I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
Pola konsumsi masyarakat Indonesia pada umumnya tidak lepas dari beras sebagai makanan pokok sehari-hari. Perkembangan industri dan semakin
bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, secara otomatis mengurangai lahan pertanian yang memproduksi beras. Sehingga diperlukan perubahan pola
konsumsi yang berbasis beras dengan bahan pangan lain. Terdapat beberapa jenis sumber karbohidrat selain beras yang dapat
dikembangkan, misalnya ubi jalar, ubi kayu, sukun, kentang, sagu, dan lain- lain. Keterbatasan produksi beras dapat ditanggulangi dengan dilakukannya
diversifikasi pangan. Untuk mengurangi ketergantungan terhadap beras maka perlu dilakukan pengembangan bahan pangan lain yang potensial. Tepung
sagu merupakan salah satu bahan pangan potensial yang dapat digunakan untuk substitusi beras sebagai makanan pokok.
Sagu merupakan salah satu pohon penghasil karbohidrat yang perlu diperhatikan dalam rangka diversifikasi pangan, mengingat potensinya yang
besar tetapi belum diupayakan secara maksimal. Sehingga perlu diupayakan pengembangan produk berbasis sagu untuk mengurangi ketergantungan
terhadap beras. Kandungan kalori sagu relatif sama dengan kalori yang dikandung oleh ubi kayu atau kentang Djoefrie, 1999, oleh karena itu sagu
merupakan salah satu komoditas pangan yang dapat menjawab tantangan di bidang penyediaan pangan.
Potensi produksi maupun luas sagu di Indonesia sangat besar, tetapi baru sebagian kecil yang dimanfaatkan. Indonesia memiliki sekitar 21 juta
hektar lahan yang potensial dan memungkinkan untuk tanaman sagu, tapi secara pastinya belum diketahui. Sekitar 95 pertumbuhan pohon sagu terjadi
secara alami Bintoro, 2000. Perkiraan potensi sagu mencapai 27 juta ton pertahun. Namun baru sekitar 300-500 ribu ton pati sagu yang digunakan
setiap tahunnya Djoefrie, 1999. Pemanfaatan sagu di Indonesia umumnya masih dalam bentuk pangan
tradisional, misalnya dikonsumsi dalam bentuk makanan pokok seperti
papeda. Disamping itu sagu juga dikonsumsi sebagai makanan pendamping seperti sagu lempeng, sinoli, bagea dan lain-lain Harsanto, 1986. Disamping
sebagai bahan pangan, sagu dapat digunakan sebagai bahan baku berbagai macam industri seperti industri pangan, industri perekat, kosmetika dan
industri lainnya Haryanto dan Pangloli, 1992. Dengan melihat potensi sagu yang sangat besar sebagai sumber kalori
pengganti beras, maka diperlukan pengembangan tepung sagu tidak hanya terbatas pada pati sagu. Diharapkan proses pembuatan tepung sagu akan
memperbaiki sagu baik dari segi mutu maupun proses pembuatannya. Mudah atau tidaknya memproduksi suatu produk akan mempengaruhi minat
masyarakat untuk mengembangkan produk tersebut. Sehingga perlu dilakukan penelitian yang dapat mempermudah produksi tepung sagu. Ada beberapa hal
yang dapat membantu pembuatan tepung sagu diantaranya adalah prosedur pengeringan yang jelas, penanganan bahan baku dan penyimpanan yang baik.
Selain pembuatan tepung, pengembangan produk baru berbasis tepung sagu yang dapat diterima oleh seluruh kalangan masyarakat juga perlu diperhatikan.
Sehingga tepung sagu tersebut dapat dimanfaatkan sesuai dengan yang diharapkan.
Dalam pengembangan produk baru dengan bahan dasar tepung sagu, harus ditentukan produk yang tepat dan sesuai dengan sifat-sifat fisik dari
tepung sagu tersebut agar diperoleh produk yang sesuai dengan keinginan
konsumen. Penelitiaan ini dilakukan untuk mengetahui sifat reologi adonan
tepung sagu dengan menggunakan brabender amilograf dan farinograf. Dengan mengetahui sifat fisik tepung sagu, maka pengembangan produk dapat
dilakukan dengan menyesuaikan sifat fisik tepung sagu dengan karakteristik produk olahan yang akan dibuat. Ditentukan juga komposisi kimia tepung
sagu tersebut untuk mengetahui kecukupan gizinya apabila dikonsumsi.
B. TUJUAN
Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan proses pengeringan tepung sagu yang optimal. Dalam karakterisasi pengeringan ditentukan
parameter yang harus diperhatikan dalam proses pengeringan, sehingga
diketahui parameter yang digunakan agar proses pengeringan tersebut berjalan secara optimal. parameter yang paling baik dapat digunakan untuk proses
scale up produksi tepung sagu. mengetahui beberapa sifat fisik viskositas,
suhu gelatinisasi dan derajat putih dan sifat kimia komposisi kimia dan serat dari tepung sagu. Dengan mengetahui sifat fisik dan sifat fungsional dari
tepung sagu, maka pengembangan produk baru yang terarah dapat dilakukan.
C. MANFAAT
Penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui sifat fisik dan sifat kimia tepung sagu yang dijadikan dasar dalam pengembangan produk baru berbahan
dasar tepung sagu. Sehingga pengembangan produk dapat dilakukan dengan terarah sesuai dengan sifat fisik dan kimia yang dimiliki oleh tepung sagu dan
produk yang diinginkan oleh konsumen. Scale up produksi tepung sagu lebih mudah dengan diketahuinya parameter yang harus diperhatikan dalam proses
pengeringan.
II. TINJAUAN PUSTAKA A.