Remaja dan Keluarganya Pola Asuh Orangtua Otoriter

Jadi keluarga yang demokratis itu kental dengan nuansa kebersamaan menimbulkan hal yang positif dan terus bergerak, kasih sayang serta saling membatu. Sedangkan keluarga yang otoriter itu kental dengan kekerasan, ketakutan, dan pelarangan. Pola-pola yang diterapkan dalam rumah tangga yang demokratis akan mendorong lahirnya sosok-sosok remaja yang sanggup memikul beban dan tanggung jawab kehidupan, remaja-remaja ideal yang mampu berfikir secara sehat, mau saling menolong, dan bangkit secara bersama-sama dengan masyarakat. Tujuan-tujuan mulia tersebut hanya akan terealisasi oleh rumah tangga yang penuh nuansa demokrasi yang sehat dan didukung oleh pengertian individu-individu yang menginginkan keharmonisan kehidupan sosial.

C. Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Perilaku Bullying

Dalam berbagai level kehidupan bermasyarakat, konflik dan kekerasan masih terus berlangsung. Letupan kerusuhan beruntun yang melanda masyarakat tersebut semakin mencuat sisi keprihatinan. Pendidikan banyak dikritik sebagai penghasil manusia yang mudah tersinggung, toeransi yang tipis, kurang menghargai orang lain dan menganut budaya kekerasan. Hampir setiap hari kita disuguhi berbagai macam berita tentang kekerasan, baik dilingkungan sekitar kita, dilingkungan rumah tangga kekerasan dalam rumah tangga, aupun institusi pendidikan yang notabene adalah institusi pencetak penerus bangsa. Diakui atau tidak diakui, budaya kekerasan dalam arti yang luas pada hakikatnya telah lama menjadi bagian dari kehidupan masyarakat kita pada umumnya telah dialami sejak masa kanak-kanak, baik dilingkungan keluarga, mayarakat maupun sekolah. Kekerasan pada anak tidak hanya meliputi tindakan fisik tetepi juga mencakup kekerasan psikologis seperti dimarahi, diejek, dimaki dan pelecehan seksual. Data dicenter krisis Jakarta memperlihatkan bahwa 76 korban kekerasan adalah anak-anak. Begitu pula hasil peelitian pada 2006 yang dilakukan oleh pusat kajian pembagunan masyarakat, unuversitas Atmajaya yang bekerja sama dengan UNICEF tentang kekerasan pada anak, khususnya yang terjadi dilingkungan keluarga dan sekolah. Budaya kekerasan sepertinya semakin hari semakin menguat dalam berbagai aspek dalam berbagai aspek kehidupan kita. Julukan bangsa yang penuh adap, sopan santun, toleran, dan memiliki ikatan kekeluargaan yang kuat, lambat laun mulai menghilang dari khazanah kehidupan kita, baik daam konteks hidup bermasyarakat maupun berbangsa. Udaya kekerasan telah menjelma dalam berbagai bentuk, seolah-olah telah menjadi bagian dari kehidupan kita sehari-hari dan kita menerimanya sebagai sesuatu yang wajar. Bullying dapat terjadi karena kesalah pahaman prasangka prejudice antar pihak yang berinteraksi. Bullying bukanlah mrupakan suatu tindakan yang kebetulan terjadi, melaikan dipengaruhii oleh berbagai faktor seperti faktor sosial, budaya dan ekonomi. Biasanya dilakukan oleh pihak-pihak