Hubungan Antara Dukungan Sosial Suami Dengan Kecemasan Pada Wanita Menopause

(1)

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL SUAMI

DENGAN KECEMASAN PADA WANITA MENOPAUSE

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh :

MIRA NURMADINA

051301102

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

GENAP, 2008/2009


(2)

Hubungan Dukungan Sosial Suami dengan Kecemasan Pada Wanita Menopause

Mira Nurmadina dan Meidriani Ayu Siregar

ABSTRAK

Dukungan sosial suami diartikan sebagai bantuan yang dapat diberikan oleh suami berupa bantuan material, informasi, maupun emosional yang dapat menimbulkan adanya perasaan dihargai dan dicintai pada istri yang menerima dukungan, sedangkan kecemasan pada wanita menopause merupakan situasi yang menimbulkan perasaan yang tidak menyenangkan dimana individu tersebut merasa gelisah, bingung dan khawatir yang disebabkan adanya berbagai perubahan fisik dan psikis yang dialaminya pada masa menopause.

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat korelasional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial suami dengan kecemasan pada wanita menopause.

Jumlah sampel penelitian ini adalah 74 wanita. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan purposive sampling. Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala model Likert yang kemudian dianalisa dengan menggunakan metode analisa korelasi. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah dua buah skala yaitu skala kecemasan yang disusun oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek dari Blackburn & Davidson (1994) dan skala dukungan sosial suami yang disusun oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek dari Sarafino (1998). Skala kecemasan memiliki nilai reliabilitas (rxx)=0.967

dan nilai reliabilitas skala dukungan sosial suami (rxx)=0.953.

Hasil analisa data penelitian dengan menggunakan teknik korelasi Pearson Product Moment menunjukkan koefisien korelasi (r)=-0.588 dengan p<0.01 (p=0.000) sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa ada hubungan yang sangat signifikan antara dukungan sosial suami dengan kecemasan pada wanita menopause.


(3)

Hubungan Dukungan Sosial Suami dengan Kecemasan Pada Wanita Menopause

Mira Nurmadina dan Meidriani Ayu Siregar

ABSTRACT

The social support of husband define as a helping that can be given by husband like material support, information or the emotional that can grow up the feeling to be honoured and be to individual who accept te support. The wariness is the situation that grow up and the feeling where the individual or teh person feel uneasy, confusing and worrying that caused some exchange of physics and psyche that will be felt in the menopause period.

This research is a correlation research that aims to know the correlation between the support of a husband to word to wariness by wife in the menopause period.

The total of sample is 74 woman. The sampling technique used is purposive sampling. The instrument is use in this analysis is quetioner model scale Likert and than analysed with used correlation of method.

Measuring tool used in this research is two scales that consist of anxiety scale and social support scale. The researcher created the scales based on anxiety by Blackburn and Davidson (1994) and social support from Sarafino (1998). Anxiety scale has reliability (rxx)=0.967 and reliabilility of social support

(rxx)=0.953.

The result of data analyzed which used correlation technic Pearson Product Moment shows that the coefficient correlation (r)=-0.588 with p<0.01 (p=0.000) so that researcher conclude that there is a very significant correlation between social support of a husband and anxiety in the menopause period.


(4)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR SKEMA ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN……… ………...xi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 12

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Manfaat Penelitian ... 12

E. Sistematika Penulisan... 13

BAB II. LANDASAN TEORI ... 15

A. Kecemasan ... 15

1. Pengertian Kecemasan ... 15

2. Jenis-jenis Kecemasan ... 16

3. Aspek-aspek Kecemasan ... 17

4. Hal-hal yang menimbulkan Kecemasan ... 18

5. Reaksi-reaksi Kecemasan ... 19


(5)

7. Kecemasan pada Wanita Menopause ... 20

B. Dukungan Sosial ... 22

1. Pengertian Dukungan Sosial ... 22

2. Aspek-aspek Dukungan Sosial ... 23

3. Sumber-sumber Dukungan Sosial ... 26

4. Model kerja Dukungan Sosial ... 26

5. Dukungan Sosial Suami ... 27

C. Menopause ... 28

1. Pengertian Menopause ... 28

2. Tahap-tahap Menopause ... 29

3. Usia memasuki Menopause ... 30

4. Jenis-jenis Menopause ... 30

5. Gejala-gejala Menopause ... 32

D. Dewasa Madya ... 34

1. Pengertian Dewasa Madya ... 34

2. Karakteristik Dewasa Madya ... 34

3. Tugas Perkembangan Dewasa Madya ... 38

E. Hubungan Dukungan Sosial Suami dengan Kecemasan pada Wanita Menopause ... 44

D. Hipotesa Penelitian ... 46

BAB III. METODE PENELITIAN ... 47


(6)

B. Definisi Variabel Penelitian ... 47

1. Kecemasan ... 47

2. Dukungan Sosial Suami ... 48

C. Populasi, Sampel, Dan Metode Pengambilan Sampel...49

1. Populasi dan Sampel ...49

2. Metode Pengambilan Sampel ...49

3. Jumlah Sampel Penelitian ...50

D. Alat Ukur yang Digunakan ... 50

1. Skala Kecemasan ………...51

2. Skala Dukungan Sosial Suami ...52

E. Uji Coba Alat Ukur ... 53

1. Uji Validitas ... 54

2. Uji Daya Beda Aitem ... 54

3. Uji Reliabilitas ... 55

F. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 55

1. Hasil Uji Coba Skala Kecemasan ... 56

2. Hasil Uji Coba Skala Dukungan Sosial Suami ... 57

G. Prosedur Penelitian ... 59

1. Persiapan Penelitian ... 59

2. Pelaksanaan Penelitian ... 60

3. Tahap Pengolahan Data ... 60

H. Metode Analisa Data ... 60


(7)

2. Uji Linieritas ... 61

BAB IV ANALISA DAN INTERPRETASI DATA ... 62

A. Gambaran Subjek Penelitian ... 62

1. Usia Subjek Penelitian ... 62

2. Lamanya Menopause Subjek Penelitian ... 63

3. Pekerjaan Subjek Penelitian ... 64

4. Tingkat Pendidikan Subjek Penelitian ... 64

B. Hasil Penelitian ... 65

1. Hasil Uji Asumsi ... 65

2. Hasil Uji Analisa Data ... 67

3. Hasil Tambahan ... 74

C. Pembahasan ... 77

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 84

A. Kesimpulan ... 84

B. Saran ... 86

1. Saran Metodologis ... 86

2. Saran Praktis ... 87

DAFTAR PUSTAKA ... 85 LAMPIRAN


(8)

DAFTAR SKEMA

Skema 1 : Fase normal kehidupan wanita ... 29


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Blue print skala kecemasan sebelum uji coba ... 51

Tabel 2 : Blue print skala dukungan sosial sebelum uji coba... 53

Tabel 3 : Distribusi aitem skala kecemasan setelah uji coba………...56

Tabel 4 : Distribusi item skala kecemasan untuk penelitian………...57

Tabel 5 : Distribusi item skala dukungan sosial suami setelah uji coba……….57

Tabel 6 : Distribusi item skala dukungan sosial suami untuk penelitian...58

Tabel 7 : Penyebaran subjek berdasarkan usia...62

Tabel 8 : Penyebaran subjek berdasarkan lamanya menopause……….63

Tabel 9 : Penyebaran subjek berdasarkan pekerjaan...64

Tabel 10 : Penyebaran subjek berdasarkan tingkat pendidikan……..………...65

Tabel 11 : Uji Normalitas dengan One Sample Kolmogorov-Smirnov…………66

Tabel 12 : Hasil Uji Linieritas hubungan kedua variabel…………...66

Tabel 13 : Hasil Model Summary pada Analisa Pearson ………...67

Tabel 14 : Nilai empirik dan hipotetik kecemasan...68

Tabel 15 : Kategorisasi data variabel kecemasan ………...69

Tabel 16 : Nilai empirik dan hipotetik dukungan sosial suami...71

Tabel 17 : Kategorisasi data variabel dukungan sosial suami………...71

Tabel 18 : Norma kategorisasi kecemasan pada wanita menopause...73

Tabel 19 : Kategorisasi data kecemasan pada wanita menopause...73

Tabel 20 : Norma kategorisasi dukungan sosial suami...74


(10)

Tabel 22 : Hasil Model Summary pada analisa regresi………...75

Tabel 23 : Gambaran kecemasan berdasarkan lamanya menopause...76

Tabel 24 : Gambaran kecemasan berdasarkan pekerjaan…………...76


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A : Gambaran Subjek Penelitian Lampiran B : Reliabilitas

Lampiran C : Skala Penelitian Lampiran D : Data Hasil Penelitian


(12)

Hubungan Dukungan Sosial Suami dengan Kecemasan Pada Wanita Menopause

Mira Nurmadina dan Meidriani Ayu Siregar

ABSTRAK

Dukungan sosial suami diartikan sebagai bantuan yang dapat diberikan oleh suami berupa bantuan material, informasi, maupun emosional yang dapat menimbulkan adanya perasaan dihargai dan dicintai pada istri yang menerima dukungan, sedangkan kecemasan pada wanita menopause merupakan situasi yang menimbulkan perasaan yang tidak menyenangkan dimana individu tersebut merasa gelisah, bingung dan khawatir yang disebabkan adanya berbagai perubahan fisik dan psikis yang dialaminya pada masa menopause.

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat korelasional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial suami dengan kecemasan pada wanita menopause.

Jumlah sampel penelitian ini adalah 74 wanita. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan purposive sampling. Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala model Likert yang kemudian dianalisa dengan menggunakan metode analisa korelasi. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah dua buah skala yaitu skala kecemasan yang disusun oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek dari Blackburn & Davidson (1994) dan skala dukungan sosial suami yang disusun oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek dari Sarafino (1998). Skala kecemasan memiliki nilai reliabilitas (rxx)=0.967

dan nilai reliabilitas skala dukungan sosial suami (rxx)=0.953.

Hasil analisa data penelitian dengan menggunakan teknik korelasi Pearson Product Moment menunjukkan koefisien korelasi (r)=-0.588 dengan p<0.01 (p=0.000) sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa ada hubungan yang sangat signifikan antara dukungan sosial suami dengan kecemasan pada wanita menopause.


(13)

Hubungan Dukungan Sosial Suami dengan Kecemasan Pada Wanita Menopause

Mira Nurmadina dan Meidriani Ayu Siregar

ABSTRACT

The social support of husband define as a helping that can be given by husband like material support, information or the emotional that can grow up the feeling to be honoured and be to individual who accept te support. The wariness is the situation that grow up and the feeling where the individual or teh person feel uneasy, confusing and worrying that caused some exchange of physics and psyche that will be felt in the menopause period.

This research is a correlation research that aims to know the correlation between the support of a husband to word to wariness by wife in the menopause period.

The total of sample is 74 woman. The sampling technique used is purposive sampling. The instrument is use in this analysis is quetioner model scale Likert and than analysed with used correlation of method.

Measuring tool used in this research is two scales that consist of anxiety scale and social support scale. The researcher created the scales based on anxiety by Blackburn and Davidson (1994) and social support from Sarafino (1998). Anxiety scale has reliability (rxx)=0.967 and reliabilility of social support

(rxx)=0.953.

The result of data analyzed which used correlation technic Pearson Product Moment shows that the coefficient correlation (r)=-0.588 with p<0.01 (p=0.000) so that researcher conclude that there is a very significant correlation between social support of a husband and anxiety in the menopause period.


(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Dewasa madya adalah periode transisi dan jembatan antara dua generasi, yaitu generasi muda dan generasi yang lebih tua. Usia madya merupakan masa usia antara 40-60 tahun. Bagi kebanyakan orang, usia madya merupakan masa dengan dua hal yang berbeda, yaitu usia madya dipandang sebagai usia yang terbaik dalam hidup, tetapi juga merupakan masa munculnya kesadaran akan kematian dan banyaknya waktu yang telah berlalu (Craig, 1986).

Usia madya merupakan saat untuk melihat masa lalu dan masa yang akan datang. Masa ini menjadi saat bagi seseorang untuk mengevaluasi tujuan dan harapan serta menentukan bagaimana cara terbaik dalam menjalani sisa waktu dalam kehidupan mereka (Papalia, 2003). Banyak individu yang berusia 50 tahun menganggap bahwa masa tersebut merupakan masa yang penting dalam kehidupan mereka. Masa ini ditandai dengan adanya kemandirian, rasa aman dalam suatu hubungan, kebebasan, penghasilan dan status sosial yang tinggi serta kepercayaan diri (Frank dalam Dacey & Travers, 2002).

Usia madya juga merupakan saat-saat yang sibuk, dan terkadang disertai dengan stress. Masa ini ditandai dengan beragam dan meningkatnya tanggungjawab, bertambahnya peran yang harus dijalani, seperti menjalankan rumah tangga, pekerjaan, melepaskan anak- anak, menjaga dan merawat orangtua


(15)

atau memulai karir yang baru serta melakukan penyesuaian terhadap perubahan- perubahan yang terjadi dalam kehidupan (Hurlock, 1990).

Perubahan yang dialami individu pada usia dewasa madya salah satunya adalah perubahan seksual, yaitu andropouse yang dialami oleh pria dan menopause pada wanita. Menopause merupakan suatu fase alamiah dimana berakhirnya kemampuan wanita untuk bereproduksi yang ditandai dengan berhentinya siklus menstruasi pada wanita. Secara normal wanita akan mengalami menopause antara usia 45 tahun sampai 55 tahun, dan seorang wanita dikatakan mengalami menopause bila siklus menstruasinya telah berhenti selama 12 bulan (Kasdu, 2003).

Spencer & Brown (2007) mengartikan menopause sebagai suatu akhir proses biologis dari siklus menstruasi yang terjadi karena penurunan produksi hormon estrogen dan progesteron yang dihasilkan ovarium (indung telur). Proses menuju menopause dimulai dengan perlambatan fungsi indung telur, lima tahun sebelum periode menstruasi terakhir. Terdapat juga perubahan-perubahan fisik dan emosi beberapa tahun setelah haid terakhir. Selama masa ini, terjadi perubahan dalam keseimbangan hormon, ditandai dengan pengurangan jumlah estrogen yang diproduksi indung telur, sehingga haid menjadi tidak teratur dan akhirnya berhenti.

Saat seseorang memasuki masa menopause, kadar estrogennya akan turun hingga kira-kira 80%. Selain itu saat menstruasi seseorang berhenti, tingkat progesterone juga menurun. Perubahan hormon estrogen dan progesteron tersebut memberikan pengaruh pada organ tubuh wanita pada umumnya, dan biasanya hal


(16)

tersebut diikuti dengan berbagai perubahan kondisi fisik maupun psikologis wanita yang mengalaminya (Kasdu, 2003).

Data BPS (dalam Proyeksi Penduduk, 2008) menunjukkan bahwa 5.320.000 wanita Indonesia memasuki masa menopause per tahunnya, dan 68% dari jumlah tersebut mengalami gejala-gejala menopause. Beberapa perubahan atau gejala fisik yang dialami oleh seseorang yang memasuki masa menopause diantaranya adalah rasa panas (hot flashes) yang timbul pada saat seseorang masih menstruasi sampai menstruasi benar-benar berhenti. Munculnya gejolak rasa panas ini sering diawali pada daerah dada, leher, wajah dan beberapa daerah tubuh yang lain. Mustopo (2005) mengatakan bahwa 85% wanita mengalami gejolak rasa panas tersebut saat menopause. Selain itu kekeringan vagina yang dialami akibat kekurangan hormon estrogen, dapat menimbulkan rasa sakit dan tidak nyaman saat berhubungan seksual (dalam Zainuddin, 2005).

Kekurangan hormon estrogen juga menyebabkan perubahan pada kulit, seperti munculnya kerutan dan terkadang disertai dengan jerawat, selain itu badan juga menjadi lebih gemuk dari biasanya (Mustopo, 2005). Hal ini dapat mengurangi kecantikan seorang wanita, sehingga wanita merasa kurang percaya diri (dalam Retnowati, 2005).

Seseorang yang mengalami menopause juga sering berkeringat di malam hari, sulit tidur, perubahan kesehatan mulut, kerapuhan tulang (osteoporosis), serta penyakit-penyakit jangka panjang lainnya seperti penyakit jantung dan pembuluh darah. Konsekuensi kesehatan yang terjadi pada menopause disebabkan oleh berkurangnya produksi estrogen dan disertai dengan menurunnya daya tahan


(17)

tubuh seseorang. Level estrogen yang menurun selama menopause, serta terjadinya proses penuaan alami, membuat seseorang menjadi lebih rentan terhadap penyakit (Mustopo, 2005). Seperti yang tercatat pada tahun 2000, dimana penyakit jantung menduduki urutan pertama penyebab kematian wanita menopause di Amerika Serikat, dan tempat kedua diduduki oleh stroke (dalam Kuncoro, 2004).

Perubahan fisik yang terjadi ketika menopause disertai juga dengan beberapa gejala psikologis yang menonjol, seperti stress, frustasi dan adanya penolakan terhadap menopause (Papalia, 2003). Namun, tidak semua orang yang mengalami menopause merasakan hal tersebut. Beberapa wanita menganggap menopause sebagai hal yang biasa dalam hidupnya. Mereka menganggap bahwa setelah masa reproduksi berakhir, mereka tidak akan direpotkan lagi dengan haid yang datang rutin setiap bulan sehingga tidak mengganggu aktivitas mereka, terutama aktivitas yang berhubungan dengan keagamaan, misalnya ibadah shalat bagi wanita yang beragama Islam. Ibrahim (2002) juga mengungkapkan bahwa beberapa wanita justru menemukan kesenangan pada masa menopause, salah satunya dengan memperkuat benteng agama. Wanita juga menunjukkan perhatian yang lebih pada masalah agama dan kehidupan setelah kematian. Mereka menjalankan berbagai kewajiban beribadah, mendatangi ahli agama untuk mendapatkan bimbingan, nasihat dan penyuluhan rohani.

Penelitian yang dilakukan oleh Mathews (dalam Dacey & Travers, 2002) juga menyatakan bahwa wanita-wanita di Israel, baik yang berasal dari budaya tradisional maupun dari budaya modern tidak menunjukkan penolakan terhadap


(18)

menopause. Mereka memandang menopause sebagai masa perpaduan antara integrasi, keseimbangan, kebebasan, dan kepercayaan diri.

Gejala-gejala lain yang muncul saat menopause adalah perasaan menurunnya harga diri karena menurunnya daya tarik fisik dan seksual, mereka merasa tidak dibutuhkan oleh suami dan anak-anak mereka, serta merasa kehilangan femininitas karena fungsi reproduksi yang menurun (dalam Zainuddin, 2005). Dacey & Travers (2002) juga menyatakan bahwa seseorang yang mengalami menopause sering sulit berkonsentrasi, sering lupa, kesepian, suasana hati tidak menentu, dan sering merasa cemas.

Kecemasan adalah suatu perasaan yang tidak menyenangkan yang ditandai dengan munculnya kegelisahan, kebingungan, ketakutan dan kekhawatiran, dimana perasaan ini berhubungan dengan aspek-aspek subjektif dan emosi yang hanya dapat dirasakan oleh orang yang bersangkutan, dimana akibatnya dapat diketahui secara langsung dalam bentuk fisiologis (Calhoun dan Acocella,1995). Budimoeljono (2004) menyatakan bahwa kecemasan biasanya diikuti dengan meningkatnya rangsangan pada tubuh, seperti jantung berdebar-debar atau keringat dingin.

Kecemasan yang dialami seseorang pada saat menopause erat hubungannya dengan proses menopause itu sendiri, dimana kadar estrogen yang mulai menurun dapat menimbulkan kecemasan (Nugroho, 2002). Mustopo (2005) juga menyatakan bahwa kesehatan, pikiran dan ketenangan dipengaruhi oleh hormon estrogen. Banyak wanita yang mengeluh bahwa setelah menopause mereka berubah menjadi pencemas. Kecemasan yang dialami selama menopause


(19)

tidak hanya disebabkan oleh proses dari menopause saja, tetapi juga karena adanya kekhawatiran dalam menghadapi situasi yang sebelumnya tidak pernah dialami dan juga cemas akan hal-hal yang mungkin muncul menyertai berakhirnya masa reproduksinya (Kasdu, 2003).

Seseorang yang cemas dalam menjalani menopause, pada umumnya tidak mendapat informasi yang benar tentang menopause sehingga yang dibayangkannya adalah efek negatif yang akan dialaminya setelah memasuki masa menopause. Salah satunya adalah mereka cemas dengan berakhirnya reproduksi, apalagi mereka menyadari dirinya akan menjadi tua, yang berarti kecantikannya akan memudar. Seiring dengan itu, vitalitas dan fungsi organnya akan menurun. Hal ini dapat menghilangkan kebanggaan dirinya sebagai wanita. Keadaan ini dikhawatirkan dapat mempengaruhi hubungannya dengan suami ataupun keluarga (Kasdu, 2002). Rasa takut akan hilangnya kemudaan dan kecantikan dapat mengakibatkan adanya penolakan terhadap pasangan, pekerjaan serta lingkungan sosial (Gunadarsa, 1991).

Banyak wanita yang takut tidak diperhatikan lagi, sehingga secara sadar atau tidak, sebagian dari mereka yang mengalami menopause berubah menjadi cerewet agar bisa menarik perhatian dari keluarga. Mereka menjadi lebih mudah tersinggung dan marah terhadap sesuatu yang sebelumnya dianggap tidak mengganggu. Perasaannya menjadi sangat sensitif terhadap sikap dan perilaku orang-orang disekitarnya (dalam Zainuddin, 2005).

Hal senada dikemukakan oleh Kartono (1981), bahwa kecemasan adalah suatu perasaan yang ditandai dengan emosi yang tidak stabil, mudah tersinggung


(20)

dan marah, serta sering berada dalam keadaan gelisah. Papalia (2003) juga mengemukakan bahwa gejala-gejala psikologis yang dominan muncul pada saat menopause adalah cepat marah dan gampang tersinggung.

Seseorang yang mengalami menopause juga cemas akan keadaan atau kondisi tubuhnya seperti pegal-pegal, cepat letih, jantung berdebar-debar, nyeri sendi, sakit kepala, dan tidak nyaman saat buang air kecil. Selain itu kecemasan yang dialami seseorang berhubungan dengan perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada dirinya. Munculnya gejala-gejala atau perubahan fisik saat menopause dapat mengacaukan emosi, dan penurunan kadar estrogen dapat menjadi penyebab yang mempengaruhi suasana hati dan ketenangan secara tidak langsung (Spencer & Brown, 2007).

Gejala-gejala fisik yang terjadi selama menopause seperti perubahan tekstur kulit, badan menjadi lebih gemuk, dan payudara yang menurun, dapat membuat wanita kurang percaya diri sehingga takut kecantikannya akan menurun serta khawatir suami tidak akan lagi tertarik padanya (dalam Kuncoro, 2004). Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh salah satu wanita yang telah menopause pada tanggal 18 November 2008 berikut ini :

“ Ya cemas la pasti, apalagi saya sendiri menyadari semenjak menopause ini berat saya nambah, lebih gemukan dari sebelumnya. Takut kalau-kalau suami tidak tertarik lagi” (Fe, dalam komunikasi personal pada tanggal 18 November 2008).

Perubahan pada lapisan dinding vagina sering membuat wanita merasa tidak bisa melakukan hubungan seks lagi, dan membuatnya cemas karena tidak dapat memenuhi kebutuhan seksual suaminya. Reitz (1993) menyatakan bahwa banyak pria yang berusia 45-55 tahun berada pada puncak karir dan banyak


(21)

wanita merasa tidak diperdulikan oleh suaminya. Sejalan dengan hal itu mereka sering merasakan kecemburuan yang tinggi terhadap suaminya, serta khawatir bahwa dengan keberhasilan yang diraih, suami menginginkan seorang wanita yang lebih muda dan menarik.

Ibrahim (2002) juga mengemukakan bahwa wanita yang mengalami menopause juga merasa sangat minder yang disebabkan oleh perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya selama menopause, dan rasa minder tersebut disertai dengan berbagai kecemasan dan keresahan. Selain itu Reitz (1993) menyatakan bahwa banyak wanita menopause menggunakan obat-obatan penenang untuk menghilangkan kecemasan dan kekhawatiran dalam dirinya.

Akibat dari fisik yang tidak nyaman dan kecemasan yang terjadi pada masa menopause dapat menimbulkan ketegangan dan konflik batin serta gangguan-gangguan emosional yang menjadi alasan bagi timbulnya kesehatan mental yang kurang baik (Kartono, 1989). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rostiana (2004) menunjukkan bahwa kecemasan yang dirasakan oleh wanita menopause mengakibatkan dirinya sulit untuk berkonsentrasi dalam mengerjakan sesuatu, kesulitan dalam membuat keputusan, sering mnegalami sulit tidur serta munculnya perasaan-perasaan seperti rasa gugup dan panik.

Kecemasan yang dialami seseorang selama menopause dipengaruhi oleh sikap orang tersebut terhadap menopause, dimana menopause sering dilihat sebagai sesuatu yang menakutkan bagi wanita (Dacey & Travers, 2002). Kekhawatiran ini berawal dari pemikiran seseorang bahwa dirinya akan menjadi tidak sehat, tidak bugar dan tidak cantik lagi. Padahal, masa menopause


(22)

merupakan salah satu fase yang harus dijalani seorang wanita dalam kehidupannya, dan kecemasan yang mereka alami dapat menyebabkan mereka sangat sulit menjalani masa ini (Kasdu, 2002).

Agar dapat menjalani menopause dengan baik, diperlukan kemauan diri untuk memandang hidup sebagai sebuah harapan, dan dibutuhkan pikiran yang positif dalam memandang setiap kejadian/ peristiwa yang dialami. Apabila seseorang dapat berpikir secara positif, maka mereka dapat melalui masa menopause dengan mudah. Namun sebaliknya, apabila orang tersebut berpikir negatif tentang menopause, maka keluhan-keluhan yang muncul akan semakin memberatkan hidupnya.

Oleh karena itu penting bagi seseorang untuk berpikir secara positif bahwa menopause merupakan sesuatu yang sifatnya alami, sama halnya seperti fase kehidupan yang lain. Sikap positif tersebut dapat muncul apabila ada bantuan dari orang-orang disekitarnya (Kasdu, 2002). Selain itu beberapa penelitian menyatakan bahwa perasaan-perasaan negatif yang dialami seseorang selama menopause berhubungan dengan rendahnya dukungan yang diperoleh dalam hidupnya (Dacey & Travers, 2002). Bantuan, perhatian, atau kenyamanan yang dirasakan seseorang yang diterimanya dari orang lain disebut dengan dukungan sosial (Cobb,dkk dalam Sarafino, 1998).

Dukungan sosial adalah keberadaan, kesediaan, dan kepedulian dari orang-orang yang dapat diandalkan, menyayangi dan menghargai kita (Sarason, 1983). Dukungan sosial merupakan berbagai macam dukungan yang diterima oleh seseorang dari orang lain, dapat berupa dukungan emosional, dukungan


(23)

penghargaan atau harga diri, dukungan instrumental, dukungan informasi atau dukungan dari kelompok. Adanya dukungan sosial merupakan hal yang sangat penting bagi kesehatan dan kesejahteraan individu (Sarafino, 2002).

Reitz (1993) mengemukakan bahwa salah satu cara terbaik untuk mengatasi kecemasan saat menopause adalah dengan berbagi dan membicarakannya dengan orang-orang disekelilingnya, karena dengan menceritakannya akan membuat orang tersebut lebih mudah dalam menerima menopause. Kasdu (2002) juga menyatakan bahwa seseorang yang menjalani masa menopause juga membutuhkan dukungan dalam bentuk informasi, seperti pemahaman dan informasi yang benar tentang menopause, karena dengan pengetahuan dan informasi yang benar akan membantu mereka dalam memahami dan mempersiapkan dirinya untuk menjalani menopause dengan baik. Adanya pemahaman bagaimana menopause dapat mempengaruhi dirinya, dapat membantu seseorang dalam mengatasi perubahan-perubahan yang mungkin akan terjadi. Selain itu pengetahuan yang dimiliki seseorang juga dapat mempengaruhi sikapnya terhadap menopause.

Spencer & Brown (2007) mengemukakan bahwa dengan tetap mempertahankan kehidupan sosial yang aktif, akan membantu seseorang dalam mengatasi kesulitan emosi dan perasaan dalam menjalani menopause. Selain itu, hal yang dibutuhkan oleh seseorang yang mengalami menopause adalah pengertian dan dukungan dari keluarga dan lingkungan. Kasdu (2002) juga menyatakan bahwa banyak wanita dapat memahami gejala-gejala menopause dan


(24)

menjalaninya dengan bantuan dan dukungan dari orang-orang disekitarnya, seperti teman, keluarga dan khususnya suami.

Pengertian, penerimaan dan dukungan dari suami sangat besar artinya bagi wanita yang menjalani menopause. Suami yang perduli dan perhatian serta dapat diajak berbagi, akan sangat membantu seseorang dalam menjalani masa menopausenya. Perhatian yang diperoleh akan membuatnya merasa berharga dan dicintai oleh pasangannya. Hurlock (1990) juga menyatakan bahwa pada masa ini, terdapat perubahan hubungan dari hubungan yang berpusat pada keluarga (family centred relationship) menjadi hubungan yang berpusat pada pasangan (pair cntred relationship), dimana hal ini menunjukkan bahwa peran pasangan sangat penting artinya dalam kehidupan.

Komunikasi dan keterbukaan diantara keduanya dapat membantu seseorang menjalani menopausenya dengan lebih baik. Hal ini dapat terjadi apabila permasalahan yang muncul saat menopause dibicarakan secara bersama-sama dan dicari solusinya. Retnowati (2002) mengungkapkan bahwa keberadaan, dukungan dan perhatian dari suami dapat membuat seorang wanita menopause merasa dicintai dan dihargai. Kasdu (2002) juga menyatakan bahwa peran positif dari suami akan membuat seorang wanita berpikir bahwa kehadirannya masih sangat dibutuhkan dalam menghadapi kehidupan.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial dengan kecemasan pada wanita menopause.


(25)

B. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, peneliti merumuskan permasalahan yang ingin diketahui dari penelitian ini yaitu bagaimana hubungan antara dukungan sosial dengan kecemasan pada wanita menopause.

C. TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana hubungan antara dukungan sosial dengan kecemasan pada wanita yang mengalami menopause.

D. MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik yang bersifat teoritis maupun praktis.

a. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan terhadap perkembangan ilmu psikologi khususnya psikologi perkembangan yang berkaitan dengan kecemasan dukungan sosial suami, khususnya kecemasan menghadapi menopause.

b. Manfaat Praktis

1. Memberi informasi pada pasangan suami isteri tentang hubungan dukungan suami dengan kecemasan pada wanita yang sudah menopause.


(26)

2. Menambah wawasan masyarakat tentang hubungan dukungan sosial dengan kecemasan pada wanita menopause dan pentingnya suatu dukungan yang diberikan pada wanita menopause.

3. Bagi keluarga khususnya suami, diharapkan hasil penelitian ini menjadi informasi mengenai pentingnya dukungan sosial khususnya dukungan yang diberikan oleh pasangan dalam mengatasi kecemasan.

E. SISTEMATIKA PENELITIAN

Penelitian ini dibagi atas lima bab dengan sistematika sebagai berikut : Bab I : Pendahuluan

Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II : Landasan Teori

Bab ini menguraikan kepustakaan yang menjadi landasan teori yang mendasari masalah yang menjadi objek penelitian.

Bab III : Metodologi Penelitian

Bab ini menceritakan tentang metode kuantitatif yang digunakan dalam penelitian yang meliputi identifikasi variabel penelitian, defenisi operasional, populasi, dan metode pengambilan sampel, instrumen/ alat ukur yang digunakan, prosedur penelitian, dan metode analisis data. Bab IV Analisa Data dan Pembahasan

Bab ini berisi tentang hasil penelitian yang disertai dengan interpretasi dan pembahasan/ diskusi.


(27)

Bab V Kesimpulan dan Saran

Bab ini menguraikan kesimpulan sebagai jawaban permasalahan yang diungkapkan berdasarkan hasil penelitian dan saran penelitian yang meliputi saran praktis dan saran untuk penelitian selanjutnya.


(28)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. KECEMASAN

1. Pengertian Kecemasan

Kecemasan adalah kondisi emosional yang tidak menyenangkan, yang ditandai dengan emosi yang tidak stabil, sangat mudah tersinggung dan marah, sering gelisah serta perasaan-perasaan subjektif seperti ketegangan, ketakutan, dan kekhawatiran (Post, 1978). Daradjat (1990) mendefisinikan kecemasan sebagai suatu manifestasi berbagai problem emosi yang bercampur baur, yang terjadi ketika seseorang mengalami tekanan perasaan dan pertentangan batin (konflik).

Maramis (dalam Hermawati, 1994) mengartikan kecemasan sebagai suatu ketegangan, rasa tidak aman, kekhawatiran yang timbul karena dirasakan akan mengalami kejadian yang tidak menyenangkan. Kecemasan merupakan suatu perasaan yang tidak menyenangkan yang ditandai dengan adanya kegelisahan, kebingungan, ketakutan dan kekhawatiran, dimana perasaan ini berhubungan dengan aspek- aspek subjektif dan emosi yang hanya dapat dirasakan oleh orang yang bersangkutan, dimana akibatnya dapat diketahui secara langsung dalam bentuk fisiologis (Calhoun & Acocella, 1995).

Atkinson & Hilgard (1996) menyatakan kecemasan sebagi suatu emosi yang tidak menyenangkan yang ditandai dengan istilah seperti kekhawatiran serta rasa takut dalam tingkatan yang berbeda-beda. Chess & Hassibi (dalam Elliot, Kratochwil, Cook & Travers,2000) menyatakan kecemasan biasanya dialami


(29)

sebagai perasaan ketakutan dan mudah marah disertai oleh keresahan, kelelahan dan beberapa simptom somatis seperti sakit kepala dan sakit perut. Khawatir atau was-was adalah rasa takut yang tidak memiliki objek yang jelas atau tidak ada objeknya sama sekali. Kekhawatiran menyebabkan rasa tidak tenang, gelisah, tegang, tidak tenang dan tidak aman (Shaleh & Wahab, 2004).

Berdasarkan beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kecemasan adalah suatu perasaan yang tidak menyenangkan yang muncul sebagai suatu respon terhadap ancaman kegagalan, tekanan perasaan, konflik-konflik ketegangan, dan perasaan tidak aman yang ditandai dengan adanya kekhawatiran atau rasa takut dan hal ini dialami dalam tingkatan yang berbeda-beda oleh setiap individu.

2. Jenis-jenis Kecemasan

Spielberg (1972) membagi kecemasan dalam dua bentuk, antara lain : a. Kecemasan sesaat (state anxiety)

Merupakan dan reaksi emosi sementara yang timbul pada situasi tertentu yang dirasakan sebagai suatu ancaman. Reaksi ini bersifat subjektif, dirasakan dengan sadar, perasaan tegang, gelisah dan aktifnya sistem saraf otonom. Penilaian terhadap stimulus (situasi) yang dianggap mengancam dipengaruhi oleh sikap, kemampuan, pengalaman masa lalu dan kecemasan dasar.

b. Kecemasan dasar (trait anxiety)

Merupakan ciri atau sifat seseorang yang cukup stabil yang mengarahkan seseorang dalam menginterpretasikan suatu keadaan yang mengancam. Trait


(30)

anxiety sifatnya bawaan dan berbeda pada tiap individu. Seseorang yang memiliki trait anxiety yang tinggi memiliki kecenderungan yang tinggi pula dalam menanggapi suatu situasi sebagai ancaman.

Bucklew (dalam Tarigan, 2003) membedakan kecemasan dalam dua bentuk, yaitu :

a. Tingkat Psikologis

Merupakan kecemasan yang berwujud gejala-gejala kejiwaan seperti tegang, bingung, khawatir, sulit berkonsentrasi serta perasaan tidak menentu.

b. Tingkat Fisiologis

Merupakan kecemasan yang berwujud gejala-gejala fisik terutama pada fungsi system syaraf, misalnya tidak dapat tidur, jantung berdebar-debar, keringat dingin yang berlebihan serta perut mual.

3. Aspek-aspek Kecemasan

Blackburn & Davidson (1994) mengemukakan beberapa aspek dari kecemasan, yaitu :

a. Suasana hati

Merupakan keadaan yang menunjukkan ketidaktenangan psikis, perasaan yang tidak menentu, mudah marah dan perasaan tegang.

b. Pikiran

Keadaan pikiran yang tidak menentu seperti membesar-besarkan ancaman, memandang diri sebagai sangat sensitif, rasa khawatir, sulit berkonsentrasi, pikiran kosong dan merasa diri sebagai orang yang tidak berdaya.


(31)

c. Motivasi

Keadaan pikiran yang tidak menentu seperti menghindari situasi, ketergantungan yang tinggi, keinginan untuk lari dari kenyataan dan termotivasi dari biasanya.

d. Perilaku

Keadaan diri yang tidak terkendali seperti gelisah, gugup, serta kewaspadaan yang berlebihan.

d. Gejala biologis

Merupakan reaksi-reaksi yang tidak terkendali seperti berkeringat, gemetar, pusing, berdebar-debar, mual dan mulut kering.

4. Hal-hal yang Menimbulkan Kecemasan

Kecemasan sering berkembang dalam jangka waktu yang panjang dan sebagian besar tergantung pada pengalaman hidup seseorang. Peristiwa-peristiwa atau situasi-situasi khusus dapat mempercepat munculnya serangan kecemasan.

Terdapat empat faktor utama yang mempengaruhi perkembangan pola dasar yang menunjukkan reaksi rasa cemas (Ramaiah, 2003) :

a. Lingkungan

Lingkungan mempengaruhi bagaimana seseorang berpikir tentang diri sendiri dan orang lain. Hal ini bisa dikarenakan oleh adanya pengalaman dengan keluarga, sahabat, rekan kerja dan lain-lain. Kecemasan juga bisa muncul bila terdapat perasaan yang tidak nyaman dengan lingkungan.


(32)

b. Emosi yang ditekan

Kecemasan bisa muncul apabila seseorang tidak mampu menemukan jalan keluar dalam suatu hubungan personal, terutama jika terdapat rasa marah dan frustasi dalam jangka waktu yang lama.

c. Sebab-sebab fisik

Pikiran dan tubuh senantiasa berinteraksi dan dapat menyebabkan kecemasan. Hal ini biasanya terlihat dalam kondisi-kondisi tertentu seperti kehamilan, masa remaja, dan saat pemulihan dari suatu penyakit. Perubahan-perubahan yang muncul dalam kondisi-kondisi tersebut dapat menimbulkan kecemasan.

5. Reaksi-reaksi Kecemasan

Menurut Atkinson & Hilgard (1996), kecemasan yang dirasakan oleh seseorang dapat memunculkan reaksi secara fisiologis dan psikologis, yaitu : a. Reaksi fisiologis

Seseorang yang mengalami kecemasan, maka aktivitas salah satu atau lebih dari organ tubuhnya akan meningkat, seperti meningkatnya detak jantung, susah tidur, dan keringat yang berlebihan.

b. Reaksi psikologis

Merupakan reaksi berupa peningkatan atau penurunan dorongan untuk berperilaku wajar seperti susah berkonsentrasi, gelisah, tegang, cemas, takut, khawatir, dan bingung.


(33)

6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecemasan

Coleman (dalam Fisher, 1998) menyatakan bahwa kecemasan tergantung pada beberapa hal seperti berikut :

a. Usia, dikarenakan usia akan mempengaruhi cara individu dalam mengevaluasi keadaan yang menimbulkan kecemasan.

b. Pengalaman-pengalaman yang dialami individu dapat membuat individu lebih tahan dalam menghadapi tekanan-tekanan yang dialaminya.

c. Sifat bawaan kepribadian dapat mempengaruhi penilaian terhadap situasi atau keadaan yang mengancam ( Lazarus, 1969).

d. Perempuan lebih cemas akan ketidakmampuannya dibandingkan laki-laki. Perempuan juga lebih cemas, kurang sabar, dan mudah mengeluarkan air mata (Myers, 1983).

7. Kecemasan pada Wanita Menopause

Salah satu gejala psikologis yang muncul saat menopause adalah perasaan cemas. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Robertson (dalam Retnowati, 2000) di Menopause Clinical Australia, dari 300 pasien usia menopause, terdapat 31.3 % pasien diantaranya mengalami kecemasan. Burn (1998) juga menyatakan bahwa wanita menopause sering mengalami kecemasan, dimana kecemasan yang muncul dapat menyebabkan seseorang sulit tidur. Kecemasan yang dialami wanita menopause salah satunya dikarenakan adanya kekhawatiran dalam mengahadapi situasi yang sebelumnya tidak pernah dialami dan juga cemas akan hal-hal yang mungkin muncul menyertai berakhirnya masa reproduksinya (Kasdu, 2002).


(34)

Mereka juga cemas dengan berakhirnya masa reproduksi yang dapat menghilangkan kebanggaannya sebagai wanita, sehingga dikhawatirkan akan mempengaruhi hubungannya dengan suami ataupun keluarganya.

Berhentinya siklus menstruasi juga sering dirasakan sebagai hilangnya sifat inti kewanitaan, dan sebagai akibatnya timbul perasaan tidak berharga dan tidak berarti sehingga muncul rasa khawatir bahwa orang-orang yang dicintainya akan berpaling dan meninggalkannya (Muhammad, dalam pengertian tentang menopause, 2003). Seseorang yang menjalani menopause juga cemas akan kondisi tubuhnya seperti pegal-pegal, cepat letih, jantung berdebar-debar, nyeri sendi dan sakit kepala (Spencer & Brown, 2007). Perubahan tubuh dan tekstur kulit juga dapat membuat wanita kurang percaya diri sehingga takut kecantikannya akan menurun serta takut suami tidak akan lagi tertarik padanya (Kuncoro, 2004).

Supriyadi (dalam Apakah itu menopause, 2001) menyatakan bahwa gejala-gejala psikologis pada wanita yang mengalami menopause biasanya tidak muncul pada orang-orang di desa, melainkan pada wanita perkotaan yang mempunyai beban pikiran yang lebih banyak. Spielberg (1972) menyatakan bahwa individu dengan pendidikan tinggi biasanya akan memiliki kecemasan yang lebih rendah dibandingkan dengan individu yang berpendidikan rendah. Penelitian yang dilakukan oleh Yuliastri (2002) menunjukkan bahwa ada perbedaan kecemasan antara wanita menopause yang bekerja dengan yang tidak bekerja, dimana wanita yang bekerja kecemasannya lebih rendah daripada wanita yang tidak bekerja.


(35)

1. Pengertian Dukungan Sosial

Dukungan sosial (social support) didefenisikan oleh Gottlieb (1983) sebagai informasi verbal atau non-verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subjek di dalam lingkungan sosialnya dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah laku penerimanya. Dalam hal ini orang yang merasa memperoleh dukungan sosial, secara emosional merasa lega karena diperhatikan, mendapat saran atau kesan yang menyenangkan pada dirinya. Pendapat senada dikemukakan juga oleh Sarason (1983) yang mengatakan bahwa dukungan sosial adalah keberadaan, kesediaan, kepedulian dari orang-orang yang dapat diandalkan, menghargai dan menyayangi kita. Rice (1987) mengartikan dukungan sosial sebagai bantuan yang diberikan oleh pasangan (suami/istri), orang tua dan teman-teman.

Menurut DiMatteo (1991) dukungan sosial adalah dukungan atau bantuan yang berasal dari orang lain seperti teman, keluarga, tetangga, teman sekerja dan orang-orang lainnya. Ordford (1992) juga menyatakan bahwa dukungan sosial adalah sesuatu yang dimiliki oleh individu yang hanya dapat dinilai dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang tepat kepada orang tersebut. Pendapat lain dikemukakan oleh Johnson & Johnson (dalam Farhati & Rosyid, 1996) yang menyatakan dukungan sosial sebagai keberadaan orang lain yang dapat diandalkan untuk dimintai bantuan, dorongan dan penerimaan apabila individu mengalami kesulitan.


(36)

Pandangan yang sama juga dikemukakan oleh Cobb (dalam Sarafino, 1998) yang mendefinisikan dukungan sosial sebagai adanya kenyamanan, perhatian, penghargaan atau menolong orang dengan sikap menerima kondisinya, dukungan sosial tersebut diperoleh dari individu maupun kelompok. Dukungan sosial merupakan berbagai macam dukungan yang diterima oleh seseorang dari orang lain, dapat berupa dukungan emosional, dukungan penghargaan atau harga diri, dukungan instrumental, dukungan informasi atau dukungan dari kelompok (Sarafino,2002).

Dukungan sosial adalah rasa nyaman secara fisik dan emosional yang diperoleh dari keluarga, teman-teman, rekan kerja dan lainnya. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Baron & Byrne (2002), bahwa dukungan sosial adalah kenyamanan fisik dan psikologis yang diberikan oleh teman dan keluarga individu tersebut.

Berdasarkan beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial adalah bantuan atau dukungan yang diberikan oleh orang-orang di sekitar individu yang mampu membuat individu merasa nyaman, baik secara fisik maupun psikologis sebagai bukti bahwa mereka diperhatikan dan dicintai.

2. Aspek-Aspek Dukungan Sosial

Aspek-aspek dukungan sosial menurut Sarafino (1998) adalah sebagai berikut:


(37)

a. Dukungan penghargaan

Dukungan ini dapat berupa penghargaan positif kepada orang lain, mendorong dan memberikan persetujuan atas ide-ide individu atau perasaannya, memberikan semangat, dan membandingkan orang tersebut secara positif. Individu memiliki seseorang yang dapat diajak bicara tentang masalah mereka. Menurut Cohen dan Wills (dalam Orford, 1992) dukungan ini ditandai dengan pernyataan terhadap individu bahwa dia dihargai dan diterima apa adanya.

b. Dukungan emosional

Dukungan emosional merupakan dukungan yang berhubungan dengan hal yang bersifat emosional atau menjaga kedaan emosi, afeksi atau ekspresi. Dukungan ini meliputi ekspresi empati, kepedulian, dan perhatian pada individu, memberikan rasa nyaman, memiliki dan perasaan dicintai. Menurut Tolsdorf (dalam Orford, 1992) tipe dukungan ini lebih mengacu pada pemberian semangat, kehangatan, cinta kasih dan emosi. Selain itu dukungan ini melibatkan perhatian, rasa percaya dan empati sehingga individu merasa berharga. Dukungan ini sangat penting dalam menghadapi keadaan yang dianggap tidak dapat dikontrol.

c. Dukungan istrumental

Dukungan ini merupakan pemberian sesuatu berupa bantuan nyata (tangible aid) atau dukungan alat (instrumental aid). Wills (dalam Orford, 1992) menyatakan bahwa dukungan ini meliputi banyak aktivitas seperti menyediakan bantuan dalam pekerjaan rumah tangga, menjaga anak-anak,


(38)

meminjamkan atau mendermakan uang, menyampaikan pesan, menyediakan transportasi, membantu menyelesaikan tugas-tugas, menyediakan benda-benda seperti perabot, alat-alat kerja dan buku-buku Dukungan ini sangat diperlukan dalam menghadapi keadaan yang dianggap dapat dikontrol

d. Dukungan informasi

Dukungan informasi berarti memberi solusi pada suatu masalah (House dalam Orford, 1992). Dukungan ini diberikan dengan cara menyediakan informasi, memberikan saran secara langsung, atau umpan balik tentang kondisi individu dan apa yang harus ia lakukan. Dukungan ini dapat membantu individu dalam mengenali masalah yang sebenarnya. Dukungan informasi antara lain memberikan solusi terhadap suatu masalah, memberikan nasehat, pengarahan, saran atau feedback mengenai apa yang telah dilakukan seseorang.

e. Dukungan jaringan

Merupakan perasaan individu sebagai bagian dari kelompok. Menurut Cohen dan Wills (dalam Orford, 1992) dukungan ini dapat berupa menghabiskan waktu bersama dengan orang lain dalam aktivitas rekreasional di waktu senggang. serta Dukungan ini juga dapat diberikan dalam bentuk menemani seseorang beristirahat atau rekreasi. Dukungan ini dapat mengurangi stress dengan memenuhi kebutuhan afiliasi dan kontak dengan orang lain, membantu mengalihkan perhatian seseorang dari masalah yang mengganggu serta memfasilitasi suatu suasana hati yang positif.


(39)

3. Sumber-sumber Dukungan Sosial

Kahn & Antonucci (dalam Ordford, 1992) menyatakan bahwa seorang individu dikelilingi oleh suatu pengiring yang selalu mendukung atau menyertai individu tersebut sepanjang masa hidupnya, dimana anggota pengiring ini dapat datang dan pergi seiring dengan berjalannya waktu. Dan peran anggota yang pergi tersebut dapat digantikan oleh orang lain. Kahn & Antonoucci (dalam Orford, 1992) membagi sumber-sumber dukungan sosial menjadi tiga kategori yaitu : a. Sumber dukungan sosial yang stabil sepanjang waktu perannya, yaitu yang

selalu ada sepanjang hidupnya, yang menyertai dan mendukung individu tersebut. Misalnya keluarga dekat, pasangan (suami/isteri) atau teman dekat. b. Sumber dukungan sosial yang berasal dari individu lain yang sedikit berperan

dalam hidupnya dan cenderung berubah sesuai sepanjang waktu. Misalnya teman kerja, tetangga, sanak kelaurga dan teman sepergaulan.

c. Sumber dukungan sosial yang berasal dari individu lain yang sangat jarang memberi dukungan dan memiliki peran yang sangat cepat berubah. Sumber dukungan ini misalnya tenaga ahli/ professional dan keluarga jauh dan sesama pekerja.

4. Model Kerja Dukungan Sosial

Ordford (1992) mengatakan bahwa untuk menjelaskan bagaimana dukungan sosial mempengaruhi kondisi fisik dan psikologis individu, ada dua model yang digunakan yaitu buffering hypothesis dan main effect hypothesis atau direct hypothesis.


(40)

a. Model Buffering Hypothesis

Orford (1992) mengatakan bahwa melalui model buffering hypothesis dukungan sosial bekerja dengan tujuan untuk memperkecil pengaruh dari tekanan-tekanan atau stress yang dialami individu. Sarafino (1994) juga menyatakan bahwa dukungan sosial mempengaruhi kondisi fisik dan psikologis individu dengan melindungi individu tersebut dari efek negatif, dari tekanan-tekanan yang dialaminya.

b. Model Main Effect Hypothesis atau Direct Effect Hypothesis

Menurut Banks, Ullah dan Warr (dalam Ordford, 1992) model main effect hypothesis atau direct effect hypothesis menunjukkan bahwa dukungan sosial dapat meningkatkan kesehatan fisik dan psikologis individu dengan atau tanpa adanya tekanan-tekanan atau stress. Orang yang menerima dukungan sosial cenderung lebih sehat dengan atau tanpa adanya tekanan-tekanan. Sarafino (1998) juga menyatakan bahwa melalui model main effect hypothesis atau direct effect hypothesis, dukungan sosial memberikan manfaat yang sama baik dalam keadaan yang penuh dengan tekanan maupun yang tidak ada tekanan.

4. Dukungan Sosial Suami

Perubahan fisik dan emosi yang dialami seseorang selama menopause membutuhkan penyesuaian diri dan pengertian serta dukungan dari berbagai pihak terutama suami, agar mereka dapat menyikapi secara positif segala perubahan yang terjadi saat menopause. Retnowati (2002) mengungkapkan bahwa keberadaan, dukungan dan perhatian dari suami dapat membuat seorang wanita


(41)

merasa dicintai dan dihargai. Pengertian, penerimaan dan dukungan dari suami sangat besar artinya bagi wanita yang menjalani menopause. Suami yang perduli dan perhatian serta dapat diajak berbagi, akan sangat membantu seseorang dalam menjalani masa menopausenya. Perhatian yang diperoleh akan membuatnya merasa berharga dan dicintai oleh pasangannya. Komunikasi dan keterbukaan diantara keduanya dapat membantu seseorang menjalani menopausenya dengan lebih baik. Hal ini dapat terjadi apabila permasalahan yang muncul saat menopause dibicarakan secara bersama-sama dan dicari solusinya. Kasdu (2002) juga menyatakan bahwa peran positif dari suami akan membuat seorang wanita berpikir bahwa kehadirannya masih sangat dibutuhkan dalam menghadapi kehidupan.

C. MENOPAUSE

1. Pengertian Menopause

Spencer & Brown (2007) mengartikan menopause sebagai suatu akhir proses biologis dari siklus menstruasi yang terjadi karena penurunan produksi hormon estrogen dan progesteron yang dihasilkan ovarium (indung telur). Selanjutnya dikatakan apabila seseorang tidak mengalami haid selama satu tahun penuh, maka dapat disimpulkan bahwa menopause terjadi saat terakhir kali ia mendapat haid (Ali, dalam Kasdu, 2002).


(42)

2. Tahap-tahap Menopause

Kasdu (2002) membagi menopause dalam tiga tahap seperti berikut : a. Premenopause

Masa yang ditandai dengan fungsi reproduksi yang mulai menurun, sampai timbulnya keluhan atau tanda-tanda menopause. Pada masa premenopause, hormon estrogen dan progesteron masih tinggi, tetapi semakin rendah ketika memasuki perimenopause dan postmenopause. Keadaan ini berhubungan dengan fungsi indung telur yang terus menurun. Selanjutnya Mustopo (2005) menyatakan bahwa pada masa ini, menstruasi menjadi tidak teratur dan terkadang gejala-gejala menopause mulai timbul.

b. Perimenopause

Merupakan periode dengan keluhan memuncak, dan masa menopause berada pada fase ini, dan berlangsung selama 4-5 tahun.

c. Potmenopause

Masa setelah perimenopause sampai senilis.

Skema Fase Normal Kehidupan Wanita

Periode Klimakterium

Fertil Senilis Premenopause Menopause Postmenopause


(43)

3. Usia Memasuki Menopause

Rahman (dalam Kasdu, 2002) menyatakan bahwa menopause terjadi pada usia 48-50 tahun. Namun rata-rata seseorang memasuki masa menopause berbeda pada setiap ras. Dan dalam satu ras, tiap orang dapat mengalami menopause pada usia yang berbeda juga. Misalnya, wanita ras Asia mengalami menopause pada usia 44 tahun, sementara wanita Eropa mengalami menopause sekitar usia 47 tahun.

Selain itu Morgan (dalam Kasdu, 2002) menyatakan bahwa kecenderungan bawaan, penyakit, stress, dan pengobatan dapat mempengaruhi waktu terjadinya menopause. Di Amerika Utara, usia rata- rata wanita yang mengalami menopause adalah sekitar 51 tahun. Data statistik menunjukkan bahwa wanita perokok cenderung mendapat menopause lebih awal dan wanita yang kelebihan berat badan cenderung mendapat menopause lebih lambat.

Spencer & Brown (2007) menyatakan bahwa usia wanita memasuki menopause adalah 51 tahun, namun menopause juga dialami wanita pada rentang usia 45-55 tahun. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa usia seseorang mengalami menopause sangat bervariatif. Jika diambil rata-ratanya, seseorang akan mengalami menopause sekita usia 45-55 tahun.

4. Jenis-jenis Menopause

Spencer & Brown (2007) membedakan menopause dalam dua jenis seperti berikut :


(44)

a. Menopause alami

Merupakan menopause atau berhentinya haid secara alamiah yang biasanya terjadi antara usia 45 dan 50 tahun. Menopause terjadi ketika ovarium tidak mampu memproduksi estrogen dan progesteron seperti sebelumnya serta tidak mampu menjaga kelangsungan siklus menstruasi.

b. Menopause dini

Menopause dini biasanya didefinisikan sebagai menopause yang terjadi sebelum usia 40 tahun. Menopause dini merupakan menopause yang datang lebih awal atau datang sebelum waktunya. Hal ini terjadi karena adanya gangguan tubuh tertentu sehingga seseorang harus mengalami menopause dini (Kasdu, 2002).

Spencer & Brown menyatakan terdapat beberapa kondisi yang mengakibatkan seseorang mengalami menopause dini. Diantaranya adalah kelainan kromosom. Wanita dengan kelainan kromosom akan dilahirkan dengan lebih sedikit sel telur dalam ovariumnya, dan akibatnya akan mengalami menopause yang cepat. Selain itu menopause dini juga terjadi ketika seseorang mengalami tindakan histeroktomi. Kasdu (2002) menyatakan bahwa histeroktomi merupakan istilah kedokteran yang digunakan untuk menyebut tindakan atau operasi pengangkatan rahim karena suatu gangguan atau penyakit yang dapat membahayakan jiwanya. Seseorang yang melakukan tindakan histeroktomi akan mengalami menopause lebih awal dan tidak dapat dihindari.


(45)

5. Gejala-gejala Menopause

Mustopo (2005) menyatakan terdapat beberapa gejala-gejala yang berhubungan dengan menopause sebagai berikut :

a. Gejolak Rasa Panas

Merupakan rasa panas pada wajah dan bagian tubuh lainnya (seperti leher dan dada). Gejala ini disertai dengan keringat yang berlebih dan biasanya terjadi pada malam hari. Gejolak panas terjadi karena menurunnya kadar hormon estrogen sehingga mempengaruhi beberapa fungsi tubuh yang dikendalikan oleh hormon estrogen. Gejolak panas bisa terjadi beberapa detik atau menit, tetapi ada juga yang berlangsung sampai satu jam (Kasdu, 2002).

b. Keringat Malam

Selain gejolak rasa panas, seseorang juga akan mengalami keringatan di malam hari. Gejala ini akan mengganggu tidur yang menyebabkan seseorang kelelahan karena kurang tidur.

c. Gejala pada Vagina

Merupakan perubahan pada organ reproduksi, dimana vagina menjadi kering dan kurang elastis akibat penurunan kadar estrogen. Selain itu perubahan ini dapat menimbulkan rasa sakit pada saat melakukan hubungan seksual (Kasdu, 2002).

d. Gejala pada Perkemihan

Terjadi perubahan pada saluran urethra, dimana kadar estrogen yang menurun mengakibatkan gangguan pada saluran urethra sehingga mudah terjadi infeksi.


(46)

Selain itu hal ini juga menyebabkan seseorang tidak dapat menahan air seninya.

e. Gejala pada Sendi dan Otot

Otot-otot menjadi mudah sakit dan kaku sehingga gerakan yang dilakukan juga menjadi terbatas. Selain itu seseorang yang menopause rentan terkena osteoporosis, dimana hal ini juga dihubungkan dengan usia yang semakin bertambah. Osteoporosis adalah penyakit dimana kepadatan tulang menjadi berkurang sehingga menyebabkan tulang menjadi lemah dan mudah patah. Pada wanita menopause, hal ini berkaitan dengan penurunan kadar estrogen, dimana estrogen mempunyai peran yang sangat penting dalam membatasi jumlah resorpsi tulang (Spencer & Brown, 2007).

f. Gejala pada Kulit dan Wajah

Rendahnya kadar estrogen akan mempengaruhi jaringan kolagen pada tubuh, yang mengakibatkan kulit menjadi kering, keriput dan kehilangan elastisitas. g. Penambahan Berat Badan

Banyak wanita mengalami peningkatan berat badan saat menopause, terutama di area sekita perut. Hal ini berhubungan dengan menurunnya kadar estrogen dan gangguan pertukaran zat dasar metabolisme lemak.

h. Perubahan pada Payudara

Bentuk payudara akan mengecil, mendatar, dan mengendur. Hal ini terjadi karena pengaruh atrofi pada kelenjar payudara. Puting payudara juga mengecil dan pigmentasinya berkurang.


(47)

Perasaan gelisah, tegang, lesu, sedih sering dialami seseorang yang mengalami menopause. Hal ini terjadi karena pusat pada otak yang mengendalikan kesehatan, pikiran, penguasaan, dan rasa tenang dipengaruhi oleh hormon estrogen.

D. DEWASA MADYA

1. Pengertian Dewasa Madya

Masa dewasa madya atau usia setengah baya adalah masa usia antara 40 sampai 60 tahun. Usia madya merupakan periode yang panjang dalam rentang kehidupan manusia, yang dibagi ke dalam dua subbagian, yaitu : usia madya dini (40-50 tahun) dan usia madya lanjut (50-60 tahun). Masa dewasa madya ditandai dengan adanya perubahan-perubahan jasmani dan mental (Hurlock, 1990).

2. Karakteristik Usia Madya

Hurlock (1990) mengungkapkan terdapat sejumlah karakteristik usia dewasa madya, yaitu :

a. Periode yang sangat ditakuti

Periode usia madya merupakan masa yang lebih menakutkan bila dilihat dari seluruh kehidupan manusia. Beberapa alasan yang membuat orang takut memasuki usia dewasa madya adalah banyaknya stereotipe yang tidak menyenangkan tentang usia madya, yaitu adanya kepercayaan tentang kerusakan mental dan fisik yang diduga disertai dengan menurunnya fungsi reproduksi seseorang. Selain itu adanya penekanan terhadap pentingnya masa


(48)

muda. Hal ini memberi pengaruh yang kurang menguntungkan terhadap sikap orang dewasa pada saat memasuki usia madya dalam kehidupan mereka. Selain itu pada masa ini kebanyakan orang dewasa menjadi rindu pada masa muda mereka dan berharap dapat kembali ke masa itu.

b. Masa transisi

Usia madya merupakan masa transisi dimana pria dan wanita meninggalkan ciri-ciri jasmani dan perilaku masa dewasanya dan memasuki suatu periode dalam kehidupan yang akan diliputi oleh ciri-ciri jasmani dan perilaku yang baru. Periode ini merupakan masa dimana pria mengalami perubahan keperasaan dan wanita mengalami perubahan dalam kesuburan. Transisi juga berarti penyesuaian diri terhadap minat, perilaku dan peran. Terjadi perubahan hubungan yang awalnya berpusat pada keluarga (family centered relationship) menjadi hubungan yang berpusat pada pasangan (pair centered relationship). Pada perubahan peran, pria harus menyesuaikan diri terhadap perubahan kondisi pekerjaan yang perlu disesuaikan dengan kondisi fisik mereka. Bagi wanita,ia harus mneyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi, baik dalam rumah tangga maupun dalam pekerjaan.

c. Masa stress

Penyesuaian secara radikal terhadap peran dan pola hidup yang berubah, khususnya bila disertai dengan berbagai perubahan fisik, selalu cenderung merusak keseimbangan fisik dan psikologis seseorang dan membawanya ke masa stres. Misalnya kebanyakan wanita mengalami gangguan saat mereka mengalami menopause, anak-anak yang meninggalkan rumah, dan hal ini


(49)

memaksa mereka melakukan penyesuaian dalam pola hidup mereka. Bagi pria, umumnya pada usia 50-an mereka melakukan penyesuaian terhadap masa pensiun.

d. Usia yang berbahaya

Usia madya dipandang sebagai usia yang berbahaya dalam rentang kehidupan. Beberapa hal yang dianggap berbahaya diantaranya adalah mengalami kesulitan kondisi fisik sebagai akibat terlalu banyak bekerja, rasa cemas yang berlebihan, ataupun kurang memperhatikan kehidupan.

e. Usia canggung

Usia madya dikenal dengan istilah “usia serba canggung”, dimana seseorang yang berusia madya tidak lagi muda tetapi juga tidak tua. Orang yang berusia madya seolah-olah berdiri di antara generasi yang lebih muda dan generasi yang lebih tua.

f. Masa berprestasi

Selama usia madya, orang akan menjadi lebih sukses atau sebaliknya mereka berhenti beraktivitas dan tidak mengerjakan sesuatu apapun lagi. Apabila orang berusia madya memiliki kemauan yang kuat untuk berhasil, mereka akan mencapai puncaknya dan menikmati hasil dari kerja keras yang dilakukan sebelumnya.

g. Masa evaluasi

Usia madya juga dikenal sebagai masa evaluasi diri. Karena pada umumnya seseorang pada usia madya mencapai puncak prestasinya, maka pada masa ini merupakan saat untuk mengevaluasi prestasi tersebut berdasarkan aspirasi


(50)

mereka dan harapan-harapan orang lain, khususnya anggota keluarga dan teman.

h. Masa sepi

Usia madya dialami sebagai masa sepi, masa ketika anak-anak tidak lagi tinggal bersama orangtua. Tahap masa kahampaan atau sepi dimulai dari usia 40-an, walaupun dengan perkawinan yang ditunda atau keluarga yang mempunyai banyak anak. Selain itu setelah bertahun-tahun hidup dalam rumah yang berpusat pada keluarga (family centered home), umumnya orang dewasa menemui kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan rumah yang berpusat pada pasangan (pair centered home). Keadaan ini terjadi karena selama masa-masa mengasuh anak, suami dan istri mengembangkan minatnya masing-masing. Akhirnya mereka hanya memiliki sedikit persamaan setelah minat mereka terhadap anak-anak berkurang, dan mereka harus saling melakukan penyesuaian diri dengan baik. Periode ini lebih bersifat traumatik bagi wanita daripada pria. Hal ini terjadi khususnya pada wanita yang menghabiskan waktu mereka dengan pekerjaan rumah tangga dan bagi mereka yang kurang memiliki minat untuk mengisi waktu senggang. Kondisi yang serupa juga dialami pria ketika mereka mengundurkan diri dari pekerjaan atau karena pensiun.

i. Masa jenuh

Periode ini merupakan masa yang penuh dengan kejenuhan. Banyak pria dan wanita mengalami kejenuhan pada akhir usia tigapuluhan dan empatpuluhan. Pria menjadi jenuh dengan kegiatan rutin sehari-hari dan kehidupan bersama


(51)

keluarga yang hanya memberikan sedikit hiburan. Sedangkan wanita banyak menghabiskan waktu untuk memelihara rumah dan membesarkan anak-anaknya. Kejenuhan tidak akan mendatangkan kebahagiaan atau kepuasan pada usia manapun. Akibatnya, usia madya seringkali merupakan periode yang tidak menyenangkan dalam hidup.

3. Tugas Perkembangan Usia Madya

Tugas- tugas perkembangan usia madya menurut Hurlock (1990), adalah : a. Penyesuaian diri terhadap perubahan fisik

Salah satu dari sekian banyak penyesuaian yang sulit bagi orang berusia madya adalah perubahan penampilan. Mereka harus benar-benar menyadari bahwa fisiknya sudah tidak mampu berfungsi seperti sebelumnya saat mereka masih kuat. Mereka juga harus menerima kenyataan bahwa kemampuan reproduksi mereka sudah berkurang atau bahkan mereka akan kehilangan dorongan serta daya tarik seksual. Penyesuaian-penyesuaian terhadap perubahan fisik adalah sebagai berikut :

1). Perubahan dalam penampilan

Seperti yang telah diketahui, penampilan seseorang memegang peranan penting terutama dalam penilaian sosial, dan kepemimpinan. Bagi pria dan wanita selalu terdapat ketakutan bahwa penampilan mereka pada usia madya tidak akan bisa mempertahankan pasangan mereka ataupun malah mengurangi daya tarik mereka di depan pasangan.


(52)

2). Perubahan dalam kemampuan indera

Perubahan-perubahan pada tubuh bagian luar juga terjadi bersamaan dengan perubahan-perubahan pada organ-organ dalam. Selain itu juga terdapat perubahan dalam kemampuan indera, seperti menurunnya ketajaman mata, melemahnya kemampuan mendengar dan penurunan daya cium.

3). Perubahan pada kesehatan

Usia madya ditandai dengan menurunnya kesegaran fisik secara umum dan memburuknya kesehatan. Masalah kesehatan pada usia madya mencakup kcenderungan mudah lelah, sakit pada otot, sakit lambung, pusing, kehilanga selera makan serta insomnia.

4). Perubahan seksual

Penyesuain fisik yang paling sulit dilakukan oleh pria maupun wanita pada usia madya adalah perubahan-perubahan pada kemampuan seksual mereka, dimana wanita memasuki masa menopause dan pria mengalami andropouse. Dalam hal ini terdapat berbagai keyakinan yang membuat orang semakin merasa takut dalam menghadapi perubahan-perubahan ini.

b. Penyesuaian diri terhadap minat yang berubah

Perubahan minat yang ada pada usia madya terjadi sebagai akibat dari perubahan tugas, tanggungjawab, kesehatan dan peran dalam hidup. Beberapa perubahan minat pada usia madya diantaranya adalah :


(53)

Minat terhadap penampilan semakin terlihat ketika perubahan fisik terjadi dan dibarengi dengan semakin bertambahnya usia. Baik pria maupun wanita biasanya melakukan pemilihan makanan, olahraga, menggunakan alat kecantikan atau pakaian guna menutupi kondisi fisiknya.

2). Minat terhadap uang

Pria tidak terlalu memikirkan jumlah pendapatannya dibandingkan saat ia masih muda. Baginya, stabilitas kerja, kepuasan, dan prestise jauh labih penting daripada uang yang diperoleh. Sebaliknya wanita lebih sering tertarik pada uang daripada pria, serta tertarik juga pada harta benda seperti mobil, pakaian, rumah yang dijadikan sebagai ukuran keberhasilan.

3). Minat terhadap simbol status

Pada usia madya seseorang akan semakin tertarik dengan simbol status. Simbol status yang dianggap bernilai diantaranya adalah rumah, mobil, dan pakaian. Makin banyak simbol status yang dimilikinya maka akan semakin tinggi kemungkinan dan kesempatan untuk memperoleh pengakuan.

4). Minat terhadap agama

Orang yang berusia madya sering tertarik pada kegiatan yang berhubungan dengan keagamaan dibandingkan saat mereka masih muda. Banyak dari mereka memandang agama sebagai sumber kebahagiaan yang lebih besar daripada masa sebelumnya.


(54)

5). Minat terhadap urusan kemasyarakatan

Orang pada usia madya lebih banyak memanfaatkan waktu mereka untuk kegiatan kemasyarakatan dan berperan dalam organisasi masyarakat. Alasan orang pada usia madya berpartisipasi dalam kegiatan kemasyarakatan adalah untuk mendapatkan kesenangan dan kepuasan dalam melayani kebutuhan masyarakat. Selain itu untuk mengurangi perasaan sepi dan untuk meningkatkan prestise.

6). Minat terhadap rekreasi

Salah satu tugas perkembangan selama masa usia madya adalah belajar menggunakan waktu luang. Baik pria maupun wanita pada masa ini memiliki lebih banyak waktu luang dibandingkan masa sebelumnya, oleh karena itu biasanya mereka melakukan kegiatan yang bersifat rekreasional.

c. Penyesuaian sosial

Usia madya sering membawa perubahan minat dalam kehidupan sosial. Sebagai pasangan yang tanggungjawab keluarganya berkurang, mereka dapat lebih banyak terlibat dengan kegiatan sosial dibanding semasa mudanya. Banyak orang yang berusia madya terutama kaum wanita, menyadari bahwa kegiatan sosial dapat menghilangkan kesepian karena anak-anaknya sudah dewasa dan berkeluarga. Selama masa ini, orang senang terhadap kegiatan menjamu teman dalam bentuk acara makan malam, pesta-pesta dan kegiatan berkumpul. Kegiatan ini mencapai puncaknya pada usia empatpuluhan dan mengalami penurunan pada usia enampuluhan. Sealin itu apabila seseorang


(55)

mulai memasuki masa pensiun, kegiatan masyarakatnya pun akan berkurang. Akibatnya seseorang cenderung menghabiskan waktunya dengan keluarga dekat.

d. Penyesuaian pekerjaan

Banyak orang usia madya tidak dipekerjakan lagi akibat dari meningkatnya penggunaan alat-alat kerja dan adanya kecenderungan penggabungan perusahaan. Penyesuaian terhadap pekerjaan bagi orang usia madya menjadi sulit karena sejumlah kondisi baru dalam lingkungan pekerjaan.

e. Penyesuaian terhadap perubahan pola keluarga

Pola kehidupan keluarga banyak mengalami perubahan selama periode usia madya. Penyesuaian terhadap perubahan ini biasanya lebih sulit bagi wanita daripada pria karena kehidupan wanita berpusat pada rumah dan anggota keluarga selama tahun-tahun sebelumnya. Penyesuaian terhadap perubahan keluarga sering dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang berhubungan secara langsung ataupun tidak langsung. Selain itu pria dan wanita yang kecewa terhadap perkawinannya memiliki alasan yang berbeda. Pria kecewa dengan perkawinannya apabila ia merasa kurang berhasil dalam pekerjaannya ataupun adanya masalah dalam keluarga. Sedangkan wanita kecewa dengan perkawinannya apabila ada masa ini ia merasa tidak berguna karena tanggungjawabnya sebagai ibu berkurang, atau ia merasa suami tidak memperhatikannya.

Perubahan pola keluarga membuat seseorang melakukan beberapa penyesuaian, diantaranya adalah penyesuaian terhadap perubahan peran. Hal


(56)

ini dapat terlihat saat anak-anak mereka meninggalkan rumah, dan orangtua harus menghadapi penyesuaian kehidupan yang biasa disebut periode sarang kosong (empty nest). Selain itu dengan berakhirnya tanggung jawab sebagai orangtua, suami dan isteri menjadi saling bergantung satu sama lain.

f. Penyesuaian diri dengan hilangnya pasangan

Kehilangan pasangan karena kematian ataupun perceraian akan menimbulkan masalah penyesuaian diri bagi seseorang. Hal ini lebih terasa menyulitkan bagi wanita daripada pria. Wanita usia madya yang kehilangan pasangan akan mengalami kesepian yang mendalam. Perasaan ini akan semakin diperkuat oleh frustasi dari dorongan seksual yang tidak terpenuhi dan kesulitan masalah ekonomi untuk menghidupi keluarga. Sedangkan pria yang kehilangan pasangan akan mengalami kekacauan pola hidup dalam rumah tangganya.

g. Penyesuaian diri dengan ambang masa pensiun

Masalah penyesuaian yang paling umum dalam masa pensiun adalah masalah yang berhubungan dengan anggota keluarga. Selain itu penyesuaian diri dalam menghadapi masa pensiun lebih sulit bagi pria, dan kesulitan tersebut akan bertambah apabila tidak ada dukungan dari anggota keluarga. Sebaliknya hal ini tidak terlalu sulit bagi wanita, mereka tidak sulit mengisi waktu luang, dan mereka juga terbebas dari tekanan yang disebabkan oleh peran ganda yang disandangnya.


(57)

h. Penyesuaian diri dengan ambang usia lanjut

Orang pada usia madya sering mengalami ketakutan menghadapi usia lanjut, dan akibatnya mereka sering merasa tidak tenang. Biasanya mereka tidak mempersiapkan diri secara memadai dalam melakukan penyesuaian yang diperlukan semasa usia lanjut. Dengan demikian banyak dari mereka yang menghadapi usia lanjut sebagai salah satu periode hidup yang paling mengecewakan. Oleh karena itu apabila seseoang ingin menyesuaikan diri dengan baik pada masa tuanya, ia harus membuat persiapan yang baik agar dapat menghadapi masa tua dengan lebih baik.

E. HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL SUAMI DENGAN KECEMASAN PADA WANITA MENOPAUSE

Salah satu gejala psikologis ketika menopause adalah kecemasan. Nugroho (2002) menyatakan bahwa kecemasan yang dialami seseorang pada saat menopause erat hubungannya dengan proses menopause itu sendiri, dimana kadar estrogen yang mulai menurun dapat menimbulkan kecemasan. Mustopo (2005) juga menyatakan bahwa kesehatan, pikiran dan ketenangan dipengaruhi oleh hormon estrogen. Banyak wanita yang mengeluh bahwa setelah menopause mereka berubah menjadi pencemas.

Kecemasan adalah suatu perasaan yang tidak menyenangkan yang ditandai dengan munculnya kegelisahan, kebingungan, ketakutan dan kekhawatiran, dimana perasaan ini berhubungan dengan aspek-aspek subjektif dan emosi yang hanya dapat dirasakan oleh orang yang bersangkutan, dimana akibatnya dapat


(58)

diketahui secara langsung dalam bentuk fisiologis (Calhoun dan Acolella,1995). Kartono (1981) juga menyatakan bahwa kecemasan adalah suatu perasaan yang ditandai dengan emosi yang tidak stabil, mudah tersinggung dan marah, serta sering berada dalam keadaan gelisah.

Kecemasan yang dialami seseorang selama menopause dipengaruhi oleh sikap orang tersebut terhadap menopause, dimana menopause sering dilihat sebagai sesuatu yang menakutkan bagi wanita (Dacey & Travers, 2002). Kekhawatiran ini berawal dari pemikiran seseorang bahwa dirinya akan menjadi tidak sehat, tidak bugar dan tidak cantik lagi. Padahal, masa menopause merupakan salah satu fase yang harus dijalani seorang wanita dalam kehidupannya, dan kecemasan yang mereka alami dapat menyebabkan mereka sangat sulit menjalani masa ini (Kasdu, 2002).

Agar dapat menjalani menopause dengan baik, diperlukan kemauan diri untuk memandang hidup sebagai sebuah harapan, dan dibutuhkan pikiran yang positif dalam memandang setiap kejadian/ peristiwa yang dialami. Apabila seseorang dapat berpikir secara positif, maka mereka dapat melalui masa menopause dengan mudah. Namun sebaliknya, apabila orang tersebut berpikir negatif tentang menopause, maka keluhan-keluhan yang muncul akan semakin memberatkan hidupnya.

Oleh karena itu penting bagi seseorang untuk berpikir secara positif bahwa menopause merupakan sesuatu yang sifatnya alami, sama halnya seperti fase kehidupan yang lain. Sikap positif tersebut dapat muncul apabila ada bantuan dari orang-orang disekitarnya (Kasdu, 2002). Selain itu beberapa penelitian


(59)

menyatakan bahwa perasaan- perasaan negatif yang dialami seseorang selama menopause berhubungan dengan rendahnya dukungan yang diperoleh dalam hidupnya (Dacey & Travers, 2002). Bantuan, perhatian, atau kenyamanan yang dirasakan seseorang yang diterimanya dari orang lain disebut dengan dukungan sosial (Cobb,dkk dalam Sarafino, 1998).

Dukungan sosial merupakan berbagai macam dukungan yang diterima oleh seseorang dari orang lain, dapat berupa dukungan emosional, dukungan penghargaan atau harga diri, dukungan instrumental, dukungan informasi atau dukungan dari kelompok.

Kasdu (2002) menyatakan bahwa pengertian, penerimaan dan dukungan dari suami sangat besar artinya bagi wanita yang menjalani menopause. Komunikasi dan keterbukaan diantara keduanya dapat membantu seseorang menjalani menopausenya dengan lebih baik. Peran positif dari suami akan membuat seorang wanita berpikir bahwa kehadirannya masih sangat dibutuhkan dalam menghadapi kehidupan.

E. HIPOTESIS PENELITIAN

Hipotesa utama dari penelitian ini yaitu ada hubungan negatif antara dukungan sosial suami dengan kecemasan pada wanita menopause. Diasumsikan bahwa jika dukungan sosial suami tinggi, maka kecemasan pada wanita menopause akan rendah. Sebaliknya, jika dukungan sosial suami rendah, maka kecemasan pada wanita menopause akan tinggi.


(60)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasional karena penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara dukungan sosial suami dengan kecemasan pada wanita menopause. Menurut Hadjar (1996) penelitian korelasional bertujuan untuk memahami suatu fenomena dengan berusaha menghubungkan satu variabel dengan variabel yang lain dan menentukan tingkat atau derajat hubungan di antara variabel-variabel tersebut.

A. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN

a. Variabel Tergantung : Kecemasan b. Variabel Bebas : Dukungan Sosial

B. DEFENISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN

Defenisi operasional variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Kecemasan

Kecemasan merupakan suatu perasaan yang tidak menyenangkan yang ditandai dengan adanya kegelisahan, kebingungan, ketakutan dan kekhawatiran yang dialami dalam tingkatan yang berbeda-beda oleh setiap individu. Dalam penelitian ini kecemasan pada wanita menopause merupakan perasaan yang tidak menyenangkan yang muncul sebagai suatu respon


(61)

terhadap menopause yang ditandai dengan adanya ketakutan yang dialami oleh wanita yang menjalani menopause. Variabel ini akan diukur dengan menggunakan skala kecemasan yang disusun berdasarkan aspek-aspek kecemasan oleh Blackburn & Davidson (2002) yaitu suasana hati, pikiran, motivasi, perilaku, dan reaksi-reaksi biologis. Skor tinggi pada skala ini menunjukkan kecemasan yang tinggi pada individu dan sebaliknya skor rendah pada skala ini menunjukkan kecemasan yang rendah pada individu. 2. Dukungan sosial suami

Dukungan sosial adalah keberadaan, kesediaan, kepedulian dari orang-orang yang dapat diandalkan, menghargai, menyayangi, serta adanya kenyamanan, perhatian, penghargaan atau bantuan yang diberikan orang lain. Dalam penelitian ini dukungan sosial suami merupakan bantuan atau dukungan berupa fisik dan psikologis yang diberikan oleh suami. Variabel ini akan diukur dengan skala dukungan sosial yang disusun berdasarkan aspek-aspek dukungan sosial oleh Sarafino (1998) yaitu dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dukungan informasi, dan dukungan kelompok yang diberikan oleh suami. Skor tinggi pada skala ini menunjukkan dukungan yang tinggi pada individu dan sebaliknya skor rendah pada skala ini menunjukkan dukungan yang rendah pada individu.


(62)

C. POPULASI, SAMPEL DAN METODE PENGAMBILAN SAMPEL 1. Populasi dan Sampel

Populasi adalah seluruh individu yang dimaksudkan untuk diteliti yang sedikitnya memiliki satu sifat yang sama (Hadi, 2000). Populasi dalam penelitian ini adalah wanita menopause yang memiliki karakteristik sebagai berikut :

a. Wanita yang sudah menopause

Seseorang dikatakan menopause jika sudah tidak mendapat menstruasi selama satu tahun (Kasdu, 2002).

b. Usia 45-60 tahun

Menurut Kasdu (2002) menopause alami terjadi antara usia 45-55 tahun, kemudian ditambah dengan masa menopause yang berlangsung selama 5 tahun.

c. Maksimal 5 tahun menjalani menopause

Menurut Kasdu (2002) masa menopause berlangsung selama 5 tahun. d. Memiliki suami

Mengingat adanya keterbatasan peneliti untuk menjangkau seluruh populasi, maka peneliti hanya akan meneliti sebagian dari keseluruhan dari populasi yang dijadikan sebagai subjek penelitian. Dimana sampel penelitian ini adalah sebagian dari populasi (Azwar, 2000).

2. Metode Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel adalah memilih sebagian individu dari populasi sebagai wakil yang representatif dari populasi tersebut. Suatu sampel dikatakan


(63)

representatif bila subjek yang terpilih memiliki karakter yang mencerminkan karakter yang dimiliki oleh populasi (Arikunto dalam Hadjar, 1996).

Metode pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan Teknik Nonprobability, yaitu teknik yang tidak memberi peluang/ kesempatan yang sama bagi setiap anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Teknik Nonprobability yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik non random purposive sampling, yaitu pemilihan sekelompok subjek didasarkan atas ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu dari populasi yang dipandang memiliki hubungan yang erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Sugiyono, 2006).

3. Jumlah Sampel Penelitian

Menurut Azwar (2000), secara tradisional statistika menganggap bahwa jumlah sampel yang lebih dari 60 subjek sudah cukup banyak. Hadi (2000) menyatakan bahwa menetapkan jumlah sampel yang banyak lebih baik daripada menetapkan jumlah sampel yang sedikit. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 74 orang.

D. ALAT UKUR YANG DIGUNAKAN

Alat ukur merupakan metode pengumpulan data dalam kegiatan penelitian yang mempunyai tujuan untuk mengungkap fakta mengenai variabel yang diteliti. Alat ukur yang digunakan hendaknya disesuaikan dengan tujuan penelitian dan


(1)

HASIL TAMBAHAN PENELITIAN

Regression

Variables Entered/Removed(b) Model

Variables Entered

Variables

Removed Method 1 SS(a) . Enter a All requested variables entered.

b Dependent Variable: KC

Model Summary Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate 1 .588(a) .346 .337 17.542 a Predictors: (Constant), SS

ANOVA(b) Model

Sum of

Squares Df Mean Square F Sig. 1 Regressio

n 11710.029 1 11710.029 38.055 .000(a) Residual 22155.484 72 307.715 Total 33865.514 73 a Predictors: (Constant), SS

b Dependent Variable: KC

Coefficients(a)

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant

) 229.565 19.180 11.969 .000 SS -.967 .157 -.588 -6.169 .000 a Dependent Variable: KC


(2)

Regression

Variables Entered/Removed(b) Model

Variables Entered

Variables

Removed Method 1 jaringan,

instrumental , informasion

al, penghargaa

n, emosional(a )

. Enter

2

. jaringan

Stepwise (Criteria: Probability

-of-F-to-enter <=

.050, Probability

-of-F-to-remove >=

.100).

3

. instrumental

Stepwise (Criteria: Probability

-of-F-to-enter <=

.050, Probability

-of-F-to-remove >=

.100).

4

. informasion al

Stepwise (Criteria: Probability

-of-F-to-enter <=

.050, Probability

-of-F-to-remove >=


(3)

5

. penghargaa n

Stepwise (Criteria: Probability

-of-F-to-enter <=

.050, Probability

-of-F-to-remove >=

.100).

a All requested variables entered. b Dependent Variable: KC

Model Summary Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate 1 .773(a) .597 .551 13.191 2 .773(b) .597 .561 13.044 3 .772(c) .596 .570 12.917 4 .771(d) .595 .578 12.798 5 .758(e) .575 .566 12.968

a Predictors: (Constant), jaringan, instrumental, informasional, penghargaan, emosional b Predictors: (Constant), instrumental, informasional, penghargaan, emosional

c Predictors: (Constant), informasional, penghargaan, emosional d Predictors: (Constant), penghargaan, emosional

e Predictors: (Constant), emosional

ANOVA(f) Model

Sum of

Squares Df Mean Square F Sig. 1 Regressio

n 11349.988 5 2269.998 13.046 .000(a) Residual 7656.032 44 174.001 Total 19006.020 49 2 Regressio

n 11349.917 4 2837.479 16.678 .000(b) Residual 7656.103 45 170.136 Total 19006.020 49 3 Regressio

n 11331.357 3 3777.119 22.639 .000(c) Residual 7674.663 46 166.841 Total 19006.020 49 4 Regressio

n 11308.218 2 5654.109 34.522 .000(d) Residual 7697.802 47 163.783 Total 19006.020 49


(4)

Residual 8071.831 48 168.163 Total 19006.020 49 a Predictors: (Constant), jaringan, instrumental, informasional, penghargaan, emosional

b Predictors: (Constant), instrumental, informasional, penghargaan, emosional c Predictors: (Constant), informasional, penghargaan, emosional

d Predictors: (Constant), penghargaan, emosional e Predictors: (Constant), emosional

f Dependent Variable: KC

Coefficients(a)

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) 247.263 20.496 12.064 .000 pengharga

an -2.035 1.408 -.229 -1.445 .156 emosional -3.006 .806 -.663 -3.731 .001 instrument

al .417 1.397 .042 .298 .767 informasio

nal .368 1.090 .054 .338 .737 jaringan .021 1.042 .004 .020 .984 2 (Constant) 247.162 19.644 12.582 .000

pengharga

an -2.025 1.318 -.228 -1.536 .131 emosional -3.003 .790 -.663 -3.800 .000 instrument

al .427 1.293 .043 .330 .743 informasio

nal .375 1.017 .056 .369 .714 3 (Constant) 249.496 18.150 13.746 .000 pengharga

an -1.991 1.302 -.224 -1.530 .133 emosional -2.885 .697 -.637 -4.139 .000 informasio

nal .375 1.007 .056 .372 .711 4 (Constant) 249.956 17.942 13.932 .000 pengharga

an -1.815 1.201 -.204 -1.511 .137 emosional -2.765 .612 -.610 -4.516 .000 5 (Constant) 235.592 15.419 15.279 .000 emosional -3.437 .426 -.758 -8.064 .000 a Dependent Variable: KC


(5)

Oneway

Descriptives kecemasan

N Mean Std. Deviation Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound

satu tahun 12 128.33 15.617 4.508 118.41 138.26 106 149 dua tahun 11 114.00 26.937 8.122 95.90 132.10 71 156 tiga tahun 19 109.63 18.718 4.294 100.61 118.65 74 156 empat tahun 15 107.93 23.331 6.024 95.01 120.85 72 151 lima tahun 17 105.06 18.676 4.530 95.46 114.66 75 141 Total 74 111.92 21.539 2.504 106.93 116.91 71 156

Test of Homogeneity of Variances kecemasan

Levene

Statistic df1 df2 Sig. 1.357 4 69 .258

ANOVA kecemasan

Sum of

Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 4418.551 4 1104.638 2.588 .044 Within Groups 29446.962 69 426.768

Total 33865.514 73

Descriptives kecemasan

N Mean Std. Deviation Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound

bekerja 43 103.88 18.460 2.815 98.20 109.56 71 139 tidak bekerja 31 123.06 20.757 3.728 115.45 130.68 72 156 Total 74 111.92 21.539 2.504 106.93 116.91 71 156


(6)

Test of Homogeneity of Variances kecemasan

Levene

Statistic df1 df2 Sig. .431 1 72 .514

ANOVA kecemasan

Sum of

Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 6627.224 1 6627.224 17.518 .000 Within Groups 27238.290 72 378.310

Total 33865.514 73

Descriptives kecemasan

N Mean Std. Deviation Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound

SMP 4 122.50 17.078 8.539 95.32 149.68 106 144 SMA 21 123.67 19.938 4.351 114.59 132.74 72 156 DIPLOMA 13 115.77 25.574 7.093 100.32 131.22 77 156 SARJANA 36 102.50 17.287 2.881 96.65 108.35 71 142 Total 74 111.92 21.539 2.504 106.93 116.91 71 156

Test of Homogeneity of Variances kecemasan

Levene

Statistic df1 df2 Sig. 1.428 3 70 .242

ANOVA kecemasan

Sum of

Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 6732.539 3 2244.180 5.790 .001 Within Groups 27132.974 70 387.614