2.5 Penelitian Terdahulu
Rahman 2003, menganalisis peranan sektor basis pertanian di Kabupaten Kuningan. Penelitiannya menyimpulkan bahwa masing-masing
kecamatan di Kabupaten Kuningan memiliki beberapa komoditi basis pertanian yang jumlahnya berbeda-beda, secara keseluruhan surplus
pendapatan komoditi basis yang dihasilkan relatif besar sehingga dapat digunakan untuk membeli komoditi non-basis yang kurang untuk
pendapatan masyarakat setempat. Efek pengganda yang dihasilkan dibeberapa kecamatan selama tahun 2001 berkisar antara 1,0186-1,8997.
Hasil analisis Location Quotient LQ dan spesialisasi menunjukkan bahwa hampir semua komoditi pertanian menyebar dan tidak terdapat spesialisasi
kegiatan pertanian atau cenderung menghasilkan komoditi yang beragam. Sartono 2004, menggunakan metode Location Quotient LQ dengan
indikator pendapatan sebagai alat analisis penelitian mengenai Analisis Peranan Sektor Basis Perekonomian Terhadap Pembangunan Wilayah
Kabupaten Wonogiri. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa selama kurun waktu 1998-2002 Kabupaten Wonogiri memiliki enam sektor basis
pertanian, pertambangan, bangunan, pengangkutan, komunkasi, dan jasa- jasa pada tahun 1998. Pada tahun 1999 tedapat dua sektor yaitu pertanian
dan pengangkutan. Pada tahun 2000-2002 memilki empat sektor basis yaitu pertanian, pengangkutan, keuangan dan sektor jasa. Penelitian ini juga
dilakukan di tingkat lokal, sektor pertanian masih menunjukkan keunggulan diantara sektor yang lain hampir di setiap wilayah kecamatan wonogiri.
Hendra 2004, dengan menggunakan metode indeks Williamson CV
w
dalam penelitiannya yang berjudul Peranan Sektor Pertanian dalam Mengurangi Ketimpangan Pendapatan Antar Daerah di Provinsi Lampung.
Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup besar di Provinsi Lampung. Sektor pertanian menjadi
penyumbang terbesar dalam perekonomian semua kabupaten yang ada di Provinsi Lampung kecuali Kota Metro dan Kota Bandar Lampung.
Berdasarkan analisis korelasi menunjukkan bahwa terjadi hubungan negatif antara presentase pertanian dengan laju pertumbuhan ekonomi. Ini
menunjukkan bahwa daerah yang didominasi oleh sektor pertanian cenderung mempunyai PDRBkapita yang rendah dibandingkan dengan
daerah yang didominasi oleh sektor non pertanian. Ketimpangan pendapatan daerah di Lampung mengalami penurunan
selama periode analisis, walaupun penurunan tersebut tidak signifikan. Dari analisis korelasi, didapat hubungan positif antara indeks ketimpangan
dengan pertumbuhan ekonomi. Ini menunjukkan masih terjadi trade off antara pertumbuhan dengan pemerataan. Sektor pertanian mempunyai
peranan yang cukup besar dalam mengurangi ketimpangan pendapatan antar daerah. Peranan ini terlihat setelah dilakukan analisis, didapat bahwa
ketimpangan semakin meningkat jika PDRB sektor pertanian dikeluarkan dari perhitungan. Dari uji korelasi juga didapat hubungan yang negatif yang
kuat antar a pertanian dengan indeks ketimpangan, yang berarti peningkatan produktivitas pertanian akan menurunkan ketimpangan
pendapatan yang terjadi. Hal ini dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
Tabel 2.1. Indeks Ketimpangan Pendapatan Daerah Williamson di Provinsi Lampung Tahun 1995-2001
Tahun Tanpa PDRB
Sektor Pertanian Dengan PDRB Sektor
Pertanian Penurunan Ketimpangan
Pendapatan Daerah 1995 0.8373
0.4404 47.4
1996 0.8380 0.4499
46.3 1997 0.8391
0.4846 42.2
1998 0.8369 0.4426
47.1 1999 0.7951
0.4207 47.1
2000 0.7793 0.4160
46.6 2001 0.7680
0.4068 47.0
Sumber : BPS Provinsi Lampung, 2001
Supriantoro 2005, melakukan penelitian untuk menganalisis besarnya ketimpangan pendapata daerah di Provinsi Jawa Tengah periode tahun
1993-2003 dengan menggunakan formulasi Williamson. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ketimpangan pendapatan di Jawa Tengah yang terbagi
dalam sepuluh wilayah pembangunan tergolong dalam taraf ketimpangan antara 0,2768-0,3427 yang berarti masih berada di bawah 0,35 sebagai batas
taraf ketimpangan rendah, kemudian untuk ketimpangan pendapatan yang terjadi di dalam wilayah pembangunan yang terdiri dari 10 kabupatenkota
berada pada taraf ketimpangan rendah untuk wilayah pembangunan II, III, IV yaitu antara 0,1291-0,3414 dan wilayah pembanguan I, X berada pada
taraf ketimpangan yaitu antara 0,6403-0,9438. sementara untuk wilayah pembangunan VII dari tahun 2000-2003 berada pada taraf ketimpangan
sedang dan wilayah pembangunan VIII berada pada wilayah taraf sedang antara 0,3578-0,4426.
Fitria 2006, menganalisis tentang kesenjangan antara kabupatenkota di Pulau Jawa. Dari hasil analisanya diperoleh bahwa kesenjangan antara
kabuatenkota di Pulau Jawa sebelum krisis selama periode 1993-1998 memburuk. Pada tahun 1993 tingkat kesenjangan antara kabupatenkota
sebesar 0,991 sedangkan pada tahun 1998 menjadi 0,9924. tetapi setelah
krisis kesenjangan membaik, tahun 2004 tingkat kesenjangan 0,991. Tingkat kesenjangan antara kabupatenkota di Pulau Jawa selama periode 1993-2004
tidak terjadi dengan menganggap pendidikan mempengaruhi konvergensi pendapatan, maka tingkat konvergensi antar kabupatenkota di Pulau Jawa
tidak terjadi secara signifikan Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah penelitian
ini menganalisis peranan sektor basis dalam mengurangi tingkat ketimpangan pendapatan. Dengan menggunakan dua pendekatan sekaligus,
yang pertama menentukan sektor-sektor yang termasuk sektor ekonomi wilayah dengan menggunakan metode Location Quotient LQ kemudian
membandingkan peran sektor basis tersebut dalam mengurangi ketimpangan dengan metode CV
w
.
2.6 Kerangka Pemikiran