Peranan Sektor Basis dalam Mengurangi Ketimpangan Pendapatan Daerah di Provinsi Jawa Timur

Pada Tabel 5.6. ditunjukkan bahwa pendapatan perkapita Provinsi Jawa Timur selama periode 2001-2005 mengalami pertumbuhan yang semakin membaik ini dapat dilihat dari jumlah pendapatan perkapita rata-rata propinsi Jawa Timur yang terus meningkat. Pada tahun 2001 pendapatan perkapita Jawa Timur sebesar Rp. 6.2809 juta per orang angka ini terus meningkat setiap tahunnya dan pada tahun 2005 mencapai Rp. 6.9292 juta per orang. Namun peningkatan pendapatan perkapita tidak dapat menjadi tolak ukur bahwa ketimpangan pendapatan antar wilayah di Jawa Timur menurun, karena ternyata ini berlawanan dengan hasil perhitungan nilai ketimpangannya. Hasil penghitungan analisis ketimpangan pendapatan di Provinsi Jawa Timur periode 2001-2005 dapat dilihat dari tabel sebagai berikut: Tabel 5.6. Indeks Ketimpangan pendapatan dan Pendapatan Perkapita Rata-rata di Propinsi Jawa Timur Tahun 2001-2005 No Tahun Indeks Ketimpangan Pendapatan Pendaptan Perkapita juta rupiah 1 2001 1.1150 6.2809 2 2002 1.1008 6.3023 3 2003 1.1015 6.5176 4 2004 1.1104 6.7825 5 2005 1.0915 6.9292 Sumber: BPS Jawa Timur, 2005 diolah

5.2.2. Peranan Sektor Basis dalam Mengurangi Ketimpangan Pendapatan Daerah di Provinsi Jawa Timur

Dalam menganalisis peranan sektor basis dalam mengurangi ketimpangan pendapatan daerah di Provinsi Jawa Timur dilakukan dengan cara menghitung selisih antara indeks ketimpangan dengan memasukkan PDRB sektor basis dengan indeks ketimpangan tanpa memasukkan PDRB sektor basis. Besarnya nilai selisih menunjukkan peranan sektor basis tersebut dalam mengurangi ketimpangan pendapatan antar daerah di Provinsi Jawa Timur. Masisng-masing sektor basis memilki peranan yang berbeda terhadap tingkat ketimpanngan pendapatan di Jawa Timur. Perhitungan besar peranan masing-masing sektor basis dapat dilihat pada penjelasan berikut. 5.2.2.1. Peranan Sektor Basis Pertanian dalam Mengurangi Ketimpangan Pendapatan di Provinsi Jawa Timur Dari hasil perhitungan bahwa sektor basis pertanian memberikan kontribusi yang besar dalam mengurangi tingkat ketimpangan pendapatan di Jawa Timur. Nilai indeks ketimpangan dengan mengeluarkan PDRB sektor basis pertanian lebih tinggi dibandingkan nilai indeks dengan memasukkan PDRB sektor basis pertanian. Hal ini juga mengindikasikan bahwa perkembangan sektor basis pertanian mampu menekan tingkat ketimpangan pendapatan antar daerah. Hasil perhitungan indeks ketimpangan pendapatan Propinsi Jawa timur dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 5.7. Indeks Ketimpangan Pendapatan Dengan dan Tanpa Sektor Basis Pertanian Provinsi Jawa Timur Tahun 2001-2005 Tahun Indeks Ketimpangan Pendapatan Indeks Ketimpangan Tanpa Sektor Basis Pertanian Presentase Ketimpangan Pendapatan 2001 1.1150 1.3850 19.49 2002 1.1008 1.3711 19.71 2003 1.1015 1.3668 19.41 2004 1.1104 1.3709 19.00 2005 1.0915 1.3497 19.13 Sumber: BPS Jawa Timur 2005 diolah Indeks ketimpangan Jawa Timur tanpa sektor pertanian pada tahun 2001 sebesar 1.3850 sedangkan 1.1150 dengan memasukkan sektor basis pertanian, ini berarti bahwa sektor pertanian mampu memberikan kontribusi sebesar 19.49 persen terhadap penurunan tingkat ketimpangan pendapatan. Pada Tabel 5.7. dapat dilihat apabila kontribusi sektor pertanian dalam penurunan ketimpangan naik maka nilai indeks ketimpangan menurun artinya tingkat ketimpangan juga menurun. Sektor basis pertanian merupakan sektor basis yang paling besar memberikan kontribusi dalam mengurangi tingkat ketimpangan dibandingkan sektor basis lainnya. 5.2.2.2. Peranan Sektor Basis Industri Pengolahan dalam Mengurangi Ketimpangan Pendapatan di Provinsi Jawa Timur Jika dilihat dari sisi peranannya sektor industri pengolahan memiliki peranan terbesar terhadap PDRB Jawa Timur. Terutama sektor makanan, minuman dan tembakau. Sektor ini juga mampu menjadi sektor basis di Jawa Timur hingga tahun 2003. Namun jika dilihat dari peranannya terhadap ketimpangan pendapatan sektor ini memberikan peran yang negatif artinya nilai indeks ketimpangan tanpa memasukkan PDRB sektor pengolahan nilainya lebih rendah. Hal ini berarti sektor pengolahan menyebabkan peningkatan terhadap ketimpangan. Pada tahun 2001 nilai indeks ketimpangan tanpa sektor pengolahan sebesar 0.7129 sedangkan dengan sektor pengolahan sebesar 1.1150 hal ini berarti sektor pengolahan telah memberikan kontribusi terhadap tingkat kenaikan ketimpangan sebesar 56.40 persen. Kondisi ini terjadi diduga karena sektor pengolahan ini hanya terpusat beberapa wilayah saja seperti Kota Kediri, Kota Surabaya yang selama ini merupakan kota pusat pertumbuhan. Sektor ini memberikan kontribusi yang besar terhadap tingkat pertumbuhan pendapatan daerah dan bukan tingkat pemerataan pendapatan. Dari tahun 2003- 2005 sektor ini menunjukkan kondisi yang semakin membaik dalam ketimpangan pendapatan hal ini dikarenakan sektor ini semakin memberikan dampak yang semakin kecil terhadap peningkatan ketimpangan pendapatan Jawa Timur. Nilai indeks ketimpangan dengan dan tanpa sektor basis pengolahan dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 5.8. Indeks Ketimpangan Dengan dan Tanpa Sektor Industri dan Pengolahan Propinsi Jawa Timur Tahun 2001-2005 Tahun Indeks Ketimpangan Pendapatan Indeks Ketimpangan Tanpa Sektor Basis Pengolahan Presentase Ketimpangan Pendapatan 2001 1.1150 0.7129 -56.40 2002 1.1008 0.7264 -39.50 2003 1.1015 0.7362 -49.61 2004 1.1104 0.7561 -46.85 2005 1.0915 0.7696 -41.82 Sumber : BPS Jawa Timur, 2005 diolah 5.2.2.3. Peranan Sektor Basis Listrik, Gas dan Air Bersih dalam Mengurangi Ketimpangan Pendapatan di Provinsi Jawa Timur Sektor listrik, gas dan air bersih merupakan sektor yang mampu menjadi sektor basis selama periode 2001-2005, artinya sektor ini mampu bertahan dalam guncangan perekonomian. Walupun sektor ini merupakan sektor yang memberikan kontribusi terendah terhadap PDRB Jawa Timur. Perkembangan sektor ini juga mempengaruhi sektor lain terutama sektor industri. Dilihat dari peranannya dalam mengurangi ketimpangan pendapatan sektor ini hanya mampu memberi kontribusi yang sangat kecil. Dilihat dari perkembangannya kontribusi sektor listrik, gas dan air bersih dalam mengurangi tingkat ketimpangan pendapatan terus menurun. Tahun 2001 sektor ini masih memberi kontribusi sebesar 2.53 persen. Tetapi pada tahun 2005 hanya sebesar 0.07 persen. Hal ini karena perkembangan sektor yang bergantung pada sektor listrik juga terpusat pada daerah-daerah tertentu. Nilai indek ketimpangan dengan dan tanpa sektor basis listrik, gas dan air bersih dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 5.9. Indeks Ketimpangan Pendapatan Dengan dan Tanpa Sektor Listrik, GasAir Bersih Provinsi Jawa Timur Tahun 2001-2005 Tahun Indeks Ketimpangan Pendapatan Indeks Ketimpangan Tanpa Sektor Basis Listrik, GasAir Bersih Presentase Ketimpangan Pendapatan 2001 1.1150 1.1440 2.53 2002 1.1008 1.1269 2.31 2003 1.1015 1.1028 0.11 2004 1.1104 1.1117 0.16 2005 1.0915 1.0923 0.07 Sumber : BPS Jawa Timur, 2005 diolah 5.2.2.4. Peranan Sektor Basis Perdagangan, Hotel dan Restoran dalam Mengurangi Ketimpangan Pendapatan di Provinsi Jawa Timur Dilihat dari perkembangannya kontribusi sektor perdagangan, hotel dan restoran dalam mengurangi tingkat ketimpangan pendapatan terus menurun. Tahun 2001 sektor ini masih memberi kontribusi sebesar 0.14 persen. Tetapi pada tahun 2002-2005 peranan sektor ini terus melemah, hal ini di indikasikan dari nilai kontribusi yang negatif yang berarti bahwa sektor perdagangan, hotel dan restoran menyebabkan peningkatan ketimpangan. Tahun 2002 nilai presentase penurunan ketimpangan pendapatan sebesar - 0.62 persen artinya bahwa sektor perdagangan, hotel dan restoran meningkatkan ketimpangan pendapatan di Jawa Timur sebesar 0.62 persen. Nilai ini terus meningkat dari tahun 2003-2005. Jika dilihat dari peranan terhadap pembentukkan PDRB Jawa Timur sektor ini selalu menduduki peringkat kedua setelah sektor industri dan pengolahan. Kondisi ini diduga karena perkembangan sektor perdagangan yang pesat hanya terjadi dikota-kota besar di Jawa Timur. Hal ini juga mengindikasikan bahwa effec trikle down dari pembangunan sektor industri dan pengolahan tidak berjalan dengan optimal di Jawa Timur. Nilai indeks ketimpangan dengan dan tanpa sektor perdagangan, hotel dan restoran dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 5.10. Indeks Ketimpangan Pendapatan Dengan dan Tanpa Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran Provinsi Jawa Timur Tahun 2001-2005 Tahun Indeks Ketimpangan Pendapatan Indeks Ketimpangan Tanpa Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran Presentase Ketimpangan Pendapatan 2001 1.1150 1.1166 0.14 2002 1.1008 1.0940 -0.62 2003 1.1015 1.0944 -0.64 2004 1.1104 1.1008 -0.87 2005 1.0915 1.0740 -1.62 Sumber : BPS Jawa Timur, 2005 diolah 5.2.2.5. Peranan Sektor Basis Pengangkutan dan Komunikasi dalam Mengurangi Ketimpangan Pendapatan di Provinsi Jawa Timur Dilihat dari perkembangannya kontribusi sektor pengangkutan dan komunikasi dalam mengurangi tingkat ketimpangan pendapatan terus menurun. Dari tahun 2001-2005 nilai indeks ketimpangan pendapatan dengan sektor basis lebih kecil dari indeks ketimpangan pendapatan tanpa sektor basis pengangkutan dan komunikasi. Pada tahun 2001 nilai indeks ketimpangan tanpa sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 1.1266 sedangkan dengan sektor pengolahan sebesar 1.1150 berarti sektor pengangkutan dan komunikasi mampu berperan sebesar 1.02 persen dalam mengurangi tingkat ketimpangan pendapatan di Jawa Timur. Pada tahun 2005 nilai ketimpangan tanpa sektor basis sebesar 1.0947 dan dengan sektor basis 1.0915 artinya bahwa pada tahun 2005 sektor basis pengangkutan dan komunikasi hanya mampu berperan 0.29 persen dalam mengurangi ketimpangan pendapatan di Jawa Timur. Nilai indeks ketimpangan dengan dan tanpa sektor pengangkutan dan komunikasi dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 5.11. Indeks Ketimpangan Pendapatan Dengan dan Tanpa Sektor Pengangkutan dan Komunikasi Provinsi Jawa Timur Tahun 2001- 2005 Tahun Indeks Ketimpangan Pendapatan Indeks Ketimpangan Tanpa Sektor Pengankutan dan Komunikasi Presentase Ketimpangan Pendapatan 2001 1.1150 1.1266 1.02 2002 1.1008 1.1085 0.69 2003 1.1015 1.1091 0.68 2004 1.1104 1.1183 0.70 2005 1.0915 1.0947 0.29 Sumber : BPS Jawa Timur, 2005 diolah

5.3. Perbandingan antara Nilai Loction Quotient LQ, Perananan dan