Kritik Sosial Model Komunikasi Politik Dalam Penyampaian Kritik Sosisal Melalui Kebudayaan Kenduri Cint

D. Cultural Studies

Istilah Cultural Studies pertamakali dipopulerkan oleh Stuart Hall professor sosiologi di Open University, Milton Keynes, Inggris. Hall mengkritik para ilmuan komunikasi yang mayoritas menggunakan pendekatan empiris, kuantitatif dan cenderung hanya melihat hubungan kausalitas dalam praktek komunikasi massa. Menurutnya mereka gagal untuk melihat apa yang seharusnya menjadi penting didalam pengaruh media massa terhadap masyarakat. Pengaruh media massa tidak dapat dilihat hanya melalui survei terhadap pembaca surat kabar, pendengar radio atau penonton televisi, karena persoalannya ternyata lebih dari itu. Hall sendiri banyak dipengaruhi oleh pemikiran Maxis yang melihat bahwa banyak terdapat hubungan kekuatan atau kekuasaan dibalik praktek masyarakat, terutama dalam praktek komunikasi massa dan media massa. Hall juga mengkritik para ilmuan yang hanya sekedar mampu menggambarkan tentang dunia, akan tetapi tidak berusaha untuk mengubah dunia tersebut kearah yang lebih baik. Tujuan Hall dan para ilmuan dari Teori kritis adalah memberdayakan dan memberikan kekuatan kepada masyarakat yang termarjinalkan dan memberikan kekuatan kepada masyarakat yang termarjinalkan atau terpinggirkan terutama dalam ranah komunikasi massa. Hall yakin bahwa fungsi media massa pada dasarnya adalah untuk menjaga kelanggengan kekuasan yang dominan. Media penyiaran maupun media cetak hanya dimiliki oleh sekelimpok orang. Media juga dianggap mengekploitasi pihak pihak yang miskin dan lemah. Hall mengklaim bahwa banyak penelitian komunikasi gagal untuk mengungkapkan pertarungan kekuasan dibalik praktek media massa tersebut. Menurutnya adalah kesalahan jika memisahkan komunikasi dari disiplin ilmu- ilmu lainnya. Jika hal tersebut dilakukan maka kita telah memisahkan pesan komunikasi dengan ranah budaya dimana seharusnya mereka berada. Oleh karena itu karya Hall lebih disebut sebagai cultural studies dari pada Media Studies. Pada tahun 1970-an Hall mendirikan Center for Contemporerary Cultural Studies CCCS di University of Birmingham. Dibawah pimpinan Hall CCCS mengusung misi untuk memberikan gambaran tentang pertarungan antara “yang memiliki kekuasan dan yang tidak memiliki kekuasan” tujuan utamanya adalah untuk merebut sedikit ruang dimana antara suara pihak yang termajinalkan dapat dan bisa terdengar di dalam praktek komunikasi. Ketika Hall mengusung tujuan untuk membuka kedok praktek ketimpangan kekuasan didalam masyarakat, Hall mengatakan bahwa pendekatan cultural studies baru dapat berhasil jika kita penelitian media yang gagal mengkaitkan diri dengan ideologi dibalik praktek media massa. Hall menginginkan agar membebaskan masyarakat dari ketidak sadaran dominasi idiologi di dalam budaya kita sehari-hari. Cultural studies mencoba untuk membangkitkan kesadaran kita akan peran media massa dalam memelihara status quo. Kultural studies pada dasarnya adalah pemikiran yang rumit. Hall banyak dipengaruhi oleh ide tentang determinisme ekonomi, analisis tekstual dalam studi semiotika, dan terutama pemikiran tentang kritik filsafat bahasanya Michel Foucault. Frankfurt School sendiri menyatakan bahwa media massa, baik itu berita maupun tayangan hiburan, pada hakikatnya memberikan gambaran tentang dunia dari sudut pandang sistem kapitalis. Media cenderung perspektif status quo tersebut dalam berbagai produk media massa yang pada nantinya mengubah media menjadi industri budaya cultural studies. Hall juga mengadopsi konsep hegemoni, menurutnya, terjadi hegemoni penguasaan atau didominasi satu pihak oleh pihak lainterutama dalam peran budaya dalam praktek media massa. Praktek hegemoni ini tidak memiliki bersifat disadari, kohersif dan memiliki efek yang total. Meskipun tayangan media massa itu berada namun pada dasarnya mengarahkan pada perspektif yang cenderung kepada standar yang dimiliki oleh status qou itu sendiri. Hasilnya media massa bukannya merefleksikan apa yang ada di masyarakat, tetapi berubah menjadi mampu menentukan apa yang seharunya terjadi dalam masyarakat. 34 Bennet sebagaimana yang dikutip oleh Barker menawarkan sejumlah elemen yang dapat mendefinisikan tentang cultural studies. Menurutnya cultural studies merupakan sebuah kajian interdisipliner yang dapat dilihat dari berbagai perspektif yang tujuan utamanya untuk mengkaji bagaimana relasi antara budaya dan kekuasan. Kekuasaan yang coba dikaji oleh cultural studies disini sangat luar dimana didalamnya temasuk persoalan gender, ras kelas dan kolonialisme. 35 Cultural studies mencoba menjelaskan kaitan antara bentuk-bentuk kekuasan tersebut dan mencoba menggambarkan cara pola tentang budaya dan kekuasaan yang dapat digunakan untuk suatu perubahan. 36 Budaya menjadi bahasan cultural studies dijelaskan oleh Stuar Hall sebagai berikut: 1. Cultural studies merupakan wacara yang membentan yang merespon kondisi politik dan historis yang berubah dan selalu ditandai dengan perdebatan, ketidak setujuan dan intervensi. Budaya dalam cultural studies lebih didefinisikan secara politis dibandingkan pada secara estetis. Cultural studies tidak melihat budaya sebagai suatu yang sempit, sebagaimana yang menjadikan kajian dalam antropologi atau ilmu kebudayaan konvensional. Budaya disini lebih dipandang sebagai teks dan praktik dan praktik hidup sehari-hari, budaya dilihat bersipat politik dikarenakancultural studies mencoba memandang sebagai sebuah arena konflik wacana. Diskursus tentang budaya dalam persperktif cultural studies berupaya untuk mencoba membaca konteks budaya secara terkonstruksi. Lebih dari itu budaya tidak dipandang suatu yang netral atau bersifat apa adanya, melainkan sebagai praktik pertarungan wacana. Untuk itu cultural studies mengajak untuk mengungkap ada apa dibalik suatu 34 Griffin, Emory A. First Look at Communication Theory, 5 th edition, New York: McGraw-hill, 2003, hal.366-369. 35 Iih. Farid Hamid Heri Budianto, Ilmu Komunikasi: Sekarang dan Tantangan Masa Depan, Jakarta: Kencana 2011, ed.1 cet.1. hlm. 462-463 36 Year Panji, Komunikasi dan Konstruksi Masyarakat Konsumen suatu perspektif Cultural Studies, Jakarta: Kencana 2011, ed.1 cet.1, hlm..462 budaya yang temanifestasikan di dalam masyarakat. Pengaruh Maxisme terhadap cultural studies disini sangat kuat. Melihat pula bahwa budaya tidak dimaknai sebagai sebuah wilayah netral dan artinya kritik terhadap budaya yang lebih dikedepankan. 37 2. Cutural studieskajian budaya adalah perspekltif teoritis yang berfokus bagaimana budaya dipengaruhi oleh budaya yang kuat dan dominan. Kajian kebudayaan tidak merujuk pada doktrin tunggal mengenai prilaku tunggal manusia. Bahkan Stuar Hall dengan persuasif berpendapat bahwa “kajian budaya memiliki banyak wacana, juga memiliki beberapa sejarah. Ia adalah kelompok formasi yang utuh, memiliki peristiwa dan momen masa lalu.” Kajian budaya berkaitan dengan sikap, pendekatan, dan kritik mengenai sebuah budaya. Budaya merupakan fitur utama dalam teori ini, dan budaya telah menyediakan sesuatu yang telah mendorong para peneliti untuk mendiskusikan, tidak sepakat, menantang, dan merefleksikan. 38 Bahkan Jhon Hartley mengamati peneliti telah mencapai “sedikit kesepakatan mengenai apa yang dianggap sebagai kajian budaya, baik sebagai praktisi kritis atau alat institusional.” 39 Kajian budaya menegaskan bahwa budaya harus dipelajari terkait dengan hubungan sosial dan sistem dimana budaya di produksi dan dikonsumsi. Dengan demikian study mengenai budaya erat kaitannya dengan studi tentang masyarakat, politik dan ekonomi. Kajian budaya menunjukan bagaimana budaya media mengartikulasikan nilai-nilai dominan, ideologi politik, perkembangan sosial dan hal baru pada zaman tersebut. Ini merupakan konsep budaya dan masyarakat AS sebagai medan yang perebutkan oleh berbagai kelompok dan ideologi berjuang melawan dominasi. Televisi, film, musik, dan bentuk-bentuk budaya popular sering 37 Year Panji, Komunikasi dan Konstruksi masarakat Konsumen Suatu perspektif Cultural Studies, Jakarta: Kencana, 20, ed.1, cet.1. hlm. 463