap karyawan menerima gaji pada setiap minggunya yang dihitung dari hari senin sampai dengan hari sabtu pada minggu yang sama. Gaji pekerja pada P.T. Ocean Centra Furnindo berdasarkan pada ketentuan UMR (Upah Minimum Regional), pada karyawan buruh produksi.

Selain upah resmi diatas perusahaan juga memberikan upah lain yang dapat berupa :

a. Upah lembur, yaitu upah yang diberikan apabila karyawan bekerja melebihi jam kerja yang telah ditetapkan yang pembayarannya bersamaan dengan pembayaran gaji pada tiap minggunya.

b. Tunjangan jabatan, yaitu sebagai pelengkap gaji pokok, mengingat adanya pekerjaan-pekerjaan yang memegang peranan dan tanggung jawab serta tuntunan khusus. Tunjangan jabatan ini bisa diberikan untuk tingkat jabatan manajerial.

c. Tunjangan Hari Raya (THR), yaitu tunjangan yang diberikan kepada karyawan yang telah bekerja lebih dari 3 bulan, dengan besar tunjangan sebagai berikut :


(33)

1. Karyawan dengan masa kerja 3-6 bulan memperoleh tunjangan sebesar 1/4 kali gaji pokok sebulan.

2. Karyawan dengan masa kerja 6-9 bulan memperoleh tunjangan sebesar 1/2 kali gaji pokok sebulan.

3. Karyawan dengan masa kerja 9-12 bulan memperoleh tunjangan sebesar 3/4 kali gaji pokok sebulan.

4. Karyawan dengan masa kerja 1-3 tahun memperoleh tunjangan sebesar 1 kali gaji pokok sebulan.

5. Karyawan dengan masa kerja 3-5 tahun memperoleh tunjangan sebesar 1,5 kali gaji pokok sebulan.

6. Karyawan dengan masa kerja diatas 5 tahun memperoleh tunjangan sebesar 2 kali gaji pokok sebulan.

d. Cuti

Untuk menghilangkan rasa jenuh dan bosan selama bekerja, perusahaan memberikan cuti bagi karyawan. Lama cuti yang diberikan perusahaan adalah 12 hari kerja setiap tahunnya dengan rincian 6 hari cuti massal dan 6 hari cuti individual. Cuti massal adalah dimana pabrik dan kantor ditutup dan seluruh karyawan diliburkan, kecuali satuan pengamanan tidak diliburkan tetapi diberi imbalan sebagai pengganti cuti, sedangka cuti individual adalah cuti yang diberlakukan kepada masing-masing karyawan. Cuti individual ini pemanfaatannya tergantung kepada masing-masing karyawan boleh dimbil atau tidak diambil dan tidak dapat diuangkan.


(34)

2.4. Proses Produksi

Proses produksi adalah metode atau teknik untuk membuat suatu barang atau jasa bertambah nilainya dengan menggunakan sumber tenaga kerja, mesin, bahan baku, bahan tambahan, bahan penolong dan dana yang ada.

PT. Ocean Centra Furnindo merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang pembuatan matras spring bed yang secara mekanis yaitu selain menggunakan mesin juga memakai tenaga kerja sebagai operator

2.4.1. Bahan yang digunakan

Adapun bahan yang digunakan dalam pembuatan matras spring bed adalah sebagai berikut :

2.4.1.1. Bahan Baku

Bahan Baku adalah bahan utama yang digunakan dalam pembuatan produk, ikut dalam proses produksi dan memiliki persentase yang besar dibandingkan bahan-bahan lainnya. Jadi bahan baku ini dapat juga disebut sebagai bahan utama. Adapun bahan baku yang digunakan adalah sebagai berikut:

- Busa

Merupakan bahan baku utama dalam proses produksi perakitan spring bed, karena busa digunakan sebagai alas spring coil. Adapun bahan dasar dalam pembentukan busa ini merupakan dari bahan-bahan kimia

- Per

Juga merupakan salah satu dasar dari bahan baku. Sebelum per ini dibentuk, per ini awalnya merupakan berupa gulungan kawat. Bahan baku ini didapat dari


(35)

dalam negeri berupa gulungan kawat, dimana gulungan kawat ini diolah kembali menjadi spring coil (kawat per).

- Besi

Bahan baku ini digunakan untuk pembentukan pinggiran matras spring bed. 2.4.1.2. Bahan Tambahan

Bahan Tambahan adalah bahan yang digunakan dalam proses produksi dan ditambahkan ke dalam proses pembuatan produk dalam rangka meningkatkan mutu produk yang mana komponennya merupakan bagian dari produk akhir. Adapun bahan tambahan yang digunakan adalah sebagai berikut :

- Kain

Kain yang terdiri dari kain dasar yang merupakan bahan yang akan dijahit dengan busa yang menjadi kain busa dan kain bermotif yang dijahit untuk melapisi kain busa.

- Cotton Sheet

Cotton Sheet ini dipasang pada tiap-tiap sudut rangka kawat per, agar kain busa tidak mudah robek karena tertimpa langsung dengan rangka per.

- Benang

Benang yang digunakan untuk menjahit kain. - Kawat

Selain sebagai bahan baku dalam pembentukan per, kawat juga digunakan sebagai pengikat per yang satu dengan per yang lainnya.


(36)

- Label Produksi

Label ini dapat dilihat pada produk itu sendiri yang ditempel pada matras spring bed.

- Plastik

Berfungsi untuk membungkus produk jadi agar tidak terkena noda. 2.4.2. Mesin dan Peralatan

Dalam menjalankan kegiatan-kegiatan proses produksinya maka PT. Ocean Centra Furnindo menggunakan sarana produksi yang berupa mesin dan peralatan untuk pembuatan matras spring bed.

2.4.2.1. Mesin Produksi

Beberapa jenis mesin yang digunakan dalam proses produksi dimana prinsip kerja dari setiap mesin masing-masing berbeda dalam sistem kerja dan hasil dari mesin produksi yang digunakan. Adapun mesin dan peralatan yang digunakan PT. Ocean Centra Furnindo dalam kegiatan produksi pengolahan spring bed-nya adalah sebagai berikut:

1. Mesin Pencetak Per

Jenis produk : Spring Coils (per)

Power : 250 Hp

Putaran : 2975 rpm

Tegangan : 380 Volt Faktor Kerja (cos ) : 0,81 Kuat Arus : 209,8 A


(37)

Kapasitas terpasang : 2.500.000 pcs

Kapasitas terpakai : 1.800.000 pcs/bulan Jumlah Mesin : 2 unit

Fungsi : Mencetak kawat menjadi per.

2. Mesin Pencetak Per

Jenis produk : Spring Coils (per)

Power : 100 Hp

Putaran : 1490 rpm Tegangan : 380 Volt

Faktor Kerja (cos ) : 0,71 Kuat Arus : 168,6 A

Kapasitas terpasang : 1.000.000 pcs

Kapasitas terpakai : 800.000 pcs/bulan Jumlah Mesin : 1 unit

Fungsi : Mencetak kawat menjadi per.

3. Mesin Rakit Per

Jenis produk : Coils Assembly (rakit per)

Power : 150 Hp

Tegangan : 380 Volt Faktor Kerja (cos ) : 0,7


(38)

Kuat Arus : 23,6 A Kapasitas terpasang : 5.000 unit Kapasitas terpakai : 4.500 unit/bulan Jumlah mesin : 2 unit

Fungsi : Merakit kawat per 4. Mesin Rakit Per

Jenis produk : Coils Assembly (rakit per)

Power : 960 Hp

Tegangan : 380 Volt

Faktor Kerja (cos ) : 0,71 Kuat Arus : 16,3 A Kapasitas terpasang : 2.250 unit

Kapasitas terpakai : 1.500 unit/bulan Jumlah mesin : 1 unit

Fungsi : Merakit kawat per

5. Mesin Jahit

Jenis produk : Quilting (jahit)

Power : 10 Hp

Tegangan : 380 Volt


(39)

Kuat Arus : 16,2 A

Kapasitas terpasang : 22.500 meter Kapasitas terpakai : 15.000 meter/bulan Jumlah mesin : 1 unit

6. Mesin Jahit

Jenis produk : Quilting (jahit)

Power : 15 Hp

Tegangan : 380 Volt

Faktor Kerja (cos ) : 0,84 Kuat Arus : 16,9 A

Kapasitas terpasang : 30.000 meter Kapasitas terpakai : 20.000 meter/bulan

Jumlah mesin : 1 unit 7. Jahit

Jenis produk : Quilting (jahit)

Power : 5 Hp

Tegangan : 380 Volt

Faktor Kerja (cos ) : 0,61 Kuat Arus : 13,2 A


(40)

Kapasitas terpakai : 10.000 meter/bulan

Jumlah mesin : 1 unit 8. Mesin Corner Machine

Jenis produk : Mattress Spring Bed

Power : 75 Hp

Tegangan : 380 Volt

Faktor Kerja (cos ) : 0,69 Kuat Arus : 23,6 A

Kapasitas terpasang : 6.000 mattress Kapasitas terpakai : 4.000 mattress/bulan

Jumlah mesin : 11 unit

Fungsi : Menjahit lis pinggir matras spring bed

9. Mesin Corner Machine

Jenis produk : Mattress Tilam Busa

Power : 60 Hp

Tegangan : 380 Volt Faktor Kerja (cos ) : 0,72 Kuat Arus : 16,2 A


(41)

Kapasitas terpakai : 4.500 mattress/bulan

Jumlah mesin : 11 unit

Fungsi : Menjahit lis pinggir matras tilam busa 10.Mesin Jahit

Jenis Produk : Matress Spring Bed

Power : 45 Hp

Tegangan : 380 Volt Faktor Kerja (cos ) : 0,84 Kuat Arus : 16,9 A

Kapasitas terpasang : 6.000 mattress

Kapasitas terpakai : 4.000 mattress/bulan Jumlah mesin : 14 unit

Fungsi : Menjahit matras spring bed 11.Mesin Jahit

Jenis Produk : Tilam Busa

Power : 60 Hp

Tegangan : 380 Volt

Faktor Kerja (cos ) : 0,71 Kuat Arus : 23,6 A


(42)

Kapasitas terpasang : 6.000 mattress

Kapasitas terpakai : 4.500 mattress/bulan Fungsi : Menjahit matras tilam busa 12.Mesin Flanging Machine

Jenis Produk : Matress Spring Bed

Power : 20 Hp

Tegangan : 380 Volt Faktor Kerja (cos ) : 0,69 Kuat Arus : 7 A

Kapasitas terpasang : 1.000 mattress

Kapasitas terpakai : 500 mattress/bulan Jumlah Mesin : 1 unit

13.Mesin Potong

Jenis Produk : Matress Cutting

Power : 75 Hp

Tegangan : 380 Volt Faktor Kerja (cos ) : 0,69 Kuat Arus : 168,6 A

Kapasitas terpasang : 36.000 meter


(43)

Jumlah Mesin : 1 unit

Fungsi : Memotong kain quilting 14.Mesin Compressor

Jenis Produk : Compressor Jumlah Mesin : 1 (satu) buah Kapasitas terpasang : 300 liter/hari 2.4.2.2. Peralatan

Adapun peralatan yang digunakan PT. Ocean Centra Furnindo dalam kegiatan produksi pembuatan matras spring bed yaitu :

1. Gun Ar C1 22

Jumlah alat : 2 unit

Fungsi : Sebagai pengikat kawat per dengan besi spring coil. 2. Gun Ar 22

Jumlah alat : 2 unit

Fungsi : Sebagai pengikat besi spring coil dengan kawat per. 3. Alat Pemotong

Jumlah alat : 1 unit

Fungsi : Untuk memotong busa 2.4.3. Utilitas

Untuk kelancaran kegiatan produksi, diperlukan unit pendukung seperti: 1. Genset

Fungsi : Pembantu power listrik atau pembangkit listrik bagi mesin dan peralatan jika arus listrik PLN terputus.


(44)

Jumlah genset yang digunakan sebanyak 1 unit. 2. Trafo

Fungsi : Alat pendistribusian listrik dari PLN ke pabrik. 3. Forklift

Fungsi : Memindahkan bahan-bahan yang mempunyai volume besar dan berat seperti gulungan kawat dan bahan lainnya yang baru tiba atau yang akan dipindahkan dari truk ke gudang bahan baku.

2.4.4. Uraian Proses Produksi

Proses produksi adalah metode atau teknik untuk membuat suatu barang atau jasa bertambah nilainya dengan menggunakan sumber tenaga kerja, mesin, bahan baku, bahan penolong dan dana yang ada.

Proses adalah cara, metode dan teknik bagaimana mengubah sumber daya(material, tenaga kerja, mesin, dana dan metode) yang ada dirubah untuk memperoleh hasil, sedangkan produksi adalah kegiatan untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang atau jasa. Dari defenisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa proses produksi adalah cara, metode, dan teknik untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang atau jasa dengan menggunakan sumber daya material, tenaga kerja, mesin, dana dan metode yang ada.

Jenis-jenis produksi sangat banyak, tergantung dari metode, cara dan untuk menghasilkan produk. Namun secara garis besar dapat dibedakan atas 2 jenis, yaitu :


(45)

1. Proses produksi yang terus menerus (kontiniu) 2. Proses produksi yang terputus-putus (intermittent)

Dalam aktivitas produksinya sehari-hari PT. Ocean Centra Furnindo menggunakan jenis-jenis proses produksi yang terus menerus/kontiniu. Hal ini dikarenakan kegiatan produksi dari perusahaan tersebut berlangsung didasarkan atas banyaknya pesanan yang datang setiap harinya dan persediaan untuk permintaan yang datang setiap harinya serta persediaan untuk permintaan yang datang sewaktu-waktu.

Tahapan-tahapan proses produksi pembuatan matras spring bed dapat dijelaskan secara garis besar yaitu :

1. Rangka matras spring bed

a. Kawat yang berdiameter 10 mm dibentuk dengan menggunakan mesin pembentuk per (spring coil). Per diatur dan disusun rapi membentuk persegi panjang dengan ukuran panjang 200 cm dan lebar 180 cm (6 kaki). b. Setelah disusun, kemudian diikat kawat pada satu persatu spring coil

dengan menggunakan Gun Ar Cl 22.

c. Pada sisi pinggir spring coil dilakukan perakitan besi pinggir.

d. Sisi spring coil diikat dengan kawat pada besi pinggir dengan menggunakan peralatan Gun Ar 22.

e. Pada tiap-tiap sudut spring coil dipasang cotton sheet, agar kain busa tidak mudah robek karena tertimpa langsung dengan spring coil.


(46)

2. Pemasangan busa

a. Busa, kain dasar (kain busa) dan kain bermotif dipotong sesuai dengan ukuran panjang 200 cm dan lebar 180 cm dengan menggunakan alat pemotong busa.

b. Busa yang telah dipotong sesuai ukuran ditimpa keatas spring coil (perakitan busa pada rangka).

c. Busa yang telah dirakit pada rangka selanjutnya dijahit dengan kain dasar (kain busa)

d. Proses selanjutnya kain bermotif. 3. Perakitan matras spring bed.

Setelah proses penjahitan kain selesai maka dilanjutkan dengan menjahit lis pinggiran matras dengan menggunakan corner machine. Pada proses ini, produk yang dirakit telah menjadi matras spring bed.

4. Finishing

Matras yang telah jadi diberi label produksi dan dibungkus dengan plastik.

Untuk tahapan-tahapan proses produksi dapat dilihat pada Flow Process Chart (FPC) dalam Lampiran 4.


(47)

BAB III

LANDASAN TEORI

Keseimbangan lintasan adalah suatu rangkaian beberapa operasi yang saling bergantungan dengan waktu pelaksanaan yang sama atau hampir sama, sehingga proses produksi dari suatu operasi berikutnya berjalan lancar dengan kecepatan yang tetap. Dalam upaya menyeimbangkan lintasan produksi maka tujuan utama yang ingin dicapai adalah mendapatkan tingkat efesiensi yang tinggi bagi setiap stasiun kerja dan berusaha memenuhi rencana produksi yang telah ditetapkan, sehingga dapat memenuhi target produksi dan memperkecil waktu tunggu di setiap stasiun kerja.

Konsep keseimbangan lintasan produksi sangat cocok diterapkan untuk perusahaan bertipe produksi massal. Penyeimbangan lintasan produksi ini sangat bermanfaat, dimana dengan penurunan sedikit waktu siklus produksi akan memberikan penghematan besar dalam biaya produksi. Lintasan produksi yang seimbang, berarti tidak ada operasi–operasi yang menganggur akan memberikan efesiensi terhadap optimilitas biaya produksi.

3.1. Lintasan Produksi

Prinsip dasar dari suatu lintasan produksi adalah penempatan area kerja dimana operasi–operasi diatur secara berurutan dan material bergerak secara kontinu melalui operasi yang terangkai dan seimbang. Menurut karakteristik proses produksinya, lintasan produksi dibagi menjadi 2 (dua) yaitu :


(48)

1. Lintasan pabrikasi, yaitu suatu lintasan produksi yang terdiri dari sejumlah operasi pekerjaan yang bersifat membentuk atau merubah sifat-sifat fisis atau kimiawi dari suatu benda kerja yang melewati lintasan produksi.

2. Lintasan perakitan, yaitu suatu lintasan produksi yang terdiri dari sejumlah operasi pengerjaan yang bersifat merakit benda-benda kerja yang melewati lintasan produksi.

Pada lintasan perakitan, waktu pelaksanaan operasi dapat dibagi-bagi atas beberapa kelompok kerja atau tempat kerja untuk mengejar waktu siklus yang sama. Lintasan perakitan akan menjadi bagian utama dari proses operasi perakitan, walaupun pekerjanya digantikan oleh robot. Dimana prinsip pengerjaannya sama yaitu mengelompokkan elemen-elemen kerja pada beberapa tempat kerja untuk mengejar waktu siklus yang sama tanpa melanggar logika ketergantungan proses. Proses pabrikasi biasanya dioperasikan sebagai sistem aliran proses yang terputus ataupun jenis batch. Tempat kerja pada lintasan pabrikasi sudah tertentu sehingga agak sulit untuk membagi-bagi waktu pelaksanaan proses pada beberapa kelompok kerja untuk mengejar waktu siklus yang sama.

3.2. Keseimbangan Lintasan Produksi

Line Balancing terdiri dari sederetan area kerja yang dinamakan stasiun kerja yang ditangani seorang atau lebih operator dan ada kemungkinan ditangani dengan bermacam–macam alat. Kriteria umum keseimbangan lintasan produksi adalah memaksimumkan efesiensi atau meminimumkan balance delay. Tujuan


(49)

pokok dari penggunaan metode ini adalah untuk mengurangi waktu menganggur (idle time) pada lintasan yang ditentukan oleh operasi yang paling lambat. Tujuan tersebut dapat tercapai bila lintas produksi seimbang, setiap stasiun kerja mendapat tugas yang sama, stasiun–stasiun kerja berjumlah minimum dan jumlah waktu menganggur di setiap stasiun kerja minimum.

Istilah line balancing merupakan metoda penugasan sejumlah pekerjaan ke dalam stasiun kerja yang saling berkaitan dalam satu lini produksi, sehingga setiap stasiun kerja memiliki waktu yang tidak melebihi waktu siklus dari stasiun kerja tersebut. Hubungan sejumlah pekerjaan dalam suatu lini produksi harus dipertimbangkan dalam menentukan pembagian pekerjaan ke dalam masing-masing stasiun kerja. Hubungan satu pekerjaan dengan pekerjaan lainnya digambarkan dalam suatu precedence diagram.

Pembuatan suatu produk pada umumnya dilakukan melalui beberapa tahapan proses produksi pada beberapa stasiun kerja berupa aliran proses produksi. Aliran proses produksi disini adalah pemindahan elemen-elemen produksi, seperti bahan atau material, tenaga kerja dan lain–lain yang dimulai dari awal proses sampai produk jadi. Aliran proses produksi dari suatu stasiun kerja ke stasiun kerja lainnya merupakan bagian dari waktu proses (waktu siklus) produk tersebut.

Apabila terjadi hambatan dalam suatu stasiun kerja akan mengakibatkan tidak lancarnya aliran bahan ke stasiun kerja berikutnya, sehingga terjadi waktu menunggu (delay time) dan penumpukan bahan–bahan yang akan berpengaruh


(50)

pada ongkos produksi yang harus ditanggung oleh pihak perusahaan. Penyebab lintasan produksi yang tidak seimbang adalah :

 Peralatan dan mesin yang sudah tua sehingga sering kali break down dan perlu dilakukan set-up ulang.

 Rancangan lintasan yang salah.

 Operator yang kurang terampil dalam bekerja.

 Metoda kerja yang kurang baik.

Persoalan keseimbangan lintasan bermula adanya kombinasi penugasan kerja kepada operator atau grup operator yang menempati tempat kerja tertentu. Penugasan elemen kerja yang berbeda menyebabkan perbedaan dalam sejumlah waktu yang tidak produktif dan variasi jumlah pekerja yang dibutuhkan untuk menghasilkan output produksi tertentu di dalam suatu lintasan produksi. Rancangan lintasan produksi yang seimbang bertujuan :

1. Untuk menyeimbangkan beban kerja yang dialokasi pada setiap stasiun kerja sehingga pekerjaan dapat selesai dalam waktu yang seimbang dan mencegah terjadinya penumpukan.

2. Menjaga lintasan produksi agar tetap lancar dan berlangsung kontinu.

Pengelompokan tugas–tugas yang akan menghasilkan keseimbangan lintasan produksi memberikan informasi tentang kinerja waktu dari tugas–tugas tersebut. Kebutuhan–kebutuhan pendahuluan dapat menentukan urutan yang fleksibel dan tingkatan out-put yang diinginkan atau waktu siklus per unit. Gambaran utama dari permasalahan keseimbangan lintasan tertera pada Gambar 3.1 di bawah ini.


(51)

Kinerja waktu dari tugas Pengelompokkan tugas - Kebutuhan Pendahuluan tugas pada stasiun kerja

Tingkat Output dengan kapasitas ouput yang sama

Gambar 3.1. Elemen – Elemen Utama Permasalahan Keseimbangan Lintasan

Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam melakukan penentuan keseimbangan lintasan produksi, yaitu

1. Hubungan Precedence merupakan suatu hubungan yang saling terkait, misalkan operasi ke-2 dilakukan setelah operasi yang pertama. Dimana Precedence diagram adalah gambaran secara grafis dari urutan operasi kerja, serta ketergantungan pada operasi kerja lainnya yang tujuannya untuk memudahkan pengontrolan dan perencanaan kegiatan yang terkait di dalamnya.

2. Jumlah Stasiun Kerja tidak boleh lebih besar dari jumlah elemen kerja. Stasiun kerja adalah suatu lokasi pada lintasan produksi dimana elemen kerja dilakukan. Sedangkan elemen kerja adalah sebagian dari total pekerjaan pada proses produksi.

3. Waktu tiap elemen harus lebih kecil atau sama daripada waktu siklus. Dimana waktu siklus adalah waktu yang diperoleh dari kecepatan produksi atau dari waktu operasi yang terpanjang.

Keseimbangan Lintasan


(52)

Keseimbangan lintasan berorientasi pada waktu pelaksanaan operasi atau kejadian penting sehingga penentuan waktu siklus setiap stasiun kerja merupakan syarat mutlak untuk diketahui guna menyeimbangkan lintasan produksi. Oleh karena itu tujuan penentuan keseimbangan lintasan adalah mendistribusikan elemen–elemen kerja pada setiap stasiun kerja agar waktu menganggur dari stasiun kerja pada suatu lintasan produksi dapat ditekan seminimal mungkin, sehingga pemanfaatan dari peralatan maupun operator dapat digunakan semaksimal mungkin.

3.3. Penelitian Waktu (Time Study)

Penelitian kerja dan analisa metoda kerja pada dasarnya akan memusatkan perhatiannya pada bagaimana suatu macam pekerjaan akan diselasaikan. Dengan mengaplikasikan prinsip dan teknik pengaturan cara kerja yang optimal dalam suatu sisitem kerja tersebut, maka akan diperoleh alternatif metoda pelaksanaan kerja yang dianggap memberikan hasil yang efektif dan efesien. Suatu pekerjaan akan dikatakan diselesaikan secara efesien apabila waktu penyelesaiannya berlangsung paling singkat.

Pengukuran waktu kerja ini akan berhubungan dengan usaha–usaha untuk menetapkan waktu baku yang dibutuhkan guna menyelesaikan suatu pekerjaan yang dijalankan dalam sistem kerja terbaik. Secara singkat pengukuran kerja adalah metoda penetapan keseimbangan antara kegiatan manusia yang dikontribusikan dengan unit output yang dihasilkan.


(53)

Pada garis besarnya teknik–teknik pengukuran waktu dibagi kedalam dua bagian, pertama secara langsung dan kedua secara tidak langsung. Cara pertama disebut demikian karena pengukurannya dilaksanakan secara langsung yaitu di tempat dimana pekerjaan yang bersangkutan dijalankan. Dua cara yang termasuk didalamnya adalah cara jam berhenti dan sampling pekerjaan. Sebaiknya cara tidak langsung melakukan perhitungan waktu tanpa harus berada di tempat pekerjaan yaitu dengan membaca tabel–tabel yang tersedia asalkan mengetahui jalannya pekerjaan melalui elemen-elemen pekerjaan atau elemen-elemen gerakan. Dimana yang termasuk kelompok ini adalah data waktu baku dan data waktu gerakan.

Suatu hasil pengukuran yang baik yang dapat dipertanggungjawabkan, maka tidak cukup hanya sekedar melakukan beberapa kali pengukuran dengan menggunakan alat ukur. Banyak faktor yang harus diperhatikan agar akhirnya dapat diperoleh waktu yang pantas untuk pekerjaan yang bersangkutan seperti yang berhubungan dengan kondisi kerja, cara pengukuran dan jumlah pengukuran.

3.4. Pengukuran Waktu Kerja Dengan Jam Henti (Stopwatch Time Study)

Pengukuran kerja secara langsung dengan menggunakan jam henti adalah merupakan aktivitas yang mengawali dan menjadi landasan untuk kegiatan– kegiatan pengukuran kerja yang lain. Pengukuran waktu kerja dengan jam henti (stopwatch time study) diperkenalkan pertama kali oleh Frederick W.Taylor sekitar abad 19 yang lalu. Cara ini tampaknya merupakan cara yang paling banyak


(54)

dikenal, kadang karena itu banyak dipakai. Salah satu penyebabnya adalah kesederhanaan aturan–aturan pengukuran yang dipakai.

Dari hasil pengukuran maka akan diperoleh waktu baku untuk menyelesaikan suatu siklus pekerjaan, yang mana waktu ini akan dipergunakan sebagai standar penyelesaian pekerjaan bagi semua tenaga kerja yang melaksanakan pekerjaan yang sama seperti itu. Secara garis besar langkah– langkah untuk pelaksanaan pengukuran waktu kerja dengan jam henti ini dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Definisi pekerjaan yang akan diteliti untuk diukur waktunya dan diberitahukan maksud dan tujuan pengukuran ini kepada pekerja yang dipilih untuk diamati. Hal–hal penting yang harus diketahui dan ditetapkan adalah untuk apa hasil pengukuran digunakan, beberapa tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan yang diinginkan dari hasil pengukuran tersebut.

2. Catat semua informasi yang berkaitan dengan penyelesaian pekerjaan seperti layout, karakteristik/spesifikasi mesin atau peralatan kerja lain yang digunakan.

3. Bagi operasi kerja dalam elemen–elemen kerja sedetail–detailnya tapi masih dalam batas–batas kemudahan untuk pengukuran waktunya.

4. Diamati, ukur dan catat waktu yang dibutuhkan oleh operator untuk menyelesaikan elemen–elemen kerja tersebut.

5. Tetapkan jumlah siklus kerja yang harus diukur dan dicatat. Teliti apakah jumlah siklus kerja yang dilaksanakan ini sudah memenuhi syarat atau tidak. Dilakukan juga keseragamaan data yang diperoleh.


(55)

6. Tetapkan rate of perfomance dari operator saat melaksanakan aktifitas kerja yang diukur dan dicetak waktunya tersebut. Rate of perfomance ini ditetapkan untuk setiap elemen kerja yang ada dan hanya ditujukan untuk perfomance operator. Untuk elemen kerja yang secara penuh dilakukan oleh mesin maka perfomance dianggap normal.

7. Sesuaikan waktu pengamatan berdasarkan perfomance kerja yang ditunjukkan oleh operator tersebut sehingga akhirnya akan diperoleh waktu kerja normal. 8. Tetapkan waktu longgar (allowance time) guna memberikan fleksibilitas.

Waktu longgar yang akan diberikan ini, guna menghadapi kondisi–kondisi seperti kebutuhan personil yang bersifat pribadi. Faktor kelelahan, keterlambatan material dan lain–lainnya.

9. Tetapkan waktu kerja baku (standard time) yaitu jumlah total antara waktu normal dan waktu longgar.

Berdasarkan langkah–langkah yang disebutkan di atas terlihat bahwa pengukuran kerja dengan jam henti ini merupakan cara pengukuran yang objektif karena disini waktu yang ditetapkan berdasarkan fakta yang tidak cuma sekedar diestimasi secara subyektif. Disini juga akan berlaku asumsi–asumsi dasar sebagai berikut :

1. Metode fasilitas untuk menyelesaikan pekerjaan harus sama dan dibakukan terlebih dahulu sebelum kita mengaplikasikan waktu ini untuk pekerjaan yang serupa.

2. Operator harus memahami benar prosedur dan metoda pelaksanaan kerja sebelum dilakukan pengukuran kerja. Operator–operator yang akan dibebani


(56)

dengan waktu baku ini diasumsikan memiliki tingkat ketrampilan dan kemampuan yang sama serta sesuai dengan pekerjaan tersebut. Untuk persyaratan mutlak pada waktu memilih operator yang akan dianalisa waktu kerjanya benar–benar memiliki tingkat kemampuan yang rata–rata.

3. Kondisi lingkungan fisik pekerjaan juga relatif tidak jauh berbeda dengan kondisi fisik pada saat pengukuran kerja dilakukan.

4. Perfomance kerja mampu dikendalikan pada tingkat yang sesuai untuk seluruh periode kerja yang ada.

Pengukuran waktu adalah pekerjaan mengamati dan mencatat waktu kerja baik setiap elemen ataupun siklus dengan menggunakan alat–alat seperti jam henti, lembaran–lembaran pengamatan, dan pena atau pinsil. Aktivitas pengukuran kerja dengan jam henti (stopwatch) umumnya diaplikasikan pada industri manufacturing yang memiliki karakteristik yang berulang–ulang, terspesifikasi jelas, dan menghasilkan output yang relatif sama. Nyatalah bahwa aktifitas stopwatch time study ini bisa dilaksanakan untuk berbagai macam pekerjaan, baik yang bisa diklasifikasikan sebagai manufacturing job ataupun service jobs.

Aktivitas pengukuran kerja sendiri tidak mungkin bisa dilaksanakan apabila dijumpai pekerjaan–pekerjaan yang tidak memperdulikan volume atau jumlah output yang ingin dihasilkan. Untuk mendapatkan waktu kerja yang dibutuhkan, dilakukan beberapa pengukuran yang dimulai dengan pengukuran pendahuluan pertama yang dilakukan dengan melakukan pengukuran yang banyaknya data pengamatan ditentukan oleh pengukur.


(57)

Penetapan jumlah pengamatan yang dibutuhkan dalam aktivitas waktu jam henti selama ini dikenal lewat formulasi–formulasi tertentu dengan mempertimbangkan tingkat kepercayaan dan derajat ketelitian yang diinginkan. Cara penetapan prosedur dengan formulasi tersebut membutuhkan analisa dan perhitungan kuantitatif yang memerlukan waktu penyelesaian lama. Untuk membuat penetapan mengenai jumlah pengamatan yang seharusnya dilaksanakan maka The Maytag Company telah memperkenalkan prosedur pelaksanaan pengamatan atau pengukuran awal dari elemen kegiatan yang ingin diukur waktunya dengan ketentuan sebagai berikut :

1. 10 kali pengamatan untuk kegiatan yang berlangsung dalam siklus sekitar ≤ 120 detik.

2. 5 kali pengamatan untuk kegiatan yang berlangsung dalam siklus waktu yang besar dari ≥120 detik.

Satu hal yang penting dalam pelaksanaan pengukuran kerja ini adalah bahwa semua pihak yang nantinya akan dipengaruhi oleh hasil studi haruslah diinformasikan mengenai maksud dan tujuan dari studi, sehinngga nantinya bisa tercapai kerjasama yang sebaik–baiknya didalam pelaksanaan pengukuran.

3.5. Menentukan Keseimbangan Lintasan dengan Metode Pendekatan Wilayah (Region Approach)

Metode ini dikembangkan oleh Bedworth untuk mengatasi kekurangan metode bobot posisi (metode Helgeson-Birnie). Metode pendekatan wilayah (Region Approach) merupakan pengelompokan operasi–operasi yang diperlukan


(58)

dalam proses produksi dalam suatu stasiun kerja sedemikian rupa sehingga beban kerja antara stasiun kerja yang satu dengan yang lain cukup seimbang.

Pada prinsipnya, metode ini berusaha membebankan terlebih dahulu pada operasi yang memiliki tanggung jawab keterdahuluan yang besar. Bedworth menyebutkan bahwa kegagalan metode bobot posisi adalah mendahulukan operasi dengan waktu operasi terbesar daripada operasi dengan waktu operasi yang tidak terlalu besar, tetapi diikuti oleh banyak operasi lainnya. Langkah–langkah penyelesaian dengan metode pendekatan wilayah (Region Approach) adalah sebagai berikut :

1. Menghitung Waktu Standar Operasi

Langkah-langkah yang dilakukan untuk menghitung waktu standar adalah sebagai berikut :

1. Pengujian keseragaman data

Jika pengamatan pendahuluan dilakukan sebanyak : N Waktu penyelesaian pada pengukuran pendahuluan : Xi Maka :

a. Hitung rata–rata dari tiap unit pengamatan

N Xi

X

... (1) Dimana :

Xi = waktu penyelesaian hasil pengamatan pada pengukuran pendahuluan N = jumlah pengamatan yang dilakukan


(59)

b. Hitung standar deviasi sebenarnya dari waktu penyelesaian dengan menggunakan rumus, yaitu :

1 2

   

N X Xi

 ... (2) Dimana :

N = jumlah pengamatan yang dilakukan

Xi = waktu penyelesaian hasil pengamatan pada pengukuran pendahuluan

c. Tentukan batas kontrol atas (BKA) dan batas kontrol bawah (BKB)

Pemeriksaan keseragaman data dilakukan dengan menentukan Batas Kontrol Atas (BKA) dan Batas Kontrol Bawah (BKB) dari data pengukuran yang telah diperoleh dengan menggunakan peta kontrol. Peta kontrol dipakai untuk karakteristik kualitas atau variabel-variabel yang dapat diukur jumlahnya.

Dilakukan pemeriksaan terhadap hasil pengukuran waktu yang diperoleh apakah berada dalam batas kontrol atau tidak. Jika data tersebut berada dalam batas kontrol, maka data tersebut dikatakan seragam. Jika di luar batas kontrol, maka data yang diluar batas kontrol harus dibuang dan dilakukan revisi terhadap data yang tersisa dengan menghitung batas kontrol yang baru. Untuk tingkat kepercayaan 95%, maka digunakan rumus berikut ini :


(60)

Batas kontrol atas (BKA) = X + 2 

... (3) Batas kontrol bawah (BKB) = X – 2 

Garis sentral (GS) = X

2. Pengujian jumlah pengamatan yang dibutuhkan (N)

Untuk menentukan jumlah pengamatan yang dibutuhkan, maka digunakan rumus berikut ini :

 

2

 

2 2

'                  Xi X X N s k N i i ... (4) Dimana :

N’ = banyaknya pengamatan yang dibutuhkan

k = harga distribusi normal standar yang ditentukan dari tingkat kepercayaan yang ditentukan

Jumlah pengamatan yang diperlukan dapat dipengaruhi oleh besarnya tingkat ketelitian dan tingkat kepercayaan yang diinginkan. Misalnya untuk tingkat kepercayaan 95% dan tingkat ketelitian 5%, diperoleh k = 1,95  2 maka penurunan rumus (4) menjadi :

2

2 2

05 , 0 2 '                  Xi X Xi N N i


(61)

 

 

2 2 2 40 '              Xi X Xi N

N i ... (5)

Dimana :

N’ = banyaknya pengamatan yang dibutuhkan N = jumlah pengamatan yang dilakukan

Xi = waktu penyelesaian hasil pengamatan pada pengukuran pendahuluan Yang dimaksud tingkat ketelitian 5% dan tingkat kepercayaan 95% adalah pengukur membolehkan rata - rata hasil pengukurannya menyimpang sejauh 5% dari rata - rata sebenarnya dan kemungkinan berhasil mendapatkan hal tersebut adalah sebesar 95%.

3. Penentuan waktu terpilih

Apabila uji keseragaman data telah terpenuhi serta jumlah pengukuran yang dibutuhkan pada tingkat kepercayaan dan ketelitian yang ditentukan telah mencukupi, maka maka ditetapkan waktu terpilih dengan rumus sebagai berikut:

X N

i X

Wt

 ... (6) 4. Menentukan performance rating

Performance rating adalah keadaan penganalisa time study membandingkan kecepatan operator yang diamati dengan konsep performansi kerja dengan konsep normal yang disepakati. Kecepatan kerja operator dapat dipengaruhi oleh operator yang bekerja tanpa kesungguhan, sangat cepat seolah– olah diburu waktu, atau mendapat kesulitan karena kondisi ruangan yang buruk


(62)

dan akan mengakibatkan terlalu singkat atau terlalu panjang waktu penyelesaian. Untuk menormalkan waktu kerja yang diperoleh dari hasil pengamatan, maka hal ini dilakukan dengan mengadakan faktor penyesuaian atau rating ”p” sebagai berikut

 Apabila operator dinyatakan terlalu cepat yaitu bekerja di atas batas kewajaran (normal) maka Rf  1.

 Apabila operator bekerja terlalu lambat yaitu bekerja dengan kecepatan di bawah kewajaran (normal) maka Rf  1.

 Apabila operator bekerja secara normal atau wajar maka Rf = 1.

Untuk kondisi kerja dimana operasi secara penuh dilaksanakan oleh mesin maka waktu yang diukur dianggap waktu yang normal. Adapun cara-cara untuk menentukan rating factor adalah sebagai berikut :

1. Cara Persentase

Cara persentase merupakan cara yang paling awal digunakan dalam melakukan penyesuaian. Disini besarnya faktor penyesuaian sepenuhnya ditentukan oleh pengukur melalui pengamatannya selama melakukan pengukuran. Jadi sesuai dengan pengukuran ditentukan harga p yang menurut pendapat pengukur akan menghasilkan waktu normal bila harga p dikalikan dengan harga siklus. Cara ini merupakan yang paling mudah dan sederhana, tetapi terdapat kekurangan ketelitian akibat cara memberikan penilaian.

2. Cara Shumard

Cara shumard dilakukan dengan memberikan penilaian melalui kelas-kelas penyesuaian kerja dalam setiap kelas yang mempunyai nilai sendiri-sendiri.


(63)

Dalam hal ini si pengukur diberi patokan untuk menilai performansi kerja dari operator menurut kelas-kelas tertentu seperti terlihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Penyesuaian Menurut Shumard

Kelas Penyesuaian

Superlast 100

Fast + 95

Fast 90

Fast - 85

Excellent 80

Good + 75

Good 70

Good - 65

Normal 60

Fair + 55

Fair 50

Fair - 45

Poor 40

3. Cara westinghouse

Cara westinghouse dilakukan dengan mengarahkan penilaian pada 4 faktor yang dianggap menentukan kewajaran dan ketidakwajaran pada saat bekerja. Penentuan performance rating menggunakan sistem westinghouse yaitu :


(64)

Keterampilan didefinisikan sebagai kemampuan mengikuti cara kerja yang ditetapkan. Latihan dapat meningkatkan keterampilan, tetapi hanya sampai ketingkat tertentu yang sesuai dengan kemampuan maksimal sipekerja. Keterampilan dapat menurun apabila telah terlalu lama tidak menangani pekerjaan yang akan dilakukan, kesehatan yang terganggu, rasa lelah yang berlebihan, pengaruh lingkungan sosial dan sebagainya. Untuk keperluan penyesuaian keterampilan, dapat dibagi menjadi 6 (enam) kelas dengan ciri–ciri dari setiap kelas adalah sebagai berikut :

SUPER SKILL: 1. Secara bawaan cocok sekali dengan pekerjaannya. 2. Bekerja dengan sempurna.

3. Tampak seperti telah terlatih dengan sangat baik. 4. Gerakan–gerakan halus tetapi sangat cepat

sehingga sulit untuk diikuti.

5. Kadang–kadang terkesan tidak berbeda dengan gerakan-gerakan mesin.

6. Perpindahan dari satu elemen pekerjaan ke elemen lainnya tidak terlampau terlihat karena lancarnya. 7. Tidak terkesan adanya gerakan-gerakan berpikir dan

merencanakan tentang apa yang dikerjakan (sudah sangat otomatis).

8. Secara umum dapat dikatakan bahwa pekerja yang bersangkutan adalah pekerja yang baik.


(65)

2. Tampak cocok dengan pekerjaannya. 3. Terlihat telah terlatih baik.

4. Bekerjanya teliti dengan tidak banyak melakukan pengukuran–pengukuran atau pemeriksaan.

5. Gerakan–gerakan kerjanya beserta urutan– urutannya dijalankan tanpa kesalahan.

6. Menggunakan peralatan dengan baik. 7. Bekerjanya cepat tetapi halus. 8. Bekerja berirama dan terkoordinasi. GOOD SKILL: 1. Kualitas hasil baik.

2. Bekerjanya tampak lebih baik dari pada kebanyakan pekerja pada umumnya.

3. Dapat memberi petunjuk–petunjuk pada pekerja lain yang keterampilannya lebih rendah.

4. Tampak jelas sebagai pekerja yang cakap. 5. Tidak memerlukan banyak pengawasan. 6. Tiada keragu–raguan.

7. Bekerjanya stabil.

8. Gerakan–gerakannya selalu terkoordinasi dengan baik.

9. Gerakan–gerakannya cepat.

AVERAGE SKILL: 1. Tampak adanya kepercayaan pada diri sendiri. 2. Gerakannya cepat tapi tidak lambat.


(66)

3. Terlihat adanya pekerjaan–pekerjaan yang direncanakan.

4. Tampak sebagai pekerja yang cakap.

5. Gerakan–gerakannya cukup menunjukkan tiadanya keragu–raguan.

6. Mengkoordinasi tangan dan pikiran dengan cukup baik.

7. Tampak cukup terlatih dan karenanya mengetahui seluk beluk pekerjaannya.

8. Bekerjanya cukup teliti.

9. Secara keseluruhan cukup memuaskan. FAIR SKILL: 1. Tampak terlatih tetapi belum cukup baik.

2. Mengenal peralatan dan lingkungan secukupnya. 3. Terlihat adanya perencanaan–perencanaan sebelum

melakukan gerakan.

4. Tidak mempunyai kepercayaan diri yang cukup.

5. Tampaknya seperti tidak cocok dengan pekerjaannya tetapi telah ditempatkan dipekerjaan tersebut sejak lama.

6. Mengetahui apa yang dilakukan dan harus dilakukan tetapi tampak tidak selalu yakin.

7. Sebagian waktu terbuang karena kesalahan-kesalahan sendiri.


(67)

8. Jika tidak bekerja sungguh–sungguh outputnya akan sangat rendah.

9. Biasanya tidak ragu–ragu dalam menjalankan gerakan–gerakannya.

POOR SKILL: 1. Tidak bisa mengkoordinasikan tangan dan pikiran. 2. Gerakan–gerakannya kaku.

3. Kelihatan ketidakyakinannya pada urutan–urutan gerakan.

4. Seperti tidak terlatih untuk pekerjaan yang bersangkutan.

5. Tidak terlihat adanya kecocokan dengan pekerjaannya.

6. Ragu–ragu dalam menjalankan gerakan–gerakan kerja.

7. Sering melakukan kesalahan–kesalahan. 8. Tidak adanya kepercayaan pada diri sendiri. 9. Tidak bisa mengambil inisiatif sendiri.

Secara keseluruhan tampak pada kelas–kelas di atas bahwa yang membedakan kelas keterampilan seseorang adalah keragu–raguan, ketelitian gerakan, kepercayaan diri, koordinasi, irama gerakan dan hal–hal lainnya. Dengan pembagian ini, pengukur akan lebih terarah dalam menilai seorang pekerja dilihat dari segi keetrampilannya.


(68)

Usaha merupakan kesungguhan yang ditunjukan atau diberikan operator ketika melakukan pekerjaannya. Sistem westinghouse membagi 6 (enam) kelas usaha dengan ciri–cirinya sebagai berikut :

EXCESSIVE EEFORT: 1. Kecepatan sangat berlebihan.

2. Usahanya sangat bersungguh–sungguh tetapi dapat membahayakan kesehatannya.

3. Kecepatan yang ditimbulkannya tidak dapat dipertahankan sepanjang hari kerja.

EXCELLENT EFFORT: 1. Jelas terlihat kecepatan kerjanya yang tinggi. 2. Gerakan–gerakan lebih ekonomis daripada

operator–operator biasa.

3. Penuh perhatian pada pekerjaannnya. 4. Banyak memberi saran–saran.

5. Menerima saran–saran dan petunjuk dengan senang hati.

6. Percaya kepada kebaikan maksud pengukuran waktu.

7. Tidak dapat bertahan lebih dari beberapa hari. 8. Bangga atas kelebihannya.

9. Gerakan–gerakan yang salah sangat jarang sekali terjadi.


(69)

11. Karena lancarnya, perpindahan dari suatu elemen ke elemen lain tidak terlihat.

GOOD EFFORT: 1. Bekerja berirama.

2. Saat–saat mengaggur sangat sedikit, bahkan kadang–kadang tidak ada.

3. Penuh perhatian pada pekerjaannya. 4. Senang pada pekerjaannya.

5. Kecepatannya baik dan dapat dipertahankan sepanjang hari.

6. Percaya pada kebaikan maksud pengukuran waktu.

7. Menerima saran–saran dan petunjuk–petunjuk dengan senang hati.

8. Dapat memberi saran–saran untuk perbaikan kerja.

9. Tempat kerjanya diatur baik dan bersih.

10. Menggunakan alat–alat yang tepat dengan baik. 11. Memelihara dengan baik kondisi peralatan. AVERAGE EFFORT: 1. Tidak sebaik good, tetapi lebih baik dari poor.

2. Bekerja dengan stabil.

3. Menerima saran–saran tetapi tidak langsung melaksanakannya.


(70)

5. Melakukan kegiatan–kegiatan perencanaan. FAIR EFFORT: 1. Saran–saran perbaikan diterima dengan kesal.

2. Kadang–kadang perhatian tidak ditujukan pada pekerjaannya.

3. Kurang sungguh–sungguh.

4. Tidak mengeluarkan tenaga dengan secukupnya. 5. Terjadi sedikit penyimpangan dari cara kerja

baku.

6. Alat–alat yang dipakainya tidak selalu yang terbaik.

7. Terlihat adanya kecendrungan kurang perhatian pada pekerjaannya.

8. Terlampau hati–hati.

9. Sistematika kerjanya sedang–sedang saja. 10. Gerakan–gerakannya tidak terencana. POOR EFFORT: 1. Banyak membuang–buang waktu.

2. Tidak memperhatikan adanya minat bekerja. 3. Tidak mau menerima saran–saran.

4. Tampak malas dan lambat bekerja.

5. Malakukan gerakan–gerakan yang tidak perlu untuk mengambil alat–alat dan bahan–bahan. 6. Tempat kerjanya tidak diatur dengan baik.


(71)

7. Tidak perduli pada cocok atau baik tidaknya peralatan yang dipakai.

8. Mengubah–ubah tata letak tempat kerja yang telah diatur.

9. Set up kerjanya terlihat tidak baik.

Dari uraian diatas terlihat adanya korelasi antara keterampilan dengan usaha. Dalam prakteknya banyak terjadi pekerja yang mempunyai keterampilan rendah tetapi bekerja dengan usaha yang lebih sungguh–sungguh sebagai suatu keseimbangan. Kadang–kadang usaha ini begitu besarnya sehingga tampak berlebihan dan tidak banyak menghasilkan. Sebaliknya seseorang yang mempunyai keterampilan tinggi tidak jarang bekerja dengan usaha yang tidak didukung performance yang lebih baik.

c. Kondisi kerja (Condition)

Kondisi kerja adalah kondisi fisik lingkungan seperti keadaan pencahayaan, temperatur dan kebisingan ruangan. Bila keterampilan, usaha dan konsistensi merupakan apa yang dicerminkan operator maka kondisi kerja merupakan sesuatu yang harus diterima apa adanya oleh operator tanpa banyak kemampuan merubahnya. Oleh sebab itu faktor kondisi sering disebut sebagai faktor manajemen, karena pihak inilah yang dapat merubah atau memperbaikinya. d. Konsistensi (Consistency)

Konsistensi merupakan faktor yang perlu diperhatikan karena setiap pengukuran waktu tidak semuanya sama, waktu penyelesaian yang ditunjukkan pekerja selalu berubah-ubah dari satu siklus ke siklus lainnya. Nilai performance


(72)

rating ditentukan dengan jalan menjumlahkan nilai–nilai dari keempat faktor tersebut dengan 1 (Rf = 1 + westinghouse faktor).

Berdasarkan pengamatan di tempat kerja, dapat ditentukan kelas-kelas dari keempat faktor tersebut dengan menggunakan tabel performance rating dengan sistem westinghouse seperti pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Westinghouse Factor

Faktor Kelas Lambang Penyesuaian

A1 + 0,15

Superskill

A2 + 0,13

B1 + 0,11

Excelent

B2 + 0,08

C1 + 0,06

Good

C2 + 0,03

Ketrampilan

Average D 0,00

E1 - 0,05

Fair

E2 - 0,10

F1 - 0,16

Poor

F2 - 0,22

A1 + 0,13

Excessive

A2 + 0,12

B1 + 0,10

Excellent

B2 + 0,08

C1 + 0,05

Good

C2 + 0,02

Average D 0,00

E1 - 0,04

Fair

E2 - 0,08

F1 - 0,12

Usaha

Poor

F2 - 0,17

Ideal A + 0,06

Excellent B + 0,04

Good C + 0,02

Average D 0,00

Fair E - 0,03

Kondisi Kerja

Poor F - 0,07

Perfect A + 0,03 Excellent B + 0,04

Good C + 0,01

Average D 0,00

Fair E - 0,02

Konsistensi


(1)

2. Peta kontrol uji keseragaman data pada WC 2

Uji Keseragaman Data pada WC 2

0 1 2 3 4 5

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Pengamatan

W

akt

u Pengamatan WC 2

BKA BKB

Gambar 2. Peta Kontrol Uji Keseragaman Data pada WC 2

3. Peta kontrol uji keseragaman data pada WC 3

Uji Ke se ragaman Data pada WC 3

3 3.05 3.1 3.15 3.2 3.25 3.3 3.35

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Pengamatan

W

akt

u Pengam atan WC 3

BKA BKB

Gambar 3. Peta Kontrol Uji Keseragaman Data pada WC 3

4. Peta kontrol uji keseragaman data pada WC 4

2.12 2.125 2.13 2.135 2.14 2.145 2.15 2.155 2.16 2.165 2.17

1 3 5 7 9 11

Pengamatan

Wa

k

tu Pengam atan WC 4

BKA BKB


(2)

Gambar 4. Peta Kontrol Uji Keseragaman Data pada WC 4

5. Peta kontrol uji keseragaman data pada WC 5

Uji Keseragaman Data pada WC 5

2.42 2.43 2.44 2.45 2.46 2.47 2.48

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Pengamatan

W

akt

u Pengamatan WC 5

BKA BKB

Gambar 5. Peta Kontrol Uji Keseragaman Data pada WC 5

6. Peta kontrol uji keseragaman data pada WC 6

Uji Keseragaman Data pada WC 6

1.45 1.5 1.55 1.6 1.65 1.7 1.75

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Pengamatan

W

akt

u Pengamatan WC 6

BKA BKB

Gambar 6. Peta Kontrol Uji Keseragaman Data pada WC 6

7. Peta kontrol uji keseragaman data pada WC 7 Uji Keseragaman Data pada WC 7

2.25 2.3 2.35 2.4 2.45 2.5

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Pengamatan

W

akt

u

Pengamatan pada WC 7

BKA BKB


(3)

8. Peta kontrol uji keseragaman data pada WC 8

Uji Keseragaman Data pada WC 8

1.92 1.925 1.93 1.935 1.94 1.945 1.95 1.955 1.96 1.965

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Pengamatan

W

akt

u

Pengamatan pada WC 8

BKA BKB

Gambar 8. Peta Kontrol Uji Keseragaman Data pada WC 8

9. Peta kontrol uji keseragaman data pada WC 9

Uji Keseragaman Data pada WC 9

2.2 2.25 2.3 2.35 2.4 2.45

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Pengamatan

Wa

k

tu

Pengamatan pada WC 9

BKA BKB

Gambar 9. Peta Kontrol Uji Keseragaman Data pada WC 9

10. Peta kontrol uji keseragaman data pada WC 10

Uji Keseragaman Data pada WC 10

1.908 1.91 1.912 1.914 1.916 1.918 1.92 1.922 1.924 1.926 1.928

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Pengamatan

Wa

ktu

Pengamatan pada WC 10

BKA BKB


(4)

Gambar 10. Peta Kontrol Uji Keseragaman Data pada WC 10

11. Peta kontrol uji keseragaman data pada WC 11

Uji Keseragaman Data pada WC 11

2.05 2.1 2.15 2.2 2.25 2.3 2.35 2.4

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Pengamatan

W

aktu

Pengamatan pada WC 11

BKA BKB

Gambar 11. Peta Kontrol Uji Keseragaman Data pada WC 11

12. Peta kontrol uji keseragaman data pada WC 12

Uji Keseragaman Data pada WC 12

1.91 1.92 1.93 1.94 1.95 1.96 1.97

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Pengamatan

W

akt

u

Pengamatan pada WC 12

BKA BKB

Gambar 12. Peta Kontrol Uji Keseragaman Data pada WC 12

13. Peta kontrol uji keseragaman data pada WC 13

Uji Keseragaman Data pada WC 13

1.25 1.3 1.35 1.4 1.45 1.5 1.55 1.6 1.65

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Pengamatan

Wa

k

tu

Pengamatan pada WC 13

BKA BKB


(5)

14. Peta kontrol uji keseragaman data pada WC 14

Uji Keseragaman Data pada WC 14

1.6 1.7 1.8 1.9 2 2.1 2.2

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Pengamatan

Wa

ktu

Pengamatan pada WC 14 BKA BKB


(6)

Cotton Sh

O Busa

S-4

OI-4

Di ukur dan dipotong dengan alat pemotong

Di gudang bahan baku

T-6 Di bawa ke ruang

perakitan matras Kain Dasar

S-5

OI-5

Di ukur dan dipotong dengan alat pemotong

Di gudang bahan tambahan

T-7 Di bawa ke ruang

perakitan matras Kain Bermotif

S-6

OI-6

Di ukur dan dipotong dengan alat pemotong

Di gudang bahan tambahan

T-8 Di bawa ke ruang

perakitan matras Label Produksi

S-7

T-10

Di gudang bahan penolong

Di bawa ke

ruang packing

Plastik S-8

T-11

Di gudang bahan penolong

Di bawa ke ruang packing