III. METODOLOGI
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan April 2010 di Kalimantan Tengah dan Bogor, Jawa Barat. Pengambilan sampel
dilakukan di lima lokasi di kota Palangkaraya dan sekitarnya. Laboratorium yang digunakan terdiri atas Laboratorium Budidaya Pertanian Fakultas
Pertanian, Universitas Palangkaraya, Laboratorium ITP Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, dan Laboratorium AAS Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB. Khusus untuk analisis kandungan mineral aluminum dilakukan di Balai Penelitian Tanah, Bogor.
B. Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah kalakai yang tumbuh pada tanah bergambut di kota Palangkaraya dan Tangkiling
kecamatan Bukit Batu kotamadya Palangkaraya, kalakai yang tumbuh pada tanah sulfat masam di Anjir kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah,
kalakai yang tumbuh di tanah pasir kuarsa Kalampangan kabupaten Sebangau, dan kalakai yang tumbuh di tanah aluvial di Jabiren kabupaten
Pulang Pisau. Kelima kalakai tersebut diambil pada bulan Januari dan Februari. Bahan-bahan kimia yang digunakan adalah HNO
3
, HCl, air demineralisasi, lanthanum klorida, dan HClO
4
. Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah perlengkapan
memasak, Atomic Absorption Spectrophotometry AAS Perkin Elmer 1100B, oven biasa, tanur listrik, desikator, neraca analitik, gegep, soxhlet,
hot plate, gelas beaker, gelas pengaduk, corong kaca, erlenmeyer, gelas piala, cawan aluminium, dan cawan porselen.
C. Metode Penelitian
Penelitian ini terbagi menjadi dua tahapan yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama.
1. Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan dimaksudkan untuk menentukan jenis tanah dan lokasi tempat tumbuh kalakai di kota Palangkaraya dan sekitarnya.
Jenis tanah dan lokasi terpilih diperoleh melalui informasi dari data sekunder dan wawancara dengan beberapa masyarakat di Palangkaraya.
2. Penelitian Utama
Hasil penelitian pendahuluan diperoleh lima jenis tanah yang ditumbuhi kalakai maka pada penelitian utama dilakukan pengambilan
sampel di lima lokasi tersebut. Bagian kalakai yang diambil pada saat sampling adalah pucuk daun kalakai 15 -20 cm dari ujung tangkai daun,
dapat dilihat pada Gambar 1. Kalakai yang diperoleh diukur kadar airnya
di laboratorium Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Palangkaraya dan diberi perlakuan pemasakan. Perlakuan pemasakan yang
diterapkan terdiri dari empat macam, yaitu rebus, tumis, kukus, dan tanpa perlakuan segar. Pemilihan cara pemasakan ini berdasarkan metode yang
biasa dilakukan oleh masyarakat Tabel 4.
Tabel 4 Cara Pemasakan Kalakai
Cara Keterangan
Rebus Kalakai yang telah dicuci kemudian direbus dengan air mendidih
selama 2 menit. Perbandingan kalakai dan air rebusan adalah 1:5. Setelah itu kalakai ditiriskan selama 5 menit. Sisa air rebusan
kuah kalakai disimpan sebagian sekitar 50 ml di dalam botol gelap untuk dianalisis kandungan mineral yang terlarut di
dalamnya. Kukus
Kalakai yang telah dicuci kemudian dikukus selama 5 menit. Setelah itu kalakai ditiriskan selama 5 menit.
Tumis Kalakai yang telah dicuci, kemudian ditumis selama 2 menit
menggunakan minyak kelapa sawit merek Bimoli yang telah dipanaskan. Perbandingan kalakai dengan minyak adalah 6 : 1.
Setelah itu kalakai ditiriskan selama 5 menit. Segar
Kalakai dicuci menggunakan air keran lalu ditiriskan.
Setelah dimasak kalakai tersebut dikeringkan menggunakan oven 70
o
C Karim et al., 2007, selama 48 jam hingga kering di laboratorium Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Palangkaraya. Setelah
kering, kalakai dihaluskan menggunakan blender kering sehingga diperoleh tepung kalakai. Tepung kalakai diayak menggunakan ayakan 40
mess untuk menyamakan luas permukaan tepung. Setelah itu tepung disimpan dalam wadah plastik polietilen. Sampel tepung dan sisa air
rebusan kemudian disimpan di dalam freezer. Seluruh sampel tepung dan air sisa rebusan yang telah siap untuk
dianalisis dikirim ke kampus IPB Darmaga. Pengukuran kadar air, abu, dan pembuatan larutan mineral dilakukan di Laboratorium ITP,
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian IPB, sedangkan pengukuran kadar mineral dengan AAS dilakukan di
Laboratorium AAS, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB.
a Analisis Kadar Air AOAC, 1995
Sebanyak 2 gram sampel dimasukkan ke dalam cawan aluminium yang telah diketahui bobot kosongnya, kemudian
dikeringkan ke dalam oven 105
o
C selama 5 jam, lalu didinginkan di dalam desikator dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap.
Kadar air Basis basah :
− −
x 100 Keterangan :
x : Bobot awal sampel y : Bobot cawan dan sampel setelah dikeringkan
z : Bobot cawan kosong
b Analisis Kadar Abu AOAC, 1995
Sebanyak 2-5 gram sampel ditimbang dalam cawan porselen yang telah diketahui bobot kosongnya. Cawan dan isinya diarangkan
diatas hotplate selama 30 menit sampai tidak berasap, kemudian sampel diabukan di dalam tanur bersuhu 550
o
C selama 24 jam.
Setelah diabukan cawan berisikan abu sampel disimpan di dalam desikator dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap.
Kadar abu Basis basah :
−
x 100 Kadar abu Basis kering :
� � � � �� 1
−� � � �� ��
x 100 Keterangan :
x : Bobot awal sampel y : Bobot cawan dan sampel setelah dikeringkan
z : Bobot cawan kosong
c Analisis Mineral dengan Atomic Absorption Spectrophotometry
AAS AOAC, 1995
Sebanyak 1 gram sampel dimasukkan ke dalam gelas piala 150 ml. Tambahkan 10 ml HNO
3
dan aduk secara merata. Tambahkan 3 ml HClO
4
60, lalu panaskan di atas hot plate. Panaskan hingga HNO
3
hampir semuanya terevaporasi. Pemanasan terus dilanjutkan hingga terbentuk asap putih. Setelah asap putih muncul sampel
didiamkan sejenak hingga sampel tidak panas. Setelah itu tambahkan 10 ml larutan HCl yang ditambahkan air demineral dengan
perbandingan 1 : 1. Larutan tersebut ditransfer secara kuantitatif ke dalam labu takar 50 ml, lalu ditera dengan air deionisasi.
Pada analisis mineral Ca dan Mg, ditambahkan 5 ml larutan lanthanum klorida 10 ke dalam labu takar 50 ml. Hal ini dilakukan
untuk meminimalisir gangguan ion fosfat pada saat pengukuran. Larutan mineral yang telah dibuat melalui pengabuan basah
siap untuk dianalisis menggunakan AAS. Setiap larutan diencerkan
hingga kadarnya sesuai dengan kurva standar Lampiran 1. Setelah
itu sampel langsung diinjeksikan ke dalam alat AAS. Kandungan mineral pada larutan sampel akan dihitung pada panjang gelombang
yang berbeda tergantung pada jenis mineral yang akan dianalisis. Pengukuran kadar besi, magnesium, kalsium, tembaga, mangan,
seng, dan aluminium menggunakan panjang gelombang berturut-
turut 284.3 nm, 285.3 nm, 422.7 nm, 324.7 nm, 279.5 nm, 213.9 nm, dan 309.3 nm.
D. Analisis Statistik
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok RAK. Data hasil pengamatan diolah dengan
analisis ragam ANOVA dan dilanjutkan dengan Uji Beda Jarak Berganda Duncan Steel dan Torrie, 1993. Data diolah dengan program SPSS untuk
mengetahui pengaruh pengaruh ke-i dan kelompok ke-j terhadap kadar air dan kadar abu mineral total kalakai pada tingkat kepercayaan 95 . Model
rancangan percobaan yang digunakan adalah sebagai berikut :
Yij = µ + τi + βj + ɛij
Dimana : Yij
: Nilai pengamatan µ
: Nilai tengah umum τi
: Pengaruh perlakuan ke-i i = 1,2,3, dan 4 βj
: Pengaruh kelompok ke-j j = 1,2,3,4, dan 5 ɛij
: Galat percobaan pada perlakuan ke-i kelompok ke-j
Kelompok ke-j terdiri dari :
1 : Kalakai dari tanah bergambut 1
2 : Kalakai dari tanah bergambut 2
3 : Kalakai dari tanah sulfat masam
4 : Kalakai dari tanah pasir kuarsa
5 : Kalakai dari tanah aluvial
Perlakuan ke-i terdiri dari :
1 : Tanpa perlakuan pemasakan segar
2 : Rebus
3 : Kukus
4 : Tumis
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Penentuan Jenis Tanah dan Lokasi Pengambilan Sampel Kalakai
Hasil observasi menunjukkan adanya beberapa perbedaan jenis tanah yang ditumbuhi kalakai. Jenis tanah yang berbeda muncul akibat terjadinya
perubahan kondisi lahan gambut di Kalimantan Tengah. Tanah bergambut, tanah sulfat masam, tanah pasir kuarsa, dan tanah aluvial adalah empat jenis
tanah yang ditetapkan sebagai jenis tanah tempat tumbuh kalakai. Penetapan keempat jenis tanah tempat tumbuh kalakai didasarkan oleh
kemudahannya untuk ditemukan dan cukup banyak kalakai yang tumbuh pada tanah tersebut. Sehingga, kalakai dari keempat tanah tersebut digunakan
dalam penelitian ini. Keempat jenis tanah tersebut memiliki karakteristik fisik, kimia, dan biologi yang berbeda, sehingga menarik untuk diteliti lebih
lanjut pada pengaruhnya terhadap sayuran yang tumbuh di atasnya. Kelima lokasi tempat pengambilan sampel kalakai dari empat jenis
tanah ditunjukkan oleh Gambar 2. Kota Palangkaraya untuk kalakai dari
tanah bergambut 1, Tangkiling kotamadaya Palangkaraya untuk kalakai dari tanah bergambut 2, Kalampangan kabupaten Sebangau untuk kalakai dari
tanah pasir kuarsa, Anjir kabupaten Pulang Pisau untuk kalakai dari tanah sulfat masam, dan Jabiren kabupaten Pulang Pisau untuk kalakai dari tanah
aluvial. Pengambilan sampel dilakukan dua kali yaitu pada bulan Januari dan Februari 2010.
Kalakai dari berbagai jenis tanah menunjukkan adanya perbedaan warna pucuk daun. Sampel pucuk daun kalakai yang digunakan pada
penelitian ini ditunjukkan oleh Gambar 3. Pada tanah bergambut, pucuk
daun kalakai yang umum ditemukan adalah berwarna merah. Pada tanah pasir kuarsa dan sulfat masam pucuk daun kalakai yang umum ditemukan adalah
berwarna hijau, sedangkan pada tanah mineral penyebaran warna cukup sama antara warna merah dan hijau.