BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Demam Berdarah Dengue DBD merupakan salah satu penyakit menular yang sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia,
sering muncul sebagai Kejadian Luar Biasa KLB dan menimbulkan kepanikan di masyarakat karena menyebar dengan cepat dan dapat menyebabkan kematian Profil
P2PL, 2005. Demam Berdarah DengueDengue hemorrhagic fever DHF disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui nyamuk Aedes aegypti yang
banyak ditemukan di daerah beriklim tropis dan subtropis Rahayu dkk, 2012. Penyakit ini merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang jumlah
penderitanya cenderung meningkat dan penyebarannya semakin luas Widoyono, 2008. Virus dengue endemis dibeberapa Negara yakni India, Sri Lanka, Thailand,
Myanmar dan Indonesia. Di Negara tersebut ditemukan ke empat tipe virus yakni Den-1, Den-2, Den-3 dan Den-4 Yatim, 2007.
Kasus Demam Berdarah Dengue di Indonesia, tercatat masih tinggi bahkan paling tinggi dibanding negara lain di ASEAN. Di wilayah pengawasan WHO Asia
Tenggara, Indonesia termasuk peringkat kedua berdasarkan jumlah kasus DBD yang dilaporkan. Sejak tahun 1980 jumlah kasus yang dilaporkan lebih dari 10.000 setiap
tahunnya. Jumlah penderita cenderung meningkat dan penyebarannya semakin luas
Universitas Sumatera Utara
menyerang tidak hanya anak-anak tetapi juga golongan umur yang lebih tua Soegijanto, 2006.
Demam Berdarah Dengue pertamakali dilaporkan pada tahun 1968 melalui pelabuhan Surabaya Sutanto, dkk 2008. Sejak saat itu penyakit tersebut menyebar
keberbagai daerah sehingga sampai tahun 1980 seluruh propinsi di Indonesia telah terjangkit DBD Depkes, 2007. Angka kejadian DBD meningkat dan menyebar
keseluruh daerah kabupaten di wilayah Republik Indonesia termasuk kabupaten yang berada di wilayah Propinsi Timor-timur. Pada pengamatan selama kurun waktu 20-25
tahun sejak awal ditemukan kasus DBD, angka KLB penyakit DBD diestimasikan setiap lima tahun dengan angka kematian tertinggi pada tahun 1968 awal ditemukan
kasus DBD dan angka kejadian penyakit DBD tertinggi pada tahun 1988 Soegijanto, 2006.
Angka kesakitan dan kematian DBD diberbagai negara sangat bervariasi dan tergantung pada berbagai macam faktor seperti status kekebalan populasi, kepadatan
vektor dan frekuensi penularan seringnya terjadi penular virus Dengue, prevalensi serotipe virus Dengue dan keadaan cuaca. Di daerah yang sangat endemik di negara
Filipina, Thailand, Myanmar, Malaysia, Singapura dan Vietnam musim epidemik terjadi disaat musim hujan yang hampir setiap tahun terjadi. Banyaknya penderita
sesuai dengan keadaan curah hujan yang hampir setiap tahun terjadi WHO, 2005. Di Indonesia pengaruh musim terhadap demam berdarah dengue meningkat antara
bulan September sampai Nopember dengan mencapai puncaknya antara bulan Maret sampai Mei Soedarmo, 2009.
Universitas Sumatera Utara
Hampir seluruh kota propinsi sudah terjangkit penyakit DBD dan hampir tiap tahun terjadi wabah meskipun bergantian dari satu kota ke kota lain Yatim, 2007.
Salah satunya adalah Propinsi Sumatera Utara dimana jumlah kabupatenkota yang terjangkit DBD ada 22 kabkota tahun 2008, tahun 2009 ada 22 kabkota, tahun 2010
ada 22 kabkota dan tahun 2011 ada 23 kabkota. Jumlah kasus DBD di Sumatera Utara tahun 2011 sebanyak 5.987 kasus, jumlah kasus meninggal 78 kasus, Case
Fatality Rate CFR 1,30 dan Incidence Rate IR 45,64 per 100.000 penduduk Ditjen P2PL, 2012.
Berdasarkan data Ditjen Bina Upaya Kesehatan Kemenkes RI 2012, menyatakan bahwa tahun 2010 penyakit Demam Berdarah Dengue menempati urutan
kedua dari sepuluh penyakit rawat inap di Rumah Sakit dengan rincian penderita laki- laki sebanyak 30.232 kasus proporsi kasus 51,14, perempuan sebanyak 28.883
kasus proporsi kasus 48,86, 325 kasus meninggal dan CFR 0,55. Jumlah penderita DBD yang dilaporkan pada tahun 2005 sebanyak 91.089 kasus dengan
Incidance Rate IR tertinggi di Propinsi DKI Jakarta yaitu 296,87 100.000 penduduk dan terendah Propinsi Maluku Utara yaitu 0,1 100.000 penduduk
sedangkan angka kematianCase Fatality Rate CFR tertinggi di Propinsi Riau sebesar 4,82 Profil P2PL, 2005.
Berdasarkan data Profil Dinas Kesehatan Kota Medan 2005, pada tahun 2003 kota Medan mengalami KLB Demam Berdarah Dengue dengan Incidance Rate
IR sebesar 30,09100.000 penduduk dengan jumlah kasus DBD sebanyak 594 kasus
Universitas Sumatera Utara
dengan 9 kasus meninggal CFR 1,5. Tahun 2004, KLB Demam Berdarah Dengue dengan IR 36,68100.000 penduduk dengan kematian 14 kasus CFR 1,89.
Kota Medan merupakan daerah endemis DBD hal ini didukung oleh data penyakit DBD yang semakin meningkat setiap tahunnya. Berikut data keadaan
penyakit DBD di Kota Medan untuk tiga tahun yaitu Januari 2010 sampai Desember 2012, pada tahun 2010 kasus DBD sebanyak 3.122 kasus diantaranya 22 kasus
meninggal CFR 0,70 dengan IR 148100.000 penduduk, tahun 2011 jumlah kasus sebanyak 2.384 kasus diantaranya 18 kasus meninggal CFR 0,75 dengan IR yaitu
113,65100.000 penduduk dan tahun 2012 jumlah kasus sebanyak 1.202 kasus diantaranya 5 kasus meninggal CFR 0,40 dengan IR yaitu 53,82100.000
penduduk. Sesuai target RPJM Depkes, indikator Incidance Rate IR DBD adalah
sebesar 5 per 100.000 penduduk dan untuk Case Fatality Rate CFR sebesar 1 Subdis P2M Dinkes Prop.SU dan Profil Kesehatan KabKota, 2010. Untuk
Incidance Rate DBD Kota Medan adalah 5 per 10.000 penduduk Dinas Kesehatan Kota Medan, 2010.
Berdasarkan data tiga tahun 2010-2012 tercatat tiga kecamatan di Kota Medan dengan jumlah kasus DBD berturut-turut rendah, sedang dan tinggi periode
tahun 2010-2012 yaitu Kecamatan Medan Perjuangan, Medan Barat dan Medan Tuntungan. Dimana jumlah kasus DBD tahun 2010 di Medan Perjuangan sebanyak
96 kasus, tahun 2011 sebanyak 74 kasus dan tahun 2012 sebanyak 63 kasus. Kecamatan Medan Barat dengan jumlah kasus DBD tahun 2010 sebanyak 112 kasus,
Universitas Sumatera Utara
tahun 2011 sebanyak 124 kasus dan tahun 2012 sebanyak 38 kasus. Kecamatan Medan Tuntungan jumlah kasus DBD tahun 2010 sebanyak 189 kasus, tahun 2011
sebanyak 113 kasus dan tahun 2012 sebanyak 78 kasus PMK Dinas Kesehatan Kota Medan.
Banyak faktor yang mempengaruhi DBD antara lain faktor hospes host, lingkungan environtment dan faktor virus itu sendiri. Faktor hospes yaitu
kerentanan susceptability dan respons imun. Faktor lingkungan meliputi kondisi geografis ketinggian dari permukaan laut, curah hujan, angin, kelembaban, kondisi
demografis kepadatan, mobilitas, perilaku, adat istiadat, sosial ekonomi penduduk, jenis dan kepadatan nyamuk sebagai vektor penular penyakit Soegijanto, 2006.
Iklim dan musim merupakan faktor utama yang mempengaruhi terjadinya penyakit infeksi. Iklim dan variasi musim dapat mempengaruhi kehidupan agen penyakit,
reservoir dan vektor Chandra, 2005.
Brisbois dan Ali 2010 menyatakan bahwa penularan beberapa penyakit menular sangat dipengaruhi oleh faktor iklim. Menurut Chandra 2012 variasi
musim juga mempengaruhi penyebaran penyakit melalui arthropoda. Contoh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes selama musim penghujan
karena musim tersebut merupakan saat terbaik bagi nyamuk untuk berkembang biak. Wabah penyakit dengue terjadi diakhir tahun sampai awal tahun depan yaitu
September sampai Maret. Parasit dan vektor penyakit sangat peka terhadap faktor iklim khususnya suhu,
curah hujan, kelembaban, permukaan air dan angin. Penyakit yang tersebar melalui
Universitas Sumatera Utara
vektor vector borne disease seperti malaria dan Demam Berdarah Dengue DBD perlu diwaspadai karena penularan penyakit seperti ini akan semakin meningkat
dengan perubahan iklim. Di banyak negara tropis penyakit ini merupakan penyebab kematian utama Dini dkk, 2010. Habitat vektor DBD di Indonesia dipengaruhi oleh
musim penghujan dan tersedianya air di pemukiman. Musim hujan dengan frekuensi hujan yang tinggi akan meningkatkan jumlah habitat vektor. Sehingga pada musim
hujan kemungkinan jumlah kasus penyakit DBD akan meningkat Fathi dkk, 2005. Bahaya perubahan variabilitas iklim terkait kesehatan diantaranya temperatur
dan curah hujan yang ekstrim, peningatan banjir dan kekeringan, perubahan distribusi vektor penyakit vector borne diseases, peningkatan malnutrisi dan peningkatan
bencana terkait iklim. Variabilitas iklim dapat berpengaruh terhadap epidemiologi penyakit yang ditularan vektor ICCSR, 2010 dalam Adriyani, 2012.
Menurut Wijayanti 2008, diperkirakan suhu akan meningkat 3 C pada tahun
2100, maka akan terjadi peningkatan proses penularan penyakit oleh nyamuk dua kali lipat. Peningkatan penyebaran penyakit terkait dengan perubahan iklim terjadi karena
semakin banyak media, lokasi dan kondisi yang menduung perkembangbiakan bibit penyakit dan media pembawanya. Selain suhu, curah hujan yang lebat juga
meningkat hingga 3 per tahun. Perubahan tersebut mempengaruhi pola kehidupan nyamuk Ae.aegypti dan Ae.albopictus yaitu masa perkembangbiakan nyamuk dewasa
menjadi lebih lama. Menurut Gould dan Higgs 2009 dalam Adriyani 2012, menyatakan bahwa
iklim adalah faktor utama dalam menentukan distribusi geografis dari Arthropoda,
Universitas Sumatera Utara
karakteristik dan siklus hidup Arthropoda, pola hubungan Arbovirus dan transmisi Arthropoda ke host vertebrata.
Berdasarkan survai awal di Stasiun Klimatologi Sampali Medan bahwa Kota Medan mempunyai iklim tropis dengan suhu minimum 23,6-24,4
C dan suhu maksimum berkisar antara 30,2-32,5
C. Kelembaban udara 78-82, kecepatan angin rerata 0,42 mdetik, curah hujan per bulan 230,3 mm.
1.2 Permasalahan
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh keadaan iklim curah hujan,
temperature udara, kelembaban udara dan kecepatan angin terhadap Kejadian
Demam Berdarah Dengue DBD di Kota Medan.
1.3 Tujuan Penelitian