Model Komunikasi Politik Dalam Penyampaian Kritik Sosisal Melalui Kebudayaan Kenduri Cint

(1)

SOSISAL MELALUI KEBUDAYAAN KENDURI CINTA”

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana (S.Kom.I)

Oleh :

Firman Aulia NIM : 208051000039

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2015


(2)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk memenuhi persyaratan memperoieh

Gelar Saq'ana Komunikasi Islam (S. Kom. I)

Oieh:

T.IRMANAULIA NIM. 208051000039

Pembimbing:

tw{

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAII DAN ILMU KOMUNIKASI

T]NIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1436Ht2015;r{ ADE RINA T'ARIDA. M,Si


(3)

Skripsi

ini beriudu N{odel

Komunikasi Politik Dalam Penyampaian

Kritik

Sosial Nlelalui Kebudayaan Kenduri Cintal, telah diujikan dalam sidang munaqosyah Fakultas

Ilmu

Dakrvah

dan

Ilmu

Kom,unikasi

UIN

Syarif

Hidayatullah Jakarta pada tanggal 05 Juli 2013. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I) pada program Komunikasi dan Peyian Islam.

Jakarta, 0'1 Juli 2015

Penguji 2

I

NrP. i9710822 99803200i

Adslua$s!,,l4A

NIP. I 975060620071 01 001

Sidang Munaqosyah

Anggota

Pembimbing

/k/4

Ade Rina Farida. NI.Si NIP. t 977051 3200701 20I 8 Ketua


(4)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini adalah penulis skipsi yang berjudul " Model Komunikasi Politik Dalam Penyampaian Kritik Sosial Melalui

1.

Kebudayaan Kenduri Cinta ". Dengan ini saya menyartakan bahwa:

Skipsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan gelar sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan

ini

telah saya cantumkan dalam bentuk referensi, baik footnote, maupun daftar pustaka, sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jika

di

kemudian hari terbukti bahwa karya saya

ini bukan merupakan

karya asli atau duplikasi karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku

di

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Demikian lembar pemyataan

ini

dibuat, sehingga dapat dipergunakan sebagaimana mestinya. Terima kasih.

Was s al amu' alaikum Wr. IVb

-Firman Aplia

2080s 1000039 2.


(5)

i

Model Komunikasi Politik Dalam Penyampaian Kritik Sosial Melalui Kebudayaan Kenduri Cinta

Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun non konstitusional. Budaya politik merupakan perwujudan nilai-nilai politik yang dianut oleh sekelompok masyarakat, bangsa, atau negara yang diyakini sebagai pedoman dalam melaksanakan aktivitas-aktivitas politik kenegaraan. Penelitian ini menyoroti Kenduri Cinta, berupaya melihat pengaruh seni kebudayaan dan kritik sosial yang disampaikannya terhadap perilaku masyarakat dalam menanggapi situasi di sekitarnya.

Berdasar latar belakang di atas, rumusan masalahnya adalah bagaimana model-model komunikasi politik yang digunakan oleh komunitas Kenduri Cinta? Jenis media komunikasi politik apa saja yang digunakan sebagai alat ekspresi kritik sosial yang digunakan sebagai alat ekspresi kritik sosial di komunitas kenduri cinta?

Metode penelitian tentang Komunitas Kenduri Cinta ini menggunakan metodologi kualitatif deskriptif. Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data observasi, depth interview, danstudi dokumentasi.

Adapun teori yang digunakan adalah teori public sphere (Jurgen Habermas). Habermas melihat perkembangan wilayah sosial yang bebas dari sensor dan dominasi. Wilayah itu disebut sebagai public sphere, yakni semua wilayah yang memungkinkan kehidupan sosial kita untuk membentuk opini publik yang relatif bebas.

Dan teori Kebudayaan (culture) Gabriel A. Almond dan Michael Rush mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri.

Kesimpulan skripsi ini adalah model-model komunikasi politik yang digunakan oleh komunitas Kenduri Cinta yaitu komunikasi non verbal dengan menggunakan kebudayaan sebagai cara penyampaiannya. Adapun model yang digunakan yaitu dialog interaktif dua arah dan pementasan kesenian. Media-media komunikasi politik yang digunakan sebagai alat ekspresi kritik sosial di komunitas Kenduri Cinta, yaitu komunitas Kenduri Cinta itu sendiri adalah media komunikasi yaitu sebagai ruang publik bagi masyarakat dalam menyampaikan komunikasi politiknya untuk melakukan kritik sosial. Selain itu ada Kiai Kanjeng

yang merupakan media politik bagi Emha Ainun Nadjib dalam mengekspresikan perasaan dalam hati yang dikeluarkan melalui syair-syair dan nyanyian dengan bantuan Kiai Kanjeng.


(6)

ii

menyelesaikan skripsi ini. Dan tak lupa salawat dan salam kepada junjungan nabi besar Muhammad SAW.

Dengan kegigihan tekat akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini walau dalam pelaksanaannya banyak halangan dan rintangan yang dihadapi baik dari rasa malas, lalai dan segala keterbatasan dalam pengerjaannya.

Sebuah anugrah terhebat yang telah Allah berikan kepada penulis karna telah merampungkan skripsi ini. Semua ini tidak akan terwujud dengan begitu saja tanpa ada bantuan dari dosen pembimbing dan dosen penguji yang selalu memberikan motifasi untuk selalu berjuang dan terus berjuang dan rasa terimakasih penulis yang sebesar besarnya penulis ucapkan kepada:

1. Dr. H. Arief Subhan, MA selaku dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasibeserta bapak Suparto, M.Ed.D selaku wakil dekan I, ibu Dr Roudhonah, MA selaki wakil dekan II, dan bapak Dr. Suhaimi, M.Si selaku wakil dekan III.

2. Rachmat Baihaky, MA, selaku ketua jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Fita Fathurohmah, M.SI selaku sekretaris jurusan Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi.

4. Ibu Ade Rina Farida, MA, selaku dosen pembimbing yang selalu sabar membimbing penulis mendorong, memotifasi serta memberikan dukungan mental kepada penulis hingga selesainya skripsi ini.

5. Seluruh Ibu/Bapak dosen beserta staf Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah mengajarkan, mendidik serta memberikan pengarahan, pengalaman serta bimbingan kepada penulis selama di perkuliahan.


(7)

iii

Sahabat di PMII baik senior maupun junior yang telah memberikan pengalaman-pengalaman menarik dalam ber-PMII.

7. Terimakasih kepada dinda dan kanda HMI, IKMM, IMM, LDK Ciputat, yang telah menjadi mitra perjuangan dalam prakter berretorika, berpolitik dan berorganisasi.

8. Terimakasihku ucapkan kepada Ayahda Ali Firman yang selalu dengan sabar mendidik ananda untuk menjadi pribadi yang sabar, matang dan bertanggung jawab. Dan Bunda ku tercinta Delmaria Fransisca berkah doa serta cinta mu yang penuh dengan kesabaran akhirnya ananda dapat menyelesaikan study di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dan kepada Nenekku tercinta, semoga Allah melapangkan jalanmu disana dan trimaksih telah membesarkanku dengan kasih sayangmu, dan semoga cinta yang kau berikan kepada anak cucu mu di balas dengan cintanya Allah swt.amin.

9. Kepada Adik-Adikku Fajri, Rahmat, Muja, Putri, Aisah, Sabri, dan Arif mengingat kalian memberikan kekuatan untuk Abangmu ditanah rantau dan semoga kalian Allah mudahkan untuk dapat melanjutkan study ke perguruan tinggi dan menjadi pribadi yang matang.

10.Kepada kawan-kawan KPI Reguler dan Non Reguler 2008, KosanJati.com, Sehati Nusantara,YNDN, yang telah menjadi bagian dari sahabat seperjuangan, baik suka maupun duka serta proses dalam mendewasakan diri kita jalani bersama semoga Allah selallu memudahkan jalan kita agar menjadi pribadi-pribadi yang memberikan solusi di masa-masa yang akan datang.

11.Kepada rekan rekan Reporter Liputan 6 dan Majalah Haji Umrah yang telah memberikan ruang kepada penulis untuk merampungkan skripsi hingga skripsi ini benar-benar selesai sebagaimana mestinya.

12.Terimakasih kepada kawan-kawan KKN yang telah membagi ruang untuk berbagi dalam perbedaan pandangan menjadi satu warna yang indah dalam perbedaan.


(8)

iv

14.Dan semua pihak yang tak bisa di sebutkan satu persatu yang telah memberikan kontribusi dalam penulisan skripsi ini.

Maha benar Allah dengan segala Firmannya, penulis menyadari penulisan ini masih jaih dari kata sempurna baik dalam hal, bentuk, penulisan bahkan isinya, oleh karena itu penulis sangat berharap kritikan dan saran dalam rangka perbaikan penulisan skripsi ini.

Akhir kata semoga Allah SWT, memberikan kemudahan kepada kita semua atas segala bantuan dan motivasi dari berbagaimacam pihak dalam penyelesaian skripsi ini. Amin

Jakarta,7 Juni 2015 Penulis

Firman Aulia 208051000039


(9)

v

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

BAB I PEDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat penelitian ... 4

E. Tinjauan Pustaka ... 4

F. Metodologi Penelitian ... 5

1. Metode Penelitian ... 5

2. Teknik Pengumpulan Data ... 6

3. Teknik Analisis ... 6

4. Pedoman Penulisan ... 7

5. Lokasi Penelitian ... 7

G. Sistematika Penulisan ... 7

BAB II KERANGKA TEORITIS A. Public sphare (Jurgen Habermas) ... 9

1. Konsep Ruang Publik ... 9

2. Pengertian Ruang Publik ... 12

3. Media Sebagai Ruang Publik ... 14

B. Kebudayaan ... 15

1. Definisi Budaya ... 15

2. Pengertian Budaya ... 16

3. Unsur-unsur ... 16


(10)

vi

BAB III SEJARAH BERDIRINYA KOMUNIKAS KENDURI CINTA

A. Sejarah Berdirinya Komunitas Kenduri Cinta ... 30

B. Visi-Misi ... 32

C. Struktur Keanggotaan ... 33

D. Historis Kegiatan Kenduri Cinta ... 34

E. Kenduri Cinta Pada awal Era Reformasi ... 41

BAB IV ANALISIS DAN TEMUAN A. Komunitas Kenduri Cinta dan Jamaah Maiah ... 49

B. Pemanfaatan Ruang Publik Sebagai Tempat Diskusi Sosial ... 52

C. Model Komunikasi Yang Disampaikan Sebagai Ekspresi Kritik Sosial ... 53

1. Model Komunikasi Politik KKC ... 53

2. Musik dan Puisi Sebagai Alat Kritik Sosial ... 55

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 58

B. Saran-Saran ... 59

DAFTAR PUSTAKA ... 60 LAMPIRAN


(11)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam mempraktekkan komunikasi manusia membutuhkan media tertentu. Secara minimal komunukasi membutuhkan sarana berbicara seperti mulut, bibir dan hal-hal yang berkaitan dengan bunyi ujaran. Ada kalanya dibutuhkan tangan dan anggota tubuh lain (Komunikasi nonverbal) untuk mendukung komunikasi lisan. Ditinjau secara luas dengan penyebaran komunikasi yang lebih luas pula, maka digunakan peralatan (media) komunikasi seperti televisi, surat kabar, radio, lukisan, patung dan lain lain.1

Salah satu bentuk komunikasi nonverbal adalah seni budaya. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu Buddayah yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.2 Budaya adalah salah satu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan wariskan dari generasi kegenerasi. Budaya terdiri dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat-istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan dan karya seni.3

Secara Etimologi politik berasal dari bahasa belanda politik dan bahasa Inggris politik, yang masing masing bersumber dari bahasa Yunani ranovitika

(politik yang berhubungan dengan Negara) yang dengan akar katanya polities

(warga negara). Secara etimologi kata “Politik” masih berhubungan dengan kebijakan. Kata politis berarti hal-hal yang berhubungan dengan politik.

Dan politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang melalui wujud proses pembuatan keputusan

1

Totok Djuroto, Managemen Penerbitan Pers, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008), hlm. 3. 2

Deddy Mulyana dan Jalaludin Rahkmat, Komunikasi Antar Budaya, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), hlm.25.

3


(12)

khususnya dalam negara.4 Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik.

Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun non konstitusional. Disamping itu politik juga dapat ditilik dari sudut pandang berbeda yaitu antara lain politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristototeles).

Budaya politik merupakan perwujudan nilai-nilai politik yang dianut oleh sekelompok masyarakat, bangsa, atau negara yang diyakini sebagai pedoman dalam melaksanakan aktivitas-aktivitas politik kenegaraan. Jadi kebudayaan politik tidak lain adalah bagian dari kebudayaan suatu masyarakat. Dalam kedudukannya sebagai satu subkultur, kebudayaan politik dipengaruhi oleh budaya secara umum.

Kenduri Cinta adalah sanggar seni kebudayaan rakyat yang biasa diadakan setiap sebulan sekali di Taman Marzuki. Komunitas ini juga di sebut dengan „Jamaah Maiah‟. komunitas ini ada karena kegelisahan intelektual muda khususnya di Ibu Kota Jakarta, yang lahir pada tahun 2000 mewadahi diskusi dan kajian tentang filsafat, agama, sastra, politik, pendidikan serta permasalahan sosial. Kenduri Cinta berupaya menjadi salah satu yang mewarnai dan menjadikan orang-orang yang di Jakarta cerdas hati dan sikapnya dalam menanggapi permasalahan-permasalahan yang ada. Di komunitas Kenduri cinta masarakat (jamaah maiyah) pada umumnya mengkritisi kebijakan-kebijakan pemerintah dan menyampaikan segala kegelisahan hatinya melalui pementasan-pementasan seni, yaitu berupa: music, wayang, gamelan dan lain sebgainya. Kalau melihat ini kita tidak bisa meninggalkan seorang Tokoh Jugen Hibermas (Public Sphere)5.

Jurgen Hebermas adalah filusuf kritis generasi kedua dari aliran

4

KBBI daring 5


(13)

Frankrut, hebermas mengerjakan suatu teori masarakat sebagai jalan baru bagi teori kritis. (Bertens, 1983). Konseptualisasi public sphere bermula dari sebuah esai Jurgen Habermas pada tahun 1962, dalam esai “The Structural Transformation of The Public Sphere”, Habermas melihat perkembangan wilayah sosial yang bebas dari sensor dan dominasi. Wilayah tersebut disebut dengan Public Sphere, yakni semua wilayah yang memungkinkan kehidupan sosial kita untuk membentuk opini publik yang relatif bebas.

Berdasarkan fenomena diatas penulis sangat tertarik untuk mengadakan penelitian di Kenduri Cinta, tentang pengaruh seni kebudayaan dan kritik sosial yang disampaikannya terhadap prilaku masyarakat dalam menanggapi situasi disekitarnya. Penulis juga yakin akan relevansinya penelitian ini dengan studi yang digeluti selama ini. Alasan konsep inilah yang membuat penulis ingin mengankat dalam sebuah skripsi dengan judul:

Model Komunikasi Politik Dalam Penyampaian Kritik Sosial Melalui Kebudayaan Kenduri Cinta”.

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah

Dalam Skripsi ini penulis membatasi pembahasan pada “Model Komunikasi Politik Dalam Penyampaian Kritik Sosial Melalui Kebudayaan Kenduri Cinta”. Agar skripsi ini menjadi terstruktur dan tidak melebar pada pembahasan lainnya, penulis merumuskan masalah ini sebagai berikut:

a. Bagaimana model-model komunikasi politik yang digunakan oleh komunitas Kenduri Cinta?

b. Jenis media komunikasi politik apa saja yang digunakan sebagai alat ekspresi kritik sosial yang digunakan sebagai alat ekspresi kritik sosial di komunitas kenduri cinta?


(14)

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui model-model komunikasi politik yang digunakan oleh komunitas Kenduri Cinta.

2. Untuk mengetahui media-media komunikasi politik apa saja yang digunakan sebagai alat ekspresi kritik sosial di komunitas Kenduri Cinta.

D. Manfaat Penelitian

Disamping tujuan yang hendak dicapai maka suatu penelitian harus mempunyai manfaat. Adapun manfaat ini adalah:

1. Manfaat Akademis, penenlitian ini diharap mampu memberikan kontribusi bagi pemerhati kommunikasi politik dan budayawan, untuk memberikan informasi mengenai kebudayaan sebagai media komunikasi dan kritik sosial.

2. Manfaat Praktis, bagi penulis ini bermanfaat untuk mengembangkan kemampuan penulis dalam membuat sebuah karya ilmiah dan sebagai pemerhati komunikasi politik serta budayawan khususnya di komunitas Kenduri Cinta. Penelitian ini dapat memberikan penjelasan praktis terhadap gerakan komunikasi politik, para budayawan dari Komunitas Kenduri Cinta, yang akan terus melakukan kritik sosial terhadap kebijakan-kebijakan dan kesenjangan-kesenjangan yang terjadi di Masyarakat.

E. Tinjauan Pusataka

Dalam tinjauan ini penulis mengadakan tinjauan pustaka ke perpusatakaan, baik itu perpusatakaan Fakultas Dakwah maupun Perpusatakaan Utama UIN Syarif Hidatullah Jakarta. Dan, menurut hasil pengamatan penulis bahwa sampai saat ini penulis tidak menemukan skripsi yang membahas mengenai “Media Komunikasi Politik Dalam Penyampaian Kritik Sosial Melalui Kebudayaan Kenduri Cinta”. Akan tetapi setidaknya


(15)

terdapat beberapa skripsi yang lain yang membahas:

1. Skripsi, Komunikasi Politik Dewan Pimpinan Cabang Partai Persatuan Pembangunan (DPC-PPP) Kabupaten Bogor dalam Pilkada Bupati tahun 2008. Oleh Teddy Khumeidi, FDK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2009.

2. Skripsi, Komunikasi Politik Melalui Media Massa Pasangan Mochtar Mohammad - Rahmat Effendi (Murah) Dalam Pilkada Walikota Bekasi Periode 2008-2013. Oleh Misliyah, FDK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2010.

F. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian

Metode Penelitian tentang Komunitas Kenduri Cinta ini menggunakan metodologi kualitatif deskriptif. Dengan mengamati kasus dari berbagai sumber data yang digunakan untuk meneliti, munguraikan dan menjelaskan secara komprehensif, berbagai aspek individu, kelompok suatu program, organisasi atau pristiwa secara sistematis.6

Dengan menggunakan metodologi kualitatif deskriktif peneliti berusaha melukiskan secara sistematis fakta atau karakteristik pupulasi tertentu data bidang tertentu secara faktual dan cermat.7 Ciri lain dalam metodologi kualitatif deskriktif ialah titik berat pada observasi dan suasana alamiah

(naturalistic Setting). Peneliti bertindak sebagai pengamat. Penelitian hanya membuat kategori perilaku, mengamati gejala, dan mencatatnya dalam buku observasinya. Dengan suasana alamiah yang dimaksud peneliti bahwa peneliti terjun kelapangan. Peneliti tidak berusaha untuk memanipulasi variabel. Karena kehadirannya mungkin mempengaruhi prilaku gejala (reactive measures), peneliti berusaha memperkecil pengaruh ini. Penelitian sosial telah menghasilkan beberapa pengukuhan yang tidak terlalu banyak “merusak” kenormalan (unobstrusive

6

Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: 2007), Cet. Ke2, hlm. 102 7

Jalaludin Rachmat, Metode Penenlitian Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2005), hlm. 22


(16)

measures).8

2. Teknik Pengumpulan data

Dalama penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data, yaitu:

a. Observasi,9 yaitu pengamatan langsung terhadap aktifitas pada Komunitas Kenduri Cinta oleh penulis/ peneliti. Antara lain, dengan mengikuti kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh Komunitas Kenduri Cinta.

b. Depoth Interviewing: Wawancara mendalam dengan Key Person yang dijadikan narasumber yang relevan dengan subsatansi utama penelitian. Tujuan mengadakan wawancara, seperti ditegaskan oleh Lincoln dan Guba adalah mengkontruksi mengenai orang, kejadian, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian dan diharapkan untuk dapat mengubah, dan memperoleh informasi yang telah di peroleh.10

c. Studi Dokumentasi, mengumpulkan data berupa buku, majalah, makalah ataupun literatur-literatur lainnya. Penulis mengumpulkan beberapa buku yang berhubungan dan beberapa Video-video kegiatan yang berhubungan dengan Komunitas Kenduri Cinta (KKC).

3. Teknik Analisis

Analisis data menurut Patton, adalah proses mengatur uraian data mengorganisasikannya, kedalam suatu pola, kategori dan satu uraian dasar. Ia membedakan dengan penafsiran, yaitu memberikan arti yang signifikan terhadap analisis, menjelaskan pola uraian dan cara hubungan diantara dimensi-dimensi uraian.11

8

Jalaludin Rachmat, Metode Penenlitian Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2005), hlm. 25.

9

Masri Singarimbun dan Soffian Efendi, Metodologi Penenlitian Survei…., hlm. 192 10

Lincoln Y. Vona S, dan Egon G. Guba, Naturalistic Inquiry, (Baverly Hills: Sage Publication, 1995), hlm. 266

11

Lexy J. Meleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung:PT. Remaja Rosda Karya, 1993), cet. Ke-10 hlm. 103


(17)

Untuk menganalisis data dalam penelitian ini, maka peneliti melakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Pengumpulan informasi, melalui wawancara, observasi langsung baik melalui kegiatan-kegiatan Komunitas Kenduri Cinta (KKC) maupun melakukan komunikasi verbal dengan para Komunitas Kenduri Cinta dan lain sebagaiannya.

b. Reduksi, langkah ini adalah untuk memilih informasi mana yang sesuai atau tidak sesuai dengan masalah penelitian.

c. Penyajian, setelah informasi dipilih maka disajikan bisa dalam bentuk tabel ataupun uraian penjelasan.

d. Tahap akhir adalah menarik kesimpulan.

4. Pedoman Penulisan

Untuk penulisan dan penyusunan skripsi ini, penulis mengacu pada buku Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi UIN (Universitas Syarif Hidayatullah) Jakarta yang diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality development and Assurance) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Cetakan II Tahun 2007.

5. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Taman Ismail Marzuki (TIM), Senen, Jakarta. Kegiatan pertemuan diadakan setiap bulan minggu ke-2.

G. Sistematika Penulisan

Skripsi ini dalam penulisannya akan dibagi menjadi 5 (Lima) Bab, dan masing-masing bab akan dibagi menjadi sub-sub bab, yaitu sebagai berikut

BAB I Pendahuluan, yang berisi, latar belakang masalah, pembatasan masalah dan perumusan masalah, Tujuan penelitian, Manfaat penenlitian, Tinjauan pustaka, kerangka Teori, Metodologi


(18)

Penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II: Tinjauan Teoritis,yang meliputi, Public Sphere: Konsep Ruang

Public Sphere, Pengertian Public Sphere, Kebudayaan sebagai Ruang public. Komunikasi Politik: pengerian komunikasi politik, unsur-unsur komunikasi politik, Fungsi komunikasi politik, Saluran Komunikasi Politik, Model-Model Komunikasi Politik. Kritik Sosioal: pengertian kritik sosial. Dan Cultural studies.

BAB III Gambaran Umum: Komunitas Kenduri Cinta (KKC): Sejarah Berdirinya Komunitas Kenduri Cinta (KKC), Visi Misi Komunitas Kenduri Cinta (KKC), Historis Kegiatan Komunitas Kenduri Cinta (KKC).

BAB IV Analisis dan Temuan: meliputi pembahasan mengenai awal pembentukan Komunitas Kenduri Cinta (KKC), pemanfaatan ruang publik sebagai tempat diskusi sosial, jenis-jenis kebudayaan yang di tampilkan dalam ekspresi kritik sosial Komunitas Kenduri Cinta (KKC).


(19)

9

KERANGKA TEORITIS

A. Public sphare (Jurgen Habermas)

1. Konsep Ruang Publik (Public sphere)

Konsep public sphere pada awalnya bermula dari sebuah essai Jurgen Hebermas pada tahun 1962 berjudul The Structural Transdormation of The Publick Sphere. Dalam Essai tersebut, Habermas melihat perkembangan wilayah sosial yang bebas dari sensor dan dominasi. Wilayah itu disebut sebagai public sphere, yakni semua wilayah yang memungkinkan kehidupan sosial kita untuk membentuk opini publik yang relatif bebas. Ini merupakan sejarah praktek sosial, politik dan budaya yakni praktek pertukaran pandangan yang terbuka dan diskusi mengenai masalah-masalah kepentingan sosial, umum penekanannya mengenai pembentukan kepekaan (sense of Public sphere), sebagai praktik sosial yang melekat secara budaya. Orang orang yang terlibat didalam percakapan public sphere adalah orang orang privat bukan orang dengan kepentingan bisnis ataupun profesional bukan juga pejabat arau politikus.12

Ruang publik, public sphere (Inggris) atau Offentlichkeit (Jerman) merupakan konsep yang dewasa ini menjadi popular didalam Ilmu-ilmu sosial, teori-teori demokrasi dan diskusi politis pada umumnya. Dengan runtuhnya imperium komunis Uni Soviet, harapan untuk mewujudkan sebuah masyarakat yang tersusun ataus asosiasi-asosiasi sukarela pada individu yang otonom dan setara tidak lagi terletak pada sebuah idiologi yang secara monologal menentukan arah, bentukan proses sebuah masyarakat. Filsafat dan ilmu-ilmu sosial pasca komunisme berbicara

12

Gun Gun Heryanto, Komunikasi Politik di Era Industri Citra, (Jakarta: PT. Lasswell Visitama, 2010), hal.228


(20)

bukan hanyua tentang globalisasi sebagai prosens lanjut sebagai kapitalisme-lanjut. Melainkan tentang “Ruang Publik” sebagai konsep kunci untuk memahami demokrasi dalam masyarakat kompleks yang terglobalisasi diawal abad ke-21. Konsep ini praktis menggeser konsep lain yang dulu pernah popular dan selalu terkait dengan kekerasan sosio-politis, yaitu “Revolusi”. Alih-alih mendorong perubahan sosial lewat suatu cetak biru idiologis yang diterapkan oleh elit (dan karenanya rentan untuk kekerasan massa), konsep “Ruang publik” ingin mendorong partisipasi seluruh warga Negara untuk mengubah praktik-praktik sosio-politis mereka lewat reformasi hukum dan politik secara komunikatif.13

Menurut Hebermas, Ruang publik di Inggris dan Prancis sudah tercipta sejak abad ke 18 pada zaman tersebut di Inggris orang biasa berkumpul untuk berdiskusi secara tidak formal di warung-warung kopi (coffe houses). Mereka disana biasanya mendiskusikan persoalan-persoalan kerya seni dan tradisi baca tulis. Dan sering pula terjadi diskusi-diskusi tersebut melebar keperdebatan ekonomi dan politik. Sementara di Prancis, contoh yang diberikan Jurgen Hebermas, perdebatan-perdebatan semacam ini biasa terjadi di salon-salon. Warga Prancis biasa mendiskusikan buku-buku, karya seni baik berupa lukisan atau musuk disana.

Selanjutnya Jurgen Hebermas menjelaskan bahwa ruang publik merupakan media untuk mengkomunikasikan informasi dan juga pandangan. Sebagaimana yang tergambarkan di Inggris dan Prancis, masyarakat bertemu, berbincang, berdiskusi tentang buku baru yang terbit atau karya seni yang baru diciptakan. Dalam keadaan masyarakat bertemu dan berdebat akan sesuatu secara kritis maka akan terbentuk apa yang disebut dengan masyarakat madani. Secara sederhana masyarakat madani bisa dipandang sebagai masyarakat yang berbagi minat, tujuan, dan nilai tanpa paksaan yang dalam teori dipertentangkan dengan konsep negara yang bersifat memaksa.

13

F. Budi Hardiman, Ruang Publik; Melacak Partisipasi Demokratis” dari polis sampai Cyberspace, (Yogyakarta: Kanisius 2010), cet. 1 hlm. 1


(21)

Tujuan dari ranah publik adalah menjadikan manusia mampu untuk merefleksikan didiknya secara kritis, baik secara politis-ekonomis maupun budaya. Menurut Habermas sebagaimana dikutip oleh Oliver Boyd Barret, tidak ada aspek kehidupan yang bebas dari kepentingan, bahkan juga ilmu pengetahuan. Struktur masyarakat yang emansipatif dan bebas dari dominasi dimana setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan adalah struktural ideal. Apa yang diinginkan tercapai oleh Hibermas adalah mengenal sistem demokrasi. Hebermas yakin yakin bahwa sebuah ruang publik yang kuat, terpisah dari kepentingan-kepentingan pribadi, dibutuhkan untuk mencapai kepentingan ini.

Secara intitusional, menurut Hebermas sebagaimana di kutip oleh Gun-Gun Heryanto terdapat kriteria yang menyamakan ketiga forum diskusi (Public sphare) antara lain:14

a. Mereka memelihara suatu bentuk hubungan sosial yang jauh dari persaratan status. Kecenderungan mengganti penghormatan atas tindakan dengan kebijakan yang cocok secara merata. Sama-sama memelihara kesetaraan sebagai manusia, terlepas dari atribut sosoal dan budaya serta kepentingan ekonomi.

b. Diskusi dalam suatu publik mengisaratkan permasalah area yang kemudian tidak pernah dipersoalkan. Domain “Perhatian umum” uang menjadi objek perhatian kritis publik menetapkan suatu perlindungan diantara otoritas gereja dan negara yang memilliki monopoli interpretasi tidak hanya dari mimbar tetapi juga dalam philosopi literature dan seni.

c. Proses yang sama yang mengubah budaya kedalam komoditi, public sphere pada dasarnya bersifat inklusif. Para peserta diskusi senatiasa mengaitkan dengan kepentingan masyarakat yang lebih luas dan objek

14

Gun Gun Heryanto, Komunikasi Politik di Era Industri Cintra, (Jakarta : PT. Lasswell Visitama, 2010) hlm. 229-230


(22)

yang di diskusiakan dapat diakses oleh siapa saja, dengan demikian fungsi public sphere (dalam hal ini kelompok orang yang berdiskusi di

coffe house, dan lain-lain) adalah pendidik.

d. Ruang public bourjuis memang berkembang dari sistem feodal yang menolak prinsip-prinsip diskusi publik terbuka pada masalah-masalah universal. Pada awalanya para anggota public sphere hannyalah kaum

borjuis laki-laki, bangsawan dan intelektual uang bertemu untuk mendiskusikan karya-karya sastra. Namun demikian, dalam kajian Habermas kemudian hari diskusi-diskusi tersebut telah bergeser menjadi pembicaraan-pembicaraan politik. Pembicaraan mengenai hal ini membuka jarak sosial dan merupakan perlawanan terhadap status quo. Sehingga tujuan public sphere pun berubah, menjadikan orang mempunyai sikp kritis terhadap kekuatan Negara.

2. Pengertian Ruang Publik (Public sphere)

Ruang publik adalah sebuah era di dalam kehidupan sosial dimana individu-individu dapat berkumpul bersama untuk secara bebas mendiskusikan dan mengidentifikasi masalah-masalah sosial, dan melalui diskusi tersebut berpengaruh terhadap aktivitas politik. Ini merupakan sebuah ruang diskursus dimana individu individu dan kelompok berkumpul tuntuk mendiskusikan keadaan-keadaan mengenai kepentingan bersama dan memungkinkan untuk mencapai keputusan umum. Ruang publik dapat dilihat seperti sebuah pertunjukkan didalam masyarakat modern dimana partisipasai politik terjadi melalui media berbicara/ obrolan dan bidang kehudipan sosial dimana opini publik dapat terbentuk.15

Ruang publik adalah tempat atau ruang yang terbentuk karena adanya kebutuhan akan tempat untuk bertemu ataupun berkomunikasi. Pada dasarnya, ruang public ini merupakan suatu wadah yang dapat

15

Data di akses dari www.http://en.wikepedia.org/wiki.public-sphere , pada tangga l8 Oktober 2012 Jam 12.00 WIB.


(23)

menampung aktivitas tertentu dari manusia, baik secara individu maupun berkelompok.16

Ruang publik adalah panggung bagi gerakan-gerakan partisipasi politisi dalam Negara hukum demokrasi, sementara pada aktor gerakan-gerakan itu tidak lain adalah anggota masyarakat warga. Mereka bukan sekedar orang-orang atau individu-individu, mereka adalah warganegara, dan termasuk didalamnya hak-hak untuk partisipasi politisi.

Istilah ruang publik sebagaimana disebutkan oleh F. Budiman Hardiman dalam bukunya “Ruang public; melacak Parisipasi Demokratis dari Polis sampai Cybersopace” sekurang-kurangnya mengacu pada dua arti.

Pertama, Istilah ini mengacu pada suatu ruang yang dapat diakses oleh semua orang, maka juga membatasi dirinya secara spasial dari adanya ruang lain, yaitu ruang privat. Dalam arti pertama ini ruang publik berbeda dari ruang privat yang merupakan locus intimitas, seperti keluarga dan rumah yang merupakan privat locus kewarganegaraan dan keadaban publik, karena ruang publik dibentuk oleh para warga yang saling respek terhadap hak mereka masing-masing. Pertama ini tidak bersifat normatif, melainkan deskriktif, yakni sebagai sesiatu yang berkaitan dengan distingsi antara publik dan privat. Dalam distingsi itu, hal-hal privat ingin dilindungi dari sorotan publik ataupun regulasi kebijakan publik, sehingga kebebasan dan kemajemukan dimungkinkan.

Kedua, istilah ruang publik mempunyai arti normatif, yakni mengacu pada peranan masyarakat warga negara dalam demokrasi. Ruang publik normatif itu adalah yang juga disebut “ruang publik politis”, yaitu suatu ruang komunikasi para warga negara untuk ikut mengawasi jalannya pemerintahan.17

16

Rustam Hakim & Hardi Utomo, Komponen perancangan Arsitektur Lansekap (Jakarta: 2003), hlm. 50

17

F. Budi Hardiman, Ruang Publick “partisipasi Demokratis” dari Polis sampai Cyberscape, (Yogyakarta: Kanisius 2010), cet. 1, hlm. 11-12


(24)

3. Media Sebagai Ruang Publik

Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi ruang publik saat ini tidak hanya dapat dilakukan di warung-warung kopi (coffe house), di salon-salon dan lain sebagainya. Dengan keberadaan media cetak dan elektronik maka sangat bisa ruang publik tercipta didalamnya. Seperti dikatakan oleh Hebermas (Encylopedia Article: 1964) menyebutkan “Today newspaper and magazines, radio and television are the media of public pshere”.18

Selain itu, keberadaan internet saat ini juga memberikan kontribusi terhadapa ruang publik. Diantaranya dengan kehadiran ribuan Web-site

yang memilika sifat dasar politis pada untuk jangkuan lokal. Nasional. Hingga level global sebagian merupan partisipan dan sebagian bukan. Akan tetapi kita dapat menemukan kelompok diskusi, ruang untuk berinteraksi, alternatif untuk media jurnalisme, organisasi sipil (civil erganisation), NGO (organisasi Non Pemerintah), sampai situs-situs yang bersifat advokasi.

Pada beberapa bagian dari dimensi-dimensi struktural, kita dapat menspesifikasikan sejumlah dari bebrapa sektor yang berbeda yang berdasakan atas net-public sphere, diantaranya:19

a. E-Government

b. Advocacy/ activis domain

c. Civil forum

d. Para Political domain

e. Jurnalism domain.

18

Juergen Habermas, Sara Lennox, Pfrang Lennox, Public sphare: An Encyclopedia Articke (1966).

19

Peter Dahlegren, the Internet, Public sphere and Political Communication: Dispersion and deliberation, (Routledge: Taylor & Francis Inc, 2005), hlm. 152-153.


(25)

B. Kebudayaan

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu

buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.

Dalam bahasa Inggris kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.

1. Definisi Budaya

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan yang dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.

Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.

Dengan demikian, budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang koheren untuk mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkannya meramalkan perilaku orang lain.


(26)

2. Pengertian kebudayaan

Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Gabriel A. Almond dan Michael Rush mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism. Almond memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic.

Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.

Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.20

3. Unsur-Unsur

Ada beberapa pendapat ahli yang mengemukakan mengenai komponen atau unsur kebudayaan, antara lain sebagai berikut:

a. Gabriel A. Almond menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok, yaitu:

1) Alat-alat teknologi

2) Sistem ekonomi

20

Data diakses dari www.//http.kamusbesarbahasa/kebudayaan//.com pada tanggal 12 Desember 2013 pukul 20.00


(27)

3) Keluarga

4) Kekuasaan politik

b. Michael Rush mengatakan ada 4 unsur pokok yang meliputi:

1) Sistem norma sosial yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya

2) Organisasi ekonomi

3) Alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk

pendidikan (keluarga adalah lembaga pendidikan utama)

4) Organisasi kekuatan (politik)

c. Wujud

Menurut J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga: gagasan, aktivitas, dan artefak.

1) Gagasan (Wujud ideal)

Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut.

2) Aktivitas (tindakan)

Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak,


(28)

serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan.

3) Artefak (karya)

Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret di antara ketiga wujud kebudayaan. Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang satu tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: wujud kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan karya (artefak) manusia.

d. Komponen

Berdasarkan wujudnya tersebut, Budaya memiliki beberapa elemen atau komponen, menurut ahli antropologi Cateora, yaitu :

1) Kebudayaan material

Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang nyata, konkret. Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah temuan-temuan yang dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi.

2) Kebudayaan nonmaterial

Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi ke generasi, misalnya berupa dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau tarian tradisional.

3) Lembaga sosial


(29)

dalam kontek berhubungan dan berkomunikasi di alam masyarakat. Sistem sosial yang terbantuk dalam suatu negara akan menjadi dasar dan konsep yang berlaku pada tatanan sosial masyarakat. Contoh, Di Indonesia pada kota dan desa dibeberapa wilayah, wanita tidak perlu sekolah yang tinggi apalagi bekerja pada satu instansi atau perusahaan. Tetapi di kota–kota besar hal tersebut terbalik, wajar seorang wanita memilik karier

4) Sistem kepercayaan

Bagaimana masyarakat mengembangkan dan membangun system kepercayaan atau keyakinan terhadap sesuatu, hal ini akan mempengaruhi system penilaian yang ada dalam masyarakat. Sistem keyakinan ini akan mempengaruhi dalam kebiasaan, bagaimana memandang hidup dan kehidupan, cara mereka berkonsumsi, sampai dengan cara bagaimana berkomunikasi.

5) Estetika

Berhubungan dengan seni dan kesenian, music, cerita, dongeng, hikayat, drama dan tari-tarian, yang berlaku dan berkembang dalam masyarakat. Seperti di Indonesia setiap masyarakatnya memiliki nilai estetika sendiri.

6) Bahasa

Bahasa merupakan alat pengatar dalam berkomunikasi, bahasa untuk setiap wilayah, bagian dan Negara memiliki perbedaan yang sangat komplek. Dalam ilmu komunikasi bahasa merupakan komponen komunikasi yang sulit dipahami. Bahasa memiliki sifat unik dan komplek, yang hanya dapat dimengerti oleh pengguna bahasa tersebut. Jadi keunikan dan kekomplekan bahasa ini harus dipelajari dan dipahami agar komunikasi lebih baik dan efektif dengan memperoleh nilai empati dan simpati dari orang lain.


(30)

e. Kebudayaan sebagai Ruang publik.

Sejak abad ke-18, beberapa kritik sosial telah menerima adanya perbedaan antara berkebudayaan dan tidak berkebudayaan, tetapi perbandingan itu berkebudayaan dan tidak berkebudayaan- dapat menekan interpretasi perbaikan dan interpretasi pengalaman sebagai perkembangan yang merusak dan "tidak alami" yang mengaburkan dan menyimpangkan sifat dasar manusia.

1) Kebudayaan sebagai "sudut pandang umum"

Selama Era Romantis, para cendekiawan di Jerman, khususnya mereka yang peduli terhadap gerakan nasionalisme seperti misalnya perjuangan nasionalis untuk menyatukan Jerman, dan perjuangan nasionalis dari etnis minoritas melawan Kekaisaran Austria-Hongaria mengembangkan sebuah gagasan kebudayaan dalam "sudut pandang umum".

Kajian budaya menegaskan bahwa budaya harus dipelajari terkait dengan hubungan sosial dan sistem dimana budaya di produksi dan dikonsumsi. Dengan demikian studi mengenai budaya erat kaitnya dengan studi tentang masyarakat, politik dan ekonomi. Kajian budaya menunjukkan bagaimana budaya media mengartikulasikan nilai-nilai dominan, ideologi politik, perkembangan sosial dan hal baru pada zaman tersebut. Ini merupakan konsep budaya dan masarakat AS sebagai medan yang diperebutkan oleh berbagai kelompok dan ideologi perjugan melawan dominasi. Televisi, film, musik, dan bentuk-bentuk budaya populer sering bersifat liberal atau konservatif, atau kadang-kadang mengepresikan pandangan yang lebih radikal atau oposisi.21

Budaya menjadi bahasan cultural Studies dijelaskan oleh Stuar Hall sebagai berikut: cultural studies merupakan wacara yang

21


(31)

membentang yang merespon kondisi politik dan historis yang berubah dan selalu ditandai dengan perdebatan, ketidak setujuan dan intervensi. Budaya dalam cultural studies lebih didefinisikan secara politis dibandingkan pada secara estetis. Cultural studies

tidak melihat budaya sebagai suatu yang sempit, sebagaimana yang menjadikan jajian dalam antropologi atau ilmu kebudayaan konvensional. Budaya disini lebih dipandang sebagai teks dan praktik dan praktik hidup sehari-hari, budaya dilihat bersipat politik dikarenakan cultural studies mencoba memandang sebagai sebuah arena konflik wacana. Diskursus tentang budaya dalam persperktif cultural studies berupaya untuk mencoba membaca konteks budaya secara terkoinstruksi. Lebih dari itu budaya tidak dipandang suatu yang netral atau bersifat apa adanya, melainkan sebagai praktik pertarungan wacana. Untuk itu cultural studies

mengajak untuk mengingkap ada apa dibalik suatu budaya yang temanifestasikan di dalam masyarakat. Pengaruh Maxisme terhadap cultural studies disini sangat kuat. Melihat pula bahwa budaya tidak dimaknai sebagai sebuah wilayah netral dan artinya kritik terhadap budaya yang lebih dikedepankan.22

Pemikiran ini menganggap suatu budaya dengan budaya lainnya memiliki perbedaan dan kekhasan masing-masing. Karenanya, budaya tidak dapat diperbandingkan. Meskipun begitu, gagasan ini masih mengakui adanya pemisahan antara "berkebudayaan" dengan "tidak berkebudayaan" atau kebudayaan "primitif."23

2) Kebudayaan sebagai mekanisme stabilisasi

Teori-teori yang ada saat ini menganggap bahwa (suatu) kebudayaan adalah sebuah produk dari stabilisasi yang melekat

22

Year Panji, Komunikasi dan Konstruksi masyarakat Konsumen (Suatu perspektif Cultural Studies), (Jakarta: Kencana), ed.1, cet.1 . hlm. 463

23

Iij, Farid Hamid & hery Budianto, Ilmu Komunikasi : Sekarang dan tangtangan Masa Depan, (Jakarta: Kencana), ed.1, cet.1. hlm. 123


(32)

dalam tekanan evolusi menuju kebersamaan dan kesadaran bersama dalam suatu masyarakat, atau biasa disebut dengan tribalisme.

C. Kritik Sosial

1. Pengertian Kritik Sosial

Dalam Kamus besar bahasa Indonesia kata kritik memiliki arti kecaman atau tanggapan, kadang-kadang disertai uraian dan pertimbangan baik buruk terhadap suatu hasil karya, pendapat, dan sebagainya. Sementara kata sosial memiliki arti yang berkenaan dengan masyarakat, orang yang suka memperhatikan kepentingan umum (suka menderma, menolong dan lain sebagainnya). 24

Istilah kritik memiliki arti harfiah yang dapat dipoeroleh dari kamus besar bahasa Indonesia adalah kecaman atau tanggapan yang sering disertai oleh argumentasi baik maupun buruk tentang suatu karya, pendapat, situasi maupun tindakan seseorang atau kelompok.25 istilah sosial sering dikatikan dengan hal-hal yang berhubungan dengan manusia dalam masyarakat, seperti kehidupan kaum miskin di kota, kehidupan kaum berada, kehidupan nelayan dan seterusnya.26 Kritik sosial adalah salah satu bentuk komunikasi dalam masyarakat yang bertujuan atau berfungsi sebagai kontrol terhadap jalannya sebuah sistem sosial atau proses masyarakat.27

Menurut Setiawan, kritik sosial itu ada karena terdapat ketimpangan sosial, kebijakan pemerintah yang tidak merakyat, korupsi dan berbagai konflik yang lain di masyarakat. Konflik dan kritik sosial tidak perlu dipahami sebagai tindakan yang akan membuat proses disintegrasi, tetapi dapa

24

Artikel dia akses dari www.http.//kamusbesar.com/37738/kritik/sosial pada oktobtober 2012 pukul 21.52

25

Susetiawan, :Harmoni Stabilitas Politik, dan kritik Sosial”, (Yogyakarta 1997, UII Press), hlm.4 26

Bambang Ruditio Pranata Sosial. 27

Ahkmad Zaini Akbar, Kritik Sosial, Pres dan Politik Indonesia , (Yogyakarta 1997, UII Press), hlm.27


(33)

member kontribusi terhadap harmonisasi sosial. Harmoni sosial maksudnya terdapat keseimbangan-keseimbangan kepentingan dimasyarakat walaupun esensinya berbeda-beda.28

Menurut Zaini, kritik sosial juga berarti juga dapat berarti sebuah inovasi sosial. Dalam arti bahwa kritik sosial menjadi sarana komunikasi gagasan-gagasan baru sembari menilai gagasan-gagasan-gagasan-gagasan lama untuk perubahan sosial. Kritik sosial dalam kerangka yang demikian berfungsi untuk membongkar berbagai sikap konservatif, Status quo dan Vested Inters

dalam amsarakat untuk perubahan sosial. Dengan adanya kritik sosial diharapkan terjadi perubahan sosial kearah yang lebih baik. Kritik sosial sebaiknya bersifat kritik membangun sehingga tidak hanya berisi kecaman dan celaan atau tanggapan terhadap situasi, tindakan seseorang atau kelompok. Hal ini diperlukan agar kritik sosial tidak menimbulkan permusuhan dan konflik sosial.29

Walau terdapat berbagai variasi pemikiran dalam kelompok teori kritis, namun kesemuanya mengemukakan tiga hal penting yang sama, yaitu sebagai berikut:30

a. Teori Kritis menunjukan ketertarikan untuk mengemukakan adanya suatu bentuk penindasan sosial dan mengusulkan suatu pengaturan kekuasaan (power agreements) dalam mendukung emansipasi dan mendukung terwujudnya masyarakat yang lebih bebas dan lebih terpenuhi kebutuhannya (a feer and fulfilling sosiety). Memahami adanya adanya penindasan menjadi langkah pertama untuk menghapus ilusi dan janji manis yang diberikan suatu idiologi atau kepercayaan dan mengambil tindakan untuk mengatasi kekuasaan uang menindas.

b. Para pendukung teori kritis berusaha untuk memadukan antara teori

28

Susetiawan, Harmoni, Stabilitas Politik, dan kritik Sosial, (Yogyakarta 1997, UII Press), hlm.27 29

Akhmad Zaini Akbar, Kritik Sosial, Pers dan Politik Indonesia, (Yogyakarta: UII Press 1999), cet2, hlm.48-49

30

Morrisan & Andy Corry Wardhany, Teory Komunikasi: Komunikasi, Pesan Percakapan dan Hubungan, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009), cet.1 hlm.40


(34)

dan tindakan. Teori yang bersifat normatif harus bisa di implementasikan untuk mendorong perubahan ditengah masyarakat. Hubungan antara teori dan tidandakan ini digambarkan dalam ungkapan “to read the wold with and eye toward shaping it” (membaca

dunia dengan mata tertuju pada upaya untuk mengubahnya). Penelitian yang dilakukan dalam teori kritis berupaya menunjukan bagaimana berbagi kepentinga yuang saling bersaing berbenturan dan menunjukkan cara bagaimana mengatasi berbenturan konflik kepentingan itu dengan lebih mengutamakan kepentingan kelompok tertentu khususnya kelompok marginal.31

c. Kritik sosial sendiri merupakan suatu yang juga penting dalam kehidupan masyarakat sebab masyarakat itu senantiasa berubah, berkembang sehingga diperlukan semacam situasi dan prilaku ideal (idela conduct) sejalan dengan perubahan dan perkembangan masyarakat itu.32

Jurgen Hebermas yang lahir pada tahun 1929 adalah pemikir kontemporer yang mencurahkan usahanya untuk mencurahkan usahanya untuk menjawab persoalan kontemporer yang mencurahkan usahanya untuk menjawan persoalan persoalan dasar diatas melalui dan berpijak dari suatu tradisi yang disebut teori kritis. Teori kritis yang dipahami sebagai “teori sosial yang dikonsepkan dengan intens praktis” merupakan buah pemikiran yang muncul dari refleksi yang luas dari hakikat pengetahuan, struktur penelitian sosial, dasar normatif interaksi sosial, dan tendensi tendensi politis, ekonomis, ekonomis, dan sosio-kultural dari jaman ini.33

31

Morrisan & Andy Corry Wardhany, Teory Komunikasi: Komunikasi, Pesan Percakapan dan Hubungan, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009), hlm.41

32

Moh. Mahfud MD, Perspektif Politik dan Hukum tentang Kebebasan Akademik dan Kritik Sosial, hlm.64

33

Sindung Tjahyadi, Teory kritis Jurgen Hebermas: Asumsi-Asumsi dasar Menuju Metodologi Kritik Sosial, hlm.181


(35)

D. Cultural Studies

Istilah Cultural Studies pertamakali dipopulerkan oleh Stuart Hall professor sosiologi di Open University, Milton Keynes, Inggris. Hall mengkritik para ilmuan komunikasi yang mayoritas menggunakan pendekatan empiris, kuantitatif dan cenderung hanya melihat hubungan kausalitas dalam praktek komunikasi massa. Menurutnya mereka gagal untuk melihat apa yang seharusnya menjadi penting didalam pengaruh media massa terhadap masyarakat. Pengaruh media massa tidak dapat dilihat hanya melalui survei terhadap pembaca surat kabar, pendengar radio atau penonton televisi, karena persoalannya ternyata lebih dari itu.

Hall sendiri banyak dipengaruhi oleh pemikiran Maxis yang melihat bahwa banyak terdapat hubungan kekuatan atau kekuasaan dibalik praktek masyarakat, terutama dalam praktek komunikasi massa dan media massa. Hall juga mengkritik para ilmuan yang hanya sekedar mampu menggambarkan tentang dunia, akan tetapi tidak berusaha untuk mengubah dunia tersebut kearah yang lebih baik. Tujuan Hall dan para ilmuan dari Teori kritis adalah memberdayakan dan memberikan kekuatan kepada masyarakat yang termarjinalkan dan memberikan kekuatan kepada masyarakat yang termarjinalkan atau terpinggirkan terutama dalam ranah komunikasi massa.

Hall yakin bahwa fungsi media massa pada dasarnya adalah untuk menjaga kelanggengan kekuasan yang dominan. Media penyiaran maupun media cetak hanya dimiliki oleh sekelimpok orang. Media juga dianggap mengekploitasi pihak pihak yang miskin dan lemah.

Hall mengklaim bahwa banyak penelitian komunikasi gagal untuk mengungkapkan pertarungan kekuasan dibalik praktek media massa tersebut. Menurutnya adalah kesalahan jika memisahkan komunikasi dari disiplin ilmu-ilmu lainnya. Jika hal tersebut dilakukan maka kita telah memisahkan pesan komunikasi dengan ranah budaya dimana seharusnya mereka berada. Oleh karena itu karya Hall lebih disebut sebagai cultural studies dari pada Media


(36)

Pada tahun 1970-an Hall mendirikan Center for Contemporerary Cultural Studies (CCCS) di University of Birmingham. Dibawah pimpinan Hall CCCS mengusung misi untuk memberikan gambaran tentang pertarungan antara “yang memiliki kekuasan dan yang tidak memiliki kekuasan” tujuan utamanya adalah untuk merebut sedikit ruang dimana antara suara pihak yang termajinalkan dapat dan bisa terdengar di dalam praktek komunikasi.

Ketika Hall mengusung tujuan untuk membuka kedok praktek ketimpangan kekuasan didalam masyarakat, Hall mengatakan bahwa pendekatan cultural studies baru dapat berhasil jika kita penelitian media yang gagal mengkaitkan diri dengan ideologi dibalik praktek media massa. Hall menginginkan agar membebaskan masyarakat dari ketidak sadaran dominasi idiologi di dalam budaya kita sehari-hari. Cultural studies mencoba untuk membangkitkan kesadaran kita akan peran media massa dalam memelihara

status quo.

Kultural studies pada dasarnya adalah pemikiran yang rumit. Hall banyak dipengaruhi oleh ide tentang determinisme ekonomi, analisis tekstual dalam studi semiotika, dan terutama pemikiran tentang kritik filsafat/ bahasanya Michel Foucault.

Frankfurt School sendiri menyatakan bahwa media massa, baik itu berita maupun tayangan hiburan, pada hakikatnya memberikan gambaran tentang dunia dari sudut pandang sistem kapitalis. Media cenderung perspektif status quo tersebut dalam berbagai produk media massa yang pada nantinya mengubah media menjadi industri budaya (cultural studies). Hall juga mengadopsi konsep hegemoni, menurutnya, terjadi hegemoni penguasaan atau didominasi satu pihak oleh pihak lainterutama dalam peran budaya dalam praktek media massa. Praktek hegemoni ini tidak memiliki bersifat disadari, kohersif dan memiliki efek yang total. Meskipun tayangan media massa itu berada namun pada dasarnya mengarahkan pada perspektif yang cenderung kepada standar yang dimiliki oleh status qou itu sendiri. Hasilnya media massa bukannya merefleksikan apa yang ada di masyarakat, tetapi berubah


(37)

menjadi mampu menentukan apa yang seharunya terjadi dalam masyarakat.34

Bennet sebagaimana yang dikutip oleh Barker menawarkan sejumlah elemen yang dapat mendefinisikan tentang cultural studies. Menurutnya

cultural studies merupakan sebuah kajian interdisipliner yang dapat dilihat dari berbagai perspektif yang tujuan utamanya untuk mengkaji bagaimana relasi antara budaya dan kekuasan. Kekuasaan yang coba dikaji oleh cultural studies disini sangat luar dimana didalamnya temasuk persoalan gender, ras kelas dan kolonialisme.35 Cultural studies mencoba menjelaskan kaitan antara bentuk-bentuk kekuasan tersebut dan mencoba menggambarkan cara pola tentang budaya dan kekuasaan yang dapat digunakan untuk suatu perubahan.36

Budaya menjadi bahasan cultural studies dijelaskan oleh Stuar Hall sebagai berikut:

1. Cultural studies merupakan wacara yang membentan yang merespon kondisi politik dan historis yang berubah dan selalu ditandai dengan perdebatan, ketidak setujuan dan intervensi. Budaya dalam cultural studies

lebih didefinisikan secara politis dibandingkan pada secara estetis.

Cultural studies tidak melihat budaya sebagai suatu yang sempit, sebagaimana yang menjadikan kajian dalam antropologi atau ilmu kebudayaan konvensional. Budaya disini lebih dipandang sebagai teks dan praktik dan praktik hidup sehari-hari, budaya dilihat bersipat politik dikarenakancultural studies mencoba memandang sebagai sebuah arena konflik wacana. Diskursus tentang budaya dalam persperktif cultural studies berupaya untuk mencoba membaca konteks budaya secara terkonstruksi. Lebih dari itu budaya tidak dipandang suatu yang netral atau bersifat apa adanya, melainkan sebagai praktik pertarungan wacana. Untuk itu cultural studies mengajak untuk mengungkap ada apa dibalik suatu

34

Griffin, Emory A. First Look at Communication Theory, 5th edition, (New York: McGraw-hill, 2003), hal.366-369.

35

Iih. Farid Hamid & Heri Budianto, Ilmu Komunikasi: Sekarang dan Tantangan Masa Depan, (Jakarta: Kencana 2011), ed.1 cet.1. hlm. 462-463

36

Year Panji, Komunikasi dan Konstruksi Masyarakat Konsumen (suatu perspektif Cultural Studies), (Jakarta: Kencana 2011), ed.1 cet.1, hlm..462


(38)

budaya yang temanifestasikan di dalam masyarakat. Pengaruh Maxisme terhadap cultural studies disini sangat kuat. Melihat pula bahwa budaya tidak dimaknai sebagai sebuah wilayah netral dan artinya kritik terhadap budaya yang lebih dikedepankan.37

2. Cutural studies/kajian budaya adalah perspekltif teoritis yang berfokus bagaimana budaya dipengaruhi oleh budaya yang kuat dan dominan. Kajian kebudayaan tidak merujuk pada doktrin tunggal mengenai prilaku tunggal manusia. Bahkan Stuar Hall dengan persuasif berpendapat bahwa “kajian budaya memiliki banyak wacana, juga memiliki beberapa sejarah. Ia adalah kelompok formasi yang utuh, memiliki peristiwa dan momen masa lalu.” Kajian budaya berkaitan dengan sikap, pendekatan, dan kritik mengenai sebuah budaya. Budaya merupakan fitur utama dalam teori ini, dan budaya telah menyediakan sesuatu yang telah mendorong para peneliti untuk mendiskusikan, tidak sepakat, menantang, dan merefleksikan. 38Bahkan Jhon Hartley mengamati peneliti telah mencapai “sedikit kesepakatan mengenai apa yang dianggap sebagai kajian budaya, baik sebagai praktisi kritis atau alat institusional.”39

Kajian budaya menegaskan bahwa budaya harus dipelajari terkait dengan hubungan sosial dan sistem dimana budaya di produksi dan dikonsumsi. Dengan demikian study mengenai budaya erat kaitannya dengan studi tentang masyarakat, politik dan ekonomi. Kajian budaya menunjukan bagaimana budaya media mengartikulasikan nilai-nilai dominan, ideologi politik, perkembangan sosial dan hal baru pada zaman tersebut. Ini merupakan konsep budaya dan masyarakat AS sebagai medan yang perebutkan oleh berbagai kelompok dan ideologi berjuang melawan dominasi. Televisi, film, musik, dan bentuk-bentuk budaya popular sering

37

Year Panji, Komunikasi dan Konstruksi masarakat Konsumen (Suatu perspektif Cultural Studies), (Jakarta: Kencana, 20), ed.1, cet.1. hlm. 463

38

Iij, Farid Hamid &Hery Budianto, Ilmu Komunikasi: Sekarang dan Tantangan Masa Depan, (Jakarta: Kencana, 20), ed.1, cet.1. hlm. 473

39

Richard west & Lynn H. Turner, Pengantar Teory Komunikasi: Analisi dan Aplikasi diterjemahkan oleh Maria Natalia Damayantu Maer, (Jakarta: Penerbit Salemba Humanika, 2008), edisi ke-3, hlm.63


(39)

bersifat liberal atau konservatif, atau kadang-kadang mengepresikan pandangan yang lebih radikal atau oposisi.40

40


(40)

30

Kenduri Cinta berdiri dan diprakarsai oleh seorang Budayawan, EMHA Ainun Nadjib pada 12 Februari Tahun 2000, yang merupakan terobosan militan seorang budayawan dan seniman revolusioner dalam mengibarkan panji “Politik yang cerdas”, sebagai panglima di kancah pertarungan idiologi dan politik kebudayaan ketika itu. Langkah EMHA Ainun Nadjib dalam bidang Seni Gamelan yang dinamakan dengan ”Kyai Kanjeng” merupakan gebrakan tersendiri dimana pesan- pesan dakwah dan kritik sosial dalam essai, puisi-puisi, serta syair-syair nyanyian yang disampaikannya, yang ketika itu politik diseterui secara alergis sebagai barang kotor yang bejat. Pada dasarnya politik adalah yang membebaskan kita dari penjajahan Belanda dan Jepang, dan membuat kita sebagai bekas inlader

menikmati kebudayaan yang bebas dan bertanggung jawab.

1. Jamaah Maiah

Apa itu maiyah? Jika ada orang yang bertanya seperti itu kepada 100 orang jamaah mayiah, maka dia akan mendapat 100 jawaban yang berbeda. Mengapa bisa demikian? Tidak ada penjelasan yang akurat. Namun, sekedar untuk mendekatinya kiranya penjelasan dibawah berikut ini akan membantu.41

Menurut tulisan tulisan kecil yang banyak beredar di kalangan Komunitas Maiyah, kata maiyah berasal dari bahasa arab Maiyatullah yang berarti bersama allah. Kemudian, tersandung dengan lidah masarakat Jawa dan akrab sebagai Maiyah. Maiyah tidak akan pernah mencapai bentuk formal semacam organisasi masyarakat.

Lebih lanjut menurut EMHA sebagai guru, sahabat sekaligus ayah orang yang pernah memberikan tiga alasan untuk menjawab pertanyaan seperti

41


(41)

itu. 42

Pertama, kata Emha “saya lebih baik nyolokin cabai rawit kemulut jamaah maiyah dari pada duduk dan menjelaskan panjang lebar tentang cabai rawit kepada mereka. Kedua, mereka-kan orang maiyah, bukan hanya saya dan yang ketiga saya akan dimarahi oleh kanjeng nabi, Aulia bahkan para kekasih allah jika metode Thoriqot seperti itu yang saya terapkan kepada orang maiyah dan siapapun.

Sebutan Jamaah atau Jemaah ini tidak benar-benar bergerak secara institutif sebagai kelompok eksklusif tertentu. Jemaah ini secara rutin berkumpul dalam forum bersama Cak Nun ( Emha Ainun Nadjib ). Acara ini mungkin bisa dibilang pengajian, tapi standar yang biasa ditemui dalam sebuah acara pengajian tidak benar-benar menjadi dominan. Sebab di dalamnya lebih banyak mengajarkan semangat hidup, sikap toleran dan hidup bersama dalam kontribusi kebaikan. Jadi boleh juga dibilang bahwa Jamaah Maiyah tidaklah identik sebagai sekumpulan orang Islam saja. Malah seringkali hadir dalam pengajian ini tokoh-tokoh lintas agama, aliran, suku bangsa, etnik, LSM (lembaga swadaya masyarakat), mahasiswa dalam maupun luar negeri, dan lain-lain. Nuansanya sangat berbudaya dan tidak juga serta-merta menjadi sinkretisme.

Bahkan banyak kejadian unik, salah satunya hadirnya orang gila yang akhirnya bisa sembuh disalah satu acara Jemaah Maiyah. Dengan gaya bicara khasnya, Cak Nun bilang “Acara ini bukan acara khusus untuk orang Islam, tapi untuk semua manusia yang Islam dan yang tidak Islam, manusia waras dan manusia yang tidak waras, bahkan Jin, Setan, Dhemit, Gendruwo, kalau memang berminat untuk jadi baik akan disambut dengan tangan terbuka”. Kenduri Cinta memang tidak bisa melepaskan diri dari

42

Prayoga: “Spitual Journey ,(Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2012, Pemikiran & Perenungan Emha, hlm. 29.


(42)

Cak Nun sebagai figur panutan. Tapi pengkulturan bukan menjadi ideologi masal di Jemaah Maiyah. Jadi meskipun Cak Nun tidak bisa hadir didalam acara, tetap saja acara bisa berlangsung dengan baik.

B. Visi - Misi

Tujuan besar yang akan dicapai KKC dengan berbagai kendalanya adalah, Kenduri Cinta siap menciptakan masyarakat khususnya yang hadir ini bisa menjadi lebih harmonis dan lebih dewasa menaggapi permasalahan-permasalahan yang pelik pada saat ini, tidak harus adu-jotos, debat sengit di media yang membingungkan masarakat yang menyimak, kita disini bersenda gurau dengan lantunan salawat dan berdialog lebih berlapang dada dalam segala perbedaan.

Kenduri Cinta dan Kiai kanjeng bisa tampil di berbagai belahan dunia yang dihadiri oleh orang-orang dunia, kalau ke Prancis ya dia hadiri orang-orang Prancis, kalau ke Mesir ya dihadiri oleh orang-orang Mesir bukan orang-orang Indonesia sendiri, mungkin dari 1000 orang asing yang menonton paling satu atau dua orang Indonesia itu yang hadir, dan itupun Kedutaan Besar Republik Indonesia nya. Semuanya murni dari Allah tanpa proposal, tanpa bantuan media, seratus persen Allah yang yang menyajikannya, disini Kyai Kanjeng duduk bersama dengan Jamaah Maiyah tidak ada intervensi dari pihak manapun, tiga belas tahun ini kita jalani bersama tanpa ada satu mediapun yang mau menjajalkan kepala kameranya untuk kemaslahatan umat, tapi tidak apalah yang penting kita tetap berlapang dada dalam setiap yang tidak sama dengan kita.43

Misi kita tidak disini bukan sekedar bermusik, nomor satu adalah kemesraan kita dengan masyarakat bisa terjalin mesra, kita hanya berusaha menciptakan adapun feedback itu bagaimana cara individual masing masing menilainya seperti apa, karena disini kita bangsa bertuhan kalau manusia mempelajari yang segala yang ghaib sedangkan Allah yang menciptakan

43

Data diakses dari www.youtube.kenduricintaPadangbulan.compada tanggal 12 Desember 2013 pukul 20.00


(43)

segala yang gaib. Ketika kita menjawab sesuatu karena ketika seseorang menginginkan jawaban sesuatu akhirnya bangsa kita ini paham akan udang dibalik batu. Orang menolong ada udang dibalik batu, parpol, organisasi, pemerinta semuanya ada udang dibalik batu karna pengalaman bangsa ini yang ditanamkan selalu udang dibalik batu. Kiai kanjeng dan kenduri cinta berkeliling kesetiap daerah pernah ditanya oleh wartawan maksud dan tujuan kegiatan ini itu apa? Saya ngak pernah mengerti maksud jawaban yang diinginkan wartawan itu apa! Sebagian orang beranggapan ada visi misi terselubung, selalu beranggapan ada udang dibalik batu, mereka tidak percaya pada kemurnian, selalu beranggapan selalu udang dibalik batu. Misi kita hanya Kenduri Cinta (Perkumpulan Cinta) 44

C. Struktur Keanggotaan

Komunitas Kenduri cinta ini di Pimpin oleh Emha Ainun Nadjib sebagai narasumber dan pengisi disetiap kegiatan dengan group musik nya Kiai Kanjeng, dan ada juga para musisi, budayawan ataupun sastrawan lainnya yang hadir dalam kegitan ini. Dan tak jarang para pemuka-pemuka agama ikut andil dalam kegiatan ini.

Di Komunitas Kenduri Cinta tidak ada struktur organisasi yang baku, semua bisa menjadi ketua pelaksana, semua bisa menjadi bendahara, semua bisa menjadi apapun yang mereka inginkan agar perkumpulan ini terus berlangsung, ini murni dari kesadaran masing masing, ada yang memiliki peralatan soundsistem mereka membawanya sendiri untuk dimanfaatkan Komunitas Kenduri Cinta ini semua murni dari hati masing masing dan ini telah berlangsung selama 14 tahun lamanya dan sampai pada saat ini kenduri cinta berdiri.

44


(44)

D.Historis Kegiatan Komunitas Kenduri Cinta

Komunitas Kenduri Cinta Pebruari 2013:

45

Foto Agus Setiawan

Jumat malam tanggal 8 Februari 2013 Kenduri Cinta kembali hadir di

pelataran Taman Ismail Marzuki dengan mengusung tema „Decoding Indonesia Raya‟. Dengan dimoderasi oleh Tri Mulyana, beberapa sesepuh KC

mengantarkan jamaah pada latar belakang penentuan tema.

“Seperti biasanya, tema yang diangkat di Kenduri Cinta lebih

merupakan lontaran pertanyaan. Kali ini, pertanyaannya adalah apakah Indonesia sudah merupakan bentuk yang layak berjalan ataukah masih berupa versi yang belum sempurna, apakah sudah rilis program yang paling bagus atau masih beta (Indonesia tanah air beta, begitu kata lagu), apakah sudah berupa final version atau masih perlu penyempurnaan-penyempurnaan untuk

bisa stabil?” Mas Adi mengawali prolog dengan pertanyaan-pertanyaan.

Mengenai gerakan perubahan pada Indonesia Raya, Mas Pram menawarkan kemungkinan lebih mudahnya, yakni dengan terlebih dulu mengubah komponen-komponen pembangunnya: keluarga masing-masing. Jalannya dengan selalu meng-upgrade fisik, otak, hati, dan jiwa berdasarkan nilai-nilai yang benar, baik, dan indah. Untuk perubahan besar, kita mulai dari mengubah fisik menjadi lebih bersih, sehat, dan wangi, lalu dibarengi dengan peningkatan pengetahuan secara terus-menerus, serta diimbangi dengan

45


(45)

pembersihan hati dan penyehatan jiwa. “Kenduri Cinta menemani Indonesia melewati jalannya sejarah melalui individu-individu.”46

Mas Ibrahim menambahi dengan terlebih dulu membahas Kenduri Cinta yang pertama kali diadakan tahun ini bukan pada Januari melainkan pada Februari.

“Yang pertama dalam hitungan itu bismillah, yang kedua baru

alhamdulillah. Bismillah kita sudah sejak 12 tahun yang lalu, lalu kapan alhamdulillahnya? Kadang kita tidak tahu kenapa diperjalankan di Februari –

seperti halnya kenapa dipertemukan dengan „taksi‟ yang itu (menggunakan

istilah Cak Nun). Ini yang namanya perjodohan. Kita tidak lepas dari

perjodohan ruang dan waktu.”

“Kodedisebut di dalam Alquran menggunakan kata „ayat‟. Kita bisa

belajar dari dua sisi perjalanan panjang manusia. Ada simpul-simpul dalam sejarah dimana Tuhan menempatkan kejayaan-kejayaan disitu. Pada suatu waktu bendera kejayaan Tuhan taruh di Amerika, pada waktu yang lain di tempat yang lain juga. Kita pernah punya Sriwijaya, Majapahit, Kediri, dan

masih banyak lagi.”

Di lingkar satu Kerajaan Kediri ada yang mencoba-coba berontak. Karena saking saktinya, diusirlah dia dengan cara diletakkan pada jabatan yang rendah (di bawah bupati). Dialah Tunggul Ametung yang berkuasa di Tumapel. Untuk mencapai hasratnya menjadi orang nomor satu, ditariknya pajak dalam jumlah yang melebihi jumlah seharusnya. Kelebihan bagian pajak itu digunakan untuk membangun Tumapel sampai-sampai menyaingi kerajaan Kediri itu sendiri. Rakyat tersiksa. Pada masa-masa gelap waktu itu, dihadirkan dalam sejarah seseorang yang juga gelap. Ken Arok, pemuda itu, mengajak pemuda-pemuda Tumapel untuk memutus kiriman-kiriman dari Tumapel ke Kediri dengan cara merampoknya. Hasil rampokan itu

46

Pram Aktifis 1998, dalam sambutan acara kenduri cinta yang diadakan pada 11 Februari 2013 pukul 7.50.


(46)

dikembalikan lagi kepada rakyat. Jajaran intelijen Kediri saat itu tak mampu membendung pergerakan rakyat ini.

EMHA Ainun Nadjib; “Di jalur Islam, kita melihat Maiyah ini selama

12 tahun perjalanannya tidak pernah dinilai apapun, tak pernah masuk atau dianggap. Jangan-jangan kita adalah generasi yang didalam doa Nabi Zakariya disebut sebagai generasi yang warisannya hilang? Karena kekhawatiran itu Beliau berdoa, Robbi latadzarni wa Anta khoirul-warisin (QS Al-Anbiya : 89). Warisan yang dimaksud bisa berupa warisan ilmu, kebudayaan, kesenian,

peradaban, etika, dan sebagainya.”47

48

Foto Kegiatan di KKC 11 Februari 2013

“KC juga melakukan decoding,” jawab Mas Pram, “Pada tahun 2000

awal kami berdiri, dulu yang tidak bisa berteriak di istana tempatnya di sini. Pada masa saya dulu tidak ada Reboan, hanya ada KC untuk mereposisi Indonesia menjadi lebih baik. Waktu itu muncul tagline„Menegakkan cinta menuju Indonesia mulia‟. Pada masa itu gerakan bersifat progresif revolusioner, sangat berbeda nuansanya dengan saat ini. Dulu penuh sesak sampai ke jalan-jalan; entah yang 90% itu BIN atau jamaah.”

47

Emha Ainun Nadjib, dalam sambutan acara kenduri cinta (decoding Indonesia Raya) yang diadakan pada 11 Februari 2013 pukul 9.50

48


(47)

“Dulu KC ada untuk mengimbangi macan-macan di istana. Nah, setelah kemudian macannya hilang, masih perlu nggak kita menjadi macan? Yang kemudian diperlukan adalah masyarakat yang kembali lahir untuk men-decode nilai yang sesuai dengan prinsip benar-baik-indah. Perkembangan tiga prinsip ini tidak mungkin hanya dilakukan sebulan sekali, maka ditransisikanlah menjadi sekali setiap pekan dan diadakan pada hari Rabu. Inti dari aktivitas ini adalah saling belajar untuk setiap harinya berubah menjadi

lebih baik.”

“Yang lain korupsi, anda enggak. Anda tahukah, EMHA Ainun Nadjib

itu sendirian atau tidak? Semua datang ke Cak Nun hanya untuk kepentingan mereka, setelah mendapat apa yang dicari, mereka tinggalkan Cak Nun. Pejalan Maiyah adalah pejalan sunyi; tapi sunyi yang damai. Anda akan

memberi manis dunia sekitar dengan nilai yang anda pegang.”

“Reboan adalah sarana untuk silaturahmi. Reboan merupakan

komitmen kita sebagai individu-individu yang sungguh-sungguh bersaudara. Dari Reboan pula tema KC didapatkan. Di Reboan kita bicarakan KC secara teknis, kita bicarakan ilmu secara lebih mendalam, kita mempererat

pertemanan yang ikhlas. Yang mau merapat di Reboan, dipersilahkan,” Mas


(48)

49

Hadir di sesi Diskusi ada Teuku Chandra (peneliti simbol), Mas Nanang Hape (dhalang, pengusung Wayang Urban), dengan dimoderasi oleh Mas Ibrahim.

Teuku Chandra yang sejak tahun 1981 menekuni kegiatan meneliti simbol-simbol, 17 tahun kemudian menemukan pola yang lalu dituangkannya

dalam „9 hipotesis‟ di dalam buku yang terbit pada tahun 2003, „Selamat

Tinggal Indonesia”. Seminggu setelah terbit, Beliau dipanggil Menko

Polhukam dan mendapatkan ucapan terima kasih.

Pak Chandra pertama kali pada tahun 1996 mengangkat ke permukaan bahwa ada kesalahan dalam pemilihan nama Indonesia pada waktu itu dalam forum-forum kecil.

Beberapa catatan yang disampaikan oleh Pak Chandra adalah sebagai berikut:

1. Imbuhan ke-an menjadikan kata dasar yang diimbuhinya menjadi rusak. Contoh: menteri; ketika diimbuhi menjadi kementerian. Tuhan; ketika diimbuhi menjadi ketuhanan;

2. Sebuah kata jika ditambah dengan kata „Raya‟ akan menjadi kata yang

hebat;

49


(49)

3. Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945/ 9 Ramadhan, tapi tak pernah berdoa pada tanggal 9 Ramadhan.

Mas Nanang Hape membuka uraiannya dengan mengatakan bahwa di dunia pewayangan sebagaimana di pesantren adalah warisan, melanjutkan pewarisan cerita-cerita ke generasi berikutnya. Mungkin masa lalu kita punya banyak cacat, tapi jangan-jangan kita belum cukup mengenalnya. Sejarah sering dihidangkan dalam bentuk satu sisi mata uang tanpa kita pernah tahu seperti apa sisi sebaliknya.

Mas Nanang kemudian bercerita bahwa Sudjiwo Tedjo pernah

mengatakan, “Di tataran makrifat, baik-buruk, kejam-tak kejam, itu tak ada

bedanya.” Balik ditanya, “Berarti negeri ini mau lanjut atau tidak, mau

berubah bentuk atau tidak, itu sama saja?” Beliau tak bisa menjawab.

“Bicara kedalaman itu untuk diri sendiri, tapi kalau pas nyembul itu

untuk orang lain. Saya anggap pembicaraan ini sebagai mimpi. Boleh bermimpi, tapi harus berani bangun. Kalau nggak kerja, nggak akan terjadi

riilnya.”

Ustadz Wijayanto yang kebetulan mampir di KC, diminta mengisi

waktu beberapa saat sebelum beliau pulang untuk kembali ke Yogya. “Tidak

mudah untuk membangun Indonesia, harus ada decoding serius. Decoding berasal dari kata code. Dalam terminologi bahasa ada tiga macam kode, yakni indeks, icon, dan simbol. Indeks adalah tanda yang hanya berfungsi sebagai pembeda, tidak memiliki konsekuensi. Icon sudah memiliki makna. Kalau ada gambar kuda laut, itu berarti menunjukkan Pertamina, dan sebagainya. Sementara itu, simbol sarat dengan makna dan memiliki

konsekuensi. Kalau lampu merah menyala, Anda harus berhenti.” Dalam

semua aspek diperlukan simbol. Decoding harus menyangkut setiap aspek. Al-aqil yakfi bil isyaroh. Orang pandai cukup dengan isyarat. 50

50

Dari arsip dan essai Kenduri cinta www.kenduricinta.comdiunduh pada tanggal 5 Maret 2014 pukul 13.00


(50)

51

Foto Agus Setiawan

Sehebat apapun orang orang yang hadir dalam jamaah maiyah ini, mulai dari Mahasiswa terutama aktifis, para tokoh, pejabat, para seniman, budayawan dan lain sebagainya, kita tidak pernah di liput oleh media, entah apa yang terjadi media hanya sibuk mengurus kepentingan para petinggi untuk mengamankan posisi pada Pil-Pres 2014 nanti, media kita saat sangat mengkonstruk dan menghilangkan tanggung jawab sebagai media yang seharusnya bisa mendidik saudara-saudaranya yang buta menjadi terbelalak akan realita yang harusnya mereka terima dengan kepolosan, harus dihadapkan pada kepentingan segelintir orang semata. Saya bangga! Sangat-sangat bangga karena, 12 tahun perjalanan kita selama ini tidak menyurutkan semangat untuk terus memperbaiki diri dan memimpikan bangsa ini akan benar-benar sehat lahir dan batin. Amin52

51

Doc Foto Agus Setiawan, Red KC Ratri Dian Ariani (11 Februari 2013). 52

Emha Ainun Najib, “(untuk kesejahteraan dan kebersamaan Indonesia)” diakses dari


(51)

E. Kenduri Cinta Pada awal Era Reformasi

Setelah tragedi Nasional tahun 1998 yang mana perubahan politik yang terjadi begitu sangat rentan akan serangan baik dari dalam negri maupun luar negri membuat Indonesia pada saat itu sangat rentan baik dalam Ekonomi maupun politik, para seniman dan budayawan yang biasa mengkritisi pemerintahan melalui seni dan kebudayaan di anggap sebagai golongan kiri yang harus disingkirkan. Pada tahun 2001 Komunitas kenduri cinta melahirkan Jamaah Maiyah pada malam menjelang akan digelarnya Sidang Istimewa MPR 2001, tepatnya pada tanggal 31 Juli 2001, sementara di Jakarta suhu politik semakin memanas, Emha secara khusus menggelar acara “Sholawatan Maulid” di kediamannya bersama sahabat-sahabatnya Kiai Kanjeng untuk mensikapi situasi politik yang semakin tidak menentu. Kegiatan semacam ini sebelumnya sudah sering digelar namun belum menggunakan kata-kata Jamaah Maiyah, sebab hanya berupa kegiatan pengajian yang tidak hendak menekankan pada eksistensi substansif. Dalam perkembangannya sebutan Jamaah Maiyah tetap dipertahankan nilai esensialnya bukan mengacu pada kelompok, golongan, ataupun aliran. Pendekatan dengan nama Jamaah Maiyah lebih bertujuan sebagai bentukan kebersamaan meraih semangat bertahan hidup bahwa Allah berada pada setiap napas kehidupan.

Di hadapan sahabat-sahabat setianya itu, Emha memberi ilmu dan hikmah, bahwa rakyat Indonesia semakin tidak mendapat jaminan apapun dari negara dan pemerintahnya. Nyawa dan keamanan hidupnya tidak dijamin oleh kepolisian, kedaulatan negerinya tidak dijamin oleh tentara, kesejahteraan ekonominya tidak dijamin oleh produsen-produsen budaya serta media massa. Bahkan Indonesia secara transparan mempertunjukkan politik iblis, industri iblis, budaya iblis. Artinya apa yang sehari-hari diperoleh oleh masyarakat adalah hal-hal yang memusnahkan kemandirian ekonominya serta memerosotkan akhlak kebudayaannya. Maka Emha kemudian mengajak, untuk membangun sendiri negeri-negeri di dalam dirinya, negeri kemandirian dalam kebersamaan, yang dilukiskannya sebagai lingkaran, yang kemudian


(1)

.\.-..

KEMENTERIAN

AGAMA

IINT\TERSITAS

ISLAM

NEGERI (UIN)

SYARIF

IIIDAYATULLAII

JAKARTA

FAKULTAS

ILMU DAKWAHDAN ILMU

KOMUNII'ASI

Telepon/Fsx : (O2l) 7432728 I 1.4703580

Jl. Ir. H. Juaoda No. 95 I 54 12 Irdonesia

[n.01/Fs/PP.00.9/

Kepada Yth. :

1.

Dr. Hj. Roudhonah, MA

2.

Fita Fathurokhmah, M.Si

3.

Ade Masturi, MA

4.

Rubiyanah, MA

5.

Ade Rina Farida, M.Si

Tembusan

l

Dekan

2. Kasubbag. Umum

Fakuitas llmlu Dakwah dan !lmu Komunikasi

Ajkd/MI

E{.il:

Jakarta, Juli 2015

Ketua/Penguji Sekretaris Penguii Penguji Pembirnbing Nomor Lampiran Hal

: 1(satu) Berkas

: Ujian SkriPsi

di

Jakarta

Assatamu'alaikum Wr.Wb.

Dekan Fakultas

llmu

Dakwah

dan

llmu Komunikasi.

UIN

Syarif -HidayatuUah Jakarta menunjuk Bapak/lbu

t"tlg'i

i'rn

p;'guii

Skripsi mahasiswa/i di Fakultas iltnu Dakwah dan llmu Komunikasi,

: Firman Aulia

: Padang, 18 November 198$

:208051000039

: komunifasi aan Penyiaran lslam

(KPl)

-

-.

-,

iiriiirto"i"r

rtr"lalui kebudayaan Kenduri Cinta'

Nama

Tempat Tanggal lahir

NIM

Jurusan Judul SkriPsi

Ujian tersebut akan dilaksanakan pada :

Hari/Tanggal

:

Selasa, 7 Juli

2015-..--w;kt;

""-

:

Pk'

1o'oos'd

11'oowB

.--.

'

Puang Munaqasah (Lantai 78)

I empJr

'Untuk

menunjang kelancaran ujian dimaksud' bersama ini kami kirimkan naskah

stripsiy'ang a[an ciiuil[an, guna aipelajari/diteliti sebagaimana mestinya'

Demikian penunjukan ini di sampaikan' Atas perhatian Bapaulbu' kami ucapkan

terima kasih Wassalam,


(2)

@]

lr ran

I

luHII

KEMENTERIANAGAMA

I]NNTERSMAS

ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF

HIDAYATT]LLAE

JAKARTA

F',AKULTAS

ILMU

DAK\ryAEDAN

rLMU

KgHffilJ,

r2at747o35so

l2Indone6ia

x: (021 : dda"

DekanFakultasllmu.DakwahdanllmuKcmunikasiUlNsyarifHidayatullahJakarta,

dengan

ini

menerangkan bahwa :

Nama

: Firma

Aulia

NIM

:208051000039

Jurusan / Konsentrasi : Komrurikasi dan Penyiaran

Islarr

(KPfl

adalah

mahasisrv/i

yang telah memenuhi semua pefsyaratan administrasi unhrk mengikuti

ujial

skipsi

dan yang bersangkutan dapat mengajulian permohonan bebas

SPP'

Surat Keterangan Bebas SPP

ini

hanya berlaku pada Semester Gen ap 201412015 '

i

o"*ikiun

suat

keterangan

ini

kami

buat, agar dapat

dipergunakan

sebagaimana

mestinya.

Jakartq Y-'Juli2015

a.n. Dekan

Wakil

DekanII'

MA

NIP.

19580910

32

001

Tembusan :

O"tu,

f*"fot

llmu

Dakwah dan

Ilmu

Komunikasi

UIN

Jakarta'


(3)

LAMPIRAN


(4)

(5)

(6)

Doc Penampilan Beben Jazz dalam seni musik Jazz dalam Decoding Indonesia raya serta pembacaan essai dan puisi, dari para Jamaah Maiah.11

feb 2013.