3. Subjek Penelitian
Subjek pada penelitian ini berjumlah dua orang yang diperoleh menggunakan teknik purposive sampling. Pada awalnya, peneliti ingin menggunakan pasien yang berada di yayasan
rumah singgah pasien kanker yang bertempat di sekitar RSUP Sanglah sebagai subjek, namun karena tidak mendapatkan izin pengambilan data, peneliti kemudian mengajukan izin ke ruang
bagian khusus anak yaitu Ruang Pudak RSUP Sanglah, Denpasar. Peneliti mendapatkan informasi bahwa terdapat lima pasien LLA yang sedang dirawat dan dapat dijadikan subjek
penelitian. Peneliti kemudian memilih dua dari lima pasien tersebut yaitu subjek I yang memasuki tahun ke-tiga dalam menjalani terapi pengobatan dan subjek II yang memasuki
bulan ke-tiga dalam menjalani terapi pengobatan. Pasien pertama dari ketiga pasien tersebut merupakan pasien yang baru menjalani terapi
pengobatan selama tiga hari sehingga dikhawatirkan anak belum memunculkan strategi coping, pasien kedua merupakan pasien yang kurang fasih menggunakan Bahasa Indonesia
dikarenakan bukan warga Negara Indonesia sehingga dikhawatirkan akan mempersulit proses pengambilan data, dan pasien ketiga merupakan pasien yang berusia kurang dari dua tahun
sehingga tidak sesuai dengan karakteristik subjek penelitian.
4. Pemaparan Kasus
Berdasarkan hasil pre-eliminary study yang telah dilakukan, peneliti kemudian menentukan subjek I dan subjek II sebagai subjek dalam penelitian. Adapun pemaparan dari
kasus subjek I adalah sebagai berikut:
a Subjek penelitian adalah seorang anak berjenis kelamin perempuan, lahir pada 16
Agustus 2008 di Gianyar-Bali, dan saat melakukan pre-eliminary study subjek I berusia tujuh tahun empat bulan. Subjek I terdiagnosa mengalami leukemia limfoblastik akut
LLA pada saat berusia empat tahun enam bulan yaitu pada bulan Februari 2013.
Setelah terdiagnosa, subjek I menjalani seluruh tahap terapi pengobatan LLA selama lebih dari dua tahun. Pada tahap akhir terapi pengobatan, sel leukemia yang terdapat
pada tubuh subjek I berjumlah 6. Namun, dua bulan kemudian subjek I kembali mengalami gejala klinis LLA seperti nyeri dan kesakitan pada bagian mata, nyeri sendi
dan terasa sakit pada tulang-tulang, sehinggga subjek I dinyatakan mengalami kambuh pada penyakitnya dengan jumlah sel leukemia sebanyak 60.
Berdasarkan pernyataan dari responden yaitu ibu subjek I, selama dua bulan tersebut subjek I sering menolak ketika diajak melakukan pengobatan ke rumah sakit
dengan alasan takut dan subjek I ingin pergi ke sekolah, sehingga pengobatan yang seharusnya didapatkan saat itu menjadi terlambat. Dikatakan pula subjek I sering
menolak ketika diberitahu agar beristirahat dan tidak terlalu lama bermain dengan teman-temannya. Selain itu subjek I dikatakan sering mengonsumsi makanan yang tidak
diperbolehkan dikonsumsi bagi pasien LLA. Hal-hal tersebut menurut responden menjadi salah satu kemungkinan pemicu kambuh pada subjek I. Oleh karena itu, subjek
I diharuskan untuk mengulang kembali menjalani terapi pengobatan dari tahap awal. Tepat pada bulan Februari 2016, subjek I memasuki tahun ke-tiga dalam menjalani
terapi pengobatan LLA. Selama menjalani terapi pengobatan, subjek I dikatakan sering mengeluhkan sakit
secara fisik maupun ketidaknyamanan secara psikologis. Gejala klinis LLA yang memunculkan keluhan secara fisik cukup banyak terlihat pada subjek I, seperti
mengalami pendarahan gusi, pembengkakan pada hati dan limpa, mengalami demam dan terlihat pucat, penurunan kadar hemoglobin pada darah, nyeri sendi dan tulang,
perubahan kelenturan pada kulit, serta berat badan yang cenderung menurun. Kondisi
tersebut menimbulkan ketidaknyamanan sehingga subjek I menjadi lebih cengeng, lebih sering mengeluh dan merengek kepada sang ibu sebagai orang yang menjaga subjek I
dirumah sakit sehari-harinya. Ketidaknyamanan yang dirasakan oleh subjek I juga dapat terlihat dari perilaku subjek I menolak untuk melakukan pengobatan dengan alasan takut
dan lebih memilih pergi ke sekolah. Selain itu subjek I dikatakan sering menolak minum obat, serta susah makan maupun minum air yang bermanfaat bagi tubuh pasien LLA.
Adapun pemaparan dari kasus subjek II adalah sebagai berikut: b
Subjek penelitian adalah seorang anak berjenis kelamin perempuan, lahir pada 2 Oktober 2007 di Sumba-Nusa Tenggara Timur, dan saat melakukan pre-eliminary study
subjek II berusia delapan tahun empat bulan. Subjek II terdiagnosa mengalami LLA pada
saat berusia delapan tahun dua bulan yaitu pada bulan Desember 2015. Saat melakukan pre-eliminary study subjek II memasuki bulan ke-tiga dalam menjalani terapi
pengobatan LLA. Jumlah sel leukemia yang ada pada tubuh subjek II saat pertama kali didiagnosa berjumlah 30. Subjek II adalah seorang siswa kelas tiga sekolah dasar,
namun selama menjalani terapi pengobatan di RSUP Sanglah, subjek II mengambil cuti dari sekolahnya. Selain karena harus menjalani terapi pengobatan yang intensif, sekolah
subjek II juga terletak di Sumba-Nusa Tenggara Timur. Subjek II didampingi hanya oleh sang ibu, sedangkan ayah maupun keluarga lainnya tidak dapat menemani subjek II
selama di rumah sakit, dikarenakan ayah dan keluarga harus menjaga rumah dan bekerja di kebun.
Berdasarkan pernyataan dari responden yaitu ibu subjek II, selama dua bulan lebih menjalani terapi pengobatan di rumah sakit, subjek II dikatakan mengeluhkan sakit
secara fisik maupun ketidaknyamanan secara psikologis. Gejala klinis LLA yang memunculkan keluhan secara fisik cukup banyak terlihat pada subjek II namun tidak
lebih banyak dari subjek I. Gejala klinis LLA yang dialami oleh subjek II seperti mimisan, demam, pucat, serta mengalami penurunan berat badan. Kondisi tersebut
menimbulkan ketidaknyamanan sehingga subjek II menjadi lebih cengeng, lebih sering mengeluh dan merengek kepada sang ibu dan juga dikatakan lebih sering dan cepat
marah ketika berbicara kepada ibunya. Ketidaknyamanan tersebut juga dapat terlihat dari perilaku subjek II yang terkadang menolak untuk mengonsumsi obat karena alasan
obat terlalu pahit.
C. Hasil Penelitian