Penyebab Konflik Dalam Hubungan Kerjasama Pada Sistem Franchise di Simply Fresh

(1)

SKRIPSI

PENYEBAB KONFLIK DALAM HUBUNGAN KERJASAMA PADA SISTEM FRANCHISE DI SIMPLY FRESH

OLEH :

MARCO SEMBIRING SINULAKI 080502221

PROGRAM STUDI STRATA 1 MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini, saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul : Penyebab Konflik Dalam

Hubungan Kerjasama Pada Sistem Franchise di Simply Fresh.

Adalah benar hasil karya sendiri dan judul dimaksud belum pernah dimuat, dipublikasikan, atau diteliti oleh mahasiswa lain dalam konteks penulisan skripsi level Program S-1 Reguler Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Semua sumber data dan informasi yang diperoleh, telah dinyatakan dengan jelas benar apa adanya. Dan apabila dikemudian hari pernyataan ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi yang ditetapkan oleh universitas.

Medan, 12 Desember 2014 Yang membuat pernyataan

Marco Sembiring Sinulaki 080502221


(3)

ABSTRAK

PENYEBAB KONFLIK DALAM HUBUNGAN KERJASAMA PADA

SISTEM FRANCHISE DI SIMPLY FRESH

Menggunakan sistem franchise merupakan suatu perpindahan dari sistem usaha (dagang) konfensional menuju modernisasi. Dikatakan seperti itu, karena adanya faktor efisien dan ekonomis. Modal relatif lebih kecil yang dikeluarkan ketika menyatakan diri bergabung untuk menjalankan sistem ini, menjadi obat penawar yang mujarab untuk orang yang berkeinginan besar untuk memiliki usaha sendiri. Begitu juga bagi beberapa orang yang memiliki modal tetapi tidak memiliki atau tidak mampu untuk mengelola usaha dengan pertimbangan – pertimbangan tertentu dan takut mengambil resiko kebangkrutan usaha,

terjawab olehnya. Franchise rawan terjadinya konflik karena tidak semua orang mengerti

akan sistem franchise, walaupun sistem kerja sudah diberikan oleh franchisor. Banyak

franchisee yang menghentikan usaha franchise-nya karena tidak mampu mengelola usahanya

ataupun tidak mampu mengikuti prosedur yang telah diberikan oleh franchisor. Peneliti

memilih Simply Fresh oleh karena hubungan kerjasama antar Franchisor dan Franchise

Simply Fresh didapati adanya konflik. Konflik tersebut diduga disebabkan oleh adanya mis-komunikasi, sumber daya manusia, tentang relasi, kepentingan atau kebutuhan, dan nilai – nilai hidup.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat berlimpah dalam hidupku. Mengucap syukur dalam segala hal membuat saya memiliki kesanggupan prima untuk menghadapi tantangan hidup dan mengalami kemenangan dari berbagai masalah yang harus dihadapi.

Adapun skripsi ini berjudul Penyebab Konflik Dalam Hubungan Kerjasama Pada Sistem Franchise di Simply Fresh, dan disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Departemen Manajemen Universitas Sumatera Utara.

Penulis Menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna dari penelitian yang ideal, namun karena dorongan, usaha, bantuan dan bimbingan serta doa dari bapak saya J. Sembiring, SE. MM., dan ibu saya L. Simanjuntak yang membuatku tetap semangat dalam menjalani perkuliahan. Dan juga bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak, skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karenanya, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas

Sumatera Utara.

2. Ibu Endang Sulistya Rini, SE, M.Si., selaku Ketua Prodi Departemen Manajemen

Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Setrihiyanti Siregar, M.Si., selaku Dosen Pembimbing yang tulus dan ikhlas

meluangkan waktu, memberi saran dan arahan kepada penulis dalam proses penyusunan dan penyelesaian skripsi ini.


(5)

4. Ibu Dra. Mulykata Sebayang, M.Si., selaku Dosen Pembaca Penilai dan Ibu Dra. Friska Sipayung, M.Si., selaku Dosen Ketua Penguji yang telah membantu penulis melalui saran dan kritik yang diberikan demi kesempurnaan skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara yang

telah mendidik penulis.

6. Para pegawai Departemen Manajemen, Ibu Hartati, Ibu Ida, Kak Vina, dan Bang

Chairil yang telah banyak membantu penulis dalam administrasi di Departemen Manajemen.

7. Buat adikku Mauritsio Sembiring, SE dan Andre Fabio Sembiring yang telah

memberikan dukungan dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skipsi ini. Keberhasilan kita adalah hadiah terindah buat papa dan mama. Tetap kompak!

8. Imanuel Sembiring, Rovo Sembiring, Erikson Banjarnahor, Julio Gultom, Leoni

Ginting, Alexander Siburian, dan lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu – persatu, terima kasih untuk kesediaan waktu yang sudah capek menemani penulis kesana kemari, dan telah memberikan semangat, motivasi, dorongan, bantuan dan arahan – arahan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Serta terima kasih atas kebersamaan yang telah kita jalani bersama.

Penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran yang membangun bagi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih dan berharap semoga kiranya skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, 12 Desember 2014 Penulis,

Marco Sembiring Sinulaki NIM. 08050222


(6)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Rumusan Masalah... 3

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian………... 4

1.3.1 Tujuan Penelitian..………... 4

1.3.2 Manfaat Penelitian………. 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA…... 6

2.1 Tinjauan Pustaka………... 6

2.1.1. Franchise………... 6

2.1.2. Sejarah dan Perkembangan franchise………...……… 6

2.1.3. Franchise di Indonesia……….. 9

2.1.4. Format Bisnis Franchise………... 9

2.1.5. Kriteria Franchise………. 10

2.2. Konflik dan Pengertiannya………... 13

2.2.1. Penyebab Konflik…...………... 18

2.2.2. Jenis – Jenis Konflik………... 23

2.2.3. Akibat Konflik..………... 24

2.3. Manajemen Konflik……….. 25

2.3.1. Aspek – Aspek Dalam Manajemen Konflik…………... 26

2.3.1.1. Manajemen Konflik Destruktif………... 26

2.3.1.2. Manajemen Konflik Konstruktif……… 26

2.4. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Manajemen Konflik……….. 31

2.5. Kerjasama………. 32

2.5.1 Sikap Kerjasama Dalam Kelompok……….. 33

2.5.2 Karakteristik – Karakteristik Pribadi Anggota Kelompok………34

2.6. Penelitian Terdahulu...37

2.7. Kerangka Konseptual………... 38


(7)

BAB 3 METODE PENELITIAN………. 42

3.1 Jenis Penelitian……….. 42

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian………... 42

3.2.1 Tempat Penelitian………... 42

3.2.2 Waktu Penelitian………. 43

3.3 Batasan Operasional……….. 43

3.4 Definisi Operasional……….. 44

3.4.1 Variabel Terikat (Depent Variable)……… 44

3.4.2 Variabel Bebas……… 44

3.4.2.1 Menyangkut Komunikasi.………. 44

3.4.2.2 Menyangkut Sumber Daya……….... 45

3.4.2.3 Menyangkut Relasi…………...………... 45

3.4.2.4 Menyangkut Kepentingan / Kebutuhan………... 45

3.4.2.5 Menyangkut Nilai – Nilai Hidup……….. 46

3.5 Skala Pengukuran Variabel………... 47

3.5.1 Defenisi Skala….……… 47

3.5.2 Defenisi Variabel……… 48

3.5.3 Jenis Variabel……….. 48

3.5.3.1 Variabel Terikat (Dependent Variabel)………. 48

3.5.3.2 Variabel Bebas……….. 49

3.6 Populasi dan Sampel Penelitian……….... 49

3.6.1 Populasi………... 49

3.6.2 Sampel……….49

3.7 Jenis Data………... 50

3.8 Teknik Pengumpulan Data.………... 50

3.9 Teknik Analisis Data………. 51 BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………. 52

4.1 Gambaran Umum Perusahaan………... 52

4.1.1 Filosofi Perusahaan ... 53

4.1.2 Visi ... 53

4.1.3 Misi ... 53


(8)

4.2 Hasil Penelitian ... 56

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 61

5.1 Kesimpulan ... 61

5.2 Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 63


(9)

DAFTAR GAMBAR


(10)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

Franchise, kata ini sudah tidak asing lagi didengar oleh sebagian besar masyarakat Indonesia terutama di kota besar. Sumatera Utara khususnya kota Medan yang merupakan salah satu dari 5 (lima) kota besar di Indonesia no 3 (tiga) setelah Surabaya,

banyak dijumpai usaha yang menggunakan sistem ini. Tingkat pertumbuhan franchise

di kota Medan begitu signifikan. Banyak para pengusaha yang tertarik menggunakan

sistem ini, dengan pertimbangan – pertimbangan yang menjadi keputusan mutlak bagi sebuah badan usaha.

Menggunakan sistem franchise merupakan suatu perpindahan dari sistem usaha

(dagang) konfensional menuju modernisasi. Dikatakan seperti itu, karena adanya faktor efisien dan ekonomis. Misalnya saja, pemilik usaha tidak serta merta harus mengeluarkan biaya yang sama besarnya ketika membuat cabang usaha baru dengan nama yang sama, begitu juga untuk sarana publikasi ketika mengenalkan suatu produk usahanya, baik jenis usaha jasa, maupun jenis usaha lainnya.

Di Indonesia, franchise dikenal sejak era 70-an ketika masuknya Shakeypisa, KFC,

Swensen dan Burger King. Perkembangannya terlihat sangat pesat sekitar tahun 1995.

Kini sistem franchise banyak digunakan oleh para pengusaha untuk mempopulerkan

produknya. Hampir seluruh jenis usaha, baik usaha jasa, usaha makanan, usaha pakaian dan lain – lain menggunakannya.

Banyak orang berpendapat bahwa, untuk mendirikan suatu badan usaha membutuhkan modal materi yang cukup besar. Ditambah lagi ketakutan untuk


(11)

mengambil resiko kerugian, atau bahkan tidak memiliki mental seorang entrepreneur. Pada kenyataanya, masyarakat lebih memilih membuat usaha sendiri ketimbang bekerja, baik itu instansi pemerintahan atau badan usaha non pemerintahan. Selain waktu, ternyata faktor kepuasan memperkaya diri sendiri lebih diminati ketimbang bekerja menjadi mesin uang bagi pemilik usaha tempat dimana Ia bekerja. Kendala modal dan

jiwa entrepreneur terjawab oleh sistem franchise. Modal relatif lebih kecil yang

dikeluarkan ketika menyatakan diri bergabung untuk menjalankan sistem ini, menjadi obat penawar yang mujarab untuk orang yang berkeinginan besar untuk memiliki usaha sendiri. Begitu juga bagi beberapa orang yang memiliki modal tetapi tidak memiliki atau tidak mampu untuk mengelola usaha dengan pertimbangan – pertimbangan tertentu dan

takut mengambil resiko kebangkrutan usaha, terjawab olehnya. Franchise rawan

terjadinya konflik karena tidak semua orang mengerti akan sistem franchise, walaupun

sistem kerja sudah diberikan oleh franchisor. Banyak franchisee yang menghentikan

usaha franchise-nya karena tidak mampu mengelola usahanya ataupun tidak mampu

mengikuti prosedur yang telah diberikan oleh franchisor.

Konsep dasar dari franchise adalah pembentukan atau pendirian cabang usaha, yang

melibatkan pihak lain dari luar perusahaan, yang SOP (Standart Operational

Procedure)-nyaberasal dari owner atau pemilik utama usaha. SOP yang dikeluarkan

oleh pihak manajemen tidak bisa diganggugugat, meskipun sudah menjadi anggota

franchise. Perhitungan dalam pengambilan keputusan mengenai SOP harus secara

matang, agar meminimalisasikan konflik yang akan timbul. Secara alami, suatu konflik akan timbul dengan sendirinya dengan faktor – faktor tertentu, misalkan saja konflik yang muncul dikarenakan faktor emosi, sehingga menangani masalah yang sebenarnya sudah dipertimbangkan secara matang oleh pihak manajemen tidak bisa dilaksanakan secara profesional. Contoh lain adalah konflik yang muncul dikarenakan


(12)

ketidakdisiplinan waktu, sehingga akan memperlambat proses usaha yang tentunya akan berdampak pada pendapatan usaha itu sendiri. Konflik yang terjadi, jika tidak segera ditanggulangi atau dibiarkan berlarut – larut berpengaruh besar pada hubungan

kerjasama antar pemilik franchise dan para penanam modal. Sebagian besar konflik yang

timbul dikarenakan ketidakpatuhnya para pelaku bisnis (usaha) terhadap SOP yang sudah terbentuk dibandingkan dengan ketidakmatangan SOP (Karamoy, 2012). Oleh karena itu, diperlukan sebuah sistem yang membuat konflik dapat dikelola dalam suasana kerjasama yang memuaskan. Untuk melihat penyebab konflik lainnya, peneliti

memilih usaha Franchise Simply Fresh sebagai objek penelitian. Peneliti memilih

Simply Fresh oleh karena hubungan kerjasama antar Franchisor dan Franchise Simply

Fresh didapati adanya konflik (Pra penelitian). Konflik tersebut diduga disebabkan oleh adanya mis-komunikasi, sumber daya manusia, tentang relasi, kepentingan atau kebutuhan, dan nilai – nilai hidup.

1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dapat dikemukakan rumusan masalah penelitian: Apakah konflik yang disebabkan oleh komunikasi, sumber daya, tentang relasi, kepentingan / kebutuhan dan nilai – nilai hidup dalam hubungan kerjasama pada

sistem franchise di Simply Fresh. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apa

penyebab konflik di dalam suatu hubungan kerjasama pada perusahaan yang

menggunakan sistem franchise, terhadap kelangsungan kegiatan perusahaan.

1.3.Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah : Mengetahui apa penyebab konflik


(13)

1.3.2. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Sebagai bahan informasi bagi para calon pengusaha ketika memutuskan untuk

bergabung dalam usaha dengan sistem franchise.

2. Sebagai sebuah wacana yang dapat dijadikan sebuah informasi dan solusi


(14)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Tinjauan Pustaka

2.1.1. Franchise

Kata Franchise berasal dari bahasa Prancis, yaitu “franchir”. Yang artinya

dibebaskan dari pemberian upeti, pajak. Namun seiring zaman, pengertian

franchise berubah menjadi pemberian izin dalam pemakaian nama atau merek

dagang. Franchise merupakan suatu bentuk strategi usaha yang bertujuan untuk

memperlebar jangkauan usaha dalam meningkatkan pangsa pasar dan penjualan.

Franchise merupakan sebuah perkawinan bisnis yang sudah ada (franchisor) dan

pendatang baru di dunia bisnis (franchisee). Dalam dunia bisnis, istilah franchise

atau waralaba adalah suatu pemberian sebuah lisensi oleh suatu pihak

(perseorangan atau perusahaan) sebagai pemberi franchise kepada pihak lain

sebagai penerima franchise untuk berusaha dengan menggunakan merek dagang

atau nama dagangnya dengan menggunakan keseluruhan sistem bisnisnya.

2.1.2. Sejarah dan Perkembangan Franchise

Franchise pertama kali dimulai di Amerika oleh Singer Sewing Machine

Company, produsen mesin jahit Singer 1851. Pola itu kemudian diikuti oleh

perusahaan Otomotif General Motor Industry yang melakukan penjualan

kendaraan bermotor dengan menunjukkan distributor franchise pada tahun 1898.

Selanjutnya, diikuti pula oleh perusahaan – perusahaan soft drink di Amerika


(15)

waralaba dirintis oleh J Lycons melalui usahanya Wimpy and Golden Egg pada decade 60an.

Sampai pada tahun 1998, cara pendistribusian dengan waralaba diperkirakan mencapai lebih dari 50% dari total penjualan eceran di Amerika Serikat dan pertumbuhan waralaba sama berhasilnya di Negara – Negara maju lainnya seperti : Kanada, Inggris, Jerman dan Jepang. Negara – Negara berkembang seperti Meksiko, Indonesia dan Malaysia juga mendapatkan bahwa waralaba adalah cara yang efektif untuk menciptakan bisnis baru dan meningkatkan kesempatan lapangan kerja. Di Indonesia sendiri jumlah perusahaan waralaba tumbuh mencapai 274% selama Sembilan tahun 2000 – 2009. (muharam-2002 rev 2010.

Waralaba terbukti survive)

Pada masa itu sebuah rantai toko makanan di Tiongkok menerapkan konsep distribusi dengan sistem waralaba lisensi produk / merek. Waralaba telah dipilih sebagai cara menjalankan usaha oleh lebih dari 2500 perusahaan di Amerika Serikat, karena terbukti memiliki peluang keberhasilan lebih tinggi dibandingkan format bisnis biasa. Sebagai perbandingan, format bisnis biasa memiliki peluang sukses 35-45%, sedangkan peluang sukses perusahaan waralaba mencapai 85-90%. Sementara orang berfikir bahwa waralaba hanya terbatas pada industri makanan siap saji, kenyataanya menunjukan bahwa semua jenis bisnis yang mungkin ada, dapat diwaralabakan. Misalnya hotel, properti, rumah sakit, kursus, binatu, foto studio, minimart, spa, salon, bengkel, apotik, kantor pos, laundry, warnet dapat dikembangkan dengan format waralaba.

Yang menarik adalah kesuksesan waralaba untuk tetap tumbuh selama krisis moneter di Indonesia. Pada periode 1996 – 1999, usaha waralaba di Indonesia mampu tumbuh sebesar 12,5% di tengah pertumbuhan ekonomi nasional di


(16)

bawah 3% (peluang, juni 2000). Sebagian besar pertumbuhan ini diakibatkan oleh pertumbuhan waralaban lokal.

(sumber: http://frommarketing.blogspot.com/search/label/marketing)

Pelajaran yang dapat diambil dari krisis moneter adalah, waralaba lokal

ternyata mampu mengungguli pertumbuhan waralaba asing. Selisih kurs yang

demikian besar antara rupiah dengan dollar, mengakibatkan waralaba lokal memiliki keunggulan kompetitif yang lebih baik untuk dikembangkan pada saat

itu. Sebagai gambaran untuk membuka sebuah mini market Indomaret

dibutuhkan investasi 300 -750 juta rupiah, bandingkan jika membeli hak

waralaba Disc Go Round dari Amerika, investasi yang dibutuhkan sekitar 1,1 –

1,3 miliar rupiah. Bayangkan jika kita membeli hak waralaba dari merek yang lebih terkenal misalnya McDonald’s yang biaya investasinya bisa mencapai

423.000 – 651.000 USD (sumber :Franchise Opportunities Guide, IFA, 1996).

2.1.3. Franchise di Indonesia

Di Indonesia franchise dikenal sejak era 70-an ketika masuknya Shakey Pisa,

KFC, Swensen dan Burger King. Perkembanganya terlihat sangat pesat dimulai sekitar 1995. Data Deperindag pada 1997 mencatat sekitar 259 perusahaan

penerima waralaba di Indonesia. Setelah itu, usaha franchise mengalami

kemerosotan karena terjadi krisis moneter. Para penerima waralaba asing terpaksa menutup usahanya karena nilai rupiah yang terperosok sangat dalam.

Hingga 2000, franchise asing masih menunggu untuk masuk ke Indonesia. Hal

itu disebabkan kondisi ekonomi dan politik yang belum stabil, ditandai dengan

perseteruan para elit politik. Barulah pada 2003, usaha franchise di tanah air


(17)

2.1.4. Format Bisnis Franchise

Seperti yang dijelaskan pada penjelasan sebelumnya mengenai franchise

bahwa suatu pengaturan bisnis dimana sebuah perusahaan (franchisor) memberi

hak pada pihak independen (franschisee) untuk menjual produk atau jasa

perusahaan tersebut dengan peraturan yang ditetapkan oleh franchisor.

Franchisee menggunakan nama, goodwill, produk dan jasa, prosedur pemasaran, keahlian, sistem prosedur operasional dan fasilitas penunjang dari perusahaan

franchisor. Sebagai imbalannya franchisee membayar initial fee dan royalti

(biaya pelayanan manajemen) pada perusahaan franchisor seperti yang diatur

dalam perjanjian franchise. Sebuah paket franchise yang baik, mampu membuat

seseorang yang tepat bisa mengoperasikan sebuah bisnis dengan berhasil, bahkan tanpa pengetahuan sebelumnya tentang bisnis tersebut.

Franchise digambarkan sebagai perpaduan bisnis “besar” dan “kecil”, yaitu perpaduan antara energi dan komitmen individual dengan sumber daya dan

kekuatan sebuah perusahaan besar. Franchise merupakan pilihan untuk

ber-wirausaha dan ber-ekspansi dengan resiko paling kecil. Secara umum franchise

merupakan alternatif jalan keluar yang relatif aman. (Muharam 2003).

2.1.5. Kriteria Franchise

Dalam PP No. 42 Tahun 2007 disebutkan bahwa “Waralaba atau franchise

harus memenuhi 6 (enam) kriteria, yakni :

1. Memiliki Ciri Khas Usaha

Yang dimaksud dengan ciri khas adalah suatu usaha yang memiliki keunggulan atau perbedaan yang tidak mudah ditiru dibandingkan dengan usaha lain sejenis, dan konsumen selalu mecari ciri khas yang dimaksud.


(18)

Misalnya, sistem manajemen, cara penjualan dan pelayanan, atau penataan atau cara distribusi yang merupakan karakteristik khusus dari pemberi waralaba.

2. Terbukti Sudah Memberikan Keuntungan

Yang dimaksud dengan sudah memberikan keuntungan adalah menunjuk kepada pemberi waralaba yang telah dimiliki kurang lebih 5 (lima) tahun dan telah mempunyai kiat – kiat bisnis untuk mengatasi masalah – masalah dalam perjalanan usahanya, dan ini terbukti dengan masih bertahan dan berkembangnya usaha tersebut dengan menguntungkan.

3. Memiliki Standart Atas Pelayanan Barang dan Jasa yang Ditawarkan yang Dibuat Secara Tertulis

Yang dimaksud disni adalah standar secara tertulis supaya penerima waralaba dapat melaksanakan usaha dalam kerangka kerja yang jelas dan sama ( standar operasional kerja).

4. Mudah Diajarkan dan Diaplikasian.

Yang dimaksud dengan mudah diajarkan dan diaplikasikan adalah mudah dilaksanakan sehingga penerima waralaba yang belum memiliki pengalaman atau pengetahuan mengenai usaha sejenis, dapat melaksakannya dengan baik sesuai dengan bimbingan operasional dan manajemen yang berkesinambungan yang diberikan oleh penerima waralaba.


(19)

5. Adanya Dukungan yang Berkesinambungan

Yang dimaksud dengan dukungan yang berkesinambungan adalah dukungan dari pemberi waralaba secara terus menerus seperti bimbingan operasional, pelatihan dan promosi

6. Hak dan Kekayaan Intelektual yang Telah Terdaftar

Yang dimaksud dengan hak kekayaan intelektual yang telah terdaftar adalah hak kekayaan intelektual yang terkait dengan usaha seperti merek, hak cipta, hak paten, rahasia dagang sudah didaftarkan dan mempunyai setifikasi atau sedang dalam proses pendaftaran di instansi yang berwenang.

Selanjutnya, menurut sumber dari Majalah Franchise (Rudi, 2013), jika dirinci, faktor yang membuat keberhasilan usaha waralaba bisa berhasil, yakni :

1. Repicable, atau dipublikasikan dengan baik, bergantung pada sistem, bukan pada keterampilan individual

2. Controllable, yaitu kualitasnya dapat dikendalikan atau dijaga.

3. Sustainable, atau mampu bertahan di tengah perubahan atau

perkembangan persaingan di lapangan. Bukan suatu tren sesaat.

4. Marketable, atau produknya dapat dipasarkan alias ada sejumlah

pelanggan potensial, serta memiliki merek yang kuat.

5. Profitable, yang berarti memiliki tingkat keuntungan yang dapat dibagi

kepada pihak – pihak yang terlibat, yaitu franchisor dan franchisee.

2.2.Konflik dan Pengertiannya

Konflik berasal dari kata latin configure yang berarti saling memukul. Secara

sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan


(20)

menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Definisi lain dari konflik adalah pergesekan atau friksi yang terekspresikan diantara dua pihak atau lebih, dimana masing – masing mempersepsi adanya interfernsi dari pihak lain yang dianggap menghalangi jalan untuk mencapai sasaran. Konflik hanya akan terjadi bila, semua pihak yang terlibat mencium adanya ketidaksepakatan. Para pakar ilmu perilaku organisasi, banyak memberikan definisi tentang konflik. Robbins, salah seorang dari mereka merumuskan konflik sebagai

“Sebuah proses dimana sebuah upaya sengaja dilakukan oleh seseorang untuk menghalangi

usaha yang dilakukan oleh orang lain dalam berbagai bentuk hambatan (blocking) yang

menjadikan orang lain tersebut merasa frustasi dalam usahanya mencapai tujuan yang diinginkan atau merealisasikan minatnya”.

Dengan demikian yang dimaksud dengan konflik menurut pakar di atas adalah proses pertikaian yang terjadi, sedangkan peristiwa yang berupa gejolak dan sejenisnya adalah salah satu manifestasinya. Dua orang pakar dari Amerika Serikat yaitu Aconstantino dan Sickles (1989) mengatakan dengan kata – kata yang lebih sederhana, bahwa konflik pada dasarnya adalah: “sebuah proses mengekspresikan ketidakpuasan, ketidaksetujuan, atau harapan – harapan yang tidak terealisasiakan”. Kedua penulis tersebut sepakat dengan Robbins bahwa konflik pada dasarnya adalah sebuah proses. Konflik dapat diartikan sebagai ketidaksetujuan antara dua atau lebih anggota organisasi atau kelompok – kelompok dalam organisasi yang timbul karena mereka harus menggunakan sumber daya yang langka secara bersama – sama atau menjalankan kegiatan bersama – sama dan atau karena mereka mempunyai status tujuan, nilai – nilai dan persepsi yang berbeda.

Robbin (1996), keberadaan konflik dalam organisasi ditentukan oleh persepsi individu atau kelompok. Jika mereka tidak menyadari adanya konflik didalam organisasi


(21)

maka secara umum konflik tersebut dianggap tidak ada. Sebaliknya, jika mereka mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah ada konflik maka, konflik tersebut telah menjadi kenyataan. Robbins (1993) juga menyatakan, bahwa konflik organisasi sering terjadi tidak simetris, terjadi hanya satu pihak yang sadar dan memberikan respon terhadap konflik tersebut. Atau, satu pihak mempersepsikan adanya pihak lain yang telah atau akan menyerang secara negatif.

Dalam pembahasan tentang konflik, yang menarik adalah beberapa ahli mengungkapkan secara detail dan rinci mengenai definisinya saja. Jika dilihat dari suku katanya, konflik hanya mempunyai suku kata saja. Akan tetapi, ketika dibahas secara detail menjadi satu kesatuan kalimat yang sangat kompleks. Berikut penulis angkat penjabaran secara detail oleh beberapa ahli yang dijadikan rujukan untuk materi penelitian ini.

Robbin (1996: 431) mengatakan konflik dalam organisasi disebut sebagai The

Conflict Paradoks, yaitu pandangan bahwa di sisi konflik dianggap dapat meningkatkan kinerja kelompok, tetapi di sisi lain kebanyakan kelompok dan organisasi berusaha meminimalisasiakn konflik. Pandangan ini dibagi menjadi tiga bagian, antara lain;

1. Pandangan Tradisional (The Traditional View)

Pandangan ini menyatakan bahwa konflik itu hal yang buruk, sesuatu yang negatif, merugikan dan harus dihindari. Konflik disinonimkan dengan istilah

violence, destruction dan irrationality. Konflik ini merupakan suatu hasil

difungsional akibat komunikasi buruk, kurang kepercayaan, keterbukaan diantara orang – orang dan kegagalan manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan inspirasi karyawan.


(22)

2. Pandangan Hubungan Manusia (The Human Relation View)

Pandangan ini menyatakan bahwa konflik dianggap sebagai suatu peristiwa yang wajar terjadi di dalam kelompok atau organisasi. Konflik dianggap sebagai suatu yang tidak dapat dihindari karena di dalam kelompok atau organisasi pasti terjadi perbedaan pandangan atau pendapat antar anggota. Oleh karena itu, konflik harus dijadikan sebagai suatu hal yang bermanfaat guna mendorong peningkatan kinerja organisasi. Dengan kata lain, konflik harus dijadikan sebagai motivasi untuk melakukan inovasi atau perubahan di dalam tubuh kelompok atau organisasi.

3. Pandangan Interaksionis (The Interactionist View)

Pandangan ini cenderung mendorong suatu kelompok atau organisasi terjadinya

konflik. Hal ini disebabkan suatu organisasi yang kooperatif , tenang, damai dan

serasi, cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif dan tidak inovatif. Oleh karena itu, menurut pandangan ini, konflik perlu dipertahankan pada tingkat minimum secara berkelanjutan sehingga tiap anggota di dalam kelompok tersebut tetap semangat, kritis – diri dan kreatif.

Kemudian konflik menurut Stonner dan Freeman (1989: 392) membagi konflik menjadi dua bagian, yaitu:

1. Pandangan Tradisional (Traditional View)

Pandangan tradisional menganggap bahwa konflik dapat dihindari. Hal ini disebabkan konflik dapat mengacaukan organisasi dan mencegah pencapaian tujuan optimal. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan yang optimal, konflik harus dihilangkan. Konflik biasanya disebabkan oleh kesalahan manajer dalam merancang


(23)

dan memimpin organisasi. Dikarenakan kesalahan ini, manajer sebagai pihak manajemen bertugas meminimalisasikan konflik.

2. Pandangan Modern

Konflik tidak dapat dihindari. Hal ini disebabkan banyak faktor, antara lain struktur organisasi, perbedaan tujuan, persepsi, nilai – nilai dan sebagainya. Konflik dapat mengurangi kinerja organisasi dalam berbagai tingkatan. Jika terjadi konflik, manajer sebagai pihak manajemen bertugas mengelola konflik sehingga tercipta kinerja yang optimal untuk mencapai tujuan bersama.

Selain pandangan menurut Robbin dan Stoner dan Freeman, konflik dipahami berdasarkan dua sudut pandang, yaitu: tradisional dan kontemporer (Myers, 1993:234)

1. Pandangan Tradisional

Konflik dianggap sebagai sesuatu yang buruk yang harus dihindari. Pandangan ini sangat menghindari adanya konflik karena dinilai sebagi faktor penyebab pecahnya suatu kelompok atau organisasi. Bahkan seringkali konflik dikaitkan dengan kemarahan, agresivitas dan pertentangan baik secara fisik maupun dengan kata – kata kasar. Apabila telah terjadi konflik, pasti akan menimbulkan konflik yang lebih besar. Oleh karena itu, menurut pandangan tradisional, konflik haruslah dihindari.

2. Pandangan Kontemporer

Mengenai konflik didasarkan pada anggapan bahwa konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dielakan sebagai konsekuensi logis interaksi manusia. Namun, yang menjadii persoalan adalah bukan bagaimana meredam konflik, tapi bagaimana


(24)

menanganinya secara tepat, sehingga tidak merusak hubungan antar pribadi bahkan merusak tujuan organisasi. Konflik bukan dijadikan suat hal yang detruktif, melainkan harus dijadikan suatu hal konstruktif untuk membangun organisasi tersebut, misalnya bagaimana cara peningkatan kinerja organisasi.

Dari penjabaran mengenai pengertian konflik oleh para pakar yang sudah dipaparkan, konflik memiliki persamaan yang mendasar. Bahwa konflik merupakan suatu bentuk interaksi sosial ketika dua individu mempunyai kepentingan yang berbeda dan kehilangan keharmonisan di antara mereka. Pada dasarnya, konflik merupakan hal yang alamiah dan sering terjadi dalam kehidupan sehari – hari.

2.2.1. Penyebab Konflik

Sarjono Soekanto (2007), menyatakan penyebab konflik yaitu ;

1. Konflik menyangkut komunikasi. Komunikasi adalah hal yang

sangat penting dan sangat dibutuhkan dalam kehidupan manusia. Terutama ketika dalam suatu organisasi atau kelompok usaha atau perusahaan. Ketika dalam suatu organisasi atau kelompok usaha maupun perusahaan memiliki komunikasi yang buruk, maka akan menimbulkan konflik.

2. Konflik menyangkut sumberdaya. Sumber daya yang dimaksud

adalah seperti sumber daya alam, sumber daya manusia, dan lainnya. Apabila perusahaan tidak dapat mengelola sumber daya yang ada dengan baik, maka konflik akan muncul dan bisa menghentikan operasional perusahaan.


(25)

3. Konflik menyangkut relasi. Setiap perusahaan memiliki relasi atau orang terdekat. Setiap orang dalam organisasi atau perusahaan harus menjaga jalinan komunikasi yang baik dengan para relasi.

4. Konflik menyangkut kepentingan / kebutuhan. Konflik juga bisa

timbul karena adanya kepentingan atau kebutuhan. Artinya apabila perusahaan atau organisasi hanya mementingkan keuntungan bagi perusahaan saja, maka akan terjadi konflik intern di dalam perusahaan.

5. Konflik menyangkut nilai – nilai hidup. Nilai – nilai hidup disini

dapat berupa harga diri maupun perasaan para pekerja dalam organisasi ataupun perusahaan.

Sedangkan menurut Mangku Negara (2001) dalam bukunya yang berjudul konflik organisasi menyatakan bahwa penyebab konflik adalah:

1. Saling mengklaim dan menguasai Sumber Daya Alam yang mulai

terbatas akibat tekanan penduduk dan kerusakan lingkungan.

2. Kecemburuan sosial yang bersumber dari ketimpangan –

ketimpangan ekonomi antar kaum pendatang dan penduduk lokal. Keberhasilan ekonomi para pendatang sebagai usaha kerja keras dan tidak mengenal lelah yang kemudian dapat menguasai pasar dan peluang ekonomi, sering dilihat sebagai penjajah ekonomi.

3. Dorongan emosional kesukuan dan ikatan – ikatan norma

tradisional. Bisa juga konflik ini muncul karena dorongan kefanatikan ajaran ideology tertentu.


(26)

4. Mudah dibakar dan dihasut oleh para dalang kerusuhan, elit politik dan orang – orang yang haus akan kekuasaan. Ini didorong oleh kualitas sumber daya manusia yang rendah yang diikuti juga oleh rendahnya kesadaran sosial.

Dalam buku yang sama Mangku Negara (2001), menyatakan bahwa konflik biasanya timbul karena 3 faktor yaitu :

1. Masalah Organisasi. Adanya masalah dalam tubuh organisasi yang

tidak dapat diselesaikan dengan baik akan merambat ke kelangsungan hidup organisasi. Setiap organisasi atau perusahaan harus menghindari masalah intern agar tidak terjadi konflik yang besar.

2. Hubungan Pribadi. Hubungan antar individu dalam organisasi

ataupun perusahaan harus dijaga. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik, sebab dalam menjalani hubungan, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya.

3. Struktur Organisasi. Dalam struktur organisasi juga dapat

menimbulkan konflik. Apabila penerapan struktur organisasi tidak tepat dan dapat memicu kecemburuan pihak lain.

Menurut Torang (2013), ada beberapa faktor penyebab konflik, yakni :

1. Perbedaan Individu

Perbedaan ini yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaaan. Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian


(27)

dan perasaan yang berbeda – beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap waganya akan berbeda – beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.

2. Perbedaan Latar Belakang Kebudayaan

Perbedaan latar belakang kebudayaan membentuk pribadi – pribadi yang berbeda. Seseorang sedikit banyaknya akan terpengaruh dengan pola – pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya menghasilkan perbeedaan individu yang dapat memicu konflik.

3. Perbedaan Kepentingan Antara Individu atau Kelompok

Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan masing – masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda – beda. Kadang – kadang orang dapat melakukan hal yang sama tetapi untuk tujuan yang berbeda – beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat menganggap hutan sebagai kekayaan kebudayaan yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka, sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang. Para petani menebang pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha kayu, pohon – pohon ditebang dan kemudian keyunya diekspor guna mendapatkan uang dan


(28)

membuka pekerjaan. Sedangkan bagi para pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus dilestarikan.

Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya, sehingga akan mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat perbeedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok atau antar kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok buruh dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh menginginkan upah yang memadai.

2.2.2. Jenis – jenis Konflik

Mengenai jenis – jenis konflik, Menurut Dahrendorf (1996) konflik dibedakan menjadi 6 macam:

1. Konflik antara atau dalam peran sosial (intra pribadi), misalnya antara peranan

– peranan dalam keluarga atau profesi (konflik peran (role))

2. Konflik antara kelompok – kelompok sosial (antar keluarga, antar gank)

3. Konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir (polisi melawan massa)

4. Konflik antara satuan nasional (kampanye, perang saudara)

5. Konflik antar atau tidak antar agama

6. Konflik antar politik

2.2.3. Akibat Konflik


(29)

1. Meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (in group) yang mengalami konflik dengan kelompok lain.

2. Keretakan hubungan antar kelompok yang bertikai.

3. Perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam, benci,

saling curiga dll.

4. Kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa manusia

5. Dominasi bahkan penaklukan satu pihak yang terlibat dalam konflik.

Para pakar teori telah mengklaim bahwa pihak – pihak yang berkonflik dapat menghasilkan respom terhadap konflik menurut sebuah skema dua dimensi, yaitu pengertian terhadap hasil tujuan kita dan pengertian terhadap hasil tujuan pihak lainnya. Skema ini akan menghasilkan hipotesa sebagi berikut:

1. Pengertian yang tinggi untuk hasil kedua belah pihak, akan menghasilkan

percobaan untuk mencari jalan keluar yang terbaik.

2. Pengertian yang tinggi untuk hasil kita sendiri, akan menghasilkan percobaan

untuk “memenangkan” konflik

3. Pengertian yang tinggi untuk hasil pihak lain, hanya akan menghasilkan percobaan

yang memberikan “kemenangan” konflik bagi pihak tersebut

4. Tiada pengertian untuk kedua belah pihak, akan menghasilkan percobaan

menghindari konflik

2.3.Manajemen Konflik


(30)

mengendalikan, sedangkan pengelolaan dan istilah manager berarti tindakan

membimbing atau memimpin, sedangkan dalam bahasa Cina, manajemen adalah kuan

lee yang berasal dari dua suku kata yaitu khuan khung (mengawasi orang kerja) dan lee

chai (me-manajemen konfliksi uang). Sehingga manajemen dapat didefinisikan sebagai mengawasi/ mengatur orang bekerja dan me-manajemen konfliksi administrasi dengan baik. Menurut kamus besar bahasa Indonesia (1997) manajemen adalah proses penggunaan sumber daya secara efektif dan efisien untuk menca Spritual tujuan. Manajemen merupakan proses penting yang menggerakan organisasi karena tanpa manajemen yang efektif tidak akan ada usaha yang berhasill cukup lama.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa, manajemen sebuah tindakan yang berhubungan dengan usaha tertentu dan penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencaSpiritual tujuan.

2.3.1. Aspek – Aspek Dalam Manajemen Konflik

Gottman dan Korkoff (Mardianto, 2000) menyebutkan bahwa secara garis besar ada dua manajemen konflik yaitu:

2.3.1.1.Manajemen Konflik Destruktif

Manajemen konflik destruktif yang meliputi conflict angagement

(menyerang dan lepas kontrol), withdrawal (menarik diri) dari situasi

tertentu yang kadang – kadang sangat menakutkan hingga menjauhkan diri ketika menghadapi konflik dengan cara menggunakan mekanisme

pertahanan diri, dan compliance (menyerah dan tidak membela diri).

2.3.1.2.Manajemen Konflik Konstruktif

Yaitu positive problem solving yang terdiri dari kompromi dan


(31)

pihak yang terlibat mengurang tuntutanya agar tercipta tercaSpritual suatu penyelesaian terhadap perselisihan yang ada. Sikap dasar untuk melaksanakan kompromi adalah bahwa satu pihak bersedia untuk merasakan dan memahami keadaan pihak lain dan sebaliknya. Sedangkan nogoiasi yaitu suatu cara untuk menetapkan keputusan yang dapat disepakati dan diterima olrh dua pihak dan menyetujui apa dan bagaimana tindakan yang akan dilakukan di masa mendatang. Menurut Prijaksono dan Sembel (2000), negosiasi memiliki sejumlah karakteristik utama, yaitu :

1. Senantiasa melibatkan orang, baik sebagai individual, perwakilan

organisasi atau perusahaan, sendiri atau dalam kelompok.

2. Memiliki ancaman di dalamnya mengandung konflik yang terjadi

mulai dari awal samSpriritual terjadi kesepakatan dalam akhir negosiasi.

3. Menggunakan cara – cara pertukaran sesuatu, baik berupa tawar

menawar (bargain) maupun tukar menukar (barter).

4. Hampir selalu berbentuk tatap muka yang menggunakan bahasa lisan,

gerak tubuh maupun ekspresi wajah.

5. Negosiasi biasanya menyangkut hal – hal di masa depan atau sesuatu

yang belum terjadi dan kita inginkan terjadi.

6. Ujung dari negosiasi adalah adanya kesepakatan yang diambil oleh

kedua belah pihak, meskipun kesepakatan itu misalnya kedua belah pihak sepakat untuk tidak sepakat


(32)

Manajemen konflik disebut konstruktif bila dalam upaya menyelesaikan konflik tersebut kelangsungan hubungan antara pihak – pihak yang berkonflik masih terjaga dan masih berinteraksi secara harmonis.

Johnson dan Johnson (Farida, 1996) mengatakan bahwa ketika individu

terlibat konflik maka untuk menghadapinya seringkali digunakan Relegiustas

dasar manajemen konflik yaitu Withdrawing (menghindari), forcing (memaksa),

smoothing (melunak), compromising (kompromi), dan confronting (konfrontasi).

Individu yang menggunakan cara withdrawing cenderung berusaha menarik diri

untuk menghindari konflik dengan orang yang terlibat dengannya. Forcing

digunakan oleh individu yang telibat konflik yang berusaha untuk mengalahkan lawannya dan memaksa untuk menerima solusi konflik, sedangkan bila individu menganggap individu sebagai sesuatu yang harus dihindari demi keharmonisan

hubungan dengan orang lain disebut smoothing. Bila ada upaya mengorbankan

sebagai tujuan dan membujuk orang lain untuk mau mengorbankan sebagian

tujuannya juga maka cara menyelesaikan konflik tersebut disebut compromising,

dan confrontation adalah bila individu memandang konflik sebagai masalah yang harus dipecahkan dan berupaya agar solusi yang digunakan mampu memcahkan masalah dan memuaskan kedua belah pihak.

Lain halnya dengan Rubin (Farida, 1996) yang menyatakan bahwa

manajemen konflik yang biasa digunakan seseorang adalah domination

(dominasi), capitulation (menyerah), in action (tidak bertindak), withdrawal

(menarik diri), negotiation (negosiasi), dan third party intervention (intervensi

pihak ketiga). Ketika individu yang terlibat konflik berusaha memaksa secara fisik pihak lain untuk menerima kemauannya disebut cara dominasi.


(33)

lain yang terlibat konflik, sedangkan bila salah satu pihak yang berkonflik tidak

melakukan usaha untuk menyelesaikan konflik tersebut disebut in action.

Withdrawal adalah cara yang digunakan individu dengan menghindar agar tidak

terlibat dalam konflik yang terjadi. Negotiation ditandai dengan adanya

penukaran pendapat antara kedua belah pihak untuk mencaSpiritual tindakan yang disetujui bersama dan intervensi pihak ketiga terjadi bila individu atau kelompoj di luar pihak yang bertikai berupaya menggerakkan pihak – pihak yang berselisih untuk menyelesaikan konflik. Pada saat ini pihak ketiga hanya berperan sebagai moderator.

Pendapat Deutch yang dikutip oleh Bernt dan Ladd (Indati, 1996) menyatakan beberapa pengelolaan konflik atau bisa disebut manajemen konflik, yaitu:

1. Destruktif

Adalah bentuk konflik dengan menggunakan ancaman, paksaan, atau kekerasan. Adanya usaha ekspansi yang meninggi di atas isu awalnya atau bisa dikatakan individu cenderung menyalahkan.

2. Konstruktif

Merupakan bentuk penanganan konflik yang cenderung melakukan negosiasi, sehingga terjadi satu tawar menawar yang menguntungkan serta tetap mempertahankan interaksi sosialnya. Selain itu dapat pula

menggunakan bentuk lain yang disebut reasoning yaitu sudah dapat berfikir


(34)

Setiap konflik yang ada dalam kehidupan apabila dapat dikelola dengan baik, maka akan sangat bermanfaat dalam hal memajukan kreatifitas dan inovasi, meskipun konflik memiliki sisi konstruktif dan sisi destruktif (Winardi, 1994).

Pengelolaan konflik bertujuan untuk mengembangkan dan memberikan serangkaian pendekatan, alternatif untuk membatasi dan menghindari kekerasan dengan mendorong perubahan perilaku yang positif bagi pihak – pihak yang

terlibat (Fisher, 2000). Menurut Johnson setiap orang memiliki relegiusitas

masing – masing dalam mengelola konflik. Relegiusitas – relegiustias ini

merupakan hasil belajar, biasanya dimulai dari masa kanak – kanak dan berlanjut hingga remaja (Supraktiknya, 1995).

2.4.Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Manajemen Konflik

Pandangan psikologi, setiap perilaku merupakan interaksi antara kecenderungan di dalam diri individu (internal) dan kindisi eksternal. Cara individu bertingkah laku dalam menghadapi konflik dengan orang lain akan ditentukan oleh seberapa penting tujuan – tujuan pribadi dan hubungan dengan pihak lain yang dirasakan sehingga ada dua hal yang menjadi pertimbangan dalam penyelesaian masalah yaitu :

1. Tujuan atau kepentingan pribadi dirasa sebagai hal yang sangat penting sehingga

harus dipertahankan atau tidak penting sehingga bisa dikorbankan.

2. Hubungan dengan pihak lain. Sama halnya dengan tujuan pribadi, hubungan

dengan pihak lain ketika konflik terjadi bisa menjadi sangat penting atau sama sekali tidak penting

Menurut Boardman dan Horowitz (Mardianto, 2000), karakteristik kepribadian berpengaruh terhadap gaya manajemen individu. Karakteristik yang berpengaruh adalah


(35)

kecenderungan agresif, kebutuhan untuk mengontrol dan menguasai, orientasi kooperatif atau kompetitif, kemampuan berempati dan kemampuan menemukan alternatif penyelesaian konflik. Boardman dan Horowitz juga mengatakan bahwa faktor jenis

kelamin dan sikap etnosentrik sangat berpengaruh pada proses penyelesaian dan akhir

konflik. Sikap etnisentrik adalah cara pandang yang menggunakan norma kelompok

sebagai tolak ukur dalam memandang segala sesuatu serta mengukur atau meniai orang lain. Hal ini akan memperkecil kemungkinan terjadi proses pemecahan masalah yang produktif dalam interaksi antar individu dalam kelompok yang berbeda. Selain itu kemampuan manajemen konflik juga banyak didukung oleh karakteristik – karakteristik seperti keterbukaan akan pendapat, hubungan yang hangat, serta kebiasaan untuk tidak memecahkan masalah secara sepihak. Manajemen konflik disebut konstruktif bila, dalam upaya menyelesaikan konflik tersebut kelangsungan hubungan antara pihak – pihak yang berkonflik masih terjaga dan masih berinteraksi secara harmonis.

2.5.Kerjasama

Sebagai mahluk sosial manusia tidak dapat dipisahkan dari komunitasnya. Setiap orang di Dunia ini tidak ada yang dapat berdiri sendiri melakukan segala aktivitas untuk memenuhi kebutuhannya tanpa bantuan orang lain. Secara alamiah manusia melakukan interaksi dengan lingkungannya, baik sesama manusia maupun dengan mahluk hidup.Dalam kesuskesan usahanya pasti ada peran orang atau pihak lain. Oleh karena itu, salah satu kunci sukses usaha adalah dalam kerjasama usaha.

Pada intinya, kerjasama menunjukkan adanya kesepakatan antara dua orang atau lebih yang saling menguntungkan. Arti kerjasama itu sendiri adalah interaksi sosial antar individu atau kelompok yang secara bersama – sama mewujudkan kegiatan untuk mencapai tujuan bersama. Sargent dalam Santosa (1992:29) menyatakan bahwa


(36)

“kerjasama merupakan usaha terkoordinasi diantara anggota kelompok atau masyarakat yang diarahkan untuk mencapai tujuan bersama”. Lebih lanjutnya lagi

Santosa (1992: 29-30) menyatakan bahwa “ kerjasama adalah suatu bentuk interaksi sosial dimana tujuan anggota kelompok yang satu berkaitan erat dengan tujuan anggota kelompok lain atau tujuan kelompok secara keseluruhan sehingga seseorang individu hanya dapat mencapai tujuan bila individu lain juga mencapa tujuan”

2.5.1. Sikap Kerjasama Dalam Kelompok

Sikap kerjasama dalam kelompok merupakan perpaduan dari sikap individu yang terbentuk berdasarkan komitmen bersama yang diwujudkan berupa satu sikap dan perilaku kelompok sesuai dengan karakteristik dari pada sikap dan perilaku individu. Sikap dan perilaku kelompok yang akan mendukung jalannya kerjasama adalah

1. Ada kejelasan visi dan misi kelompok yang dilahirkan secara bersama.

2. Ada partisipasi individu dalam kelompok

3. Ada pengaruh dalam pembuatan keputusan

4. Ada berbagi informasi

5. Sering terjadi interaksi antar anggota kelompok

2.5.2. Karakteristik – Karakteristik Pribadi Anggota Kelompok

Sikap kerjasama dalam kelompok merupkan hal yang penting bagi para wirausaha untuk menyelesaikan tugas secara efisien dan efektif. Karakteristik – karakteristik pribadi dari anggota kelompok yang baik meliputi:


(37)

1. Kesetiaan

2. Kesopanan

3. Kesabaran

4. Semangat

5. Optimis

6. Komunikasi

7. Kemampuan untuk menyetujui

8. Dapat diandalkan

9. Ketepatan waktu

10. Kehati – hatian

11. Humoris

Agar mekanisme kerja kelompok menjadi lancar dan terarah, masing – masing kelompok hendaknya mempunyai pengurus kelompok yang terdiri atas ketua kelompok, sekretaris kelompok dan jika diperlukan bendahara kelompok. Dalam mengembangkan sikap kerjasama kelompok yang kreatif dan inovatif, seorang pengusaha perlu mengkaji secara komprehensif tujuan kerjasama kelompok yang dibentuk agar sesuai dengan visi dan misi pengusaha. Dengan demikian, kelompok harus mempunyai visi untuk memberikan fokus dan pengarahan pada

energi kreatif. Contoh, kelompok penelitian (evaluation team) di tingkat

pengusaha harus memiliki visi yang jelas, dianut bersama, dirundingkan, bisa dicapai dan melibatkan personil yang profesional dalam bidangnya. Kelompok


(38)

tersebut harus dapat memberikan inspirasi bagi anggota kelompok untuk menyumbangkan hasil pemikiran bagi kepentingan pengusaha.

Bekerjasama dalam satu tim memang membutuhkan kekompakan dan kerjasama yang solid. Tapi meski demikian, setiap anggota juga dituntut untuk mandiri didalam kelompok. Artinya, walau kerja tim, setiap anggota tidak boleh hanya mengandalkan bantuan dan pertolongan rekan satu tim. Setiap anggota tetap harus memberikan kontribusi pribadi bagi kepentingan kelompok. Menjadi mandiri dalam kelompok kerjasama dapat diupayakan dengan berbagai cara:

1. Inisiatif

Bekerjasama bukan berarti setiap anggota cukup menunggu perintah ketua kelompok. Jika diperlukan, lakukan apa saja yang dapat dilakukan untuk kelompok tanpa menanti perintah. Tentu saja dengan ketentuan mengetahui batas inisiatif yang jelas. Selain itu, jangan ragu untuk menawarkan bantuan pada rekan yang membutuhkan bantuan anda. Dan perlu diperhatikan bahwa, inisiatif juga merupakan bagian dari kontribusi pada kelompok.

2. Jangan Tergantung

Jangan biasakan sifat ketergantungan di dalam kelompok. Tanamkan bahwa, setiap individu dalam kelompok atau tim harus berbuat sesuatu untuk kelompok. Tidak perlu cemas dan takut, jika salah satu anggota tim tidak hadir. Bahkan, jika seandainya ketua tim berhalangan, anggota tim tidak boleh kehilangan semangat untuk bekerjasama.


(39)

3. Kebangkan Diri

Jangan menganggap bahwa, nama salah satu anggota tim akan ikut terangkat meski Ia bermalas – malasan saja dalam kelompok, sementara yang lain bekerja keras. Meskipun kerja tim, masing – masing anggota kelompok memiliki nilai tersendiri. Oleh kerana itu, tidak dianjurkan mengandalkan kerja keras rekan lain. Kesadaran akan perlunya mengembangkan diri di dalam kelompok sangatlah diperlukan. Kemampuan diri untuk merespon positif terhadap segala bentuk informasi yang bersifat membangun.

4. Kesempatan Berharga

Setiap anggota wajib menanamkan di dalam dirinya, bahwa bekerja dalam tim merupakan kesempatan berharga untuk banyak belajar. Pelajari hal – hal baru di dalam kelompok yang tidak ditemui jika bekerja sendiri.

Walaupun masing – masing anggota kelompok merupakan pribadi yang mandiri dalam kelompok kerjasama, iklim saling menjatuhkan harus dibuang jauh – jauh. Perlunya kesadaran diri bahwa antara anggota adalah mitra sejajar yang memiliki tanggung jawab bersama di dalam satu tim.

2.6.Penelitian Terdahulu

No Peneliti Judul Hasil Penelitian

1 Patuan.G.M

(2010) Pengaruh produk, modal, potensi keuntungan dan merek terhadap keputusan untuk membeli usaha Franchise. Menunjukan bahwa variabel bebas berpengaruh positif dan signifikan

terhadap variabel

keputusan untuk membeli usaha


(40)

2 Simarmata Leonar do (2012) Analisis peranan franchisor terhadap suksesnya

bisnis franchise

Mc. Donald cabang

RingRoad Medan.

Menunjukan

communication yang

dilakukan oleh

franchisor memiliki

peranan yang sangat penting sekali.

3 Sinaga,

Hendra Horas (2010) Pengaruh menejemen konflik terhadap kinerja karyawan pada PT. BPR MITRA DANA MADANI TELADAN Menunjukan bahwa variabel kolaborasi berpengaruh secara positif dan signifikan, serta yang paling dominan terhadap kinerja karyawan pada PT. BPR MITRA DANA MADANI TELADAN Medan.

2.7.Kerangka Konseptual

Terjadinya suatu konflik yang berpengaruh terhadap hubungan kerjasama pada sistem

franchise, tergantung bagaimana me-manage konflik itu sendiri. Oleh karenanya,

seorang owner atau pemilik perusahaan harus mempertimbangkan ketika membuat suatu

standart operating prossedure (SOP). Begitu juga dengan calon investor atau pembeli

franchise, diharuskan mengetahui secara detail sistem pada perusahaan yang dipilih.

Penulis memfokuskan analisis mengenai pengaruh konflik terhadap hubungan

kerjasama pada sistem franchise. Berdasarkan analisis, perusahaan yang menggunakan

waralaba sangat diminati baik pemula di bidang usaha maupun bukan. Pemahaman

mengenai untung rugi, kesiapan berwirausaha, pemahaman sistem franchise, komunikasi

dan mental dalam menjalankan usaha, khususnya yang menggunakan sistem franchise

yang buruh memicu terjadinya konflik. Sedikit banyaknya konflik yang terjadi, tergantung bagaimana cara memenage-nya.


(41)

Penulis mencoba meniliti pengaruh konflik terhadap hubungan kerjasama pada sistem

franchise. Secara sistematis konsep pemikiran dapat dilihat pada gambar 2.2 sebagai berikut :

gambar 2.2. Kerangka Konseptual

Sumber : Soekanto (2007)

Tumbuh kembangnya perekonomian global mengakibatkan persaingan yang sangat ketat dialami oleh perusahaan baik yang bergerak di bidang jasa maupun yang lainnya. Sehingga setiap perusahaan memiliki keharusan menciptakan sebuah inovasi, baik dari segi produk maupun pemasarannya.

Keterangan Komunikasi

Sumberdaya

Relasi

Kepentingan / kebutuhan

KONFLIK

Hubungan Kerjasama

usaha (franchise)

Nilai–Nilai Hidup


(42)

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Komunikasi adalah hal yang sangat penting dan sangat dibutuhkan dalam

kehidupan manusia. Terutama ketika dalam suatu organi sasi atau kelompok usaha atau perusahaan. Ketika dalam suatu organisasi atau kelompok usaha atau perusahaan memiliki komunikasi yang buruk, maka akan menimbulkan konflik yang serius.

2. Pentingnya memiliki sumber daya baik itu alam ataupun tenaga ahli dalam

menjalankan usaha bisnis terlebih menggunakan sistem franchise. Faktor ini

sangat dibutuhkan untuk menunjang kinerja perusahaan.

3. Relasi sangatlah penting, selain menjadi media pemasaran dapat dijadikan sebagai

pemasukan (keuntungan) bagi perusahaan. Semakin banyak relasi yang dimiliki oleh perusahaan maka semakin baik pula pondasi perusahaan untuk tetap berdiri dalam persaingan bisnis.

4. Kepentingan / kebutuhan adalah suatu pencapaian baik individu atau kelompok

yang dapat dijadikan sebuah alasan menjalankan sebuah kegiatan (usaha) atau menghasilkan produk baik jasa maupun barang. Dalam sebuah perusahaan tentunya pemenuhan kebutuhan konsumen dicapai melalu pelayanan dan produk itu sendiri, dan dalam komunikasi bisnis, keuntungan atau kebutuhan adalah mengenai pendapatan dan kekuasaan itu sendiri. Selama masih sama – sama memberikan kebutuhan tersebut maka suatu perusahaan dapat terjamin kekuatanya.

5. Pada hubungan interaksi baik langsung maupun tidak, tentunya tidak lepas dari


(43)

menjunjung tinggi atau menerapkan nilai – nilai kehidupan, suatu perusahaan secara otomatis memiliki karakter tersendiri di mata masyarakat, begitu pula dengan anggota organisasi ataau perusahaan.

2.8.Hipotesis

Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah : ”Penyebab konflik yang menyangkut

komunikasi, sumber daya, relasi, kepentingan / kebutuhan dan nilai – nilai kehidupan dalam hubungan kerjasama usaha Franchise”.


(44)

BAB 3

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

Penelitian digunakan pendekatan deskriptif karena peneliti melakukan pengamatan terhadap obyek secara mendalam dan melibatkan sebagian waktu di objek penelitian selama 1 bulan, pada bulan Oktober 2014. Dalam cakupan definisi,

menurut Bog Dan dan Taylor metodologi penelitian kualitatif didefinisikan sebagai

prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata – kata tertulis atau lisan dari orang – orang dan prilaku yang dapat diamati.

Penulis menggunakan jenis penelitian studi kasus. Studi kasus merupakan strategi yang lebih cocok bila pokok pertanyaan suatu penelitian berkenaan dengan

how” atau “why”. Studi kasus adalah uraian dan penjelasan komprehensif mengenai

berbagai aspek seorang individu suatu kelompok suatu organisasi (komunitas) suatu program atau sesuatu situasi sosial.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1. Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada jenis usaha yang menggunakan sistem

franchise (waralaba) yang sudah ditentukan oleh penulis. Yaitu : Simply Fresh

beralamat di Jl. MH. Thamrin No. 11 Kota Medan.

3.2.2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian yang digunakan oleh penulis selama penelitian adalah 1 (satu) bulan pada bulan September sampai Oktober 2014. Dengan waktu yang


(45)

digunakan oleh penulis, diharapkan hasil penelitian memuaskan dan dapat digunakan oleh instansi lain dan dijadikan sebuah wacana intelektual.

3.3. Batasan Operasional

Seperti yang sudah dipaparkan oleh penulis sebelumnya, bahwa sulitnya

untuk menjumpai seorang narasumber, sehingga melakukan beberapa improvisasi

yang berdampak pada penentuan batasan operasional. Batasan operasional dari penelitian ini adalah

1. Perusahaan dengan sistem franchise adalah perusahaan Simply Fresh.

2. Narasumber adalah orang / bagian dalam perusahaan yang menjadi sumber

informasi mengenai sistem franchise, baik owner (pemilik) atau yang sudah

ditugaskan untuk menjadi informan.

3. Penelitian pengaruh konflik pada usaha yang menggunakan sistem franchise

adalah bagaimana pengaruh konflik pada hubungan kerjasama, dengan melihat keberhasilan usaha itu sendiri

3.4. Definisi Operasional

Menurut Umar, 2002 definisi operasional adalah penentuan suatu konstruk (hal – hal yang sulit diukur) sehingga ia menjadi variabel – variabel yang dapat diukur.

3.4.1. Variabel Terikat (Depent Variable)

Sebagai variabel terikat pada penelitian ini adalah konflik yang terjadi. Konflik yang terjadi pada sebuah badan usaha atau perusahaan yang

menggunakan sistem franchise (waralaba) mengenai pengaruhnya terhadap


(46)

3.4.2. Variabel Bebas

Sebagai variabel bebas pada penelitian ini adalah yang faktor yang menjadi penyulut konflik

3.4.2.1. Menyangkut komunikasi

Komunikasi adalah persepsi penulis mengenai komunikasi yang terjadi dalam sebuah hubungan kerjasama usaha yang menggunakan sistem waralaba, buruk. Ketika suatau komunikasi tidak terjalin dengan baik, maka akan menimbulkan konflik atau masalah baru.

3.4.2.2. Menyangkut Sumber Daya

Sumber daya yang dimaksud dalam penelitian ini adalah, tenaga ahli yang menempati posisi kerja. Jika tenaga ahli yang dimiliki oleh suatu perusahaan tidak memiliki porsi yang dibutuhkan, dalam arti lain adalah tidak menguasai pekerjaan dikarenakan tidak memiliki ilmu yang dibutuhkan maka proses dan tujuan perusahaan tidak berjalan dengan baik yang akan menyulut konflik.

3.4.2.3. Menyangkut Relasi

Kesepakatan dengan pihak lain dalam proses mencapai tujuan perusahaan sangat penting untuk diperhatikan. Relasi pada penelitian ini adalah pihak diluar perusahaan yang membuat sebuah kesepakatan

usaha, baik yang bergabung menjadi bagian perusahaan (Franchisee)

maupun bergabung untuk menyokong kinerja perusahaan tanpa menjadi bagian perusahaan.


(47)

3.4.2.4. Menyangkut Kepentingan / Kebutuhan

Dalam suatu perusahaan, pastinya memiliki sebuah kepentingan / kebutuhan. Semua yang berhubungan dengan salah satu perusahaan pasti memiliki kepentingan dan kebutuhan tersendiri, baik itu karyawan (anggota), pemilik perusahaan, investor bahkan pelanggan.

Dalam pemenuhan faktor ini perusahaan dituntut untuk memenuhi, selagi masih dalam interaksi dengan perusahaan. Jika dalam pemenuhannya tidak sesuai dengan kesepakatan dan penawaran yang telah ditentukan maka akan menyulut konflik.

3.4.2.5. Menyangkut Nilai – Nilai Hidup

Pada poin ini, yang dimaksudkan oleh penulis adalah seluruh kegiatan, mulai dari produk, visi & misi, sampai dengan sistem yang dimiliki oleh perusahaan tidak melanggar nilai – nilai hidup. Baik yang berasal dari Agama, Adat, bahkan hukum Negara. Konflik akan terpicu jika perusahaan tidak mempertimbangkan nilai – nilai hidup.

Table 4.1

Definisi Operasional Variabel

Variable Definisi Operasional Indikator

Menyangkut Komunika si

Interaksin antara pemilik

Franchise dan pembeli

Franchise dalam

menjalankan kerjasama usaha

1. Tidak melakukan intervensi

pada tanggungjawab dan ketentuan.

2. Respon baik yang diberikan

kepada kedua belah pihak

Menyangkut Sumber Daya

Sumber daya yang dimaksud dalam penelitian ini adalah, tenaga ahli yang

1. Memiliki tenaga ahli sesuai

dengan porsi jabatanya.


(48)

menempati posisi kerja peraturan atau ketentuan yang sudah disepakati dan ditentukan perusahaan.

Menyangkut Relasi

Kesepakatan dengan pihak lain dalam proses mencapai tujuan perusahaan.

1. Konsistensi diri mengenai

pendapatan yang diperolehnya dari hasil hubungan kerjasama usaha yang sudah ditentukan dalam suatu perjanjian usaha.

2. Sama – sama memberikan

kontribusi sesuai dengan kesepakatan bersama. Menyangkut Kepenting an / Kebutuha n

pemenuhan semua pihak yang berinteraksi dengan perusahaan

1. Memberikan kontribusi kepada

pihak telah berinteraksi dengan perusahaan

2. Menjaga hubungan yang baik

dalam pemenuhan kepentingan / kebutuhan. Menyangkut Nilai – Nilai Kehidupa n

seluruh kegiatan, mulai dari produk, visi & misi, sampai dengan sistem yang dimiliki oleh perusahaan tidak melanggar nilai – nilai

hidup

1. Menjunjung tinggi nilai – nilai

kehidupan yang berlaku.

Hubungan Kerjasam

a

Hubungan interaksi antara kedua belah pihak yaitu

Franchisee dan

Franchisor dalam

menjalankan usaha selama kerjasama tersebut terjalin.

1. Saling menjaga isi perjanjian

kerjasama

2. Saling memberi dukungan

antar kedua belah pihak.

3.5. Skala Pengukuran Variabel 3.5.1. Definisi Skala

Skala dapat didefinisikan sebagai sebuah tanda atau simbol yang digunakan sebagai standart acuan dalam sebuah pengukuran, kadang kala skala bukanlah bagian dari variabel akan tetapi merupakan definisi operasional dari sebuah variabel.


(49)

3.5.2. Definisi Variabel

Secara umum variabel ialah karakteristik dari sebuah objek yang dapat diamati.Variabel sering diartikan sebagai konsep yang mempunyai variabilitas. Secara konsep, variabel diberi pengertian sebagai penggambaran atau abstraksi dari suatu fenomena tertentu. Banyak variabel yang sudah memiliki nilai atau kategori yang baku, akan tetapi beberapa variabel harus ditentukan sendiri oleh peneliti (nilai atau kategori).

Skala dan Variabel saling berhubungan satu sama lain walaupun keduanya mempunyai jenis – jenisnya tersendiri.

3.5.3. Jenis Variabel

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan dua variabel yang digunakan dalam proses analisis penelitian, yaitu :

3.5.3.1. Variabel Terikat (Dependent Variabel)

Sebagai variabel terikat pada penelitian ini adalah konflik yang terjadi. Konflik yang terjadi pada sebuah badan usaha atau perusahaan

yang menggunakan sistem franchise (waralaba) mengenai

pengaruhnya terhadap hubungan kerjasama antara pemilik dan para investor.

3.5.3.2. Variabel Bebas

a. Menyangkut komunikasi


(50)

d. Menyangkut kepentingan / kebutuhan

e. Menyangkut nilai – nilai kehidupan

3.6. Populasi dan Sampel Penelitian 3.6.1. Populasi

Populasi adalah kumpulan dari individu dengan kualitas serta ciri – ciri yang telah ditetapkan (Moh. Nazir, 2005:271). Menurut Sugiono (2007:61) bahwa “Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek / subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”.

3.6.2. Sampel

Dalam penelitian ini penulis menggunakan sampel yaitu franchisor atau

franchisee dari perusahaan yang menggunakan sistem franchise yaitu Simply

Fresh yang merupakan usaha dengan sistem franchise.

3.7. Jenis Data

Penulis menggunakan dua jenis data untuk membantu memecahkan masalah, yaitu:

1. Data Primer.

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden terpilih pada lokasi penelitian. Data primer ini diperoleh dari informan penelitian. Informan penelitian ini adalah pemilik usaha laundry atau penanggungjawab yang ada hubungannya dengan pemilik usaha laundry.


(51)

2. Data sekunder.

Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui studi dokumen dengan mempelajari berbagai tulisan melalui buku, jurnal, majalah dan situs internet untuk mendukung penelitian.

3.8. Tehnik Pengumpulan Data

Adapun tehnik pengumpulan data yang akan digunakan yaitu; wawancara. Penulis memberikan beberapa pertanyaan yang diajukan kepada suatu bagian perusahaan yang

telah ditunjuk oleh masing – masing pihak (franchisor dan franchise) yang penulis

lampirkan pada bab lampiran.

3.9. Tehnik Analisis Data

Peneliti menggunakan metode deskriptif dalam menganalisis data. Data yang diperoleh melalui wawancara dalam penelitian ini di analisis dengan menggunakan analisis deskriptif yaitu dengan cara data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan informan dideskriptifkan secara menyeluruh. Data wawancara dalam penelitian adalah sumber data utama yang menjadi bahan analisis data untuk menjawab masalah penelitian.

Analisis data dimulai dengan melakukan wawancara mendalam dengan informan. Setelah melakukan wawancara, peneliti membuat transkrip hasil wawancara dengan cara melihat kembali hasil wawancara. Setelah peneliti menulis hasil wawancara ke dalam transkrip, Penelitian deskriptif harus memiliki kredibilitas sehingga dapat dipertanggungjawabkan. Kredibilitas adalah keberhasilan mencapai maksud mengeksplorasikan masalah yang majemuk atau keterpercayaan terhadap hasil data penelitian.


(52)

BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1Gambaran Umum Perusahaan

Simply Fresh Laundry merupakan waralaba pertama yang bergerak dibidang Bisnis Laundry Kiloan atau binatu dengan konsep cuci dan setrika per kilogram. Dikelola oleh staf ahli yang handal dan berpengalaman dibidangnya membuat Simply Fresh Laundry layak menjadi yang terdepan dalam pilihan berwirausaha.

Sejak tahun 2006 hingga kini Simply Fresh telah berkembang menjadi perusahaan

dengan 258 outlet lebih tersebar di seluruh Indonesia. Didukung support system yang

handal. Simply Fresh Landry selalu memberikan pelayanan yang terbaik dibidangnya. Mulanya banyak orang bertanya – tanya apa itu cuci kiloan? Namun setelah konsumen mengetahui bahwa mencuci kiloan lebih hemat, pelan tapi pasti laundry kiloan mulai diterima oleh mahasiswa di Jogja.

Baik konsumen maupun pemilik laundry kiloan merasa saling menguntungkan dengan sistem ini. Bagi konsumen, biaya mencuci sangat ringan, sesuai dengan kantong mahasiswa yang merupakan pangsa pasar terbesar untuk laundry kiloan di Jogja. Bagi pengusaha laundry pun sama merasa diuntungkan, karena dengan harga yang terjangkau dapat menarik konsumen yang begitu banyak.

Simply Fresh Laundry dalam mengoprasikan bisnis laundry kiloan secara konsisten berupaya memberikan yang terbaik untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Bagi kami, pelanggan merupakan guru yang baik dan terbukti telah menempatkan Simply Fresh Laundry sebagai salah satu yang terbaik dalam hal cuci kiloan.

4.1.1. Filosofi perusahaan


(53)

4.1.2. Visi

Memberikan kemudahan hidup melalui pelayanan laundry, yang merupakan pilihan pertama bagi seluruh keluarga di Dunia.

4.1.3. Misi

Memberi jasa laundry yang professional dengan pelayanan yang penuh perhatian, tulus, ramah dan orientasi pada kepuasan, kebutuhan, kesempurnaan dan hubungan erat sepanjang masa.

4.1.4. Kerjasama Dengan Pihak Lain

Simply Fresh Laundry memiliki relasi dengan salah satu perusahaan rokok terbesar, bagian promosi yang secara periodik bekerjasama dalam setiap event yang berlangsung, juga dari beberapa perusahaan di kawasan industri di daerah Cikarang dan beberapa villa, restoran, spa, hotel di Bali.

Selain dari corporate, mitrau saha yang lain yaitu dari hotel,

pondokan, penginapan, rumah sakit dan tempat kos atau kontrakan di Jogja yang menyediakan layanan cucian terhadap para penyewa / anak kosnya. Dengan banyaknya mitra yang bekerjasama dengan Simply Fresh Laundry semakin memantapkan sebagai laundry kiloan yang bonafit dan dapat dipercaya.

4.1.5. Penghargaan dan Achievement Simply Fresh Laundry

1. Runner-up Wirausaha muda berprestasi 08 tingkat nasional (MENPORA).

2. The Best Entrepreneurship Indonesia Franchise Start-up Award (Asosiasi Franchise Indonesia / AFI & Franchise Magazine).

3. Top 10 Indonesia Franchise Start-up Reward 08

4. Rekor spektakuler sebagai pelopor waralaba laundry kiloan pertama di


(54)

5. Profesi award 2009 sebagai Citra Pengusaha Franchise Berprestasi Indonesia,

6. Rekor MURI sebagai Waralaba laundry kiloanPertama di Indonesia,

7. Rekor Muri sebagai Laundry Pertama di Indonesia yang menggunakan

tekhnologi Ultra Violet,

8. Top 10 Indonesia Franchise Start-up Reward 09,

9. Top 10 Young Franchise Entrepreneur 09,

10. The Best Business Prospect Indonesia Franchise Start-up Award 09, 11. 2nd runner up Indonesia Young Franchise Entrepreneur 09,

12. Indonesia Small Medium Business Award 2009 (ISMBEA),

13. Finalis wakil Jateng+DIY WMM 2009.

14. Tokoh pilihan versi Majalah TEMPO 2009

15. Tokoh pilihan ekonomi UMKM versi Majalah GATRA 2009

16. Juara 1 Wirausaha Muda mandiri 2009 tingkat Nasional kategori Industri

& Jasa (alumni)

17. 4 BesarTop Of Mind (TOM) kategori Laundry di Indonesia (Majalah Info

Franchise)

18. Franchise laundry pilihan pertama, Survey versi majalah DUIT (Mei

2010)

19. Jumlah Gerai laundry kiloan terbanyak di Indonesia, Riset Majalah Indo

Franchise (November 2010)

20. Asia Pasific Entrepreneur Award 2010

21. Alumni Berprestasi Univeristas Gadjah Mada 2010


(55)

23. Runner Up Indonesia Young Entrepreneur Franchise & Business

Opportunity Award 2010

24. 2nd Runner Up Indonesia Franchise Start Up Award 2010

25. No.1 Top Of Mind laundry kiloan, Survey Majalah Info Franchise 26. Market Leader Laundry Kiloan Indonesia , Indonesia Franchise Award

2011

27. Franchise Market Leader periodeFebruari 2012 s/d Januari 2013 kategori laundry kiloan, oleh Majalah Info Franchise

28. Tokoh Inspiratif Seputar Indonesia Award 2013 RCTI

4.2Hasil Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode wawancara secara mendalam. Dari wawancara yang dilakukan oleh penulis mendapatkan hasil penelitian yang menyatakan bahwa yang menjadi acuan dalam memanage seluruh outlet Simply Fresh Laundry yang tersebar di seluruh Indonesia adalah kesepakatan di awal ketika memutuskan bergabung, transparansi dalam pembicaraan awal sesuai dengan penawaran

yang diberikan kepada para investor. Para calon franchisee yang ingin membeli merek

dagang Simply Fresh, harus mampu bekerja sama dengan baik serta harus mengikuti prosedur yang dibuat oleh pihak manajemen Simply Fresh Laundry. Agar tidak terjadi hal – hal yang dapat merugikan kedua belah pihak.

Dalam sistem bisnis, franchise digambarkan sebagai perpaduan bisnis “besar” dan

“kecil”, yaitu perpaduan antara energi dan komitmen individual dengan sumber daya dan

kekuatan sebuah perusahaan besar. Franchise merupakan pilihan untuk berwirausaha

dan berekspansi dengan resiko paling kecil. Secara umum franchise merupakan alternatif


(56)

dapat menyebabkan konflik yang dapat merugikan kedua belah pihak yang menjalin hubungan kerjasama.

Mengenai konflik yang terjadi, pada kenyataanya dilapangan dinyatakan oleh narasumber bahwa 100% bisa dikatakan memiliki konflik. Akan tetapi memiliki skala, yaitu skala harian, mingguan dan bulanan. Pada umumnya dalam perusahaan Simply Fresh Laundry, konflik disebabkan oleh faktor komunikasi, sumber daya, dari relasi, mengenai kebutuhan atau kepentingan dan nilai – nilai hidup.

Faktor komunikasi merupakan faktor yang sangat sensitif. Untuk menjaga

komunikasi yang harmonis antara franchisee dan franchisor pihak manajemen menerima

seluruh komunikasi menggunakan seluruh media komunikasi seperti telfon, sms, bbm, whatsup dll. Untuk mencegah terjadinya komunikasi minor, maka manajemen Simply Fresh Laundry sudah mempersiapkan team khusus yang menangani permasalahan yang terjadi, mereka melatih cara berbicara, melatih bernegosiasi, yang artinya sudah dipersiapkan tenaga yang profesional untuk menangani semua permasalahan. Pada awal pelaksanaan kerjasama memiliki kendala atau permasalahan, akan tetapi setelah berjalan, biasanya mengikuti tempo permainan. Pihak manajemen mengaku benar – benar tegas, sebelum kontrak kerjasama usaha sampai berjalannya usaha tersebut. Dan hampir seluruh outlet mengalami konflik yang disebabkan oleh komunikasi. Karena faktor komunikasi adalah faktor yang paling rentan terjadi, maka pihak manajemen melakukan persiapan untuk menjaga komunikasi dengan baik.

Faktor yang kedua yang menyebabkan konflik adalah faktor Sumber Daya. Faktor Sumber daya, manajemen memiliki standar penerimaan tenaga ahli (sumber daya). Dalam badan usaha, sangat penting memiliki sumber daya manusia yang terbaik agar dapat menjalankan tugas dengan baik. Namun di sisi lain, ada saja pihak luar yang ingin merebut sumber daya yang ada. Sehingga pihak manajemen Simply Fresh harus menjaga


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Chatab, Nevizond. 2007. Profil Budaya Organisasi. Bandung : Penerbit Alfabeta. Gibson, James L. dkk. 1985. Organizations. Jakarta : Erlangga.

Greenberg, Jerald and Robert A. Baron. 2003. Behavior in Organization. New Jersey : Prentice Hall International, Inc.

Harjana, Mangun. 1976. Kepemimpinan. Jakarta : Yayasan Kanisius.

Karamoy, Amir. 2012. Pencaturan Waralaba Indonesia. Jakarta : Foresight Asia. Koontz, Harold. 1986. Management. Jakarta : Erlangga.

Kusumawati, Susi. 2008. Franchise Guide Series. Jakarta : Penerbit Dian Rakyat. Mintorogo. A. 1997. Kepemimpinan Dalam Organisasi. Jakarta : STIA LAN Press. Odop, Nistains. 2006. Berbisnis Waralaba Murah. Yogyakarta : Media Pressindo.

Queen, Douglas J. 1991. Pedoman Membeli dan Menjalankan Franchise. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo.

Ramdhan, Hendry E. 2010. Jitu Membeli Franchise.Jakarta : Penebar Swadaya.

Sugiyono. 2009. Metode Riset Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung : Alfabeta.

Sunyoto, Danang. 2009. Analisis Regresi dan Uji Hipotesis. Yogyakarta : Med Press. Torang, Syamsir. 2013. Organisasi dan Manajemen. Bandung : Penerbit Alfabeta. Wibowo. 2011. Manajemen Perubahan. Jakarta : Rajawali Pers.

Internet :

www.akaramoy.blogspot.com

http://frommarketing.blogspot.com/search/label/marketing

Makalah :

Thantowi, Ahmad, Drs.H. 2005. Manajemen Konflik. Yogyakarta: Redaksi Universitas Islam Indonesia Pers


(2)

WAWANCARA PENELITIAN

PENYEBAB KONFLIK DALAM HUBUNGAN KERJASAMA PADA SISTEM FRANCHISE DI SIMPLY FRESH

Berikut adalah hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan narasumber yang berasal dari pengelola Simply Fresh

1.

Sejauh ini, sejak berdirinya simply fresh sebagai bisnis waralaba bagaimana perkembanga nperusahaan ini?

Pertanyaan :

Sejak tahun 2006 hingga sekarang, simply fresh terlah berkembang menjadi perusahaan dengan 258 outlet lebih tersebar di seluruh Indonesia termasuk Medan.

Jawaban :

2.

Dari keseluruhan outlet yang tersebar tentunya bukan hal yang mudah untuk memanage, apa yang menjadi acuan sehingga secara keseluruhan berjalan lancar sampai saat ini?

Pertanyaan :

Sebenarnya, kuncinya adalah kesepakatan di awal ketika memutuskan bergabung (membeli franchise). Kita sangat transparan dalam pembicaraan awal sesuai dengan penawaran yang diberikan kepada para investor. Sehingga kita berjalan berdasarkan kesepakatan awal.

Jawaban :

3.

Mengenai konflik, sebagai pembuka pertanyaan inti, apakah banyak dari keseluruhan outlet yang mengalami konflik?

Pertanyaan :


(3)

100%, seluruh outlet bisa dikatakan memiliki konflik, tapi ada yang skala harian, mingguan, dan bulanan. Maksudnya adalah setiap outlet selalu ada masalah (konflik) yang kita terima.

4.

Pada umumnya, ada beberapa faktor penyebab konflik. Di dalam perusahaan Simply Fresh, apa saja penyebab konflik yang timbul?

Pertanyaan :

Kalau di Simply Fresh ada beberapa penyebab konflik yang kami terima. Dari faktor komunikasi atau mis-komunikasi, faktor sumber daya, dari relasi, mengenai kebutuhan atau kepentingan, dan nilai – nilai hidup.

Jawaban :

5.

Apakah komunikasi merupakan faktor penyebab konflik? Faktor komunikasi adalah faktor yang sangat sensitif, lalu bagaimana menjaga komunikasi yang harmonis antara franchisee dan franchisor? Atau bagaimana menanggulanginya ketika terjadi gesekan mengenai komunikasi tersebut?

Pertanyaan :

Nah ini sebenernya yang sangat menarik ketika berbicara konflik, komunikasi yang kita lakukan sejauh ini menggunakan telfon, bbm, whatsup, sms, pokoknya seluruh sarana telekomunikasi jika memungkinkan kita gunakan, tapi jika formal biasanya kita menggunakan telfon agar lebih sempurna penyampaianya. Contoh dari komunikasi yang buruk bisa terjadi karna beberapa hal, tidak bias dijadikan patokan yang tetap. Dari keseluruhan faktor yang disebutkan sebelumnya, faktor komunikasilah yang berperan sangat penting, karna ini adalah satu – satunya faktor yang menghubungkan antara kami untuk saling memberikan informasi yang dibutuhkan. Untuk mencegah terjadinya komunikasi minor, maka kami sudah persiapkan team khusus yang menangani permasalahan yang terjadi, kita melatih cara mereka berbicara, melatih bernegosiasi. Pokoknya kita latih menjadi tenaga yang professional.


(4)

6.

Apakah hampir seluruh outlet mengalami konflik yang disebabkan oleh komunikasi?

Pertanyaan :

Awalnya pastilah seluruhnya bermasalah, tapi setelah berjalan biasanya mengikuti tempo permainan, karna kita disini benar – benar tegas, sebelum kontrak kerjasama usaha sampai berjalannya usaha tersebut. Iya, hampir seluruh outlet mengalami konflik yang disebabkan oleh komunikasi. Ini adalah faktor yang paling rentan terjadi. Jadi kami harus menjaga komunikasi dengan baik.

Jawaban :

7.

Apakah sumber daya yang sekarang dimiliki sudah proporsional?

Pertanyaan :

Pastinya iya, kita memiliki standar penerimaan tenaga ahli atau sumber daya. Semuanya menggunakan pelatihan kerja sesuai dengan SOP yang sudah kita tentukan. Memang pada kenyataanya dilapangan, setiap orang memiliki daya tangkap yang berbeda - beda. Biasanya kita menggunakan system gugur jika setelah pelatihan kami rasa belum mumpuni menjalankan tugas sesuai dengan SOP . Sebenarnya kami juga tidak tega jika sampai meng-eliminasi, tapi kalau tidak segera ditanggulangi akan menjadi kendala yang akan menyulut permasalahan (konflik)

Jawaban :

8.

Seperti yang Anda katakan tadi, factor selanjutnya adalah yang menyangkut relasi. Apakah penting sebuah relasi?

Pertanyaan :

Ya,relasi ini sangat penting untuk mengembangkan sayap perusahaan. Kalau kita tidak secara cepat mengembangkan sayap perusahaan, maka sudah dipastikan perusahaan akan tutup dalam hitungan waktu. Kita selalu memberikan keuntungan win win solution pada relasi kita.


(5)

9.

Mengenai kepentingan / kebutuhan, menurut anda apa maksud dari factor ini pada perusahaan ini ?

Pertanyaan :

Ya, semua orang atau badan usaha yang berinteraksi dengan kami pasti memiliki kepentingan / kebutuhan, termasuk perusahaan itu sendiri. Misalkan pelanggan memiliki kebutuhan atau kepentingan menyucikan bajunya, kami (perusahaan) memiliki kebutuhan / kepentingan mendapatkan untung, Relasi yang kita miliki juga sama, terlebih karyawan memiliki kebutuhan / kepentingan mendapatkan gaji.

Jawaban :

10.

Nilai – nilai kehidupan apa yang diterapkan oleh perusahaan?

Pertanyaan :

Mengenai nilai – nilai kehidupan, kami selalu menjunjung tinggi nilai agama, adat dan hukum pemerintah. Dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung, maka dari itu menurut kami sangat mustahil seseorang mendirikan perusahaan tanpa mempertimbangkan dan menerapkan nilai kehidupan, apalagi kita orang timur yang menjunjung adat istiadat ketimuran.

Jawaban :

11.

Menurut Anda, apakah masih ada faktor penyebab konflik yang lain?

Pertanyaan :

Untuk penyebab konflik yang rentan terjadi di Simply Fresh, saya kira itu saja.

Jawaban :

12.Pertanyaan :

Apa yang anda fikirkan dibenak anda pertama kali, ketika mendengar konflik pada system ini?

Jawaban :

Kami sudah diberi arahan dan dibekali ilmu sebelumnya, jadi ketika kami mendengar ada sebuah konflik, maka kami yakini bahwa mereka mulai mengerti.


(6)

13.

Apakah sebuah konflik sangat berpengaruh terhadap jalannya sebuah kerjasama? Seberapa pengaruhnya terhadap hubungan kerjasama dan perusahaan.

Pertanyaan :

Sangat berpengaruh, sebisa mungkin kita meminimalisasikan terjadinya konflik, tapi bukan berarti konflik tidak akan mucul. Pasti ada konflik dalam suatu hubungan kerjasama, apalagi melibatkan masalah uang. Konflik yang berkepanjangan pastinya akan berpengaruh negative pada berlangsungnya kerjasama tersebut, bias jadi perusahaan franchise tersebut gulung tikar karena tidak bias menangani konflik yang terjadi.

Jawaban :

14.

Kerjasama yang ideal itu yang seperti apa dalam perusahaan ini?

Pertanyaan :

Seperti perusahaan lainnya, kerjasama usaha terutama franchise baik dan berkualitas jika semua yang bersangkutan dengan urusan kerjasama usaha kooperatif, saling berpegang teguh terhadap kesepakatan – kesepakatan yang sudah dibicarakan dan ditandatangani.

Jawaban :

TERIMA KASIH