Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Landasan Teori 1 Teori

bermutu dan ilmiah supaya dapat memberikan pengetahuan seputar internet yang sehat tidak canggung dan dapat dipertanggungjawabkan. Inilah permasalahan yang membuat peneliti tertarik untuk mengangkatnya dalam sebuah penelitian tentang pola komunikasi orangtua terhadap remaja tentang berinternet sehat di Surabaya. Kota Surabaya adalah tempat bermuaranya segala nilai sosial dan budaya yang mengalir dari kota – kota metropolitas dan nilai barat, dimana warnet banyak didirikan berdekatan dengan institusi – institusi pendidikan. Kota Surabaya kini menjadi suatu kota untuk melakukan modernisasi kehidupan social sehingga mampu mengubah pola – pola kehidupan masyarakat dari yang semula tertutup dalam masyarakat tradisional menjadi perilaku yang terbuka masyarakat modern salah satu cirri dari masyarakat modern, keberanian untuk menghadapi

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah di atas maka dapat dirumuskan sebagai berikut : Bagaimanakah pola komunikasi orangtua dengan anak remaja dalam berinternet sehat di Surabaya ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahuai pola komunikasi orangtua dengan anak remaja dalam berinternet sehat di Surabaya.

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Teoritis

Dapat digunakan untuk menambah wacana komunikasi interpersonal atau komunikasi antar pribadi khususnya tentang pola komunikasi orangtua dengan anak remaja dalam berinternet sehat di Surabaya.

1.4.2 Praktis

Hasil penelitian ini dapat memberi masukan pada orangtua tentang cara berkomunikasi dengan anak remaja mengenai cara berintenet sehat 16 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1 Teori Self Disclosure Teori Self Disclosure sering disebut teori “ Johari Window ” atau Jendela Johari. Jendela Johari terdiri dari empat bingkai. Masing – masing bingkai berfungsi menjelaskan bagaimana tiap individu mengungkapkan dan memahami diri sendiri dalam kaitannya dengan orang lain Lilliweri, 1997 : 49 . Garis besar teoritis Jendela Johari dapat dilihat dalam gambar berikut ini : Penulis tahu Penulis tidak tahu Orang lain tahu 1. TERBUKA 2. BUTA Orang lain tidak tahu 3. TERSEMBUNYI 4. TIDAK KENAL Gambar 2.1 Jendela Johari Tentang Bidang Pengenalan Diri Asumsi Johari bahwa kalau setiap individu bisa memahami diri sendiri maka dia bisa mengendalikan sikap dan tingkah lakunya saat berhubungan dengan orang lain. Bingkai 1. Menunjukkan orang yang terbuka keterbukaan terhadap orang lain. Keterbukaan itu disebabkan dua pihak penulis dan orang lain sama – sama mengetahui informasi, perilaku, sikap, perasaan, keinginan, motivasi, gagasan, dan lain – lain. Johari menyebutkan “ bidang terbuka ”adalah bidang yang paling ideal dalam hubungan dan komunikasi antar pribadi. Bingkai 2. Adalah bidang buta. “ Orang Buta ” adalah orang yang tidak mengetahui banyak hal tentang dirinya sendiri namun orang lain menngetahui banyak hal tentang dia. Bingkai 3. Disebut “ Bidang Tersembunyi ” yang menunjukkan keadaan bahwa berbagai hal diketahui oleh diri sendiri namun orang lain tidak mengetahui tentang dirinya. Bingkai 4. Disebut “ Bidang Tak Dikenal ” yang menunjukkan bahwa berbagai hal tidak diketahui oleh dirinya sendiri dan orang lain. Model Jendela Johari dibangun berdasarkan delapan asumsi yang berhubungan dengan perilaku manusia. Asumsi – asumsi itu menjadi landasan berpikir para kaum humanistik Liliweri, 1997 : 50 . Asumsi pertama, pendekatan terhadap perilaku manusia harus dilakukan secara holistic. Artinya kalau kita hendak menganalisis perilaku manusia maka analisis itu harus menyeluruh sesuai konteks dan jangan terpenggal – penggal. Asumsi kedua, apa yang dialami seseorang atau sekelompok orang hendaklah dipahami melalui presepsi dan perasaan tertentu, meskipun pandangan itu subjektip. Asumsi ketika, perilaku manusia lebih sering emosional bukan rasional. Pendekatan humanistic terhadap perilaku sangat menekankan betapa pentingnya hubungan antar faktor emosi dengan perilaku. Asumsi keempat, setiap individu atau kelompok orang sering tidak menyadari bahwa tindakan – tindakannya dapat menggambarkan perilaku individu atau kelompok itu. Oleh karena itu para pakar aliran humanistic sering mengemukakan pendapat mereka bahwa setiap individu atau kelompok perlu meningkatkan kesadaran sehingga mereka dapat mempengaruhi dan dipengaruhi orang lain. Asumsi kelima, faktor – faktor yang bersifat kualitatif misalnya derajat penerimaan antarpribadi, konflik, kepercayaan antarpribadi merupakan faktor penting yang mempengaruhi perilaku manusia. Asumsi keenam, aspek yang terpenting dari perilaku ditentukan oleh proses perubahan perilaku bukan oleh stuktur perilaku. Berdasarkan asumsi ini maka teori – teori yang dikembangkan oleh kaum humanistic selalu mengutamakan tema – tema perubahan dan pertumbuhan perilaku manusia. Asumsi ketujuh, kita dapat memahami prinsip – primsip yang mengatur perilaku melalui pengujian terhadap pengalaman yang dialami individu. Cara ini relatif lebih baik daripada kita memahami perilaku melalui abstrasi secara deduktif. Asumsi ini mengingatkan kita bahwa orientasi fenomenalogis terhadap perilaku manusia melalui pengamatan empiris dari berbagai pengalaman masih lebih kuat daripada suatu sekedar mengabtrasi perilaku manusia semata. Asumsi kedelapan, perilaku manusia dapat dipahami dalam seluruh kompleksitasnya bukan dari sesuatu yang disederhanakan. Asumsi ini berkaitan erat dengan asumsi pertama yang menganjurkan suatu pendekatan yang holistic terhadap perilaku manusia.

2.2. Internet

Dokumen yang terkait

POLA KOMUNIKASI ORANG TUA DENGAN ANAK HIPERAKTIF (Studi DeskriptifKualitatif Pola Komunikasi Orang Tua Dengan Anak Hiperaktif di Surabaya).

0 0 95

POLA KOMUNIKASI ORANG TUA DENGAN ANAK PEMAIN GAME ONLINE DotA DI SURABAYA ( Studi Deskriptif Kualitatif Pola Komunikasi Orang Tua dengan Anak Pemain Game Online DotA di Surabaya ).

0 1 122

POLA KOMUNIKASI ORANG TUA TUNGGAL DAN ANAK REMAJA DALAM MENCIPTAKAN HUBUNGAN YANG HARMONIS (Studi Deskriptif Kualitatif Pola Komunikasi Orang Tua Tunggal dan Anak Remaja dalam Menciptakan Hubungan yang Harmonis di Surabaya).

4 9 112

POLA KOMUNIKASI ORANG TUA DENGAN ANAK (Studi Deskriptif Kualitatif Pola Komunikasi Orang Tua dengan Anak yang Pengemis).

0 1 99

POLA KOMUNIKASI ANTARA ORANG TUA DENGAN ANAK AUTIS KOTA SURABAYA ( Studi Deskriptif Kualitatif Pola Komunikasi Antara Orang Tua dengan Anak Autis di Surabaya ).

0 1 76

POLA KOMUNIKASI ORANG TUA DENGAN ANAK PEROKOK AKTIF DI SURABAYA (Studi Deskriptif Kualitatif pada Pola Komunikasi Orang Tua dengan Anak Perokok Aktif di Surabaya).

13 35 84

POLA KOMUNIKASI ORANG TUA DENGAN ANAK (STUDY DESKRIPTIF KUALITATIF POLA KOMUNIKASI ORANG TUA YANG BERPROFESI SEBAGAI POLITISI DENGAN ANAK USIA REMAJA).

0 1 84

POLA KOMUNIKASI ORANG TUA DENGAN ANAK PEROKOK AKTIF DI SURABAYA (Studi Deskriptif Kualitatif pada Pola Komunikasi Orang Tua dengan Anak Perokok Aktif di Surabaya)

0 0 21

POLA KOMUNIKASI ANTARA ORANG TUA DENGAN ANAK AUTIS KOTA SURABAYA ( Studi Deskriptif Kualitatif Pola Komunikasi Antara Orang Tua dengan Anak Autis di Surabaya )

0 0 15

POLA KOMUNIKASI ORANG TUA DENGAN ANAK HIPERAKTIF (Studi DeskriptifKualitatif Pola Komunikasi Orang Tua Dengan Anak Hiperaktif di Surabaya)

0 0 14