BAB II BAGAIMANA PERATURAN PER UNDANG-UNDANGAN TERKAIT
TENTANG LARANGAN MELAKUKAN EKSPLOITASI ANAK DALAM TINDAK PIDANA KESUSILAAN MENURUT PER
UNDANG-UNDANGAN
1. KUHP
Terminologi internasional yang digunakan untuk menyebut anak yang melakukan pelanggaran hukum adalah “Anak yang Berhadapan dengan Hukum”.
Sejak disadari bahwa anak juga melakukan pelanggaran hukum, perdebatan tentang bagaimana cara yang terbaik untuk menghadapinya, terus menerus
berlangsung. Diversi adalah proses yang telah diakui secara internasional sebagai cara terbaik dan paling efektif dalam menangani anak yang berhadapan dengan
hukum. Intervensi terhadap anak yang berhadapan dengan hukum sangat luas dan beragam, tetapi kebanyakan lebih menekankan pada penahanan dan
penghukuman, tanpa peduli betapa ringannya pelanggaran tersebut atau betapa mudanya usia anak tersebut. Penelitian telah menunjukkan bahwa sekitar 80
dari anak-anak yang diketahui Polisi melakukan pelanggaran hukum hanya akan melakukannya satu kali itu saja, jadi penggunaan sumber-sumber sistem peradilan
yang ‘menakutkan’ untuk menangani anak-anak ini sesungguhnya sangat tidak berdasar, kecuali benar-benar diperlukan.
22
Selain itu didapati bahwa jumlah kekerasan terhadap anak pada tahun 2009 meningkat mencapai 1.998 kasus. Selain kuantitas, jenis dan variasi
kekerasan pun cenderung berkembang. Sekjen Komnas Anak Arist Merdeka Sirait
22
Santi Kusumaningrum, Penggunaan Diversi untuk Anak yang Berhadapan dengan Hukum. Dikembangkan dari Laporan yang disusun oleh Chris Graveson
http:Santi Kusumaningrum -diversion-guidelines_adopted-from-chr is-report.pdf.
Universitas Sumatera Utara
mengatakan:
23
Yang paling dominan adalah jenis kekerasan seksual seperti pencabulan, perkosaan, sodomi, dan incast yang mencapai 62,7 persen. Sedangkan sisanya
berupa pencurian, narkoba, kekerasan, dan sejenisnya, Tingginya kasus anak sebagai korban maupun pelaku kejahatan telah membuat jumlah anak yang
berhadapan dengan hukum terus meningkat. Dan hampir semua kasus tersebut
berujung pada pemidanaan dan penjara dengan jumlah sekitar 5.308 anak”. Diasumsikan bahwa di daerah perkotaan kriminalitas berkembang terus
sejalan dengan bertambahnya penduduk, pembangunan, moderenisasi, dan urbanisasi. Perkembangan kota selalu disertai dengan perkembangan kualitas dan
kuantitas kriminalitas, akibatnya, perkembangan keadaan ini menimbulkan keresahan masyarakat dan pemerintah di kota tersebut. Sebagai suatu kenyataan
sosial, masalah kriminalitas tidak dapat dihindari dan memang selalu ada, sehingga wajar bila menimbulkan keresahan, karena kriminalitas dianggap
sebagai suatu gangguan terhadap kesejahteraan penduduk di daerah perkotaan serta lingkungannya.
Sehubungan dengan keadaan ini, penduduk dan pemerintah bereaksi untuk memberantas masalah kriminalitas, tetapi sayang sekali, usaha ini sering sekali
tidak memuaskan. Hal ini dapat dicontohkan, misalnya, suatu penguasa yang dalam keadaan panik menghadapi kriminalitas tertentu, mengambil tindakan-
tindakan yang tidak bijaksana, sehingga akibatnya yang negatif menimbulkan kecemasan dan apatisme dan kriminalitas berkembang terus.
Usaha untuk mengemukakan masalah kriminalitas di daerah perkotaan patut disambut gembira, oleh karena penyajian masalah ini merupakan salah satu
keinginan untuk melihat masalah kriminalitas ini menurut proporsi yang
23
Oke Zone. Com, Kasus Kekerasan Anak Meroket, Kamis, 24 Desember 2009. http:getsa.wordpress.com20091224kasus-kekerasan-anak-meroket.
Universitas Sumatera Utara
sebenarnya secara dimensional. Masalah kriminalitas sebagai suatu kenyataan sosial tidak berdiri sendiri, tetapi berkaitan dengan masalah sosial, ekonomi,
politik, dan budaya sebagai fenomena yang ada dalam masyarakat dan saling mempengaruhi satu sama lain.
24
Perkembangan kriminalitas yang terjadi di daerah perkotaan serta peserta- peserta interaksi sebagai fenomena yang ikut serta dalam terjadinya kriminalitas
mempunyai hubungan fungsional satu sama lain. Ada kemungkinan malahan ada yang bertanggung jawab fungsional terhadap terjadinya kriminalitas tersebut.
Adapun yang disebut dengan peserta-peserta dalam timbulnya kriminalitas diatas adalah pelaku, korban, pembuat undang-undang serta undang-undang, pihak
kepolisian, kejaksaan, kehakiman, dan lembaga-lembaga sosial lain.
25
Pasal 281 KUHP menjelaskan bahwa barang siapa yang dengan sengaja dan terbuka melanggar kesusilaan diancam dengan pidana penjara paling lama
dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah, dan barang siapa dengan sengaja dan didepan orang lain yang ada di situ
bertentangan dengan kehendaknya, melanggar kesusilaan.
26
Sistem ekonomi masyarakat tertentu tidak memungkinkan suatu golongan sosial dalam masyarakat tertentu untuk memenuhi aspirasi dan keperluan fisik,
mental dan sosial secara tidak bertentangan dengan undang-undang yang berlaku. Keperluan golongan tersebut dapat bersifat dan berakibat positif maupun negatif.
Maka ada kemungkinan besar karena perhitungan mendesak, yang bersangkutan
24
Arif Gosita, Masalah Korban Kejahatan, PT. Bhuana Ilmu Populer, Jakarta, 2004, Hal, 2
25
Ibid, Hal. 4
26
Pasal 281 KUHP Hal 95
Universitas Sumatera Utara
dari golongan sosial tersebut yang mampu maupun tidak mampu dan adanya kesempatan bagi orang yang bersangkutan dan tidak segan-segan melakukan
tindakan kriminal demi pemenuhan kepentingannya dan menanggung segala akibatnya. Kota besar yang banyak penduduknya ada kemungkinan keadaan yang
tidak sehat ini memberikan kesempatan dan dapat dijumpai tindakan kriminal tersebut.
Sejak periode 2000-an, Indonesia menunjukkan adanya langkah-langkah serius untuk memberikan perlindungan terhadap anak. Pada periode itu, lahir
berbagai peraturan perundangan dan kebijakan yang diberlakukan, termasuk pula meratifikasi berbagai instrumen internasional yang terkait dengan isu hak-hak
anak. Eksploitasi
seksual Komersial
terhadap Anak
ESKA yang
diidentifikasikan ke dalam tiga bentuk, yaitu prostitusi anak, pornografi anak dan perdagangan anak untuk tujuan seksual, menjadi salah satu perhatian.
Pasal 285 KUHP mengatakan bahwa. Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar
perkawinan, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun Pasal 287 KUHP, mengatakan bahwa. Barang siapa bersetubuh dengan
seorang wanita di luar perkawinan, padahal diketahui sepatutnya harus diduganya bahwa umurnya belum lima belas tahun diancam dengan pidana penjara paling
lama sembilan tahun.
27
27
Pasal 285,287, 288 KUHP, Tentang Pencabulan dan Perkosaan, Hal, 98-99
Universitas Sumatera Utara
Pasal 288 KUHP mengatakan bahwa : 1. Barang siapa dalam perkawinan bersetubuh dengan perempuan yang
dinikahinya, padahal diketahuinya atau patut dapat disangkanya bahwa perempuan itu belum pantas dikawini, dipidana dengan pidanna penjara
selama-lamanya empat tahun, apabila perbuatan itu berakibat badan perempuan itu mendapat luka.
2. Jika perbuatan itu berakibat perempuan tersebut mendapat luka berat dijatuhkan pidana penjara selama-lamanya delapan tahun.
3. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya perempuan itu, dijatuhkan pidana selama-lamanya dua belas tahun.
Pasal 290 KUHP, Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun: 1. Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang, padahal diketahuinya
bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya; 2. Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang Padahal diketahuinya
atau sepatutnya harus diduganya, bahwa umumya belum lima belas tahun atau kalau umumya tidak jelas, yang bersangkutan belum waktunya untuk dikawin:
3. Barang siapa membujuk seseorang yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umumya tidak
jelas yang bersangkutan atau kutan belum waktunya untuk dikawin, untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, atau bersetubuh di
luar perkawinan dengan orang lain.
Universitas Sumatera Utara
Pasal 292 KUHP : Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sesama
kelamin, yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
Pasal 293 KUHP : 1. Barang siapa dengan memberi atau menjanjikan uang atau barang,
menyalahgunakan pembawa yang timbul dari hubungan keadaan, atau dengan penyesatan sengaja menggerakkan seorang belum dewasa dan baik
tingkahlakunya untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul dengan dia, padahal tentang belum kedewasaannya, diketahui atau selayaknya
harus diduganya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun. 2. Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan orang yang terhadap dirinya
dilakukan kejahatan itu. 3. Tenggang waktu tersebut dalam pasal 74 bagi pengaduan ini adalah masing-
masing sembilan bulan dan dua belas bulan. Pasal 294 KUHP :
1. Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengm anaknya, tirinya, anak angkatnya, anak di bawah pengawannya yang belum dewasa, atau dengan
orang yang belum dewasa yang pemeliharaanya, pendidikan atau penjagaannya diannya yang belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh
tahun.
Universitas Sumatera Utara
2. Diancam dengan pidana yang sama: 1.
Pejabat yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang karena jabatan adalah bawahannya, atau dengan orang yang penjagaannya
dipercayakan atau diserahkan kepadanya, 2.
Pengurus, dokter, guru, pegawai, pengawas atas, pesuruh dalam penjara, tempat pekerjaan negara, tempat pendidikan, rumah piatu, rumah sakit,
rumah sakit jiwa atau lembaga sosial, yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang dimasukkan ke dalamnya.
Pada peraturan perundangan di Indonesia, tidak ada pengaturan khusus mengenai Eksploitasi Seksual Komersial Anak ESKA. Namun kita bisa
mencermati pengaturan-pengaturan yang berhubungan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan Eksploitasi Seksual Komersial Anak ESKA,
seperti dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana KUHP dan Undang-undang Perlindungan Anak. Komisi nasional Hak Asasi yang selanjutnya disebut komnas
HAM adalah lembaga mandiri yang berkedudukan setingkat dalam Negara lainnya yang berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian, penyaluran,
pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia bagi anak yang masih dibawah umur merupakan hak-hak yang melekat pada manusia yang mencerminkan martabatnya.
28
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak