Perubahan Pada Remaja Pengasuhan Orang Tua , Keluarga dan Sosialisasi Tradisional

Di sekolah, sebagian besar hidup anak dihabiskan tidak dengan orang tua mereka. Proses sosialisasi yang didasarkan pada hubungan primer dengan orang tua berlanjut dengan teman sebaya dalam situasi bermain dan sekolah. Sosialisasi adalah proses instrumental dengan mana anak menginternalisasikan nilai-nilai dan sikapa cultural. Sekolah melambangkan standar-standar ini dan merupakan contributor penting tidak hanya terhadap perkembangan intelektual tapi juga, yang tak kalah penting, terhadap perkembangan social emosional.

6. Remaja dan Keluarganya

Psikologi modern berpandangan bahwa remaja adalah fase perkembangan alami, sepanjang perkembangan itu berjalan secara wajar dan alami, remaja tidak akan mengalami krisis apapun. Hubungan remaja dengan orang yang lebih dewasa, khususnya orang tua dan perjuangannya secara bertahap untuk membebaskan diri dari dominasi mereka agar sampai pada tingkatan orang dewasa, menjadi masalah yang serius sepanjang kehidupannya dan membuatnya sulit beradaptasi. Keinginan untuk bebas pada diri remaja ini tidak dibarengi oleh kemampuannya untuk beradaptasi yang baik, sehingga orang tua seringkali mengintervensi dunianya. Para ahli kesehatan mental berpendapat bahwa rumah yang baik adalah rumah yang memperkenalkan segala kebutuhan remaja berikut tantangannya agar bias bebas, lalu membantu dan memotivasi secara maksimal, dan memberinya kesempatan serta nasihat yang mengarah pada kebebasan. Lebih dari itu, remaja juga harus dimotivasi agar berani bertanggung jawab, mengambil keputusan, dan merencanakan masa depannya. Semua itu harus dilakukan keluarga melalui berbagai upaya positif dan konstruktif, secara sengaja dan terencana, sehingga remaja berusaha sebaik-baiknya dan semaksimal mungkin untuk memperkuat kematangan dirinya. Menghormati kecenderunganya ubtuk bebas merdeka tanpa mengabaikan perhatian padanya dianggap sebagai strategi paling bagus dan tepat, karena selain bias menimbulkan saling percaya antara orang tua dan anak, juga dapat membukakan jalan kearah adaptasi yang sehat.

7. Perselisihan Keluarga dan Pengaruhnya Pada Remaja

Arahan orang tua dan suasana psikologis dan social yang mewarnai rumah tangga sangat memengaruhi intensitas adaptasi dan perkembangan remaja. e. Keluarga yang otoriter Bouldwin dalam Al-Mighwar, 2006:198 berpendapat bahwa rumah tangga yang diktator otoriter merupakan rumah tangga yang di dalamnya tidak ada adaptasi artinya penuh konflik, pergumulan, dan perselisihan antara orang tua dan anak-anaknya. Padahal, anak sangat membutuhkan hubungan-hubungan social yang bagus, baik anggota keluarga atau dengan lingkungannya. Pada keluarga seperti ini, remaja merasakan bahwa kepentingan dan hobby nya tidak dipedulikan, atau dianggap tidak penting. Manakala remaja berusaha menarik perhatian kedua orang tuanya, atau berusaha menghukum dirinya, ternyata sosok otoriterlah yang dihadapinya, bahkan terkadang sangsilah yang didapatinya. Karena orang tua nya tidak kunjung memerhatikan dan memahami dirinya, diapun bersikap acuh tak acuh terhadap keduanya, bahkan terhadap semua anggota keluarganya. Sedikitnya terdapat dua sikap otoriter orangtua terhadap anaknya yaitu 3. Otoriter yang memang sudah ada sejak awal, dan orang tua tidak punya rasa cinta kepada anak-anaknya, yang disebut Bouldwin sebagai otoriter permanen. Akibatnya anak cenderung bersikap radikal dan memberontak. 4. Otoriter yang tidak mau kompromi dengan segala keinginan anak- anaknya artinya orang tua bersikap masa bodo dan tidak mau bekerja sama dengan anak-anaknya. Akibatnya remaja berkeinginan kuat untuk bebas merdeka, meskipun tindakannya tidak seradikal yang pertama seperti menghabiskan waktunya diluar rumah untuk berkumpul dengan teman-teman nya yang dewasa f. Keluarga yang terlalu toleran Hart Hawk dalam Al-Mighwar, 2006:199, berpendapat bahwa remaja yang mendapat perhatian berlebihan dirumah, perilakunya cenderung menyerupai perilaku anak-anak. Hal ini sejalan dengan pandangan para pakar bahwa pengembangan perilaku kebebasan remaja akan sulit bila rumah tangga menerapkan pola-pola toleran yang berlebihan. Artinya remaja akan mengalami banyak kesulitan dalam beradaptasi dengan dunia luar, mendorong mereka untuk mencari perhatian dan bantuan kepada orang lain, mereka menjadi sangat tergantung pada orang tua, hingga setelah menikah mereka tidak mau tinggal jauh dari orangtua, kurang mampu menyelesaikan berbagai masalah, atau bersikap cengeng serta pesimis. g. Keluarga yang demokratis Adaptasi yang baik mudah dicapai oleh rumah tangga jenis ini. Sebab, prinsip kebebasan dan demokrasi dijalankan dalam segala aspek kegiatan rumah tangga. Orangtua benar-benar menghormati remaja sebagai individu yang utuh lahir batin, dan tidak sedikitpun mengarahkannya secara otoriter. Remaja diberi segala hal yang mengarahkannya pada kedewasaan yang mandiri dan mengambil keputusan sendiri. Selain itu, remaja juga berkesempatan untuk mengupayakan kemerdekaannya sendiri. Ada beberapa cara untuk merealisasikan rumah tangga yang demokratis antara lain: 1. Menghormati pribadi remaja dalam rumah tangga 2. Berusaha mengembangkan kepribadiannya, mengganggap sebagai pribadi unggulan yang memiliki kemampuan dan berbagai kecenderungan tersendiri, dan harus memberinya kesempatan untuk berkembang sejauh mungkin. 3. Memberika kebebasan berpikir, berekspresi dan memilih jenis pekerjaan. Namun demikian, kebebasan itu masih dalam koridor kebaikan bersama dan tujuan-tujuan yang bersifat umum. Maksudnya kebebasan itu bukan tanpa batas, tetapi masih dibatasi oleh ketentuan- ketentuan social. Jadi keluarga yang demokratis itu kental dengan nuansa kebersamaan menimbulkan hal yang positif dan terus bergerak, kasih sayang serta saling membatu. Sedangkan keluarga yang otoriter itu kental dengan kekerasan, ketakutan, dan pelarangan. Pola-pola yang diterapkan dalam rumah tangga yang demokratis akan mendorong lahirnya sosok-sosok remaja yang sanggup memikul beban dan tanggung jawab kehidupan, remaja-remaja ideal yang mampu berfikir secara sehat, mau saling menolong, dan bangkit secara bersama-sama dengan masyarakat. Tujuan-tujuan mulia tersebut hanya akan terealisasi oleh rumah tangga yang penuh nuansa demokrasi yang sehat dan didukung oleh pengertian individu-individu yang menginginkan keharmonisan kehidupan sosial.

C. Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Perilaku Bullying

Dalam berbagai level kehidupan bermasyarakat, konflik dan kekerasan masih terus berlangsung. Letupan kerusuhan beruntun yang melanda masyarakat tersebut semakin mencuat sisi keprihatinan. Pendidikan banyak dikritik sebagai penghasil manusia yang mudah tersinggung, toeransi yang tipis, kurang menghargai orang lain dan menganut budaya kekerasan. Hampir setiap hari kita disuguhi berbagai macam berita tentang kekerasan, baik dilingkungan sekitar kita, dilingkungan rumah tangga kekerasan dalam rumah tangga, aupun institusi pendidikan yang notabene adalah institusi pencetak penerus bangsa.