dengan ”dalam keadaan tertentu” antara lain keadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 ayat 2 huruf b dan Pasal 107 huruf c. Pasal 99 ayat 2 huruf b
tersebut mengatur mengenai siapa yang berhak mewakili Perseroan jika terjadi perkara di Pengadilan antara Perseroan dengan anggota Direksi yang
bersangkutan, dimana seluruh anggota Direksi mempunyai benturan kepentingan dengan Perseroan. Jika terjadi keadan demikian, maka Dewan Komisaris berhak
mengambil alih posisi Direksi mewakili Perseroan melawan Direksi yang berperkara dengan Perseroan. Kemudian Pasal 107 huruf c mengatakan bahwa
dalam anggaran dasar diatur ketentuan mengenai pihak yang berwenang menjalankan pengurusan dan mewakili Perseroan dalam hal seluruh anggota
Direksi berhalangan atau diberhentikan untuk sementara. Dari bunyi Pasal 99 ayat 2 huruf b dan Pasal 107 huruf c. kemungkinan Dewan Komisaris melakukan
perbuatan pengurusan hanya berkaitan dengan hal-hal seperti yang diatur di dalam Pasal 97 ayat 2 huruf b jika ada perkara antara Direksi dengan Perseroan
sementara seluruh anggota Direksi mempunyai benturan kepentingan dengan Perseroan dan Pasal 107 huruf c perlunya diatur di dalam anggaran dasar PT, jika
sewaktu waktu seluruh anggota Direksi berhalangan atau diberhentikan untuk sementara, siapa pihak yang berwenang menjalankan pengurusan dan mewakili
Perseroan.
Jika Dewan Komisaris melakukan tindakan-tindakan Direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat 1 dan ayat 2 UUPT tersebut, maka konsekuensi
dari sifat kolegialitas adalah sebagai berikut :
1. Dalam hal mewakili Dewan Komisaris, sebagai anggota dewan,
anggota Dewan Komisaris yang menjabat sebagai Direksi tersebut
tetap bertindak untuk dan atas nama Dewan Komisaris secara keseluruhan ; 2.
Dalam hal mewakili perseroan, posisi anggota Dewan Komisaris yang menjabat sebagai Direksi tersebut bertindak untuk dan atas nama
perseroan, dan dia memiliki posisi, kewenangan dan tanggung jawab
sebagai direksi perseroan bukan sebagai Dewan Komisaris.
Universitas Sumatera Utara
Jika mengacu pada ketentuan Pasal 4 UUPT yang mengatakan bahwa terhadap Perseroan berlaku UUPT, anggaran dasar Perseroan dan ketentuan
peraturan perundang-undangan lainnya, ketentuan PBI yang mengatur secara spesifik PT Perbankan tidak bisa dikatakan bertentangan. Namun yang perlu
diperhatikan adalah bunyi penjelasan Pasal 4 UUPT tersebut. Berlakunya UU ini, anggaran dasar Perseroan dan ketentuan peraturan perundangundangan lain, tidak
mengurangi kewajiban setiap Perseroan untuk menaati asas itikad baik, asas kepantasan, asas kepatutan dan prinsip tata kelola Perseroan yang baik good
corporate governance dalam menjalankan Perseroan. Yang dimaksud dengan ”ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya” adalah semua peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan keberadaan dan jalannya Perseroan, termasuk peraturan pelaksanaannya, antara lain peraturan perbankan, peraturan
perasuransian, peraturan lembaga keuangan. Dalam hal terdapat pertentangan antara anggaran dasar dan undang-undang ini yang berlaku adalah UU UUPT.
Jadi sekali lagi, BI perlu menguji apa yang menjadi ”recht ide” sehingga mengatur dengan tegas bahwa yang dimaksud dengan Pengurus PT Perbankan
adalah Direksi dan Dewan Komisaris. Jika ketentuan ini diterjemahkan secara harafiah berarti yang melakukan perbuatan pengurusan PT Perbankan itu serta
merta adalah Direksi dan Dewan Komisaris. Jika demikian halnya, akan terjadi kesimpangsiuran mengenai siapa yang kemudian menjalankan fungsi pengawasan
sebagai organ PT. Sementara PBI hanya menentukan yang dimaksud dengan pengurus PT Perbankan adalah Direksi dan Komisaris. Tidak ada ketentuan yang
mengatakan bahwa tidak semua anggota Dewan Komisaris yang menjadi bagian dari Pengurus bank. Oleh sebab itu menurut hemat saya BI tetap perlu mencermati
kembali ketentuan ini, supaya tidak diterjemahkan telah bertentangan dengan asas hukum PT. Pada prinsipnya Dewan Komisaris memang boleh ikut terlibat dalam
pengurusan PT, namun hanya dalam hal dan keadaan-keadaan tertentu. Itu yang penting untuk diketahui dan disadari oleh semua pihak.
Universitas Sumatera Utara
Hal tersebut menjadi penting karena dalam rangka menegakkan ketentuan UU PT dan UU Perbankan berkaitan dengan kejahatan dan pelanggaran UU
Perbankan sebagaimana diatur di dalam Pasal 47 ayat 2, 47 A, 48, 49 UU Perbankan, Direksi harus cukup ekstra hati-hati mengelola atau mengurus dan
memelihara PT yang bergerak dibidang perbankan. Jangan sampai terjadi di dalam praktik anggota Dewan Komisaris yang tidak memahami ketentuan dalam
PBI terkait dengan UUPT dan sehari-harinya ternyata tidak aktif sebagai Pengurus Bank, namun karena ada indikasi kejahatan atau pelanggaran UU Perbankan yang
sedang diselidiki oleh Aparat Penegak Hukum, kemudian anggota Dewan Komisaris tersebut terpaksa harus menghadapi panggilan dan pertanyaan-
pertanyaan dari Aparat Penegak Hukum yang seharusnya tidak perlu terjadi.
Di tengah masyarakat bisnis, masih banyak organ PT Perbankan yg belum memahami sungguh-sungguh filosofi UUPT terkait dengan pengaturan organ PT,
sifat hubungan hukum antar organ, fungsi, hak dan wewenang masingmasing organ dalam kaitannya dengan kegiatan usaha Perseroan. Terlebih lagi mayoritas
PT di Indonesia, termasuk PT Perbankan adalah PT Tertutup yg belum “go publik” ke Pasar Modal. PT Tertutup, kebanyakan berasal dari bisnis keluarga,
teman dekat, group yang dirancang sejak awal dengan “kurang“ mengedepankan atau memperhatikan aspek hukum yang membingkai bentuk hukum PT Perbankan
tersebut. Misalnya adanya hubungan afiliasi diantara anggota organ masih sangat dominan dan kurang mendapat perhatian khusus berkaitan dengan konsekuensi
hukumnya. Hal tersebut kurang disadari telah berpotensi merugikan kepentingan Perseroan. Demikian pula untuk PT-PT “Plat Merah“ baik BUMN maupun
BUMD, tidak jarang indikasi mismanajemen dalam pengurusan PT Bank, berujung pada pemeriksaan Kejaksaan–bukan dengan menggunakan UU
Perbankan–tapi dengan menggunakan UU Tipikor dapat merepotkan semua pihak yg terlibat dalam pengurusan perbankan. Jika ternyata terdapat benturan
pengaturan antara UUPT dengan UU Perbankan misalnya, maka berdasarkan pendekatan doktrin seharusnya UU Perbankan diperlakukan sebagai UU khusus
Universitas Sumatera Utara
dengan mendasarkan pada asas “lex specialis derogat legi generali“. Akan tetapi karena asas ini berada dalam wilayah doktrin hukum yang merupakan salah satu
sumber hukum, maka jika doktrin tersebut tidak dipakai, tidak diterapkan oleh semua Aparat Penegak Hukum, maka asas tersebut hanya akan menjadi kata-kata
tidak bermakna apa-apa menghadapi benturan pengaturan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan