10
pengkelatan Cu
2 +
oleh kitosan terjadi pada gugus hidroksil di C6 dan gugus amino di C2, dan mekanisme serupa juga terjadi pada pengkelatan ion ferous Fe
2 +
oleh kitosan. Qin 1993 mengindikasikan bahwa kemampuan mengkelat ion pada
kitosan dipengaruhi oleh derajat deasetilasi, dimana keberadaan gugus asetil akan melemahkan aktivitas pengkelatan pada kitosan. Transisi ion-ion logam dapat
menginisiasi peroksidasi lipida dan memulai suatu reaksi rantai yang menyebabkan kerusakan citarasa dan bau dalam makanan. Oleh karena ion ferous
sangat efektif sebagai pro-oksidan di dalam sistem makanan, maka kemampuan mengkelat ion ferous oleh kitosan akan bermanfaat bila diformulasikan dalam
makanan Yen et al. 2008. Kemampuan kitosan mengikat lipida juga dapat berperan dalam
menghambat proses oksidasi. Hennen 1996 menjelaskan bahwa mekanisme kitosan mengikat lipida belum dipahami secara jelas, tetapi ada dua mekanisme
dasar yang berperan. Mekanisme pertama melibatkan daya tarik muatan yang berlawanan, dimana muatan positif NH
3 +
pada kitosan menarik muatan negatif ROO
-
pada asam lemak. Mekanisme kedua adalah proses penjerapan lipida oleh kitosan dalam suatu jaringan, dimana kitosan memerangkap di sekitar droplet
lemak dan mencegah lipida diuraikan oleh enzim-enzim lipida.
2.3. Kombinasi Kitosan dengan Bahan Lain sebagai Bahan Antibakteri
Beberapa penelitian mengenai kitosan yang dikombinasikan dengan bahan lain untuk meningkatkan aktivitas antimikroba telah dilaporkan. Keuntungan dari
mengkombinasikan kitosan dengan bahan antimikroba lainnya adalah dapat digunakan untuk mengawetkan makanan terutama terhadap kontaminasi bakteri
perusak Cagry et al. 2004. Penggunaan kitosan dengan protamin dan lisosim telah dipatenkan sebagai
bahan deoksidasi dalam makanan kemasan Ueno et al. 1996. Klaim mereka adalah dengan penambahan satu atau lebih bahan tambahan yaitu protamin 250-
2000 ppm, kitosan 15,6-1000 ppm, dan lisosim 40-500 ppm dapat digunakan untuk mengawetkan makanan selama penyimpanan dengan mempertahankan
konsentrasi oksigen dan merusak mikroba seperti Lactobacilllus casei,
11
Leuconostoc lactis, Streptococcus pyogenes, Saccharomyces cerevisiae, Candida utilis, Cryptococcus laurentii, Rhodotorula rubra, dan Torulopsis candida.
Ouattara et al. 2000 mengkaji peningkatan efektivitas film kitosan yang memiliki aktivitas antimikroba dengan menambahkan asam asetat, asam propionat
dan asam laurat. Mereka melaporkan karakteristik film kitosan sebagai bahan antimikroba yang ditambahkan dengan bahan-bahan tersebut dan menyarankan
dapat diaplikasikan pada pengawetan bahan pangan. Kombinasi kitosan dengan asam sorbat dan bahan antibakteri lainnya
tidak disebutkan untuk memperpanjang umur simpan caviar telur ikan salmon dan ikan sejenis telah dipatenkan di Rusia. Bykova et al. 2001 menggunakan
campuran dari 0,05-0,1 kitosan, 0,1 asam sorbat dan 0,3-0,5 antibac yang diklaim mampu meningkatkan aktivitas antimikroba, antioksidasi dan
memperpanjang umur simpan dari caviar. Sagoo et al. 2002
b
meneliti aktivitas antimikroba dari kombinasi kitosan dengan natrium benzoat terhadap khamir perusak yaitu Saccharomyces exiguus, S.
ludwigii dan Torulaspora delbrueckii. Hasilnya menunjukkan bahwa kitosan 0,005 yang dikombinasikan natrium benzoat 0,025 mampu menghambat
pertumbuhan khamir hampir dua kali dibandingkan dengan masing-masing bahan diuji tunggal, dimana dapat menghambat pertumbuhan khamir sekitar log 1-2
sampai log 2-4, tergantung pada pH dan jenis organismenya. Park et al. 2004
a
melaporkan sifat-sifat antimikroba dari kombinasi kitosan dengan lisosim. Mereka menggabungkan larutan kitosan 2 dengan
larutan lisosim 10 dengan rasio pencampuran 0, 20, 60, dan 100 w lisosimw kitosan. Hasilnya adalah kecenderungan penghambatan sinergis ada
pada perlakuan 60 yang dapat mengurangi jumlah Escherichia coli dan Streptococcus faecalis masing-masing mencapai 3,8 log cfug dan 2,7 log cfug.
Duan et al. 2007 melaporkan kitosan yang ditambahkan 60 lisosim per berat kering kitosan untuk digunakan sebagai film pelapis pada keju mozarella
cheese. Keju yang telah dilapisi film kitosan-lisosim kemudian diinokulasi dengan Listeria monocytogens, Escherichia coli dan Pseudomonas fluorescens
sebanyak 10
4
cfug, selanjutnya dikemas vakum, disimpan pada suhu 10
o
C dan dianalisis pada hari ke 1, 7, dan 14. Hasilnya dapat mereduksi bakteri L.
12
monocytogenes, E. coli dan P. fluorescens masing-masing 0,32-1,35 log cfug, 0,43-1,25 log cfug dan 0,40-1,40 log cfug pada keju.
Zivanovich et al. 2003 meneliti penggunaan kitosan dan minyak esensial sebagai biopestisida untuk mempertahankan mutu buah stroberi, arbei, dan anggur
pascapanen. Buah-buah tersebut diberi larutan pembentuk lapisan yang dibuat dari kombinasi kitosan 1 dan minyak esensial 4, lalu dikemas dalam kantong
poliethylene dan disimpan pada suhu 4
o
C. Hasilnya menunjukkan semua buah yang diberi pelapisan kitosan-minyak esensial memperlihatkan reduksi mikroba
yang sempurna dengan tidak ada pertumbuhan jamur selama 18 hari penyimpanan. Pelapisan kitosan pada buah anggur, arbei dan stroberi mampu
mencegah pertumbuhan jamur masing-masing 9 hari, 6 hari dan 0 hari masa penyimpanan, sedangkan buah-buah yang tidak diberi perlakuan memperlihatkan
pertumbuhan jamur yang tinggi sejak diawal percobaan. Lebih lanjut, Zivanovich et al. 2005 melakukan penambahan lemak esensial pada film kitosan untuk
meningkatkan umur simpan sosis panggang. Mereka melaporkan bahwa kombinasi asam lemak oregano 1 dan 2 pada kitosan dapat mengurangi
jumlah Listeria monocytogenes sampai 3,6 log cfug dan 4 log cfug.
2.4. Keamanan Kitosan