1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Permendiknas RI nomor 22 Tahun 2006 tentang standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah bahwa dalam setiap kesempatan
pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi contexstual problem. Dengan membahas masalah
sesuai dengan konteks kehidupan dan situasi disekitar siswa maka secara bertahap siswa dibimbing untuk menguasai konsep matematika. Pembelajaran
matematika akan lebih menarik jika dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi mengajar dan sekaligus melibatkan peran aktif siswa
dalam proses pembelajaran. Permendiknas RI nomor 41 Tahun 2007 menyebutkan bahwa proses
pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah harus interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi siswa untuk
berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreatifitas, dan kemandirian sesuai dengan minat, bakat, dan perkembangan
fisik serta psikologi siswa. Seiring dengan tujuan tersebut maka harus ada kesiapan dari seorang guru dalam mendesain pembelajaran yang inspiratif,
menyenangkan, menantang, dan memotivasi siswa untuk berperan aktif didalam pembelajaran.
2
Berdasarkan UU nomor 23 Th 2002 tentang perlindungan anak menyatakan bahwa anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran
dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasan sesuai dengan minat dan bakatnya. Maka melalui Permendiknas RI nomor 22 tahun
2006 menetapkan bahwa pendekatan tematik sebagai pendekatan pembelajaran yang harus dilakukan pada siswa Sekolah Dasar terutama pada
siswa kelas rendah kelas I s.d III. Menurut BSNP 2006:35 penetapan pendekatan tematik dalam pembelajaran di SD dikarenakan perkembangan
peserta didik pada kelas rendah Sekolah Dasar, pada umumnya berada pada tingkat perkembangan yang masih melihat segala sesuatu sebagai satu
keutuhan holistik serta baru mampu memahami hubungan antara konsep secara sederhana. Didalam pembelajaran antara pelajaran satu dengan yang
lainnya selalu dikaitkan menjadi satu dan sebisa mungkin tidak nampak antar mata pelajarannya. Berdasarkan hal ini didalam pelaksanaan pembelajaran
dikelas II harus menggunakan pendekatan tematik. Menurut Slavin 1994 disebutkan siswa harus menemukan sendiri dan
mentransformasi informasi komplek, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama itu sudah tidak sesuai. Bagi siswa agar benar-benar
memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha
susah payah dengan ide-ide. Satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan
kepada siswa namun siswa harus membangun sendiri pengetahuan yang ada
3
dibenaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberikan siswa kesempatan untuk menemukan dan menerapkan ide-ide
mereka sendiri, dan membelajarkan siswa dengan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi siswa anak tangga
yang membawa siswa kepemahaman yang lebih tinggi dengan catatan sendiri yang harus memanjatnya.
Ruang lingkup mata pelajaran matematika pada satuan pendidikan SDMI meliputi aspek-aspek sebagai berikut 1 bilangan, 2 geometri dan
pengukuran, serta 3 pengolahan data. Oleh karena itu matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk
membekali peserta didik dengan kemampuan-kemampuan tersebut. Menurut
Fathani 2009:75 matematika merupakan salah satu ilmu dasar yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari dan harus dikuasai oleh setiap
manusia terutama oleh siswa sekolah. Akan tetapi dalam perkembangannya matematika dianggap sebagai pelajaran yang sulit dan kurang disukai oleh
sebagian orang. Menurut Susilo dalam Fathani 2009:77 ada beberapa mitos negatif yang berkembang dalam masyarakat mengenai matematika salah satu
diantaranya adalah anggapan bahwa untuk mempelajari matematika diperlukan bakat istimewa yang tidak dimiliki setiap orang. Kebanyakan
orang berpandangan bahwa untuk mempelajari matematika diperlukan kecerdasan yang tinggi, akibatnya bagi mereka yang merasa kecerdasannya
rendah tidak termotivasi untuk belajar matematika.
4
Berdasarkan temuan dari Depdiknas 2002 dalam Trianto 2007, dalam proses pembelajaran selama ini siswa hanya menghafal konsep dan kurang
mampu menggunakan konsep tersebut jika menemui masalah dalam kehidupan nyata yang berhubungan dengan konsep yang dimiliki. Lebih jauh
lagi bahkan siswa kurang mampu menentukan masalah dan merumuskannya. Hal ini bertolak belakang dengan teori kontruktivisme yang menyatakan
bahwa siswa harus membangun konsep sendiri dan bukan sekedar menghafalkan.
Keadaan yang terjadi di kelas IIA SDN Tambakaji 01 Semarang tahun ajaran 20102011, berdasarkan observasi yang dilakukan oleh penulis pada
tanggal 28 Agustus – 27 Oktober di SDN Tambakaji 01 Semarang serta hasil wawancara, catatan dan hasil belajar sebelumnya yang diperoleh dari guru
kelas keadaan yang terjadi adalah sebagai berikut: Ketika guru mengajukan pertanyaan maka tidak ada yang menjawab pertanyaan guru jika tidak
ditunjuk oleh guru secara langsung. Siswa mau maju kedepan kelas diiming- imingi akan diberikan penghargaan. Jumlah penghargaan terbatas sehingga
jika penghargaan sudah habis siswa harus ditunjuk oleh guru baru mau menjawab pertanyaan guru. Guru hanya memberikan evaluasi dan hasilnya
hanya dibagikan begitu saja kepada murid tanpa ada penghargaan bagi siswa yang mendapatkan nilai terbaik sehingga siswa merasa biasa saja dengan nilai
yang diperolehnya dan tidak berkeinginan mendapat nilai lebih tingi dibandingkan teman lainnya. Ketika menjawab soal yang diberikan guru
siswa asal mengerjakan saja yang penting semua soal sudah dikerjakan.
5
Dalam pembelajaran sudah menggunakan media tetapi jumlahnya hanya ada 1 yaitu media yang dipajang didepan kelas saja dan tidak semua anak
disediakan media sendiri-sendiri sehingga siswa hanya bisa menggunakannya secara bergantian. Media juga cenderung lebih banyak digunakan guru
daripada siswa. Dalam pembelajaran guru lebih banyak berceramah sedangkan siswa hanya mendengarkan dan hanya duduk dibangkunya
masing-masing tanpa melakukan aktivitas. Padahal siswa karakteristik anak SD adalah senang beraktivitas. Hal ini cenderung membuat siswa merasa
tidak senang. Siswa yang tidak mendapat giliran menggunakan media cenderung merasa bosan dan siswa lebih asyik bermain sendiri. Siswa bisa
mengerjakan soal yang diberikan jika dibimbing oleh guru tetapi ketika diberikan soal evaluasi dan mengerjakan sendiri siswa merasa kesulitan. Hal
ini antara lain dikarenakan anak belajar dengan sistem menghafal. Sesuai dengan hasil catatan pengamatan, dilapangan terjadi pembelajaran
yang kurang menyenangkan, guru kurang terampil dalam menggunakan model dan media pembelajaran, dan siswa yang kurang aktif mengikuti
kegiatan pembelajaran. Pembelajaran yang seperti ini mengakibatkan kurang berhasilnya proses pembelajaran dengan ditunjukan 65 siswa yaitu 27 dari
42 siswa kelas II siswa mendapapat nilai dibawah KKM pada pelajaran
Matematika. Dengan nilai terendah 7 dan nilai tertinggi 100. Serta rata-rata
kelas yang diperoleh adalah 50, 62. Padahal batas nilai ketuntasan di SDN Tambakaji 01 Semarang untuk mata pelajaran matematika adalah
≥ 65.
6
Berdasarkan hal ini maka penulis memiliki dorongan dan ketertarikan mengadakan PTK dengan menggunakan model KAM dikarenakan model
KAM memiliki beberapa keunggulan seperti menimbulkan rasa persaingan yang sehat antar siswa, siswa menjadi lebih aktif dalam pembelajaran dan
senang mengikuti pembelajaran, menimbulkan rasa kerja sama dan kompetisi yang tinggi antara siswa satu dengan yang lain, dan meningkatkan
keterampilan guru dalam menggunakan model pembelajaran dan media pembelajaran yang dapat menarik minat siswa dalam mengikuti pelajaran.
Berdasarkan diskusi peneliti bersama kolaborator memilih menggunakan model KAM didalam melaksanakan kegiatan pembelajaran dan model KAM
diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan yang terjadi tersebut sehingga kualitas pembelajaran matematika dapat meningkat.
Pembelajaran KAM merupakan modifikasi dari model pembelajaran Team Games Tourament
TGT dan Pembelajaran Aktif Kreatif Efisien dan Menyenangkan PAKEM. Tetapi karena kelas II termasuk kelas rendah
maka dalam pelaksanaannya tetap dipadukan dengan pendekatan tematik. Model TGT merupakan salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif
yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan
mengandung unsur permainan dan reinforcement, Sedang PAKEM merupakan pembelajaran yang menggunakan pendekatan kontekstual yang
menempatkan siswa sebagai subjek yang aktif mengkonstruksi pengetahuannya dengan menggunakan informasi yang diperoleh dari situasi
7
nyata atau yang dapat dibayangkan Depdiknas, 2007. Pembelajaran tematik merupakan pembelajaran terpadu melalui tema sebagai pemersatu dengan
memadukan beberapa model sekaligus yang bisa dikaitkan satu sama lain. Dari ulasan latar belakang tersebut diatas maka peneliti akan mengkaji
melalui penelitian tindakan kelas dengan judul “Peningkatan kualitas pembelajaran matematika melalui model kompetisi aktif menyenangkan
KAM pada siswa kelas II SDN Tambakaji 01 Semarang”.
B. Rumusan masalah dan Pemecahan masalah