Penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II: Tinjauan Teoritis, yang meliputi, Public Sphere: Konsep Ruang
Public Sphere, Pengertian Public Sphere, Kebudayaan sebagai Ruang public. Komunikasi Politik: pengerian komunikasi politik,
unsur-unsur komunikasi politik, Fungsi komunikasi politik, Saluran Komunikasi Politik, Model-Model Komunikasi Politik.
Kritik Sosioal: pengertian kritik sosial. Dan Cultural studies.
BAB III Gambaran Umum: Komunitas Kenduri Cinta KKC: Sejarah
Berdirinya Komunitas Kenduri Cinta KKC, Visi Misi Komunitas Kenduri Cinta KKC, Historis Kegiatan Komunitas Kenduri Cinta
KKC.
BAB IV Analisis dan Temuan: meliputi pembahasan mengenai awal
pembentukan Komunitas Kenduri Cinta KKC, pemanfaatan ruang publik sebagai tempat diskusi sosial, jenis-jenis kebudayaan
yang di tampilkan dalam ekspresi kritik sosial Komunitas Kenduri Cinta KKC.
BAB V Penutup:
Berisi Kesimpulan dan Saran.
9
BAB II KERANGKA TEORITIS
A. Public sphare Jurgen Habermas
1. Konsep Ruang Publik Public sphere
Konsep public sphere pada awalnya bermula dari sebuah essai Jurgen Hebermas pada tahun 1962 berjudul The Structural Transdormation of
The Publick Sphere. Dalam Essai tersebut, Habermas melihat perkembangan wilayah sosial yang bebas dari sensor dan dominasi.
Wilayah itu disebut sebagai public sphere, yakni semua wilayah yang memungkinkan kehidupan sosial kita untuk membentuk opini publik yang
relatif bebas. Ini merupakan sejarah praktek sosial, politik dan budaya yakni praktek pertukaran pandangan yang terbuka dan diskusi mengenai
masalah-masalah kepentingan sosial, umum penekanannya mengenai pembentukan kepekaan sense of Public sphere, sebagai praktik sosial
yang melekat secara budaya. Orang orang yang terlibat didalam percakapan public sphere adalah orang orang privat bukan orang dengan
kepentingan bisnis ataupun profesional bukan juga pejabat arau politikus.
12
Ruang publik, public sphere Inggris atau Offentlichkeit Jerman merupakan konsep yang dewasa ini menjadi popular didalam Ilmu-ilmu
sosial, teori-teori demokrasi dan diskusi politis pada umumnya. Dengan runtuhnya imperium komunis Uni Soviet, harapan untuk mewujudkan
sebuah masyarakat yang tersusun ataus asosiasi-asosiasi sukarela pada individu yang otonom dan setara tidak lagi terletak pada sebuah idiologi
yang secara monologal menentukan arah, bentukan proses sebuah masyarakat. Filsafat dan ilmu-ilmu sosial pasca komunisme berbicara
12
Gun Gun Heryanto, Komunikasi Politik di Era Industri Citra, Jakarta: PT. Lasswell Visitama, 2010, hal.228
bukan hanyua tentang globalisasi sebagai prosens lanjut sebagai kapitalisme-
lanjut. Melainkan tentang “Ruang Publik” sebagai konsep kunci untuk memahami demokrasi dalam masyarakat kompleks yang
terglobalisasi diawal abad ke-21. Konsep ini praktis menggeser konsep lain yang dulu pernah popular dan selalu terkait dengan kekerasan sosio-
politis, yaitu “Revolusi”. Alih-alih mendorong perubahan sosial lewat suatu cetak biru idiologis yang diterapkan oleh elit dan karenanya rentan
untuk kekerasan massa, konsep “Ruang publik” ingin mendorong partisipasi seluruh warga Negara untuk mengubah praktik-praktik sosio-
politis mereka lewat reformasi hukum dan politik secara komunikatif.
13
Menurut Hebermas, Ruang publik di Inggris dan Prancis sudah tercipta sejak abad ke 18 pada zaman tersebut di Inggris orang biasa berkumpul
untuk berdiskusi secara tidak formal di warung-warung kopi coffe houses. Mereka disana biasanya mendiskusikan persoalan-persoalan
kerya seni dan tradisi baca tulis. Dan sering pula terjadi diskusi-diskusi tersebut melebar keperdebatan ekonomi dan politik. Sementara di Prancis,
contoh yang diberikan Jurgen Hebermas, perdebatan-perdebatan semacam ini biasa terjadi di salon-salon. Warga Prancis biasa mendiskusikan buku-
buku, karya seni baik berupa lukisan atau musuk disana. Selanjutnya Jurgen Hebermas menjelaskan bahwa ruang publik merupakan
media untuk mengkomunikasikan informasi dan juga pandangan. Sebagaimana yang tergambarkan di Inggris dan Prancis, masyarakat
bertemu, berbincang, berdiskusi tentang buku baru yang terbit atau karya seni yang baru diciptakan. Dalam keadaan masyarakat bertemu dan
berdebat akan sesuatu secara kritis maka akan terbentuk apa yang disebut dengan masyarakat madani. Secara sederhana masyarakat madani bisa
dipandang sebagai masyarakat yang berbagi minat, tujuan, dan nilai tanpa paksaan yang dalam teori dipertentangkan dengan konsep negara yang
bersifat memaksa.
13
F. Budi Hardiman, Ruang Publik; Melacak Partisipasi Demokratis ” dari polis sampai
Cyberspace, Yogyakarta: Kanisius 2010, cet. 1 hlm. 1