karakteristik dan siklus hidup Arthropoda, pola hubungan Arbovirus dan transmisi Arthropoda ke host vertebrata.
Berdasarkan survai awal di Stasiun Klimatologi Sampali Medan bahwa Kota Medan mempunyai iklim tropis dengan suhu minimum 23,6-24,4
C dan suhu maksimum berkisar antara 30,2-32,5
C. Kelembaban udara 78-82, kecepatan angin rerata 0,42 mdetik, curah hujan per bulan 230,3 mm.
1.2 Permasalahan
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh keadaan iklim curah hujan,
temperature udara, kelembaban udara dan kecepatan angin terhadap Kejadian
Demam Berdarah Dengue DBD di Kota Medan.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh keadaan iklim meliputi curah hujan, temperature udara, kelembaban udara dan kecepatan angin terhadap
kejadian Demam Berdarah Dengue DBD di Kota Medan serta upaya yang akan
dilakukan untuk mengatasinya.
1.4 Hipotesis
Berdasarkan variabel-variabel penelitian yang dilakukan maka hipotesis pada penelitian ini adalah ada pengaruh keadaan iklim terhadap kejadian Demam Berdarah
Dengue DBD di Kota Medan.
Universitas Sumatera Utara
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi Ilmu Pengetahuan Sebagai bahan informasi dasar dalam pengembangan ilmu pengetahuan
mengenai pengaruh keadaan iklim lingkungan terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue DBD di Kota Medan.
1.5.2 Bagi Instansi Pemerintahan yang terkait dan berwenang Dinas Kesehatan Kota Medan. Sebagai bahan masukan dan informasi dalam perencanaan dan
evaluasi program dalam upaya pengendalian Demam Berdarah Dengue DBD di Kota Medan.
1.5.3 Bagi Masyarakat Sebagai bahan informasi kepada masyarakat mengenai pentingnya
mengetahui pengaruh keadaan iklim lingkungan terhadap Kejadian Demam
Berdarah Dengue DBD.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Demam Berdarah Dengue DBD
2.1.1 Definisi
Menurut WHO 2005, definisi Demam Berdarah Dengue adalah penyakit demam akut selama 2-7 hari dengan dua atau lebih manifestasi seperti sakit kepala,
nyeri retro-orbital, mialgia, atralgia, ruam kulit, manifestasi perdarahan, leukopenia, trombositopenia 100.000 sel per mm
3
atau kurang. Menurut Depkes 2005, Demam Berdarah Dengue DBD adalah penyakit
yang disebabkan virus dari golongan Arbovirus yang ditandai dengan demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas berlangsung terus menerus selama 2-7 hari
manifestasi perdarahan peteke, purpura, perdarahan konjungtiva, epistaksis, perdarahan mukosa, perdarahan gusi, hematemesis, melena, hematuri termasuk uji
tourniquet Rumple leede positif, trombositopeni jumlah trombosit ≤ 100.000µl,
hemokonsentrasi peningkatan hematokrit ≥ 20 disertai atau tanpa pembesaran hati
hepatomegali.
2.1.2 Epidemiologi Demam Berdarah Dengue
Aedes aegypti adalah spesies nyamuk tropis dan subtropis yang ditemukan di bumi biasanya antara garis lintang 35 Utara dan 35 Selatan kira-kira berhubungan
dengan musim dingin isoterm 10 C WHO, 1999. Ae. aegypti tersebar luas di
wilayah Asia Tenggara dan terutama di daerah perkotaan. Di wilayah yang agak
Universitas Sumatera Utara
kering misalnya India, Ae. aegypti merupakan vektor perkotaan dan populasinya secara khas berfluktuasi bersama air hujan dan kebiasaan penyimpanan air. Pada
negara lain di Asia Tenggara yang curah hujannya melebihi 200 mmtahun, populasi Ae. aegypti ternyata lebih stabil dan ditemukan di daerah perkotaan, pinggiran kota
dan daerah pedesaan karena kebiasaan penyimpanan air secara tradisional di Indonesia, Myanmar dan Thailand kepadatan nyamuk mungkin lebih tinggi di daerah
pinggiran kota daripada di daerah perkotaan WHO, 2005. Distribusi Ae. aegypti juga dibatasi oleh ketinggian. Ketinggian merupakan
faktor yang terpenting untuk membatasi penyebaran nyamuk Ae. aegypti. Ini biasanya ditemukan di atas ketinggian 1000 meter di atas permukaan laut. Ketinggian yang
rendah kurang dari 500 meter memiliki tingkat kepadatan nyamuk sedang sampai berat. Sementara daerah pegunungan di atas 500 meter memiliki populasi nyamuk
yang rendah. Di negara-negara Asia Tenggara ketinggian 1000 sampai 1500 meter di atas permukaan laut merupakan batas bagi penyebaran Ae. aegypti. Di bagian dunia
lain spesies ini dapat ditemukan di wilayah yang jauh lebih tinggi misalnya di Colombia sampai mencapai 2200 meter WHO, 2005.
Ae. aegypti adalah salah satu vektor nyamuk yang paling efisien untuk
arbovirus arthropod-borne viruses karena nyamuk ini sangat antropofilik dan hidup
dekat manusia dan sering hidup di dalam rumah. Wabah dengue juga telah disertai dengan Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan banyak spesies kompleks Aedes
scutellaris. Setiap spesies mempunyai distribusi geografisnya masing-masing namun mereka adalah vektor epidemik yang kurang efisien dibanding Ae. aegypti. Faktor
penyulit pemusnahan vektor adalah bahwa telur-telur Ae. aegypti dapat bertahan
Universitas Sumatera Utara
dalam waktu lama terhadap desikasi pengawetan dengan pengeringan, kadang selama lebih dari satu tahun WHO, 2005.
Ae. aegypti tersebar luas di seluruh Indonesia walaupun spesies ini ditemukan di kota-kota pelabuhan yang penduduknya padat nyamuk ini juga ditemukan di
pedesaan. Penyebaran Ae. aegypti dari pelabuhan ke desa disebabkan larva Ae. aegypti terbawa melalui transportasi Sutanto dkk, 2008.
Menurut Soedarmo 2009, Arthropoda akan menjadi sumber infeksi selama hidupnya sehingga selain menjadi vektor virus tersebut juga menjadi hospes reservoir
virus itu. Penyelidikan ekologi di Malaysia membuktikan bahwa sejenis kera liar di hutan merupakan reservoir virus dengue Soedarmo, 2009. Demam dengue dapat
terjadi di daerah perkotaan maupun pedesaan. Di daerah perkotaan yang bertindak sebagai vektor utama adalah nyamuk Ae. aegypti sedangkan di daerah pedesaan
nyamuk Aedes albopictus namun tidak jarang kedua spesies tersebut dijumpai baik di daerah pedesaan maupun perkotaan. Hewan primata merupakan sumber infeksi
Dengue di daerah hutan Soedarto,2007. Kasus Demam Berdarah Dengue DBD di Kota Medan yang ditularkan
melalui Ae. aegypti di tiga kecamatan yaitu Kecamatan Medan Barat, Medan Perjuangan dan Medan Tuntungan merupakan kategori wilayah yang rendah, sedang
dan tinggi kasus DBD secara berturut-turut selama tiga periode Januari 2010 sampai Desember 2012 terlihat pada gambar 2.1 dan gambar 2.2 dibawah ini :
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1. Peta Kasus DBD di Kota Medan Tahun 2010 dan 2011 Sumber : Bidang PMK, DKK Medan
Kasus Demam Berdarah Dengue pada tahun 2010 di Kecamatan Medan Perjuangan dengan Incidance Rate berada di warna kuning range IR 5 sampai
1010.000 penduduk, Kecamatan Medan Barat berada pada warna biru range IR 11 sampai 1610.000 penduduk, Kecamatan Medan Tuntungan berada pada warna merah
dengan range IR 16 sampai 3710.000 penduduk. Pada tahun 2011 di Kecamatan Medan Perjuangan dengan Incidance Rate berada di warna kuning range IR 5 sampai
1010.000 penduduk, Kecamatan Medan Barat berada pada warna biru range IR 11 sampai 1610.000 penduduk, Kecamatan Medan Tuntungan berada pada warna merah
dengan range IR 16 sampai 3710.000 penduduk.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2. Peta Kasus DBD di Kota Medan Jan-Sept Tahun 2012
Sumber :Bidang PMK DKK Medan Kasus Demam Berdarah Dengue pada tahun 2012 di Kecamatan Medan
Perjuangan dengan Incidance Rate berada di warna kuning range IR 5 sampai 1010.000 penduduk, Kecamatan Medan Barat berada pada warna biru range IR 11
sampai 1610.000 penduduk, Kecamatan Medan Tuntungan berada pada warna merah dengan range IR 16 sampai 3710.000 penduduk.
2.2 Vektor Penularan DBD
Vektor utama penyakit Demam Berdarah Dengue DBD adalah nyamuk Ae. Aegypti. Ae. aegypti merupakan vektor epidemi yang paling penting sementara
spesies lain seperti Aedes albopictus, Aedes polynesiensis anggota kelompok Aedes scutellaris dan Aedes Finlaya nives juga merupakan sebagai vektor sekunder.
Semua spesies tersebut kecuali Ae. aegypti memiliki wilayah penyebarannya sendiri
Universitas Sumatera Utara
walaupun mereka merupakan vektor yang sangat baik untuk virus dengue, epidemi yang ditimbulkannya tidak separah yang diakibatkan oleh Ae. aegypti WHO, 2005.
2.2.1 Karakteristik Nyamuk Aedes aegypti
a. Sayap dan badannya belang-belang atau bergaris-garis putih,
b. Berkembangbiak di air jernih yang tidak beralaskan tanah seperti bak mandi, WC,
tempayan drum, barang-barang penampung air seperti kaleng, ban bekas, pot tanaman air, tempat minum burung dan lain-lain,
c. Jarak terbang ± 100 meter,
d. Nyamuk betina bersifat ‘multiple biters‘ menggigit beberapa orang karena
sebelum nyamuk tersebut kenyang sudah berpindah tempat, e.
Tahan dalam suhu panas dan kelembaban tinggi Widoyono, 2008.
2.2.2 Taksonomi dan Morfologi 2.2.2.1 Taksonomi
Menurut Richard dan Davis 1977 dalam Soegijanto 2006, kedudukan nyamuk Ae. aegypti dalam klasifikasi animalia adalah sebagai berikut :
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Bangsa : Diptera
Suku : Culicidae
Marga : Aedes
Jenis : Ae. aegypti L.
Universitas Sumatera Utara
2.2.2.2. Morfologi
1. Telur : berbentuk ellips atau oval memanjang, warna hitam, ukuran 0,5-0,8 mm,
permukaan polygonal, tidak memiliki alat pelampung dan di letakkan satu persatu pada benda-benda yang terapung atau pada dinding bagian dalam tempat
penampungan air yang berbatasan langsung dengan permukaan air. Seekor nyamuk betina meletakkan rata-rata 100 butir tiap kali bertelur Sutanto dkk,
2008. 2.
Larva : tubuhnya memanjang tanpa kaki dengan bulu-bulu sederhana yang tersusun bilateral simetris. Larva ini dalam pertumbuhan dan perkembangannya
mengalami empat kali pergantian kulit ecdysis dan larva yang terbentuk berturut-turut disebut larva instar I, II, III dan IV. Larva instar I tubuhnya sangat
kecil, warna transparan, panjang 1-2 mm, duri-duri spinae pada thorax belum begitu jelas dan corong pernafasan belum menghitam. Larva instar II bertambah
besar, ukuran 2,5-3,9 mm, duri dada belum jelas dan corong pernafasan sudah berwarna hitam. Larva instar IV telah lengkap struktur anatominya dan jelas
tubuh dapat dibagi menjadi bagian kepala chepal, dada thorax dan perut abdomen Soegijanto, 2006.
3. Pupa : bentuknya bengkok dengan bagian kepala-dada chepalothorax lebih
besar bila dibandingkan dengan bagian perutnya sehingga tampak seperti tanda baca “koma“. Pada bagian punggung dorsal dada terdapat alat bernafas seperti
trompet. Pupa adalah masa istirahat atau periode tidak aktif pada semua insecta holometabola metamorphosis sempurna, tampak gerakannya lebih lincah bila
Universitas Sumatera Utara
dibandingkan dengan larva. Waktu istirahat pupa sejajar dengan bidang permukaan air. Menetas dalam 1-2 hari menjadi nyamuk.
4. Dewasaimago : tubuhnya tersusun dari tiga bagian yaitu kepala, dada dan perut.
Terdapat tiga pasang tungkai pada toraks, terdapat sayap pada toraks 1-2 pasang atau tidak ada, memiliki sepasang antena, memiliki mata majemuk dan atau mata
tunggal, respirasi melalui stigma atau spirakel, organ reproduksinya terdapat pada ujung abdomen, alat mulut terdiri atas satu pasang mandible rahang, satu pasang
maksila, sebuah labrum bibir atas dan labiumbibir bawah Sembel, D.T.,2009. Alat mulut nyamuk betina tipe penusuk-penghisap pierching-sucking dan lebih
menyukai manusia anthropophagus sedangkan nyamuk jantan bagian mulut lebih lemah sehingga tidak mampu menembus kulit manusia karena itu tergolong
lebih menyukai cairan tumbuhan phytophagus Soegijanto, 2006. Pertumbuhan dari telur sampai menjadi dewasa memerlukan waktu sekitar 9 hari Sutanto,
2008.
2.2.3 Siklus Hidup Nyamuk
Menurut Achmadi 2011, pada dasarnya siklus hidup nyamuk berawal dari peletakan telur oleh nyamuk betina. Dari telur muncul fase kehidupan air yang masih
belum matang disebut larva yang berkembang melalui empat tahap kemudian bertambah ukuran hingga mencapai pupa nyamuk dewasa membentuk diri sebagai
betina atau jantan dan tahap nyamuk dewasa muncul dari pecahan dibelakang kulit pupa. Nyamuk dewasa makan, kawin dan nyamuk betina memproduksi telur untuk
melengkapi siklus dan memulai generasi baru. Beberapa spesies nyamuk hanya satu
Universitas Sumatera Utara
generasi pertahun yang lainnya bisa mempunyai beberapa generasi selama musim dengan kondisi iklim yang menguntungkan. Mereka sangat bergantung pada iklim
dari kondisi lingkungan lokal terutama suhu dan curah hujan. Menurut Wijaya 2010 pada awal dan akhir musim penghujan, setelah hujan
turun akan timbul genangan-genangan kecil air seperti ban-ban bekas, kaleng bekas,vas bunga bekas, bak yang sudah tidak terpakai lagi. Genangan-genangan air
biasanya dimanfaatkan oleh nyamuk Ae.aegypti betina untuk meletakkan telur- telurnya. Telur Ae.aegypti yang belum sempat menetas pada musim penghujan
sanggup bertahan terhadap kekeringan pada musim panas selama beberapa bulan. Pada awal musim penghujan telur-telur ini akan digenangi air kemudian menetas
menjadi larva yang mengakibatkan peningkatan kasus Demam Berdarah Dengue sering terjadi pada awal musim penghujan.
Suhu dapat mempengaruhi tingkat perkembangan dan ketahanan hidup parasit dan vector nyamuk Zhuo et al, 2003. Suhu optimum dalam perkembangbiakan
nyamuk berkisar 20-30 C. Pada suhu hangat periode larva sekitar 4-7 hari dan di
daerah tropis periode kepompong pupa sekitar 1-3 hari Rozendal, 1997. Secara umum suhu yang lebih panas dengan kelembaban yang tinggi merupakan stimulus
perluasan secara geografis dan musim bagi vector penyakit seperti insecta, tikus dan siput Wawolumayo dan Irianto, 2004. Berikut gambar siklus hidup nyamuk Ae.
aegypti :
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3. Siklus Hidup Nyamuk Ae. aegypti Soegijanto, 2006
2.2.4 Etiologi
Menurut Sembel 2009 yang mengutip dari Harwood dan James 1979, Demam Berdarah Dengue disebabkan oleh salah satu dari empat antigen yang
berbeda tetapi sangat dekat satu dengan yang lain yaitu Den-1, Den-2, Den-3 dan Den-4 dari genus Flavivirus. Keempat serotipe virus dapat ditemukan diberbagai
daerah di Indonesia. Serotipe Den-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak menunjukkan manifestasi klinik yang berat.
2.2.5 Manifestasi Klinis DBD
Masa inkubasi dengue pada manusia sekitar 4-5 hari. Gejala keluhan awal dengue tidak spesifik berlangsung sekitar 1-5 hari berupa demam ringan, sakit kepala
dan malaise. Demam yang terjadi berlangsung secara mendadak kemudian dalam waktu 2-7 hari menuju suhu normal. Bersamaan dengan berlangsungnya demam
gejala klinik yang tidak spesifik misalnya anoreksia, nyeri punggung, nyeri tulang dan sendi, rasa lemah dan nyeri kepala dapat menyertainya Soedarto, 2003.
Universitas Sumatera Utara
Kasus khas DHF ditandai oleh empat manifestasi klinis mayor yaitu demam tinggi, fenomena hemorragis, sering hepatomegali dan kegagalan sirkulasi.
Trombositopenia sedang sampai nyata dengan hemokonsentrasi secara bersamaan adalah temuan laboratorium klinis khusus dari DHF WHO, 1999. Walaupun
umurnya pendek yaitu kira-kira 10 hari Ae. aegypti dapat menularkan virus dengue yang masa inkubasinya 3-10 hari Sutanto, 2008.
2.2.6 Gejala Demam Berdarah Dengue
Menurut Sembel 2009 mengemukakan gejala-gejala fase akut Demam Berdarah Dengue sebagai berikut :
a. Gejala awal
: demam, sakit kepala, gatal-gatal pada otot, gatal-gatal pada persendian, rasa tidak enak badan malaise, kehilangan nafsu makan, muntah-
muntah. b.
Gejala fase akut : status seperti terguncang shock-like state berkeringat banyak diaphoretic, keringat basah. Ketidaktenangan restlessness yang diikuti dengan
gejala yang lebih parah, bintik-bintik darah pada permukaan kulit petechiae, bintik-bintik darah di bawah kulit ecchymosis, ruam rash.
Menurut WHO 1995, tanda dan gejala klinis DBD adalah sebagai berikut : a.
Gejala klinis : demam tinggi mendadak yang berlangsung 2-7 hari, manifestasi perdarahan uji tourniquet, perdarahan spontan berbentuk peteke, purpura,
ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, melena, hepatomegali, renjatan, nadi cepat dan lemah, tekanan darah menurun, nadi tidak teraba, kulit
dingin dan anak gelisah.
Universitas Sumatera Utara
b. Laboratorium : Trombositopeni 100.000 selml, hemokonsentrasi kenaikan
Ht 20 dibandingkan fase konvalesen.
Menurut WHO 1995 Demam Berdarah DengueDengue Hemorrhagic Fever diklasifikasikan menjadi empat tingkatan keparahan dimana derajat III dan IV
dianggap Sindrom Syok Dengue DSS. Adanya trombositopenia dengan disertai hemokonsentrasi membedakan derajat I dan II dari DHF dan DF Dengue Fever.
Derajat I : Demam disertai dengan gejala konstitusional non spesifik, satu-
satunya manifestasi perdarahan adalah tes tourniquet positif danatau mudah memar.
Derajat II : Perdarahan spontan selain manifestasi pasien pada Derajat I,
biasanya pada bentuk perdarahan kulit atau perdarahan lain. Derajat III
: Gagal sirkulasi dimanifestasikan dengan nadi cepat dan lemah serta penyempitan tekanan nadi atau hipotensi dengan adanya kulit
dingin dan lembab serta gelisah. Derajat IV
: Syok hebat dengan tekanan darah atau nadi tidak terukur.
2.2.7 Mekanisme Penularan
Virus masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk Ae.aegypti. Sewaktu menggigit untuk menghisap darah virus berkembangbiak di dalam kelenjar
liur dipangkal belalai nyamuk. Virus hidup dan berkembang subur di dalam darah manusia. Keadaan ini disebut viremia yaitu berkembang virus di dalam darah Yatim,
2007. Virus kemudian berkembang di dalam nyamuk selama periode 8-10 hari
sebelum ini dapat ditularkan ke manusia lain selama menggigit atau menghisap darah
Universitas Sumatera Utara
selanjutnya. Lama waktu yang diperlukan untuk inkubasi ekstrinsik tergantung pada kondisi lingkungan sekitarnya WHO, 1999. Sebagai reaksi tubuh melawan benda
asing didalam tubuh timbul panas badan yang secara alami maksudnya untuk melebarkan lumen pembuluh darah untuk mempercepat aliran darah hingga zat
penangkal yang secara normal ada di dalam darah bisa segera memusnahkan benda asing tersebut Yatim, 2007.
Menurut Soegijanto 2006, virus ditularkan ke manusia melalui kelenjar saliva nyamuk kemudian virus bereplikasi dalam organ target, virus menginfeksi sel
darah putih dan jaringan limfatik, virus dilepaskan dan bersikulasi dalam darah manusia, virus yang ada dalam darah tertelan nyamuk kedua virus bereplikasi atau
melipatgandakan diri dalam perut nyamuk lainnya menginfeksi kelenjar saliva dan virus bereplikasi dalam kelenjar saliva. Berikut bagan kejadian infeksi virus dengue
Gambar 2.4 :
Gambar 2.4. Bagan Kejadian Infeksi Virus Dengue Soegijanto, 2006
Universitas Sumatera Utara
Jika nyamuk Ae. aegypti menggigit penderita demam berdarah maka virus dengue masuk ke dalam tubuh nyamuk, virus berkembangbiak dan menyebar ke
seluruh tubuh bagian nyamuk dan sebagian besar berada di kelenjar liur. Selanjutnya waktu nyamuk menggigit orang lain air liur bersama virus dengue dilepaskan terlebih
dahulu agar darah yang dihisap tidak membeku dan pada saat inilah virus dengue ditularkan ke orang lain. Di dalam tubuh manusia virus berkembangbiak dalam
system retikuloendotelial dengan target utama virus dengue adalah APC antigen presenting cells dimana pada umumnya berupa monosit atau makrofag jaringan
seperti sel Kupffer dari hepar dapat juga terkena. Viremia timbul pada saat menjelang gejala klinis tampak hingga 5-7 hari setelahnya. Virus bersikulasi dalam darah perifer
di dalam sel monositmakrofag, sel limfosit B dan sel limfosit T. Manifestasi klinis infeksi virus dengue tergantung pada berbagai faktor yang mempengaruhi daya tahan
tubuh penderita. Terdapat berbagai keadaan mulai dari tanpa gejala asimtomatis, demam dengue, demam berdarah dengue dan sindrom syok dengue Soegijanto,
2006 . Berikut bagan spektrum klinis infeksi virus dengue Gambar 2.5:
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.5. Bagan Spektrum Demam Berdarah Dengue WHO, 2005
2.2.8 Patogenesis dan Patofisiologi 2.2.8.1 Patogenesis
Infeksi virus terjadi melalui gigitan nyamuk, virus memasuki aliran darah manusia untuk kemudian bereplikasi memperbanyak diri. Sebagai perlawanan
tubuh akan membentuk antibodi selanjutnya akan terbentuk kompleks virus-antibodi dengan virus yang berfungsi sebagai antigennya. Kompleks antigen-antibodi tersebut
akan melepaskan zat-zat yang merusak sel-sel pembuluh darah yang disebut dengan proses autoimun. Proses tersebut menyebabkan permeabilitas kapiler meningkat yang
salah satunya ditunjukkan dengan melebarnya pori-pori pembuluh darah kapiler. Hal
Universitas Sumatera Utara
tersebut akan mengakibatkan bocornya sel-sel darah antara lain trombosit dan eritrosit. Akibatnya tubuh akan mengalami perdarahan mulai dari bercak sampai
perdarahan hebat pada kulit, saluran pencernaan muntah darah, berak darah, saluran pernafasan mimisan, batuk darah dan organ vital jantung, hati, ginjal yang sering
mengakibatkan kematian Widoyono, 2008.
2.2.8.2 Patofisiologi
Menurut WHO 2004, Patofisiologi Demam Berdarah Dengue ada dua perubahan yang terjadi yaitu :
a. Meningkatnya permeabilitas pembuluh darah mengakibatkan kebocoran plasma,
hipovolemia dan syok. Demam Berdarah Dengue memiliki ciri yang unik karena kebocoran plasma khusus ke arah rongga pleura dan peritoneum selain itu
periode kebocoran cukup singkat 24-48 jam. b.
Hemostasis abnormal terjadi akibat vaskulopati, trombositopenia sehingga terjadi berbagai jenis manifestasi perdarahan.
2.2.9 Gambaran Klinis
Gambaran klinis penderita dengue terdiri atas tiga fase yaitu fase febris, fase kritis dan fase pemulihan.
a. Fase Febris : demam mendadak tinggi 2-7 hari, disertai muka kemerahan,
eritema kulit, nyeri seluruh tubuh, mialgia, artralgia dan sakit kepala. Pada beberapa kasus ditemukan nyeri tenggorok, infeksi faring dan konjungtiva,
anoreksia, mual dan muntah. Pada fase ini dapat pula ditemukan tanda perdarahan seperti petekie, perdarahan mukosa walaupun jarang dapat pula
terjadi perdarahan pervaginam dan perdarahan gastrointestinal.
Universitas Sumatera Utara
b. Fase Kritis : terjadi pada hari 3-7 sakit dan ditandai dengan penurunan suhu
tubuh disertai kenaikan permeabilitas kapiler dan timbulnya kebocoran plasma yang biasanya berlangsung selama 24-48 jam. Kebocoran plasma
sering didahului oleh lekopeni progresif disertai penurunan hitung trombosit. Pada fase ini dapat terjadi syok.
c. Fase Pemulihan : bila fase kritis terlewati maka terjadi pengembalian cairan
ekstravaskuler ke intravaskuler secara perlahan pada 48-72 jam setelahnya. Keadaan umum penderita membaik, nafsu makan pulih kembali,
hemodinamik stabil dan diuresis membaik Sudjana, 2010.
2.2.10 Penatalaksanaan
Pada dasarnya terapi DBD adalah bersifat suportif dan simtomatis. Penatalaksanaan ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat kebocoran
plasma dan memberikan terapi substitusi komponen bilamana diperlukan Chen dkk, 2009 . Pengobatan yang spesifik untuk DBD tidak ada karena obat terhadap virus
dengue belum ada. Oleh karena itu prinsip dasar pengobatan penderita DBD adalah penggantian cairan tubuh yang hilang karena kebocoran plasma Depkes, 2005.
Menurut Soedarto 2007, sampai saat ini untuk virus dengue tidak ada obat yang spesifik untuk memberantasnya. Pengobatan ditujukan untuk mengatasi akibat
perdarahan atau syok dan untuk meningkatkan daya tahan tubuh penderita serta terapi simtomatis untuk mengurangi gejala dan keluhan penderita. Menurut Soegijanto
2006 penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue yang disertai syok yang mengidap penyulit perdarahan, sepsis yang dimungkinkan untuk dapat ditolong dengan temuan
Universitas Sumatera Utara
obat baru yang dapat mencegah proses pembekuan darah dan obat antibiotika generasi baru yang masih dapat mengatasi resistensi kuman. Penatalaksanaan kasus
DBD yang memungkinkan untuk berobat jalan dan kasus DBD yang dianjurkan rawat tinggal yaitu kasus DBD derajat I dan II. Sedangkan kasus DBD derajat III dan
IV merupakan kasus DBD dengan penyulit.
2.2.11 Pengendalian Vektor DBD
Menurut Sukowati 2010, Vaksin untuk pencegahan terhadap infeksi virus dan obat untuk penyakit Demam Berdarah DBDBD belum ada dan masih dalam
proses penelitian sehingga pengendaliannya terutama ditujukan untuk memutus rantai penularan yaitu dengan pengendalian vektornya. Beberapa metode pengendalian
vektor di tingkat pusat dan di daerah adalah : 1
Manajemen Lingkungan adalah upaya pengelolaan lingkungan untuk mengurangi bahkan menghilangkan habitat perkembangbiakan nyamuk vektor
sehingga akan mengurangi kepadatan populasi. 2
Pengendalian Biologis merupakan upaya pemanfaatan agen biologi untuk pengendalian vektor DBD. Beberapa agen biologis tersebut adalah dari
kelompok bakteri yang mengandung endotoksin dan mampu membunuh larva adalah Bacillus thuringiensis serotipe H 14 Bt.H-14 dan Bacillus sphaericus
Bs, predator seperti ikan pemakan jentik ikan kepala timah, ikan cupang dan cylop Copepoda.
3 Pengendalian Kimiawi yaitu pengunaan insektisida yaitu malathion,
Permethrin, Lambdacyhalothrin dan Pirimiphos methyl.
Universitas Sumatera Utara
4 Partisipasi Masyarakat merupakan proses panjang dan memerlukan
ketekunan, kesabaran dan upaya dalam memberikan pemahaman dan motivasi kepada
individu, kelompok, masyarakat bahkan pejabat secara berkesinambungan. Program yang melibatkan masyarakat adalah melakukan 3
M Plus atau Pemberantasan Sarang Nyamuk PSN. 5
Perlindungan Individu untuk melindungi pribadi dari risiko penularan virus DBD dengan menggunakan repellent, pakaian yang mengurangi gigitan
nyamuk, baju lengan panjang, memasang kelambu saat tidur, memasang kawat kasa. Insektisida rumah tangga seperti semprotan aerosol dan repellent
obat nyamuk bakar dan repellent oles. 6
Peraturan Perundangan diperlukan untuk memberikan payung hukum dan melindungi masyarakat dari risiko penularan DBDBD. Seluruh Negara
mempunyai undang-undang tentang pengawasan penyakit yang berpotensi wabah seperti DBD dengan memberikan kewenangan kepada petugas
kesehatan untuk mengambil tindakan atau kebijakan untuk mengendalikannya Sukowati, 2010.
2.3 Ekologi Vektor
Ekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara organisme dengan habitat lingkungannya Setiono, dkk, 2007. Penyakit DBD
melibatkan tiga organisme yaitu virus dengue, nyamuk Ae. aegypti dan host manusia. Untuk memahami penyakit yang ditularkan vektor dan untuk pengendalian penyakit
Universitas Sumatera Utara
sebagai ekosistem alam dimana subsistem yang terkait dalam ekosistem ini adalah virus, nyamuk Ae. aegypti, manusia, lingkungan fisik dan lingkungan biologi
Depkes, 2007. a.
Virus dengue. Virus ini termasuk dalam genus Flavivirus dari family Flaviviridae terdiri dari 4 serotipe yaitu Den-1, Den-2, Den-3 dan Den-4.
b. Nyamuk Ae. aegypti merupakan vektor yang menularkan virus dengue melalui
gigitan nyamuk dari orang sakit ke orang sehat. c.
Manusia merupakan sebaran inang organisme dimana parasit hidup dan mendapatkan makanan untuk penyakit DBD.
d. Lingkungan fisik meliputi :
1 Tempat Penampungan Air TPA baik di dalam maupun di luar rumah
sebagai tempat perindukan nyamuk Ae. aegypti. 2
Ketinggian tempat, dengan ketinggian 1000 meter di atas permukaan laut tidak ditemukan nyamuk Ae. aegypti.
3 Curah hujan menambah genangan air sebagai tempat perindukan dan
kelembaban udara terutama untuk daerah pantai. 4
Kecepatan angin juga mempengaruhi pelaksanaan pemberantasan vektor dengan cara fogging.
5 Suhu udara mempengaruhi perkembangan virus di dalam tubuh nyamuk
Depkes, 2007.
Universitas Sumatera Utara
2.3.1 Faktor Host Penjamu
WHO 2005, virus dengue menginfeksi manusia dan beberapa spesies primata yang lebih rendah. Manusia merupakan reservoir utama virus di wilayah
perkotaan. Penelitian yang dilakukan di Malaysia dan Afrika menunjukkan bahwa bangsa kera juga dapat terinfeksi dan kemungkinan merupakan penjamu reservoir
walaupun signifikansi epidemiologi dan observasi tersebut tetap dibuktikan. Strain virus dengue dapat tumbuh dengan baik pada kultur jaringan insecta dan sel mamalia
setelah diadaptasikan. 2.3.2 Faktor lingkungan
Lingkungan adalah kondisi atau faktor yang berpengaruh yang bukan bagian dari agen maupun penjamu tetapi mampu menginfeksi agen penjamu. Lingkungan
dalam penelitian ini meliputi lingkungan fisik curah hujan, kecepatan angin, kelembaban dan temperatursuhu udara. Kualitas dan kuantitas berbagai komponen
lingkungan yang utamanya berperan sebagai faktor yang menentukan terjadinya atau
tidak terjadinya transmisi agen ke host Soemirat, 2005.
2.4 Bionomik Vektor
Bionomik adalah ilmu biologi yang menerangkan hubungan organisme dengan lingkungannya. Bionomik nyamuk meliputi perilaku bertelur, larva, pupa dan
dewasa. Misalnya perilaku menggigit, tempat dan waktu kapan bertelur, perilaku perkawinan. Iklim dalam hal ini berperan besar dalam menentukan bionomik nyamuk
Achmadi,2008.
Universitas Sumatera Utara
1 Perilaku Makan
Menurut Sutanto 2008, Ae. aegypti sangat antropofilik menghisap darah manusia, walaupun ia bisa makan dari hewan zoofilik. Menurut Achmadi
2011, nyamuk betina membutuhkan protein untuk memproduksi telur yang didapatkannya dari darah. Nyamuk tertarik pada host berdasarkan faktor-
faktor yang berbeda. Semakin hangat suhu dan semakin tinggi kelembaban sekitar host ditambah dengan gerakan host dan perbedaan warna disekitar
mereka akan lebih mempermudah nyamuk untuk mendekati host dan menghisap darahnya demi kelangsungan keturunannya. Sumber darah secara
epidemiologis adalah penting karena beberapa mikroorganisme patogen dan parasit yang menyebabkan penyakit dihubungkan dengan host tertentu.
Nyamuk yang mencari makan pada burung danatau host mamalia dan juga pada manusia disebut perilaku mencari makan oportunistik.
Menurut Sutanto 2008, sebagai hewan nocturnal kebiasaan yang aktif pada malam hari nyamuk betina memiliki dua periode aktivitas menggigit,
pertama di pagi hari diurnal selama beberapa jam setelah matahari terbit dan sore hari selama beberapa jam sebelum gelap. Ae. aegypti biasanya tidak
menggigit di malam hari tetapi akan menggigit saat malam di kamar yang terang. Kebiasaan menggigit Ae. aegypti pada pagi hari hingga sore yaitu
pukul 08.00 - 10.00 dan pukul 15.00 -17.00. Lebih banyak menggigit di dalam rumah daripada di luar rumah.
Universitas Sumatera Utara
2 Perilaku Istirahat
Ae. aegypti suka beristirahat di tempat yang gelap, lembap dan tersembunyi dalam rumah atau bangunan termasuk kamar tidur, kamar mandi, kamar kecil
maupun di dapur Achmadi, 2008. Tempat istirahat nyamuk ada yang memilih di dalam rumah endofilik yaitu dinding rumah, adapula yang
memilih di luar rumah eksofilik yaitu tanaman, kandang binatang, tempat- tempat dekat tanah atau tempat-tempat yang agak tinggi Sutanto, 2008.
3 Jarak Terbang
Menurut Achmadi 2011, Nyamuk betina dari berbagai spesies dapat terbang tidak lebih dari 100 meter dari habitat larva, sementara yang lain bergerak
dengan jarak 1-5 km, seperti Oc. Vigilax nyamuk yang umum ditemukan pada pesisir rawa asin dapat terbang melebihi 50 km, nyamuk Culex annulirostris
dapat terbang 5-10 km. Sutanto 2008, Penyebaran nyamuk Ae. aegypti betina dewasa dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk ketersediaan tempat
bertelur dan darah tetapi tampaknya terbatas sampai jarak 100 meter dari lokasi kemunculan. Nyamuk betina mempunyai jarak terbang lebih jauh
daripada nyamuk jantan. 4
Lama Hidup Menurut Achmadi 2011, semakin tua nyamuk semakin penting dalam
penyebaran penyakit. Nyamuk harus bertahan selama mungkin agar cukup bagi mikroorganisme yang dikandungnya cukup waktu untuk ditransmisikan.
Ketika nyamuk ada kesempatan menggigit manusia atau hewan untuk kedua kali, maka transmisi akan terjadi. Masa inkubasi ini bervariasi tergantung dari
Universitas Sumatera Utara
mikroorganisme yang bersangkutan apakah parasit atau virus serta habitat nyamuk seperti suhu lingkungan. Lazimnya 1-2 minggu. Menurut WHO
2004 Nyamuk Ae. aegypti dewasa memiliki rerata lama hidup hanya 8 hari. Selama musim hujan saat masa bertahan hidup lebih panjang risiko
penyebaran virus semakin besar. Menurut Sutanto 2008 umur nyamuk dewasa betina di alam bebas rerata 10 hari sedangkan di laboratorium
mencapai dua bulan. 5
Kepadatan Musiman Sebagian besar spesies nyamuk menunjukkan pola kepadatan musiman
dengan fluktuasi yang dihubungkan dengan kondisi meteorologi. Banyak spesies yang bersifat musiman dengan puncak kepadatan nyamuk dewasa
pertengahan musim panas dan tidak ada pada musim dingin sedangkan di Negara tropis bisa bersifat aktif sepanjang tahun. Faktor terpenting yang
menentukan kepadatan populasi nyamuk dewasa adalah produksi larva seperti keberadaan habitat air dan makanan larva. Suhu dan kelembaban juga
menguntungkan pertahanan hidup nyamuk dewasa untuk menjadi padat Achmadi 2011.
Nyamuk merupakan hewan berdarah dingin, proses metabolisme dan siklus hidupnya tergantung pada suhu lingkungan. Suhu rerata optimum untuk
perkembangannya adalah 25-30 C dengan kelembaban rerata 60-80.
Pertumbuhan nyamuk akan terhenti bila suhu kurang dari 10 C dan lebih dari
40 C. Toleransi terhadap suhu tergantung pada spesies nyamuk umumnya di
atas 5-6 C batas dimana spesies secara normal dapat beradaptasi
Universitas Sumatera Utara
Depkes,2005. Tergantung dari iklim, beberapa nyamuk bereproduksi sepanjang tahun. Sebagian besar cenderung menghabiskan masa hidup pada
kondisi yang berlawanan pada musim dingin atau selama musim kemarau dalam keadaan tidur atau istirahat Achmadi, 2011.
Menurut Michael 2006 yang dikutip oleh Achmadi 2010 bahwa perubahan iklim menyebabkan perubahan curah hujan, suhu, kelembaban, arah udara
sehingga berefek terhadap ekosistem daratan dan lautan serta berpengaruh terhadap kesehatan terutama terhadap perkembangbiakan vektor penyakit
seperti nyamuk Aedes, malaria dan lainnya. Faktor perilaku dan partisipasi masyarakat yang masih kurang dalam kegiatan PSN serta faktor pertambahan
jumlah penduduk dan faktor peningkatan mobilitas penduduk sejalan dengan semakin membaiknya transportasi menyebabkan penyebaran virus DBD
semakin mudah dan semakin luas. 2.5 Nyamuk sebagai Vektor
Saat nyamuk betina mencari mangsa untuk menghisap darah maka nyamuk tersebut dapat membawa dan mentransmisikanmenularkan mikroorganisme yang
dapat menyebabkan penyakit. Spesies nyamuk yang menghisap darah secara berkalaoportunitik pada manusia akan lebih besar kemungkinannya menjadi vektor
penular penyakit. Insecta tersebut harus dapat terinfeksi terlebih dahulu oleh mikroorganisme patogen dan kemudian hidup dalam waktu yang cukup lama untuk
menularkannya Achmadi, 2011.
Universitas Sumatera Utara
2.6 Faktor yang Memengaruhi Penularan Demam Berdarah Dengue
a Umur nyamuk atau longevity, nyamuk betina berumur rerata 10 hari, waktu
itu cukup bagi nyamuk untuk makan, bagi virus cukup untuk berkembangbiak dan selanjutnya menyebarkan virus ke manusia lain.
b Peluang kontak dengan manusia.
c Frekuensi menggigit seekor nyamuk. Nyamuk mempunyai kebiasaan
menggigit berulang multiple biters yaitu menggigit beberapa orang secara bergantian dalam waktu singkat Soedarmo, 2009.
d Keberadaan manusia di sekitar nyamuk.
e Kepadatan nyamuk. Umur nyamuk serta pertumbuhan dipengaruhi suhu. Suhu
lingkungan dianggap kondusif berkisar antara 25-30 C dan kelembaban 60-
80 Bruce dalam Susanna 2005. Kalau populasi nyamuk terlalu banyak sedangkan ketersediaan pakan misalnya populasi binatang atau manusia di
sekitar tidak ada maka kepadatan nyamuk akan merugikan populasi nyamuk itu sendiri. Sebaliknya bila pada satu wilayah cukup padat maka akan
meningkatkan kapasitas vektorial yakni kemungkinan tertular akan lebih besar
Achmadi, 2008.
f Lingkungan. Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan vektor
adalah abiotik dan biotik. Faktor abiotik meliputi iklim yaitu curah hujan, suhu, kelembaban dan evaporasi dapat mempengaruhi kegagalan telur, larva
dan pupa nyamuk menjadi imago. Demikian juga faktor biotik seperti predator, parasit dan makanan yang berinteraksi dalam kontainer sebagai
habitat akuatiknya pradewasa sangat berpengaruh terhadap keberhasilannya
Universitas Sumatera Utara
menjadi imago Daryono, 2004. Suhu udara mempengaruhi panjang pendeknya masa inkubasi ekstrinsik. Kelembaban udara yang rendah akan
memperpendek umur nyamuk. Hujan yang diselingi panas semakin besar kemungkinan perkembangbiakannya sedangkan pengaruh sinar matahari
terhadap pertumbuhan larva nyamuk berbeda-beda Achmadi, 2008.
2.7 Faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangan
Ae. aegypti
Nyamuk berasal dari kategori insecta yang dikenal sebagai Ordo Diptera atau hewan bersayap dua. Dalam diptera, seluruh nyamuk berasal dari kelompok Famili
yang dikenal sebagai Culicidae yaitu dengan rentang karakter yang mirip dikelompokkan dalam Subfamili misalnya Culicinae dan Anophelinae, dengan Genus
Anopheles dalam subfamili Anophelinae dan Aedes, Culex dan Ochelerotatus pada subfamili Culicinae MCAA, 2006 dalam Achmadi 2011. Menurut Sutanto dkk
2008 Nyamuk termasuk kelas insecta, ordo diptera dan famili culicidae. Arthropoda mempunyai empat tanda morfologi yang jelas yaitu badan beruas-ruas,
umbai-umbai yang juga beruas-ruas, eksoskelet dan bentuk badan simetris bilateral. Arthropoda memiliki sistem pencernaan, pernapasan trakhea, saraf otak dan
ganglion, peredaran darah terbuka dan sistem reproduksi. Nyamuk adalah arthropoda yang menyebabkan penyakit parasit pada manusia dan binatang
penyebabnya terdiri atas berbagai macam parasit. Perkembangan nyamuk dialam dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor dalam dan faktor luar. Tinggi rendahnya
Universitas Sumatera Utara
populasi suatu jenis insecta pada suatu waktu merupakan hasil antara pertemuan dua faktor tersebut.
1 Faktor dalam
a Kemampuan berkembangbiak dipengaruhi oleh keperidian natalitas
yaitu besarnya kemampuan suatu jenis insecta untuk melahirkan keturunan baru. Sedangkan fekunditas adalah kemampuan yang
dimiliki oleh insecta betina untuk memproduksi telur. b
Perbandingan kelamin pada umumnya 1:1, akan tetapi karena pengaruh tertentu baik faktor dalam maupun faktor luar seperti
keadaan musim dan kepadatan populasi maka perbandingan kelamin ini dapat berubah.
c Sifat mempertahankan diri. Untuk mempertahankan hidup insecta
memiliki alatkemampuan untuk mempertahankan dan melindungi dirinya dari serangan musuh.
d Siklus hidup merupakan suatu rangkaian berbagai stadia yang terjadi
pada seekor insecta selama pertumbuhannya sejak menjadi telur sampai menjadi dewasa imago.
e Umur imago umumnya memiliki umur yang pendek. Misalnya Ae.
aegypti memiliki umur sepuluh hari. 2
Faktor luar faktor fisik, faktor makanan dan faktor hayati a
Faktor fisik : suhu dan kisaran suhu. Pada umumnya kisaran suhu yang efektif adalah suhu minimum 15
C, suhu optimum 25 C dan suhu
Universitas Sumatera Utara
maksimum 45 C. Suhu 20-30
C dengan kelembaban 60 merupakan suhu ideal bagi kehidupan nyamuk. Diperkirakan apabila
suhu meningkat 3 C maka akan terjadi proses penularan penyakit yang
ditularkan oleh nyamuk sebanyak dua kali lipat Achmadi, 2011. b
Kelembabanhujan. Kelembaban yang dimaksud adalah kelembaban tanah, udara dan tempat hidup insecta dimana merupakan faktor
penting yang mempengaruhi distribusi dan perkembangan insecta. c
Cahayawarnabau. Beberapa aktivitas insecta dipengaruhi oleh responnya terhadap cahaya sehingga timbul jenis insecta yang aktif
pada pagi, siang, sore atau malam hari. Cahaya matahari dapat mempengaruhi aktivitas dan distribusi lokalnya.
d Angin berperan dalam membantu penyebaran insecta terutama insecta
yang berukuran kecil. Selain itu angin juga mempengaruhi kandungan air dalam tubuh insecta karena angin mempercepat penguapan dan
penyebaran udara Jumar, 2000.
2.8 Iklim Lingkungan