2. Penetapan kadar air serbuk herba Bidens pilosa L.
Tujuan dari penetapan kadar air adalah untuk mengetahui kandungan air
dalam serbuk herba Bidens pilosa L. Penetapan kadar air dilakukan dengan
metode Gravimetri dengan menggunakan alat moisture balance. Serbuk dipanaskan dalam alat pada suhu 105
C selama 15 menit. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa kadar air serbuk herba Bidens pilosa L.. adalah 8,61.
Kadar air serbuk herba Bidens pilosa L. sudah baik karena persyaratan serbuk simplisia yang baik menurut Farmakope IV adalah kurang dari 10.
C. Uji Pendahuluan
1. Penentuan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida
Pada penelitian ini, karbon tetraklorida digunakan sebagai hepatotoksin. Tujuan dari penentuan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida adalah mengetahui
pada dosis berapa karbon tetraklorida dapat menyebabkan kerusakan hati pada tikus yang dilihat dari peningkatan aktivitas serum ALT dan AST. Menurut Thapa
and Walia 2007, karbon tetraklorida dapat menginduksi kerusakan hati yang ditandai dengan kenaikan 3-4x serum ALT dan AST dari normal. Pada penelitian
ini digunakan dosis karbon tetraklorida 2,0 mlkgBB, karena menurut penelitian Janakat and Merie 2002, pada dosis tersebut karbon tetraklorida dapat
menginduksi terjadinya hepatotoksik. Dengan dosis 2,0 mLkgBB, aktivitas serum ALT-AST dapat meningkat yang menunjukkan adanya kerusakan hati tanpa
menimbulkan kematian. Pemberian secara i.p. bertujuan untuk menghindari rusaknya senyawa karbon tetraklorida karena enzim pencernaan.
2. Penentuan dosis infusa
Penentuan dosis infusa herba Bidens pilosa L. dengan tujuan mengetahui dosis infusa herba Bidens pilosa L. yang akan digunakan dalam penelitian ini.
Dosis infusa herba Bidens pilosa L. ditetapkan dengan cara pembuatan infusa dengan konsentrasi maksimal dan didasarkan volume maksimal yang dapat
diberikan ke tikus secara per oral. Dari hasil uji pendahuluhan, konsentrasi maksimal yang dapat dibuat adalah 16 . Volume maksimal yang diberikan
adalah secara p.o. adalah 5.0 mL. Pada penelitian ini digunakan ½ dari volume yang dapat diberikan, yaitu 2,5 mL. Dari hasil perhitungan, didapatkan dosis
infusa herba Bidens pilosa L. adalah 2,0 gkgBB, dan dibuat tiga peringkat dosis yaitu 2,0; 1,0; dan 0,5 gkgBB.
3. Penentuan waktu pencuplikan darah
Tujuan dari penentuan waktu pencuplikan darah ini adalah untuk mendapatkan waktu efek hepatotoksik yang maksimal dari karbon tetraklorida
CCl
4
dilihat dari peningkatan aktivitas serum ALT dan AST. Karbon tetraklorida dosis 2,0 mLkgBB diinduksikan pada tikus, kemudian dilakukan
pencuplikan darah dengan selang waktu 0, 24, dan 48 jam. Hasil pengujian aktivitas sertum ALT dapat dilihat pada tabel I
Tabel I. Purata aktivitas serum ALT ± SE pada selang waktu 0, 24 dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2,0 mLkgBB
Selang waktu jam Purata aktivitas serum ALT ± SE UL 51,2 ± 3,7
24 153,0 ± 2,1
48 61,4 ± 2,4
Gambar 6. Diagram batang purata aktivitas serum ALT pada selang waktu 0, 24 dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2,0 mgkgBB
Hasil uji menunjukkan terjadi peningkatan aktivitas serum ALT pada jam ke-24 153,0 ± 2,1 UL dan ke-48 61,4 ± 2,4 UL. Peningkatan aktivitas serum
ALT yang paling besar terlihat pada jam ke-24 153,0 ± 2,1 UL dan terjadi penurunan pada jam ke-48 61,4 ± 2,4 UL. Dari tabel III dan gambar 6, terlihat
bahwa aktivitas ALT serum meningkat mencapai tiga kali pada jam ke-24 bila dibandingkan dengan jam ke-0. Hasil statistik menunjukkan adanya perbedaan
yang bermakna aktivitas serum ALT antara jam ke-24 dengan jam ke-0 dan 48. Pada jam ke-0 dan 48 memiliki perbedaan namun tidak bermakna, yang artinya
aktivitas serum ALT pada jam ke-48 sudah kembali normal seperti pada jam ke-0. Hasil uji statistik aktivitas serum ALT dapat dilihat pada tabel II.
Tabel II. Hasil uji Scheffe aktivitas serum ALT pada selang waktu 0, 24 dan
48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2,0 mLkgBB
Selang waktu jam Jam ke-0 Jam ke-24 Jam ke-48 BB
BTB 24
BB BB
48 BTB
BB Keterangan:
BB = Berbeda bermakna p0,05, BTB = Berbeda tidak bermakna p0,05
Serum AST juga diukur pada jam yang sama hasil dapat dilihat pada tabel III.
Tabel III. Purata aktivitas serum AST ± SE pada selang waktu 0, 24 dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2,0 mLkgBB
Selang waktu jam Purata aktivitas serum AST ± SE UL 109,0 ± 4,6
24 425,6 ± 10,4
48 150,6 ± 7,0
Gambar 7. Diagram batang purata aktivitas serum AST pada selang waktu 0, 24 dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2,0 mgkgBB
Dari hasil pengukuran diatas, aktivitas serum AST paling tinggi terjadi
pada jam ke-24 425,6 ± 10,4 UL, sedangkan pada jam ke-48 sudah mengalami
penurunan menjadi 150,6 ± 7,0 UL. Hal tersebut juga terjadi pada serum ALT, dimana aktivitasnya paling tinggi pada jam ke-24. Secara statistik uji
kebermakanaan, aktivitas serum AST memiliki antara nilai yang berbeda bermakna setiap waktu pencuplikan.
Tabel IV. Hasil uji Scheffe aktivitas serum AST pada selang waktu 0, 24 dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2,0 mLkgBB
Selang waktu jam Jam ke-0 Jam ke-24 Jam ke-48 BB
BB 24
BB BB
48 BB
BB Keterangan:
BB = Berbeda bermakna p0,05
Dari hasil uji pendahuluan ini, CCl
4
memiliki efek hepatotoksik paling tinggi pada jam ke-24, sehingga pada penelitian ini pencuplikan darah dilakukan
24 jam setelah dipejankan CCl
4
dengan dosis 2,0 mLkgBB.
D. Hasil Uji Efek hepatoprotektif infusa herba Bidens pilosa L.