131
keadaan ekonomi,sosial, politik buruh didaerah dari dampak pelaksanaan PP no.78 tahun 2015. Menyatakan :
“Penerapan PP Pengupahan no.78 tahun 2015 secara langsung berdampak pada keadaan sosial buruh. Hal ini berkaitan dengan dampak ekonomi
yang dirasakan buruh. Ketika kenaikan upah buruh tidak sesuai dengan kebutuhan hidup rill buruh maka kebutuhan akan sosial buruh juga akan
sulit dipenuhi. Dampaknya banyak buruh yang harus mencari pekerjaan sampingan untuk mampu memenuhi kebutuhannya. Bahkan buruh harus
bekerja lembur yang sangat panjang untuk meningkatkan pendapatan diluar upah pokoknya. Ditambah lagi dibeberapa daerah yang padat
industri yang kebutuhan hidupnya lebih tinggi banyak pekerja perempuan
yang harus menjadi PSK akibat minimnya upah yang didapat”. Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa dampak sosial yang
dialami buruh dari penerapan PP no.78tahun 2015 mengakibatkan kualitas hidup buruh semakin rendah, masih jauh dari hidup sejahterah. Ditambah lagi PP no,78
tahun 2015 mempengaruhi keadaan sosial buruh, baik dalam bersosialisasi dalam masyarakat akibat intensitas kerja yang semakin tinggi ,maupun tindakan tindakan
yang melanggar norma sosial.
3.3.3 Dampak Produktifitas Terhadap Perusahaan
Pelaksanaan PP No.78 tahun 2015 tidak hanya berdampak pada buruh akan tetapi juga berdampak pada perusahaan. Jika dikaitkan dengan kepentingan
keduanya dalam hubungan industrial, kedua pihak mempunyai kepentingan yang berbeda. Buruh menginginkan upahnya terus meningkat untuk memenuhi
kebutuhannya, sementara disisi lain pengusaha ingin biaya produksi semakin kecil untuk meningkatkan keuntungannya dengan cara memastikan kenaikan upah
buruh relatif stabil. Jadi secara langsung dampak dari sebuah kebijakan yang berkaitan dengan upah akan memberikan pengaruh yang berbeda untuk kedua
belah pihak. Seperti yang dipaparkan dalam sub bab sebelumnya, dampak dari penyelenggaraan PP No.78 tahun 2015 jelas merugikan terhadap buruh.
Sebaliknya dampak dari PP No.78 tahun 2015 memberikan keuntungan bagi pengusaha.
Universitas Sumatera Utara
132
Keuntungan yang dimaksud untuk pengusaha dapat dilihat dari berbagai analisis sebagai berikut :
1. Dengan adanya proses penetapan upah yang hanya ditentukan dari tingkat
inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional dan tidak lagi berdasarkan KHL maka kenaikan upah buruh relatif stabil. Sehingga biaya prosuksi
perusaahaan dalam bentuk upah dapat diefesiensikan. Hal ini akan meningkatkan keuntungan perusahaan dengan adanya kebijakan yang
memastikan upah buruh tidak mengalami kenaikan yang signifikan. Ditambah lagi survei KHL yang dilakukan sekali dalam 5 tahun, semakin
menjamin kepentingan perusahaan untuk mendapatkan keuntungan, karena kenaikan upah buruh akan lebih terkontrol untuk 5 tahun kedepan.
Biasanya kenaikan upah buruh sangat dipengaruhi oleh kenaikan atas peningkatan KHL yang berkembang setiap tahunnya.
2. Dengan minimnya peran dewan pengupahan dan keterlibatan buruh dalam
penetapan upah, menjadikan posisi pengusaha semakin aman dari desakan buruh atas kenaikan upah. Karena dalam UUK No.13 tahun 2003
dijelaskan terdapat lembaga tripartit untuk memberikan rekomendasi kepada Gubernur dalam menetapkan upah, sementara dengan penetapan
upah berdasarkan PP No.78 tahun 2015 maka lembaga tripartit semakin terbatas perannya. Sehingga sasaran buruh dalam menuntut kenaikan upah
langsung berhadap-hadapan dengan pemerintah sebagai stake holder yang mengeluarkan kebijakan.
3. Dengan lemahnya sanksi terhadap pelanggaran atas pembayaran upah
dibawah ketentuan berdasarkan PP no.78 tahun 2015 yang hanya sanksi adimnistratif, membuka celah terhadap pengusaha untuk melakukan
berbagai pelanggaran tentang ketentuan pembayaran upah. Sehingga dari analisis diatas dapat disimpulkan bahwasanya dampak dari
pelaksanaan PP No.78 Tahun 2015 memberikan keuntungan kepada pengusaha baik secara ekonomi dan politik. Hal ini menunjukan kebijakan PP no.78 tahun
Universitas Sumatera Utara
133
2015 hanya menguntungkan salah satu pihak yaitu perusahaan. Seperti dikutip dari media online Kompas, Apindo Asosiasi Pengusaha Indonesia melalui
Anthony Hilman sebagai ketua bidang kebijakan publik mengatakan bahwa mendukung penuh PP No.78 Tahun 2015 karena akan lebih mudah mempredisksi
kenaikan upah yang bersandarkan tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi dibandingkan dengan bersandarkan KHL yang menjadi amanat UUK no.13 tahun
2003. Dan survei KHL yang dilakukan sekali dalam 5 tahun akan berdampak pada kenaikan upah yang relatif stabil. Hal itu menguntungkan pengusaha untuk
meningkatkan daya saing indutri
77
.
77
Mediana. Pengusaha
mendukung penetapan
PP Pengupahan
diakses dari
: http:print.kompas.combacaekonomisektor-riil20151027Pengusaha-Dukung-Penetapan-PP-Pengupahan
pada tanggal 17 Oktober pada Pukul 23:24 Wib
Universitas Sumatera Utara
134
BAB IV PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan dalam bab sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Kebijakan pengupahan berdasarkan Peraturan Pemerintah No.78 tahun
2015 merupakan kebijakan pertama kali yang menetapkan upah dengan formulasi upah minimum. Didalam formulasi penetapan upah dijelaskan
upah minimum dihitung berdasarkan tingkat inflasi nasional tahun berjalan ditambah dengan pertumbuhan ekonomi nasional tahun berjalan PDB .
Penetapan upah tidak lagi mengandung prinsip musyawarah dan mufakat seperti yang diamanatkan sila ke-4 Pancasila yang bertumpu pada
komponen hidup layak buruhpekerja seperti yang diamanatkan UU No.13 Tahun 2003 tentang pencapaian kehidupan layak. Hal ini memberikan
perbedaan terhadap tingkat kenaikan upah buruh pertahunnya. Dimana upah buruh di Tahun 2016 secara nasional mengalami kenaikan rata-rata
11,5 dan ini tidak sesuai dengan keadaan disetiap daerah yang notabene tingkat inflasi atau kenaikan harga barang dan pertumbuhan ekonomi
PDRB berbeda-beda. sebelum penetapan upah berdasarkan PP No.78 Tahun 2015 kenaikan upah disesuaikan dengan kebutuhan hidup buruh
melalui proses survei terhadap komponen hidup layak yang diatur berdasarkan Permenaker No.13 Tahun 2012..
Universitas Sumatera Utara