masalah pemenuhan UMP, beberapa faktor lain pemicu kasus pemogokan adalah katidakpuasan kerja, perlakuan tidak adil, tuntutan perbaikan fasilitas dan
tunjangan kerja, permasalahan gender, masalah uang Jamsostek dan penolakan terhadap metode kerja baru yang diterapkan perusahaan.
c. Permasalahan TKI
Permasalahan Tenaga Kerja Indonesia TKI di luar negeri pada tahun 2004 ditandai dengan diberlakukannya kebijakan baru pemerintah Malaysia yang
lebih keras terhadap tenaga kerja ilegal. Hal ini memicu eksodus besar-besaran TKI ilegal di Malaysia untuk kembali ke tanah air. Pemberlakuan kebijakan baru
pemerintah Malaysia ini sangat berdampak terhadap TKI Indonesia mengingat negara ini merupakan negara tujuan terbesar bagi TKI. Selain berdampak pada
meningkatnya jumlah pencari kerja di tanah air, pemulangan TKI ilegal tersebut diperkirakan mempengaruhi perekonomian desa yang selama ini bergantung pada
kiriman uang dari TKI BI, 2005.
2.4. Kebijakan Ketenagakerjaan
Pemerintah telah menyadari bahwa pekerjaan merupakan kebutuhan asasi warga negara sebagaimana diamanatkan dalam ayat 2 Pasal 27 UUD 1945 :
“Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Dalam amandemen UUD 1945 tentang ketenagakerjaan juga
disebutkan dalam pasal 28d UUD 1945. Hal tersebut berimplikasikan pada kewajiban negara untuk memfasilitasi warga negara agar dapat memperoleh
pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan. Untuk itu perlu perencanaan di bidang ketenagakerjaan untuk mewujudkan kewajiban negara.
Pasal 7 UU No. 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah dan pasal 2 serta pasal 3 Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2000, telah menetapkan kewenangan
yang besar di bidang ketenagakerjaan bagi pemerintah, propinsi dan kabupaten kota yang meliputi perencanaan sampai pengendalian. Pada era otonomi daerah
ini UU No. 13 tahun 2000 tentang ketenagakerjaan telah memberikan landasan yang kuat atas kedudukan dan peranan Perencanaan Tenaga Kerja dan informasi
ketenagakerjaan sebagaimana diatur dalam pasal 7 dan pasal 8 yang menggariskan Perencanaan Tenaga Kerja sebagai pedoman penyusunan strategi kebijakan dan
pelaksanaan program pembangunan ketenagakerjaan yang berkesinambungan. Kebijakan normatif ketenagakerjaan mengkaji hubungan antara pekerja
dan pengusaha. Hubungan ini merupakan suatu sistem sikap dan perilaku yang terbentuk diantara para pelaku proses produksi barang dan jasa, yaitu pekerja,
pengusaha, pemerintah dan masyarakat. Hubungan ini dapat digambarkan dalam bentuk pola kerja sama, konflik dan penyelesaian konflik antara pekerja dan
pengusaha. Norma-norma hubungan kerja yang menjadi kebijakan ketenagakerjaan di
Indonesia meliputi kebijakan tentang pengupahan, hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha, pengaturan tentang penyelesaian perselisihan termasuk
didalamnya pemogokan kerja, pengaturan tentang pemutusan hubungan kerja termasuk didalamnya uang pesangon, pengaturan jam kerja, pengaturan organisasi
pekerja termasuk serikat pekerja, jaminan sosial tenaga kerja, pelatihan dan lain- lain. Sebagai contoh, keputusan Menteri no. 150 tahun 2000, Undang-undang
ketenagakerjaan no.13 tahun 2003 dan Undang-undang no. 2 2004 tentang penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Ketiga kebijakan ini membuat beban