Memiliki Ciri Khas Usaha Terbukti Sudah Memberikan Keuntungan Memiliki Standart Atas Pelayanan Barang dan Jasa yang Ditawarkan yang Dibuat Secara Tertulis Mudah Diajarkan dan Diaplikasian. Adanya Dukungan yang Berkesinambungan Hak dan Kekayaan Intelektual

2.1.4. Format Bisnis Franchise

Seperti yang dijelaskan pada penjelasan sebelumnya mengenai franchise bahwa suatu pengaturan bisnis dimana sebuah perusahaan franchisor memberi hak pada pihak independen franschisee untuk menjual produk atau jasa perusahaan tersebut dengan peraturan yang ditetapkan oleh franchisor. Franchisee menggunakan nama, goodwill, produk dan jasa, prosedur pemasaran, keahlian, sistem prosedur operasional dan fasilitas penunjang dari perusahaan franchisor. Sebagai imbalannya franchisee membayar initial fee dan royalti biaya pelayanan manajemen pada perusahaan franchisor seperti yang diatur dalam perjanjian franchise. Sebuah paket franchise yang baik, mampu membuat seseorang yang tepat bisa mengoperasikan sebuah bisnis dengan berhasil, bahkan tanpa pengetahuan sebelumnya tentang bisnis tersebut. Franchise digambarkan sebagai perpaduan bisnis “besar” dan “kecil”, yaitu perpaduan antara energi dan komitmen individual dengan sumber daya dan kekuatan sebuah perusahaan besar. Franchise merupakan pilihan untuk ber- wirausaha dan ber-ekspansi dengan resiko paling kecil. Secara umum franchise merupakan alternatif jalan keluar yang relatif aman. Muharam 2003.

2.1.5. Kriteria Franchise

Dalam PP No. 42 Tahun 2007 disebutkan bahwa “Waralaba atau franchise harus memenuhi 6 enam kriteria, yakni :

1. Memiliki Ciri Khas Usaha

Yang dimaksud dengan ciri khas adalah suatu usaha yang memiliki keunggulan atau perbedaan yang tidak mudah ditiru dibandingkan dengan usaha lain sejenis, dan konsumen selalu mecari ciri khas yang dimaksud. Universitas Sumatera Utara Misalnya, sistem manajemen, cara penjualan dan pelayanan, atau penataan atau cara distribusi yang merupakan karakteristik khusus dari pemberi waralaba.

2. Terbukti Sudah Memberikan Keuntungan

Yang dimaksud dengan sudah memberikan keuntungan adalah menunjuk kepada pemberi waralaba yang telah dimiliki kurang lebih 5 lima tahun dan telah mempunyai kiat – kiat bisnis untuk mengatasi masalah – masalah dalam perjalanan usahanya, dan ini terbukti dengan masih bertahan dan berkembangnya usaha tersebut dengan menguntungkan.

3. Memiliki Standart Atas Pelayanan Barang dan Jasa yang Ditawarkan yang Dibuat Secara Tertulis

Yang dimaksud disni adalah standar secara tertulis supaya penerima waralaba dapat melaksanakan usaha dalam kerangka kerja yang jelas dan sama standar operasional kerja.

4. Mudah Diajarkan dan Diaplikasian.

Yang dimaksud dengan mudah diajarkan dan diaplikasikan adalah mudah dilaksanakan sehingga penerima waralaba yang belum memiliki pengalaman atau pengetahuan mengenai usaha sejenis, dapat melaksakannya dengan baik sesuai dengan bimbingan operasional dan manajemen yang berkesinambungan yang diberikan oleh penerima waralaba. Universitas Sumatera Utara

5. Adanya Dukungan yang Berkesinambungan

Yang dimaksud dengan dukungan yang berkesinambungan adalah dukungan dari pemberi waralaba secara terus menerus seperti bimbingan operasional, pelatihan dan promosi

6. Hak dan Kekayaan Intelektual yang Telah Terdaftar

Yang dimaksud dengan hak kekayaan intelektual yang telah terdaftar adalah hak kekayaan intelektual yang terkait dengan usaha seperti merek, hak cipta, hak paten, rahasia dagang sudah didaftarkan dan mempunyai setifikasi atau sedang dalam proses pendaftaran di instansi yang berwenang. Selanjutnya, menurut sumber dari Majalah Franchise Rudi, 2013, jika dirinci, faktor yang membuat keberhasilan usaha waralaba bisa berhasil, yakni : 1. Repicable, atau dipublikasikan dengan baik, bergantung pada sistem, bukan pada keterampilan individual 2. Controllable, yaitu kualitasnya dapat dikendalikan atau dijaga. 3. Sustainable, atau mampu bertahan di tengah perubahan atau perkembangan persaingan di lapangan. Bukan suatu tren sesaat. 4. Marketable, atau produknya dapat dipasarkan alias ada sejumlah pelanggan potensial, serta memiliki merek yang kuat. 5. Profitable, yang berarti memiliki tingkat keuntungan yang dapat dibagi kepada pihak – pihak yang terlibat, yaitu franchisor dan franchisee.

2.2. Konflik dan Pengertiannya

Konflik berasal dari kata latin configure yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih bisa juga kelompok dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan Universitas Sumatera Utara menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Definisi lain dari konflik adalah pergesekan atau friksi yang terekspresikan diantara dua pihak atau lebih, dimana masing – masing mempersepsi adanya interfernsi dari pihak lain yang dianggap menghalangi jalan untuk mencapai sasaran. Konflik hanya akan terjadi bila, semua pihak yang terlibat mencium adanya ketidaksepakatan. Para pakar ilmu perilaku organisasi, banyak memberikan definisi tentang konflik. Robbins, salah seorang dari mereka merumuskan konflik sebagai “Sebuah proses dimana sebuah upaya sengaja dilakukan oleh seseorang untuk menghalangi usaha yang dilakukan oleh orang lain dalam berbagai bentuk hambatan blocking yang menjadikan orang lain tersebut merasa frustasi dalam usahanya mencapai tujuan yang diinginkan atau merealisasikan minatnya”. Dengan demikian yang dimaksud dengan konflik menurut pakar di atas adalah proses pertikaian yang terjadi, sedangkan peristiwa yang berupa gejolak dan sejenisnya adalah salah satu manifestasinya. Dua orang pakar dari Amerika Serikat yaitu Aconstantino dan Sickles 1989 mengatakan dengan kata – kata yang lebih sederhana, bahwa konflik pada dasarnya adalah: “sebuah proses mengekspresikan ketidakpuasan, ketidaksetujuan, atau harapan – harapan yang tidak terealisasiakan”. Kedua penulis tersebut sepakat dengan Robbins bahwa konflik pada dasarnya adalah sebuah proses. Konflik dapat diartikan sebagai ketidaksetujuan antara dua atau lebih anggota organisasi atau kelompok – kelompok dalam organisasi yang timbul karena mereka harus menggunakan sumber daya yang langka secara bersama – sama atau menjalankan kegiatan bersama – sama dan atau karena mereka mempunyai status tujuan, nilai – nilai dan persepsi yang berbeda. Robbin 1996, keberadaan konflik dalam organisasi ditentukan oleh persepsi individu atau kelompok. Jika mereka tidak menyadari adanya konflik didalam organisasi Universitas Sumatera Utara maka secara umum konflik tersebut dianggap tidak ada. Sebaliknya, jika mereka mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah ada konflik maka, konflik tersebut telah menjadi kenyataan. Robbins 1993 juga menyatakan, bahwa konflik organisasi sering terjadi tidak simetris, terjadi hanya satu pihak yang sadar dan memberikan respon terhadap konflik tersebut. Atau, satu pihak mempersepsikan adanya pihak lain yang telah atau akan menyerang secara negatif. Dalam pembahasan tentang konflik, yang menarik adalah beberapa ahli mengungkapkan secara detail dan rinci mengenai definisinya saja. Jika dilihat dari suku katanya, konflik hanya mempunyai suku kata saja. Akan tetapi, ketika dibahas secara detail menjadi satu kesatuan kalimat yang sangat kompleks. Berikut penulis angkat penjabaran secara detail oleh beberapa ahli yang dijadikan rujukan untuk materi penelitian ini. Robbin 1996: 431 mengatakan konflik dalam organisasi disebut sebagai The Conflict Paradoks, yaitu pandangan bahwa di sisi konflik dianggap dapat meningkatkan kinerja kelompok, tetapi di sisi lain kebanyakan kelompok dan organisasi berusaha meminimalisasiakn konflik. Pandangan ini dibagi menjadi tiga bagian, antara lain;

1. Pandangan Tradisional The Traditional View

Pandangan ini menyatakan bahwa konflik itu hal yang buruk, sesuatu yang negatif, merugikan dan harus dihindari. Konflik disinonimkan dengan istilah violence, destruction dan irrationality. Konflik ini merupakan suatu hasil difungsional akibat komunikasi buruk, kurang kepercayaan, keterbukaan diantara orang – orang dan kegagalan manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan inspirasi karyawan. Universitas Sumatera Utara

2. Pandangan Hubungan Manusia The Human Relation View

Pandangan ini menyatakan bahwa konflik dianggap sebagai suatu peristiwa yang wajar terjadi di dalam kelompok atau organisasi. Konflik dianggap sebagai suatu yang tidak dapat dihindari karena di dalam kelompok atau organisasi pasti terjadi perbedaan pandangan atau pendapat antar anggota. Oleh karena itu, konflik harus dijadikan sebagai suatu hal yang bermanfaat guna mendorong peningkatan kinerja organisasi. Dengan kata lain, konflik harus dijadikan sebagai motivasi untuk melakukan inovasi atau perubahan di dalam tubuh kelompok atau organisasi. 3. Pandangan Interaksionis The Interactionist View Pandangan ini cenderung mendorong suatu kelompok atau organisasi terjadinya konflik. Hal ini disebabkan suatu organisasi yang kooperatif , tenang, damai dan serasi, cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif dan tidak inovatif. Oleh karena itu, menurut pandangan ini, konflik perlu dipertahankan pada tingkat minimum secara berkelanjutan sehingga tiap anggota di dalam kelompok tersebut tetap semangat, kritis – diri dan kreatif. Kemudian konflik menurut Stonner dan Freeman 1989: 392 membagi konflik menjadi dua bagian, yaitu:

1. Pandangan Tradisional Traditional View

Pandangan tradisional menganggap bahwa konflik dapat dihindari. Hal ini disebabkan konflik dapat mengacaukan organisasi dan mencegah pencapaian tujuan optimal. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan yang optimal, konflik harus dihilangkan. Konflik biasanya disebabkan oleh kesalahan manajer dalam merancang Universitas Sumatera Utara dan memimpin organisasi. Dikarenakan kesalahan ini, manajer sebagai pihak manajemen bertugas meminimalisasikan konflik.

2. Pandangan Modern

Konflik tidak dapat dihindari. Hal ini disebabkan banyak faktor, antara lain struktur organisasi, perbedaan tujuan, persepsi, nilai – nilai dan sebagainya. Konflik dapat mengurangi kinerja organisasi dalam berbagai tingkatan. Jika terjadi konflik, manajer sebagai pihak manajemen bertugas mengelola konflik sehingga tercipta kinerja yang optimal untuk mencapai tujuan bersama. Selain pandangan menurut Robbin dan Stoner dan Freeman, konflik dipahami berdasarkan dua sudut pandang, yaitu: tradisional dan kontemporer Myers, 1993:234

1. Pandangan Tradisional

Konflik dianggap sebagai sesuatu yang buruk yang harus dihindari. Pandangan ini sangat menghindari adanya konflik karena dinilai sebagi faktor penyebab pecahnya suatu kelompok atau organisasi. Bahkan seringkali konflik dikaitkan dengan kemarahan, agresivitas dan pertentangan baik secara fisik maupun dengan kata – kata kasar. Apabila telah terjadi konflik, pasti akan menimbulkan konflik yang lebih besar. Oleh karena itu, menurut pandangan tradisional, konflik haruslah dihindari.

2. Pandangan Kontemporer

Mengenai konflik didasarkan pada anggapan bahwa konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dielakan sebagai konsekuensi logis interaksi manusia. Namun, yang menjadii persoalan adalah bukan bagaimana meredam konflik, tapi bagaimana Universitas Sumatera Utara menanganinya secara tepat, sehingga tidak merusak hubungan antar pribadi bahkan merusak tujuan organisasi. Konflik bukan dijadikan suat hal yang detruktif, melainkan harus dijadikan suatu hal konstruktif untuk membangun organisasi tersebut, misalnya bagaimana cara peningkatan kinerja organisasi. Dari penjabaran mengenai pengertian konflik oleh para pakar yang sudah dipaparkan, konflik memiliki persamaan yang mendasar. Bahwa konflik merupakan suatu bentuk interaksi sosial ketika dua individu mempunyai kepentingan yang berbeda dan kehilangan keharmonisan di antara mereka. Pada dasarnya, konflik merupakan hal yang alamiah dan sering terjadi dalam kehidupan sehari – hari.

2.2.1. Penyebab Konflik